Anda di halaman 1dari 10

Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Science Session

Laryngopharyngeal Reflux

Oleh:

Wiwi Monika Sari 1740312099

Yudia Septi Yenny 1840312228

Preseptor:

dr. Nirza Warto, SpTHT-KL (K), FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2018
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Science Session

Laryngopharyngeal Reflux
Wiwi Monika Sari1, Yudia Septi Yenny1, dr. Nirza Warto, Sp.THT-KL(K),FICS2

Affiliasi penulis : 1. Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas TINJAUAN PUSTAKA


Kedokteran Universitas Andalas); 2. Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) A. Anatomi dan Fisiologi Faring dan Laring
RSUP Dr. M. Djamil Padang;
Anatomi Faring
PENDAHULUAN Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang
bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas
1.1 Latar Belakang dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari
Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal Reflux dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
(LPR) dapat didefinisikan sebagai pergerakan asam setinggi vertebra servikal ke – 6. Ke atas, faring
lambung secara retrograd menuju faring dan laring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana.
serta saluran pencernaan atas. LPR dapat
menyebabkan iritasi dan perubahan pada laring.
Karakteristik gejala berupa suara serak,
mendehem, sekret di belakang hidung, kesulitan dalam
proses menelan, batuk setelah makan atau berbaring,
tersedak, batuk kronik, dan perasaan mengganjal di
tenggorok. Lebih dari 50% pasien dengan keluhan LPR
tidak mengalami keluhan rasa terbakar di dada dan
regurgitasi, keluhan tersebut merupakan tanda khas
gejala gastroesophageal reflux disease (GERD).
Dalam menentukan diagnosis LPR perlu dilakukan
anamnesis yang teliti, pemeriksaan penunjang seperti
laringoskopi fleksibel, pH dan lain-lain. Pengobatan Kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui
LPR meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah
antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
(PPI) dan tindakan bedah. berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding
Kesalahan dalam mendiagnosis LPR dapat posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14
memicu terjadinya keadaan overdiagnosis cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
dikarenakan gejala-gejala LPR antara lain; batuk, suara terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam
serak, dan globus pharyngeus (sensasi tenggorok keluar): 1. Selaput lendir; 2. Fasia faringobasiler; 3.
terasa mengganjal) tidaklah spesifik dan juga dapat Pembungkus otot; 4. Sebagian fasia bukofaringeal.
disebabkan karena infeksi, vocal abuse, alergi, Faring terbagi atas: 1. Nasofaring; 2. Orofaring; 3.
merokok, iritasi dari polusi udara, dan alcohol abuse. Laringofaring. Unsur-unsur faring meliputi: 1. Mukosa;
2. Palut lendir (mucous blanket); 3. Otot.
1.2 Tujuan Penulisan Gambar 1. Anatomi Faring
Tujuan penulisan Clinical Science Session ini
adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi faring, Vaskularisasi Faring
laring, serta, definisi, epidemiologi, etiologi, Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan
patogenesis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal
prognosis Laryngopharyngeal Reflux. dari cabang a. karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.
1.3 Metode Penulisan maksila interna yakni cabang palatina superior.
Metode penulisan Clinical Science Session ini
adalah dengan studi kepustakaan dengan merujuk Persarafan Faring
pada berbagai literatur. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring
berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini
1.4 Manfaat Penulisan dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus, cabang
Manfaat penulisan Clinical Science Session ini dari nervus glosofaring dan serabut motorik. Dari
adalah menambah wawasan dan pengetahuan pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang
mengenai Laryngopharyngeal Reflux. . untuk otot-otot faring kecuali muskulus stilofaring yang
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

dipersarafi langsung olaeh cabang nervus glosofaring otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring
(n.IX). serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan
lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi
oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan
lobus kelenjar tiroid.

Laring berbentuk piramida triangular terbalik


dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan
kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid
dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan
ligamen serta akan mengalami osifikasi sempurna
pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan laring dibentuk
oleh sejumlah: 1.kartilago; 2.ligamentum; 3.otot-otot.

Gambar 2. Persarafan Faring

Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi,
pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk
artikulasi. Dalam fungsi menelan terdapat 3 fase yaitu
1. Fase oral; 2. Fase faringal; 3. Fase esofagal. Fase
oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring.
Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase faringal
yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui
faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary).
Gambar 3. Anatomi Laring
Fase esofagal yaitu waktu bolus makanan bergerak
secara peristaltik di esofagus menuju lambung. Pada
Kartilago Laring
saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok,
dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara
yaitu : Kelompok kartilago mayor, terdiri dari: 1.
lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding
Kartilago Tiroidea (1 buah); 2. Kartilago Krikoidea (1
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat
buah); 3. Kartilago Aritenoidea (2 buah). Kelompok
cepat dan mula-mula melibatkan M.salpingofaring dan
kartilago minor, terdiri dari : 1.Kartilago Kornikulata
M.palatofaring. kemudian M.elevator veli palatini
Santorini (2 buah); 2. Kartilago Kuneiforme Wrisberg (2
bersama-sama M.konstriktor faring superior. Pada
buah); 3. Kartilago Epiglotis (1 buah).
gerakan penutupan nasofaring M.elevator veli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring.

Anatomi Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan
bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang
rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada
umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan.
Gambar 4. Tulang dan kartilago laring tampak lateral
Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi
dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang Ligamen dan Membran Laring
pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Ligamen dan membran laring terbagi atas 2
Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple grup, yaitu: A. Ligamen ekstrinsik , terdiri dari : 1.
atau jakun. Membran tirohioid; 2. Ligamen tirohioid; 3. Ligamentum
tiroepiglotis; 4. Ligamen hioepiglotis; 5. Ligamen
Batas-batas laring berupa sebelah kranial krikotrakeal.
terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan dengan
Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di
sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikal oleh
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Krikoaritenoideus posterior); 3. Otot-otot tensor (M.


Tiroaritenoideus, M. Vokalis, M. Krikotiroideus).4
Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita
suara. Pada orang tua, M. tensor internus kehilangan
sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke
lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan
serak.4

Gambar 5. Ligamen ekstrinsik.


B. Ligamen intrinsik, terdiri dari : 1. Membran
quadrangular; 2. Ligamen vestibular; 3. Konus
elastikus; 4. Ligamen krikotiroid media; 5. Ligamen
vokalis.

Gambar 7. Otot-otot ekstrinsik laring

Vaskularisasi Laring
Laring mendapat perdarahan dari cabang A.
Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A. Laringeus
Superior dan Inferior. Arteri Laringeus Superior
berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior
menembus membrana tirohioid menuju ke bawah
diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.
Arteri Laringeus Inferior berjalan bersama N. Laringeus
Inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian
Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M.
Konstriktor Faringeus Inferior. Darah vena yang
Gambar 6. Ligamen intrinsik. dialirkan melalui V. Laringeus Superior dan inferior ke
V. Tiroidea Superior dan Inferior yang kemudian akan
Otot - otot Laring bermuara ke V. Jugularis Interna.
Otot–otot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok
besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik Persarafan Laring
yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu
Otot-otot ekstrinsik ini menghubungkan laring dengan Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn.
struktur disekitarnya. Kelompok otot ini menggerakkan Laringeus Rekuren) kiri dan kanan. Nn. Laringeus
laring secara keseluruhan. Kelompok otot-otot Superior meninggalkan N. vagus tepat di bawah
depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial
dan penting untuk proses menelan (deglutisi) dan di bawah A. karotis interna dan eksterna yang
pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor kemudian akan bercabang dua, yaitu : 1.Cabang
faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea. epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam
Otot-otot ekstrinsik terdiri atas: 1. Otot-otot laring di atas pita suara sejati; 2. Cabang Eksterna ;
bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m.
suprahioid (M. Stilohioideus – M. Milohioideus, M.
Konstriktor inferior.
Geniohioideus – M. Digastrikus, M Genioglosus – M. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
Hioglosus); 2. Otot-otot infrahioid (M. Omohioideus, berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus,
M.Sternokleidomastoideus, M. Tirohiodeus). mencapai laring tepat di belakang artikulasio
krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik
perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta
adalah : 1. Otot-otot adduktor (Mm. Interaritenoideus
sehingga mudah terganggu.
transversal dan oblik , M. Krikotiroideus, M.
Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian
Krikotiroideus lateral); 2. Otot-otot abduktor (M.
proksimal A. subklavia dan berjalan membelok ke atas
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus, Dalam menentukan diagnosis LPR perlu
selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang dilakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan
artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan : penunjang seperti laringoskopi fleksibel, pH dan
1. Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan lain-lain. Pengobatan LPR meliputi kombinasi diet,
bagian atas trakea; 2. Motoris, mempersarafi semua modifikasi perilaku, antasida, antagonis reseptor H2,
otot laring kecuali M. Krikotiroidea. proton pump inhibitor (PPI) dan tindakan bedah.

Epidemiologi
Kejadian refluks sering ditemukan di
Negara-negara barat dengan angka kejadian 10-15%
dan umumnya mengenai usia diatas 40 tahun (35%).
Hal ini berhubungan dengan pola konsumsi
masyarakat barat, olahraga genetik dan kebiasaan
berobat.

Qadeer dkk pada tahun 2005 menyebutkan


bahwa prevalensi gejala yang berhubungan dengan
Gambar 8. Persarafan Laring LPR adalah 15-20%. Diperkirakan lebih dari 15%
pasien yang datang ke spesialis THT disebabkan oleh
B. Laryngopharingeal Reflux manifestasi dari LPR. Vaezi dkk pada tahun 2006
menyebutkan bahwa insiden GERD yang
Refluks menurut literatur adalah aliran balik. berhubungan dengan gejala THT sekitar 10% di
Kata ini diambil dari bahasa latin yaitu “re” yang praktek.
bermakna balik atau kembali dan “fluere” yang artinya
Pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
mengalir. Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal
prevalensi GERD pada populasi China lebih rendah
Reflux (LPR) dapat didefinisikan sebagai pergerakan
dibandingkan dengan populasi negara-negara barat.
asam lambung secara retrograd menuju faring dan
Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan kebiasaan
laring serta saluran pencernaan atas. LPR dapat
diet, perbedaan bentuk tubuh, genetik, dan perilaku
menyebabkan iritasi dan perubahan pada laring. Pada
kesehatan. Di Amerika Serikat GERD adalah kelainan
tahun 1996, Koufman dkk memperkenalkan istilah
yang umum dijumpai. Sebesar 50% orang dewasa
penyakit refluks laring faring (LPR) untuk penyakit ini.
menderita GERD dan diperkirakan 4-10% kelainan
Amerika Serikat beranggapan LPR merupakan bentuk
laring kronis non spesifik di klinik THT berhubungan
lain dari Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
dengan penyakit refluks. Tidak ditemukan predileksi
karena pada pasien LPR tidak perlu ditemukan gejala
ras pada penyakit refluks. Namun prevalensi pria
spesifik GERD seperti rasa panas di dada (heartburn)
dibandingkan wanita yaitu 55%: 45% dan meningkat
dan regurgitasi. Lebih jauh lagi pada kebanyakan
pada usia lebih dari 44 tahun.
pasien dengan LPR refluks asam di esofagus bagian
bawah normal dan pasien LPR tidak didiagnosis Etiologi
sebagai GERD. Penyebab LPR adalah adanya refluks secara
retrograd dari asam lambung atau isinya seperti pepsin
Walaupun penyebab kedua penyakit tersebut
kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera
sama, LPR harus dibedakan dari GERD. Pasien
mukosa karena trauma langsung. Sehingga terjadi
dengan LPR biasanya mempunyai keluhan di daerah
kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya
kepala dan leher sedangkan pada GERD biasanya
mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis akibatnya
didapatkan keluhan klasik seperti esofagitis dan rasa
akan sebabkan iritasi dan inflamasi.
panas di dada (heartburn). Perbedaan ini
menyebabkan kedua penyakit tersebut memerlukan Patofisiologi
pengobatan yang agak berbeda. Dikenal berbagai Patofisiologi LPR sampai saat ini masih sulit
istilah LPR seperti GERD supraesofagus, GERD dipastikan. Seperti yang diketahui mukosa faring dan
atipikal, komplikasi ekstra esofagus dari GERD, refluks laring tidak dirancang untuk mencegah cedera
laryngeal, gastrofaringeal refluks, refluks langsung akibat asam lambung dan pepsin yang
supraesofageal dan refluks ekstraesofageal. Sekarang terkandung pada refluxate. Laring lebih rentan
LPR dianggap sebagai penyakit yang berbeda dan terhadap cairan refluks dibanding esofagus karena
memerlukan penatalaksanaan yang berbeda pula. tidak mempunyai mekanisme pertahanan ekstrinsik
Inflamasi jaringan laring yang disebabkan LPR mudah dan instrinsik seperti esofagus. Terdapat beberapa
rusak karena intubasi sehingga mempermudah teori yang mencetuskan respon patologis karena
progesifitas menjadi granuloma dan dapat berubah cairan refluks ini, yaitu:
menjadi stenosis subglotik.
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1. Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma serak merupakan gejala utama pada LPR yang paling
langsung oleh cairan refluks yang mengandung nyata dan utama. Gejala-gejala yang tidak spesifik lain
asam dan pepsin. Byrne menyimpulkan bahwa dapat disebabkan kondisi lain seperti keeadaan alergi
cairan asam dan pepsin merupakan zat dan kebiasaan merokok. Gerakan paradoks dari pita
berbahaya bagi laring dan jaringan sekitarnya. suara dan spasme laring juga dapat dikarenakan LPR
Pepsin merupakan enzim proteolitik utama sehingga perlu ditanyakan apakah pasien mempunyai
lambung. Aktivitas optimal pepsin terjadi pada pH masalah pernafasan dan perubahan suara. Asma dan
2,0 dan tidak aktif dan bersifat stabil pada pH 6 sinusitis dapat merupakan gejala lain LPR. Refluks
tetapi akan aktif kembali jika pH dapat kembali ke sering dianggap sebagai faktor yang dapat
pH 2,0 dengan tingkat aktivitas 70% dari mencetuskan asma.
sebelumnya.
Pada pasien yang asam lambungnya dapat
2. Asam lambung pada bagian distal esofagus akan ditekan terlihat ada perbaikan fungsi paru dan
merangsang reflex vagal sehingga akan perbaikan keluhan pada kasus asma 78%.
mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan Gejala-gejala esofagus yang dapat ditemui pada
mendehem (throat clearing) dan batuk kronis. pasien LPR seperti rasa seperti terbakar di dada 37 %
Lama kelamaan akan menyebabkan lesi pada dan regurgitasi 3%. riwayat mengkonsumsi obat
mukosa. Mekanisme keduanya akan gastritis seperti antasida perlu ditanyakan serta riwayat
menyebabkan perubahan patologis pada kondisi suka mengkonsumsi makanan pedas. Pertanyaan
laring. Bukti lain juga menyebutkan bahwa seperti ini membantu penegakan diagnosis penyakit
rangsangan mukosa esofagus oleh cairan asam refluk karena pasien sering datang dengan keluhan
lambung juga akan menyebabkan peradangan yang tidak pasti. Pola hidup seperti kebiasaan
pada mukosa hidung, disfungsi tuba dan merokok dan mengkonsumsi alkohol, 92% ditemukan
gangguan pernafasan. Cairan lambung tadi pada pasien dengan penyakit refluks. Rokok dan
menyebabkan refleks vagal eferen sehingga alkohol sebagai salah satu penyebab penurunan
terjadi respons neuroinflamasi mukosa dan dapat tekanan esofagus bawah, kelemahan tahanan
saja tidak ditemukan inflamasi di daerah laring. mukosa, memanjangnya waktu pengosongan lambung
dan merangsang sekresi lambung.

Pada akhir-akhir ini terdapat penelitian yang Belfasky (2002) seperti dikutip menyatakan ada 9
menyebutkan teori dari patofisiologi LPR. Yang gejala refluks (Reflux Symptom Index/RSI) yang dapat
menyebutkan adanya fungsi proteksi dari enzim digunakan untuk menentukan adanya gejala LPR dan
carbonic anhydrase. Enzim ini akan menetralisir asam derajat sebelum dan sesudah terapi. Gejala yang
pada cairan refluks. Pada keadaan epitel laring normal sering muncul seperti suara serak, mendehem,
kadar enzim ini tinggi. Terdapat hubungan yang jelas penumpukan dahak di tenggorok atau post nasal drip,
antara kadar pepsin di epitel laring dengan penurunan sukar menelan, batuk setelah makan, sulit bernafas
kadar protein yang memproteksi laring yaitu enzim atau tersedak, batuk yang sangat mengganggu, rasa
carbonic anhydrase dan squamous epithelial stress mengganjal dan rasa panas di tenggorok, nyeri dada
protein Sep70. Pasien LPR menunjukkan kadar atau rasa asam naik ke tenggorok.
penurunan enzim ini 64% ketika dilakukan biopsi
jaringan laring. Gejala tersering pada LPR adalah suara serak
71%, batuk 51% dan rasa mengganjal di tenggorok
Diagnosis (globus faringeus) 47%. Pasien karsinoma laring
Ditegakkan berdasarkaan gejala klinis (Reflux ditemukan riwayat LPR 58% dan stenosis subglotik
Symptoms Index/RSI) dan pemeriksaan Laring (Reflux 56%.1 Skor RSI adalah 0-45 dengan skor ≥ 13 curiga
Finding Score/ RFS). Akan tetapi pemeriksaan LPR.
penunjang sering digunakan untuk menegakkan
diagnosis.

Riwayat Penyakit

Hal yang penting ditanyakan apakah ada


perubahan suara terutama perubahan suara yang
intermitten di siang hari. Jika ada keluhan ini perlu ada
kecurigaan akan LPR. Gejala lain yang sering
dikeluhkan pasien adalah rasa seperti tersangkut di
tenggorok (Globus sensation), mendehem (throat
clearing), batuk dan suara serak. Gejala lain seperti
nyeri tenggorok, penumpukan dahak di tenggorok,
obstruksi jalan nafas intermiten, post nasal drip,
wheezing, halitosis dan disfagia dapat timbul. Suara
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Tabel 1. Reflux Symptom Index (RSI)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan laring yang dicurigai teriritasi asam


seperti hipertrofi komissura posterior, globus faringeus,
nodul pita suara, laringospasme, stenosis subglotik
dan karsinoma laring. Untuk melihat gejala LPR pada
laring dan pita suara perlu pemeriksaan Laringoskopi.
Gejala paling bermakna seperti adanya eritema,
edema dan hipertrofi komissura posterior (gambar 5).

Tabel 2. Reflux Finding Score

Udem subglotik (Pseudosulkus vokalis- gambar


7) ditemui pada 90% kasus, adalah udem subglotik
dimulai dari komissura anterior meluas sampai laring
posterior.

Gambar 9. Hipertrofi komissura Posterior

Laringitis posterior ditemukan pada 74% kasus


begitu juga udem serta eritema laring dijumpai pada 60%
kasus LPR. Dapat juga terjadi hipertrofi mukosa
interaritenoid dan pada kasus lanjutan dapat berkembang
menjadi hyperkeratosis epitel pada komissura posterior.
Granuloma (gambar 6) dan nodul pita suara dapat terjadi
pada kasus-kasus yang tidak diobati.
Gambar 11. Pseudosulkus vokalis

Obliterasi ventrikel (gambar 8) ditemukan pada


80% kasus. Dinilai menjadi parsial atau komplit. Pada
obliterasi parsial ditemukan gambaran pemendekan
jarak ruang ventrikel dan batas pita suara palsu
memendek. Sedangkan paada keadaan komplit
ditemukan pita suara asli dan palsu seperti bertemu
dan tidak terlihat adanya ruang ventrikel.

Gambar 10. Granuloma

Belfasky (2002) membuat tabel penilaian gejala


LPR melalui pemeriksaan laringoskop fleksibel (Reflux
Finding Score/ RFS). Skor dimulai dari nol (tidak ada
kelainan) dengan nilai maksimal 26 dan jika nilai RFS
≥7 dengan tingkat keyakinan 95% dapat di diagnosis
sebagai LPR. Nilai ini juga dapat dengan baik Gambar 12. Obliterasi ventrikel
memprakirakan efektifitas pengobatan pasien.
Eritema atau laring yang hiperemis merupakan
gambaran LPR yang tidak spesifik. Sangat tergantung
kualitas alat endoskopi seperti kualitas sumber cahaya,
monitor video dan kualitas endoskop fleksibel sendiri
jadi kadang-kadang sulit terlihat. Edema pita suara
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

dinilai tingkatannya. Gradasi ringan (nilai 1) jika hanya Pemeriksaan video laring dengan menggunakan
ada pembengkakan ringan, nilai 2 jika pembengkakan endoskop sumber cahaya xenon yang diaktifasi oleh
nyata dan gradasi berat (nilai 3) jika ditemukan pergerakan pita suara. Gambaran ini dapat dilihat
pembengkakan yang lebih berat dan menetap dengan gerakan lambat.
sedangkan nilai 4 (gradasi sangat berat) jika ditemukan
degenerasi polipoid pita suara. Udem laring yang difus 5. Pemeriksaan Histopatologi
dinilai dari perbandingan antara ukuran laring dengan
ukuran jalan nafas, penilaian mulai nari nol sampai nilai Pada biopsi laring ditemukan gambaran
4 (obstruksi). hyperplasia epitel skuamosa dengan inflamasi kronik
pada submukosa. Gambaran ini dapat berkembang
Hipertrofi komissura posterior gradasi ringan (nilai menjadi atopi dan ulserasi epitel serta penumpukan
1) jika komissura posterior terlihat seperti “kumis”, nilai fibrin, jaringan granulasi dan fibrotik didaerah
2 (gradasi sedang) jika komisura posterior bengkak submukosa.
sehingga seperti membentuk garis lurus pada
belakang laring. Gradasi berat (nilai 3) jika terlihat 6. Pemeriksaan esofagografi dengan Barium Enema
penonjolan laring posterior kearah jalan nafas dan Pemeriksaan ini dapat melihat gerakan
gradasi sangat berat apabila terlihat ada obliterasi ke peristaltik yang abnormal juga motilitas, lesi di
arah jalan nafas. Gambaran lain yang mungkin esofagus, hiatus hernia, refluks spontan dan kelainan
ditemukan adalah sinusitis berulang dan erosi dari gigi. sfingter esofagus bawah. kelemahannya pemeriksaan
ini tidak dapat menilai refluks yang intermiten.
Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan ini dianjurkan pada keadaan jika
pengobatan gagal, terdapat indikasi klinis kearah
1. Laringoskopi fleksibel GERD, disfungsi esofagus atau diagnosis yang belum
pasti.
Merupakan pemeriksaan utama untuk
mendiagnosis LPR. Biasanya yang digunakan adalah 7. Pemeriksaan laringoskopi langsung
laringoskop fleksibel karena lebih sensitif dan mudah Pemeriksaan ini memerlukan anestesi umum dan
dikerjakan di poliklinik dibandingkan laringoskop rigid. dilakukan diruangan operasi. Dapat melihat secara
langsung struktur laring dan jaringan sekitarnya serta
2. Monitor pH 24 jam di faringoesofageal dapat dilakukan tindakan biopsi.

Pemeriksaan ini disebut ambulatory 24 hours Perbedaan GERD dengan LPR


double probe pH monitoring yang merupakan baku Banyak fakyor yang mempengaruhi keadaan
emas dalam mendiagnosis LPR. Pertama kali GERD dan LPR yaitu sensitifitas jaringan, keadaan
diperkenalkan oleh Wiener pada 1986. Pemeriksaan fungsi sfingter esofagus dan lamanya paparan.
ini dianjurkan pada keadaan pasien dengan keluhan Mekanisme pasti LPR masih belum dapat disimpulkan
LPR tetapi pada pemeriksaan klinis tidak ada kelainan. dengan pasti. Akan tetapi yang dianggap berperan
Pemeriksaan ini sangat sensitif dalam mendiagnosis seperti disfungsi sfingter esofagus atas dan berkaitan
refluks karena pemeriksaan ini secara akurat dapat erat dengan posisi badan tegak. Berbeda pada GERD
membedakan adanya refluks asam pada sfingter dimana keluhan sering timbul saat berbaring dan
esofagus atas dengan dibawah sehingga dapat berhubungan dengan kelainan sfingter esofagus
menentukan adanya LPR atau GERD. Kelemahan bawah. Perbedaan lain yang mencolok adalah keluhan
pemeriksaan ini adalah mahal, invasif dan tidak rasa terbakar di dada dan esofagitis sangat jarang
nyaman dan dapat ditemukan hasil negative palsu ditemukan pada kasus LPR dibandingkan dengan
sekitar 20%.Hal ini dikarenakan pola refluks pada GERD.
pasien LPR yang intermittent atau berhubungan
dengan gaya hidup sehingga kejadian refluks dapat Keluhan rasa terbakar di dada ditemukan
tidak terjadi saat pemeriksaan. Pemeriksaan ini hanya kurang dari 40% kasus LPR sedangkan gejala
dapat menilai refluks asam sedangkan refluks non esofagitis hanya 25%. Pada LPR refluks bersifat
asam tidak terdeteksi. Pemeriksaan ini disarankan intermiten dengan motilitas esofagus yang normal
pada pasien yang tidak respons terhadap pengobatan sedangkan GERD refluks bersifat lebih lama dengan
supresi asam. gangguan motilitas esofagus sering ditemukan.
Refluks pada LPR sering terjadi pada siang sedangkan
3. Pemeriksaan Endoskopi kasus GERD, refluks biasanya malam hari. Defek
Dengan menggunakan esofagoskop dapat sfingter esofagus bawah dijumpai pada GERD
membantu dalam penegakan diagnosis. Gambaran sedangkan pada LPR terjadi disfungsi sfingter atas
esofagitis hanya ditemukan sekitar 30% pada kasus esofagus. Dari segi pengobatan kedua penyakit ini
LPR. Gambaran yang patut dicurigai LPR adalah jika mirip namun medikamentosa LPR lebih lama dan
kita temukan gambaran garis melingkar “barret” agresif dibandingkan penanganan GERD.
dengan atau tanpa adanya inflamasi esofagus.
Penatalaksanan
4. Pemeriksaan videostroboskopi
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Penatalaksanaan meliputi medikamentosa dengan menggunakan PPI 2 kali sehari untuk


dengan obat-obatan anti refluks, perubahan gaya memperbaiki laring yang cedera.
hidup dengan modifikasi diet serta secara bedah
dengan operasi funduplikasi. Dalam penelitian sebelumnya Omeprazole
disebut sebagai derivat PPI yang ampuh ternyata
Modifikasi diet dan gaya hidup akhir-akhir ini Lansoprazole dan Pantoprazole
dianggap lebih maksimal dalam menekan
Pasien dengan gejala LPR dianjurkan melakukan pola asam lambung. Tamin menemukan terdapat
diet yang tepat agar terapi berjalan maksimal. perbaikan bermakna nilai gejala/keluhan (RSI) dengan
Penjelasan kepada pasien mengenai pencegahan pemberian terapi Lansoprazole 2x30 mg perhari pada
refluks cairan lambung merupakan kunci pengobatan 8 minngu I dan II terapi akan tetapi pada 8 minggu III
LPR. Pasien akan mengalami pengurangan keluhan tidak terlihat perbaikan pada RSI.22 Kemudian zat
dengan perubahan diet dan gaya hidup sehat. proteksi mukosa, sukralfat misalnya dapat
Misalnya pola diet yang dianjurkan pada pasien seperti digunakan untuk melindungi mukosa dari cedera akibat
makan terakhir 2-4 jam sebelum berbaring, asam dan pepsin. Pemeriksaan sedianya dilakukan
pengurangan porsi makan, hindari makanan yang rutin setiap 3 bulan yang berguna memantau gejala
menurunkan tonus otot sfingter esofagus seperti atau mencari penyebab lain jika tidak terjadi
makanan berlemak, gorengan, kopi, soda, alkohol, perbaikan.1 McGlashan melakukan uji terapi pada
mint, coklat buahan dan jus yang asam, cuka, mustard pasien LPR dengan memberikan suspense cairan
dan tomat. Koufman (2011) menganjurkan pola diet alginate disamping proton pump inhibitor, ternyata
bebas asam atau rendah asam (A strict low acid or terdapat perbaikan yang nyata pada RSI dan RFS
acid free) dalam penelitiannya ada manfaat yang nyata pada objek uji. Cairan alginate ini telah
pada perbaikan RSI dan RFS pada populasi yang digunakan bertahun tahun untuk mengobati
diteliti. Anjuran lain seperti menurunkan berat badan gejala refluks. Cairan ini efektif membuat tahanan
jika berat badan pasien berlebihan, hindari pakaian mekanik yang berfungsi sebagai anti refluks
yang ketat, stop rokok, tinggikan kepala sewaktu pada daerah fundus gaster. Sehingga akan
berbaring 10-20 cm dan mengurangi stress. Koufman mengurangi efek cairan refluks jika sampai ke laring.
menegaskan modifikasi gaya hidup dan pola diet
berperan penting dalam proses penyembuhan. Jika Terapi Pembedahan
merokok dianjurkan berhenti karena akan merangsang
refluks. Hindari pakaian yang terlalu sempit terutama Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki
celana, korset dan ikat pinggang. Hindari olahraga penahan/ barier pada daerah pertemuan esofagus dan
seperti angkat berat, berenang, jogging dan yoga gaster sehingga dapat menccegah refluks seluruh isi
setelah makan. Tinggikan kepala jika ada gejala gaster kearah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada
refluks nokturnal seperti suara serak, tidak nyaman di pasien yang harus terus menerus minum obat atau
tenggorok, dan batuk di pagi hari. Batasi konsumsi dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk
daging merah, mentega, keju, telur dan bahan menekan asam lambung. Sekarang ini tindakan yang
mengandung kafein. Hindari selalu makanan sering dilakukan adalah funduplikasi laparoskopi yang
gorengan, makanan tinggi lemak, bawang, tomat, kurang invasif. Akan tetapi tindakan ini bukannya tanpa
buahan dan jus yang asam, soda, bir, alkohol, mint komplikasi, perlu dokter yang berpengalaman dan
dan coklat. mengerti mengenai anatomi esofagus serta menguasai
teknik funduplikasi konvensional agar angka
Medikamentosa komplikasi dapat ditekan.4 Sehingga operasi ini bukan
pilihan pertama pada kasus LPR.
Proton Pump Inhibitor (PPI) atau penghambat
pompa proton merupakan terapi LPR yang utama dan
paling efektif dalam menangani kasus refluks. Cara Komplikasi
kerja PPI dengan menurunkan kadar ion hidrogen LPR dapat merupakan factor pencetus
cairan refluks tetapi tidak dapat menurunkan jumlah munculnya penyakit seperti faringitis, sinusitis, asma,
dan durasi refluks. PPI dapat menurunkan refluks pneumonia, batuk di malam hari, penyakit gigi dan
asam lambung sampai lebih dari 80%. Akan tetapi keganasan laring. Salah satu komplikasi yang patut
efektifitas obat terhadap LPR tidak seoptimal diwaspadai dan mengancam nyawa adalah stenosis
efektifitasnya pada kasus GERD. Akan tetapi laring. Riwayat LPR ditemukan pada 75% pasien
pengobatan PPI ternyata cukup efektif dengan catatan stenosis laring dan trakea.
harus menggunakan dosis yang lebih tinggi dan
pengobatan lebih lama dibandingkan GERD.
Rekomendasi dosis adalah 2 kali dosis GERD dengan Prognosis
rentang waktu 3 sampai 6 bulan. Salah satu Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan
kepustakaan menyebutkan rentang waktu sampai 90%, dengan catatan terapi harus diikuti
pengobatan dapat sampai 6 bulan atau lebih dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. Dari
salah satu kepustakaan menyebutkan angka
Dokter Muda THT-KL Periode Oktober–November 2018 10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

keberhasilan pada pasien dengan laryngitis posterior


berat sekitar 83% setelah diberikan terapi 6 minggu
dengan omeprazol. Dan sekitar 79% kasus alami
kekambuhan setelah berhenti berobat.14 sedangkan
prognosis keberhasilan dengan menggunakan
Lansoprazole 30 mg 2 kali sehari selama 8 minggu
memberikan angka keberhasilan 86%.

Daftar Pustaka
1. Diamond L, Laryngopharyngeal reflux-It’s not
GERD. JAAPA. 2005; 18 (8): 50-53.
2. Belafsky PC, Postman G, Koufman JA. The validity
and Reability of the Reflux Finding Score (RFS).
Laryngoscope. 2001; 111: 1313-17.
3. Koufman J Aetal. Laryngopharyngeal reflux:
Position statement of the committee on Speech,
Voice and Swallowing Disorders of the American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. Otolaryngology- Head and Neck Surgery.
2002. 127 (1): 32-35.
4. Tokashiki R et al. the relationship
between esophagoscopic findings and total
acid reflux time below pH 4 and pH 5 in the
upper esofagus in patients with
laryngopharyngeal reflux disease (LPRD).
Auris Nasus Larynx. 2005. 32: 265-68.
5. Groome et al. Prevalence of Laryngopharyngeal
Reflux in a Population with Gastroesophageal
Reflux. Laryngoscope. 2007. 117: 1424-28.
6. Byrne PJ et al, Laryngopharyngeal Reflux in
patients with symptomps of gastroesophageal
reflux disease. Disease of the Esofagus. 2006. 19:
377-381.
7. Qadeer MA et al. Correlation between
symptoms and Laryngeal signs in
Laryngopharyngeal Reflux. Laryngoscope.
2005. 115: 1947-52.
8. Vaezi MF et al. Treatment of chronic posterior
laryngitis with esomeprazole. Laryngoscope 2006.
116: 254-260.
9. Lam P et al. Prevalence of pH documented
laryngopharyngeal reflux in Chinese patients with
clinically suspected reflux laryngitis. Am J of
Otology Head and Neck Med Surg. 2006. 27:
186-189.
10. Oguz H et al. acoustic analysis finding sinobjective
Laryngopharyngeal Reflux Patients. Journal of
voice. 2006. P 1-7.

Anda mungkin juga menyukai