MacKenzie MJ, Gearing RE, Schwalbe CG, Ibrahim RW, Brewer KB, Al-Sharaihah
yang menekankan defisit kesehatan dan perkembangan mental pada anak yang
diasuh oleh orangtua di keluarga asuh maupun institusi besar, banyak negara-
orangtua yang harus dipenjara) dan pembiaran atau anak yatim piatu.
2. Bettmann JE, Mortensen JM, Akuoko KO. Orphanage caregivers' perceptions of
children's emotional needs. Children and Youth Services Review 49 (2015) 71–79
Anak yang terlantar atau tinggal di panti asuhan secara signifikan beresiko
karena beban psikologis yang mereka alami lebih besar. Bayi dan anak yang
tinggal di institusi seperti panti asuhan atau rumah asuh lebih rentan
yatim dan anak yang rentan merupaknh istilah yang dipakai oleh World Bank
negatif – akibat tidak memiliki akses kesempatan pendidikan yang layak atau
anak sebayanya.
Pengalaman anak yang dialaminya sejak usia dini memiliki dampak jangka
memiliki akses terhadap kebutuhan materi dan suplai makanan yang baik,
diri mereka aman (sense of security). Bayi kemudian akan percaya dan
Rasio jumlah pengasuh panti dan anak yang kurang sistem kerja mereka yang
berupa rotasi shift, membuat anak yang dirawat di panti asuhan sering
negatif akibat perpisahan ini terhadap anak adalah munculnya gejala seperti
bahwa interaksi sosial antara anak dan pengasuhnya merupakan faktor utama
berkomunikasi dengan anak yang mereka asuh. Selain itu, anak akan
bahwa dengan menciptakan interaksi sosial yang baik dan berkualitas antara
anak dan pengasuh panti melalui pelatihan dan keterlibatan emosional dan
merupakan pengasuh panti dan kurang dari setengah kelompok ini yang
Tanpa dasar pengetahuan tersebut, pengasuh sulit menyadari tahapan apa yang
perilaku. Selain itu masih terdapat kesenjangan antara persepsi pengasuh panti
pengasuh panti agar memberikan asuhan yang ramah, konsisten dan responsif
memperbanyak jumlah pegawai agar anak panti dapat menerima asuhan yang
efektif. Anak membutuhkan hubungan yang stabil dan jangka panjang dengan
diasuh atau diperhatikan oleh pengasuh tertentu yang dapat berfungsi sebagai
pengasuh utama anak. Cara seperti ini, dibandingkan dengan satu pengasuh
langkah awal memperbaiki layanan dalam panti. Hal ini sejalan dengan teori
dan stabil dari satu orang pengasuh yang ramah, perhatian dan selalu ingin
tinggal dalam institusi seperti panti asuhan, membangun hubungan yang erat
anak.
3. Smyke AT, Koga SF, Johnson DE, Fox NA, Marshall PJ, Nelson CA. The caregiving
group foster homes program in Burkina Faso. Journal of Children and Poverty Vol.
antar generasi. Anak yatim atau terlantar sangat beresiko terkena dampak
tidak dipertimbangkan karena masih ada pilihan layanan lain yang tersedia.
Salah satu kekurangan panti asuhan adalah biayanya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perawatan anak oleh orangtua asuh. Selain itu beberapa
ahli dari kelompok ini memandangan bahwa menitipkan anak di keluarga asuh
ini, dimana banyak anak yatim dalam keluarga asuh mengalami diskriminasi,
mengalami sakit fisik bila dibandingkan anak fisiologis mereka. Namun hal ini
dibesarkan di panti asuhan mengalami luaran yang positif bila dipandang dari
status sosioekonomi bila dibandingkan populasi umum, yang menunjukkan
timbal-balik antar individu dan faktor lingkungan, baik yang bersifat konkrit
ekologis, dengan hubungan dua arah dan timbal balik antar tingkatan ini:
a. Mikrosistem: hubungan interpersonal antar anak dan lingkungan terdekatnya
tradisional sebagai anak yang telah kehilangan salah satu atau kedua orangtua;
meski demikian, menurut pengalaman dan studi lanjut, seorang anak yatim
piatu dapat juga dipahami dari sudut pandang faktor lain, seperti tingkat
kehilangan orangtua ini masih menjadi faktor penentu utama seorang anak
bisa disebut anak yatim dan/atau piatu, dan Faith to Action (2014)
kehilangan salah satu orangtua (anak yatim atau piatu – single orphan) atau
telah kehilangan kedua orangtua mereka (anak yatim dan piatu – double
orphan). Diperkirakan terdapat sekitar 153 juta anak (dibawah usia 16 tahun)
telah kehilangan salah satu orangtuanya, dan 17,8 juta telah kehilangan
keduanya.
Faith to Action (2014) dan UNICEF (2015), alasan utama adalah bukan karena
anak secara paksa ditempatkan di panti asuhan oleh pemerintah akibat dugaan
internal lebih sering menjadi alasan, dimana anak dititipkan di panti asuhan
karena salah seorang atau kedua orangtuanya telah meninggal dunia, atau
orangtua kandungnya: (1) anak yang diketahui orang tuanya, dan (a) telah
kehilangan ayah, atau (b) ibunya, atau (c) kedua-duanya; (2) anak yang telah
atau kurungan penjara – kasus lain yang termasuk dalam kelompok ini juga
mencakup anak yang berasal dari keluarga broken home; dan (3) anak yang
bergantung pada konteks budaya dimana sebuah panti asuhan berada, sehingga
(UNICEF 2003). Beberapa penulis lain menekankan dampak fisik, mental dan
psikologis yang dialami anak selama tinggal di panti asuhan, seperti rasa tdiak
Fabrykowski dan Piver 2008). Anak-anak yang tinggal di panti asuhan secara
intrinsik lebih rentan karena mereka telah kehilangan orantuanya dan telah
2014). Semua anak berhak mendapatkan perawatan, perhatian dan cinta kasih
yang sama sebagai bagian dari hak asasi mereka. (UNICEF 2015)
Seorang pengasuh panti haruslah memiliki kualifikasi yang memadai termasuk
sehingga dapat memberikan jalan keluar bagi setiap masalah yang dialami
konteks, terlihat bahwa para pengasuh ini telah memahami dengan baik peran
anak asuhnya dan mengakui bahwa anak merasa ingin dicintai dan diterima,
Selain itu, Makame dan Grantham-Mcgregor (2002) serta Hearst et al. (2014)
biologis mereka, serta perubahan lingkungan dan perpindahan anak dari satu
panti ke panti lainnya juga ikut berpengaruh pada perilaku anak. Menurut
anak adalah normal untuk anak seusianya. Dan hanya dua responden yang
berperilaku negatif.
Dalam penelitian yang sama, ketika responden ditanyakan tentang apa
bahwa peran mereka adalah sama seperti seorang ibu, tiga di antaranya
mereka percaya bahwa menjadi ibu bukanlah suatu pekerjaan tapi kodrat. Di
termasuk rasa ingin dicintai dan dimiliki. Meski demikian, konselor dan
sambil belajar.
Pengasuh panti merupakan bagian penting dari kehidupan anak panti sehingga
mereka wajib mengetahui apa yang menjadi kebutuhan anak. Dalam studi
Ismail et al pada pengasuh anak panti, 25 dari 30 responden menjawab bahwa
dan juga seorang figur ayah, karena mayoritas pengasuh panti pada studi ini
mereka lakukan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh anak asuhannya,
anak dan masalah apa yang mereka hadapi, karena kasus untuk masing-masing
psikolog atau psikiater. Selain itu, lima responden menyatakan akan mengatasi
mengejutkan adalah tiga responden menyatakan tidak akan ikut campur bila
anak asuhannya mengalami masalah, dan hanya satu responden yang akan