Anda di halaman 1dari 23

PENERAPAN NHT-ARIAS (NUMBERED HEADS TOGETHER-

ASSURENCE, RELEVANCE, INTEREST, ASSESMENT, SATISFACTION)


UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

PROPOSAL

OLEH
NOERI ITSNANIYAH
NIM 170311611520

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FEBRUARI 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar sering kali ditemui permasalahan
salah satunya permasalahan dalam belajar matematika. Banyak siswa yang
menganggap sulit dalam belajar matematika Faktor penyebabnya adalah
siswa tidak tertarik terhadap pelajaran matematika, malas belajar
matematika dan siswa hanya menghafalkan rumus-rumus yang diberikan
tanpa memahami penurunannya. Selain itu, cara penyampaian materi yang
monoton juga menyebabkan siswa menjadi bosan dalam belajar
matematika. Akibatnya siswa akan mengalami kesulitan dalam
memecahkan permasalahan matematika terutama masalah yang komplek
contohnya seperti soal-soal HOTS. Disamping itu, akan menimbulkan
masalah seperti kurangnya motivasi belajar, menurunnya minat belajar dan
rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini tidak sejalan dengan
kemampuan yang diharapkan dan penilaian dalam program “Merdeka
Belajar” yaitu literasi, numerasi dan survei karakter. Dalam numerasi
menuntut siswa untuk memahami semua konsep dan penyelesaian
matematika. Namun masih banyak siswa yang tidak memahami konsep
sehingga hasil belajar dan prestasi belajar menjadi rendah. Menurut data
dari Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015, rata-
rata skor matematika siswa di Indonesia adalah sebesar 397 berada jauh
dibawah rata-rata dari seluruh negara yaitu sebesar 500. Prestasi hasil
belajar matematika siswa Indonesia ini berada pada peringkat ke 50 dari
54 negara peserta yang diteliti. Dari data tersebut menunjukkan masih
rendahnya hasil dan prestasi belajar siswa di Indonesia. Prestasi belajar
tidak luput dari pengaruh motivasi belajar siswa.
Salah satu faktor pendorong agar siswa memiliki kemauan belajar
adalah motivasi (Emda,2017). Menurut Mc. Donald (2016) (dalam
Kompri, 2016:229) motivasi belajar adalah perubahan energi di dalam diri
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi

1
2

untuk mencapai tujuan tertentu. Setiap siswa memiliki motivasi belajar


yang berbeda-beda. Siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh jika
memiliki motivasi belajar tinggi. Motivasi belajar dikelompokkan
menjadi motivasi intrinsik (pendorong dalam melakukan tindakan belajar
berasal dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (pendorong dalam
melakukan tindakan belajar berasal dari luar diri siswa) (Emda, 2017).
Motivasi belajar siswa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan proses belajar. Oleh karena itu dalam pembelajaran
matematika guru harus mampu menumbuhkan sikap dan motivasi belajar
siswa. Kegiatan pembelajaran selalu didahului oleh proses pembuatan
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan, apabila motivasi cukup
kuat maka siswa akan memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar.
Sebaliknya, apabila motivasi tidak cukup kuat maka siswa memutuskan
tidak melakukan kegiatan belajar (Jadmiko, 2015).
Pemberian motivasi penting untuk memberikan gambaran kepada
siswa agar tertarik untuk belajar. Namun pada kenyataannya masih banyak
siswa yang kurang termotivasi dalam belajar matematika contohnya
seperti mengabaikan penjelasan guru, tidak semangat mengikuti pelajaran,
tidur saat pelajaran berlangsung, dan lebih memilih melakukan pekerjaan
lain dari pada belajar matematika. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi
prestasi siswa. Padahal motivasi belajar memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Motivasi ini penting dilakukan
sebangaimana amanat Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 menyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspriratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik psikologis peserta didik. Dari peraturan
tersebut jelas bahwa peran guru dalam memberikan motivasi sangat
diperlukan karena akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Hasil belajar sangat bergantung pada motivasi belajar yang
diberikan oleh guru. Motivasi ini juga bergantung kepada bagaimana guru
3

dalam menyampaikan materi. Terkadang guru masih melakukan


pembelajaran yang monoton dan satu arah. Penerapan model pembelajaran
kurang tepat dapat menjadikan pembelajaran yang monoton, menimbulkan
kebosanan dan mengakibatkan materi sulit dipahami sehingga siswa
kurang termotivasi untuk belajar (Wijanarko Y, 2017). Guru masih
menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi. Penggunaan
metode ceramah dalam pembelajaran kurang efektif (Khoirunnisyak,
2015). Selain itu dengan metode ceramah guru akan sulit untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa. Oleh karena itu guru harus mampu
menerapakan strategi, metode atau model yang cocok dengan keadaan
siswa.
Untuk mengatasi permasalah tersebut maka diperlukan model yang
tepat dan sesuai. Salah satu pembelajaran tersebut adalah model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif telah
dikembangkan dan dikonfirmasi sebagai salah satu model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kinerja siswa. menurut Sadker dan Sadker
(2005) (dalam Mustami, 2018) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif sangat membantu dalam mengembangkan sikap dan
keterampilan kognitif siswa. Model pembelajaran kooperatif yang
meningkatkan keterampilan kognitif siswa adalah kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT). NHT dapat membantu pembelajaran
yang terpusat pada siswa yang kondusif dan hidup. Ciri utama NHT adalah
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen kemudian setiap siswa
diberikan nomor sesuai banyaknya siswa dalam kelompok tersebut. Di
akhir diskusi kelompok, guru menyebutkan satu nomor yang sama dari
setiap kelompok kemudian siswa yang bernomor sama seperti yang
disebutkan guru harus mewakili kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusinya. Siswa lebih didorong untuk memahami materi karena semua
anggota kelompok bertanggung jawab atas tugas tersebut. Siswa yang
lambat akan lebih antusias untuk bertanya kepada anggota kelompok yang
lain dalam memahami materi sehingga potensi mereka dapat
dikembangkan secara maksimal dapat meningkatkan hasil belajarhasil
4

belajar. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah


numbering (penomoran), questening (pengajuan pertanyaan), head
together (berpikir bersama), dan answering (menjawab pertanyaan). Pada
tahap questening guru dapat melihat motivasi belajar dan antusias setiap
siswa sedangkan pada tahap anwering inilah siswa dilihat pemahaman dan
kepercayaan dirinya dalam menyampaian materi.
NHT dapat diterapkan dalam pengaturan tertentu untuk
meningkatkan motivasi siswa, salah satunya adalah menggabungkannya
dengan model Assurance, Relevance, Interest, Assessment and Satisfaction
(ARIAS). ARIAS cukup relevan dengan teori pembelajaran konstruktivis
dimana NHT juga dilandasi oleh teori tersebut. Model pembelajaran
ARIAS merupakan modifikasi dari Model ARCS (Attenntion, Relevance,
Confidence, Satisfaction) yang dikembangkan oleh Keller dan Kopp
(1987). Model ARCS dikembangkan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi
dan hasil belajar (Lestari, 2017). Modifikasi ARCS berupa penambahan
beberapa komponen dan penggantian pemilihan kata. Model pembelajaran
ARIAS mampu meningkatkan rasa yakin atau kepercayaan diri siswa,
mampu mengaitkan hubungan atau relevansinya dengan kehidupan sehari-
hari siswa, meningkatkan minat dan perhatian siswa serta memeberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi diri dan menumbuhkan rasa
bangga pada siswa dengan pemberian penguatan. Model pembelajan NHT-
ARIAS nanti akan menggabungkan kedua langkah-langkah pembelajaran
tersebut menjadi kesatuan model yang bersesuaian.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mustami (2018)
tentang pengaruh model pembelajaran Numbered Heads Together-
Assurence, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction (NHT-ARIAS)
terhadap motivasi siswa dalam mata pelajaran biologi dapat disimpulkan
bahwa NHT-ARIAS dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa dengan
skor rata-rata motivasi belajar siswa yang berbeda secara signifikan
dibandingkan skor rata-rata dengan penerapan model pembelajaran
ARIAS langsung. Selain itu penelitian lain yang telah dilakukan oleh
5

Satria (2017) model pembelajaran ARIAS dapat meningkatkan motivasi


dan hasil belajar materi vektor bagi siswa kelas X SMAN 01 Batu. Pada
siklus pertama terjadi peningkatan motivasi menjadi 76,47% dari hasil
angket namum masih belum maksimal. Sedangkan pada akhir siklus kedua
mengalami peningkatan sebesar 8,83 % sehingga menjadi 85,3% dari hasil
angket yang diberikan dan berada dalam kategori baik. Dari penelitian ini
lebih ditekankan pada peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika dan telah mencapai hal tersebut.
Karena penelitian sebelumnya tidak meneliti pada mata pelajaran
matematika, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian yang
berjudul “Penerapan NHT-ARIAS (Numbered Heads Together-Assurence,
Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction) untuk Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka rumusan
masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana penerapan NHT-ARIAS (Numbered Heads Together-
Assurence, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction) untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembahasan berdasarkan rumusan masalah di
atas adalah sebagai berikut:
Mendeskripsikan penerapan NHT-ARIAS (Numbered Heads Together-
Assurence, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction) untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa.
C. Manfaat Penelitian
Pada akhir penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat
dimanfaatkan oleh semua pihak yang terkait diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Guru
Melalui penelitian ini, guru dapat mengetahui penerapan NHT-
ARIAS (Numbered Heads Together - Assurence, Relevance, Interest,
Assesment, Satisfaction) yang dapat digunakan sebagai bahan
6

pertimbangan dalam menentukan dan menerapkan model


pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Bagi siswa
Penelitian ini dapat menumbuhkan sikap kerja sama, saling
menghargai antar siswa yang memiliki kemampuan dan latar belakang
berbeda-beda serta membuat siswa lebih semangat dan termotivasi
dalam belajar matematika.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi andil positif,
minimla sebagai perbaikan pengembangan pengajaran matematika
selanjutnya khususnya dalam menerapkan model pengejaran yang
lebih efektif.
4. Bagi Peneliti
Bagi peneliti manfaat melaksanakan penelitian ini adalah
mendapatkan banyak pengalaman mengenai tipe-tipe dari model
pembelajaran kooperatif dan modifikasinya, salah satunya adalah tipe
NHT-ARIAS.
5. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan
untuk penelitian lebih lanjut.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai
berikut:
1. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan
membentuk kelompok yang heterogen.
2. Model pembelajaran NHT-ARIAS suatu model memadukan langkah-
langkah kedua pembelajaran tersebut sehingga dapat memotivasi
siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa ditekankan untuk
memiliki percaya diri tinggi dalam memahami pembelajaran dan
mengungkapkan pendapat, mengetahui relevansinya dengan
kehidupan sehari-hari, menarik minat siswa, mengevaluasi diri,
7

kepuasan dan rasa bangga terhadap diri serta penguasaan materi tiap
individu.
3. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi
yang tumbuh dalam diri maupun luar diri siswa setelah mempelajari
materi yang diajarkan menggunakan model pembelajaran NHT-
ARIAS. Motivasi dikatakan meningkat jika minimal terkategori
“baik”.
4. Penerapan model NHT-ARIAS dikatakan dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa jika (i) keterlaksanaan guru dan siswa terhadap
proses pembelajaran dapat mencapai minimal 75% dan (ii) motivasi
belajar siswa meningkat. Apabila salah satu kriteria tersebut tidak
terpenuhi maka dilakukan siklus berikutnya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar
Menurut Motivasi Menurut Mc. Donald (2016) (dalam Kompri,
2016:229) motivasi adalah perubahan energi di dalam diri pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian munculnya motivasi dalam
diri seseorang ditandai adanya perubahan energi yang dapat disadari atau
tidak. Sering kali terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan
oleh kemampuannya yang kurang, akan tetapi dikarenakan tidak adanya
motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengarahkan
segala kemampuannya. Proses pembelajaran tidak terlepas dari motivasi.
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dimanis
yang sangat penting. Motivasi adalah serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi–kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin
melakukan sesuatu dan bila tidak suka maka akan berusaha untuk
meniadakan perasaan tidak suka itu.
Motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri
idividu contohnya siswa belajar karena didorong oleh keinginannya sendiri
untk menambah pengetahuan atau seseorang sering berolahraga basket
karena memang ia mencintai olahraga tersebut. Jadi dengan demikian,
tujuan yang ingin dicapai dalam motivasi intrinsik ada dalam kegiatan itu
sendiri. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri.
Contohnya siswa belajar dengan penuh semangat karena ingin
mendapatkan nilai yang bagus atau seseorang berolahraga karena ingin
menjadi juara dalam suatu turnamen. Dengan demikian dalam motivasi
ekstrinsik tujuan yang ingin dicapai berada di luar kegiatan itu. Dalam
proses pembelajaran, motivasik intrinsik sulit untuk diketahui karena
berasal dari dalam diri siswa. guru tidak dapak mengukur secara pasti
seberapa besar motivasi intrinsik dalam diri siswa. hal yang mungkin bisa

8
9

dilakukan adalah dengan mengembangkan motivasi ekstrinsik untuk


meningkatkan dorongan pada siswa agar lebih giat belajar.
Munculnya motivasi intrinsik maupun ekstrinsik dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya 1) tingkat kesadaran siswa atas dorongan
tingkah laku dan kesadaran atas tujuan yang ingin dicapai, 2) pengaruh
kelompok siswa, 3) sikap guru terhadap kelas artinya untuk menumbuhkan
sifat intrinsik, guru selalu merangsang siswa berbuat kearah tujuan yang
jelas dan bermakna sedangkan untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik,
guru lebih menitik beratkan pada rangsangan sepihak, 4) suasana kelas
juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Jadi motivasi dapat
dirangsang oleh faktor dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri
seseorang. Salah faktor dari luar yang dapat menumbuhkan motivasi dalam
diri seseorang untuk belajar adalah lingkungan (Emda, 2017). Dengan
demikian peran guru sangat penting untuk menumbuhkan motivasi belajar.
Guru harus bisa menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga menumbhkan motivasi belajar siswa.
Ada beberapah hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk
membangkitkan motivasi belajar siswa sebagaimana dikemukakan oleh
Sanjaya (2010) (dalam Emda, 2017) yaitu:
a. Membangkitkan minat siswa
Hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat siswa
yaitu menghubungkan bahan pelajaran dengan kebutuhan
siswa, menyesuaikan materi dengan tingkat pengalaman dan
kemampuan siswa, dan gunakan berbagai model dan strategi
pembelajaran yang bervariasi.
b. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
c. Membuat suasana kelas menjadi menyenangkan.
d. Memberika pujian terhadap keberhasilan siswa.
e. Memberi penilaian.
f. Memberi komentar dengan bahasa yang lembut terhadap hasil
pekerjaan siswa.
g. Ciptaka persaingan dan kerjasama.
10

B. Pembelajaran Kooperatif
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
kontruktivisme. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Vigotsky. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan membagi siswa menjadi
kelompok kecil yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda-beda
(Suparmi,2012). Jadi dalam pembelajaran kooperatif dibagi menjadi
kelompok-kelompok heterogen yang bisa didasarkan pada kemampuan
siswa, ras, suku, agama dan lain-lain. Dalam penyelesaian tugas
kelompok, setiap siswa harus saling bekerja sama, berperan aktif, dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Suparmi, 2012) mengemukakan tiga
konsep yang menjadi karakter dalam pembelajaran kooperatif yaitu
a. Penghargaan kelompok, dimana keberhasilan suatu kelompok
didasarkan pada kemampuan individu dalam menciptakan hubungan
antar anggota kelompok, saling memberi dukungan dan saling peduli.
b. Pertanggungjawaban individu, tergantung pada kemampuan
pembelajaran individu dari anggota kelompok.
c. Kesempatan yang sama untuk berhasil, dimana dalam pembelajaran
kooperatif siswa yang memiliki prestasi rendah, sedang dan tinggi
memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil karena tiap anggota
kelompok bekerja sama dan membagi pengetahuan hingga semua
anggota kelompok paham.

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren


(1994) (dalam Suparmi, 2012) yaitu:

1. Para siswa harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap teman


kelompoknya dalam mempelajari materi dan memastikan bahwa
setiap anggota kelompok benar-benar paham terhadap materi yang
sedang dipelajari.
2. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang
sama yang harus dicapai.
11

3. Para siswa harus memiliki pandangan bahwa mereka adalah senasib


yaitu sama-sama ingin memahami materi yang sedang dipelajari.
4. Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab dalam kelompok.
5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
7. Para siswa saling berbagi kepemimpinan serta mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.

Model pembelajaran kooperatif berkaitan dengan kegiatan yang


menyebabkan anggota kelompok bekerja sama dalam menyelesaikan tugas
kelompok yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi individu dalam
mencapai tujuan bersama (Abdullah, 2017). Pembelajaran kooperatif
dapat berjalan dengan efektif pada diri siswa bila ditanamkan unsur-unsur
dasar belajar kooperatif. Dengan dilaksanakan pembelajaran kooperatif
secara berkesinambungan dapat dijadikan sarana bagi guru untuk melatih
dan mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa,
khususnya keterampilan sosial dan kemampuan komunikasi sebagai bekal
untuk terjun dalam kehidupan di masyarakat. Tujuan pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi, yaitu keberhasilan individu
ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Model
pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
pembelajaran penting, yaitu sebagai berikut:

a. Hasil belajar akademik.


Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
lebih unggul dalam memahamkan siswa terhadap konsep-konsep yang
sulit.
Pembelajran kooperatif dapat memberikan keuntungan bagi siswa
yang berkemampuan tinggi dan rendah atas kerja sama yang mereka
lalukan dalam suatu kelompok. Dengan demikian pemahaman materi
tidak hanya dirasakan oleh kelompok siswa berkemampuan tinggi,
12

namun juga dapat dirasakan oleh kelompok siswa berkemampuan


sedang dan rendah.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang bagi siswa yang
berlatar belakang yang berbeda untuk bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial.
Model pembelajaran ini mengajarkan keterampilan bekerja sama dan
berkolaborasi dalam kelompok sehingga membentuk keterampilan
sosial.
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Keagan yang
melibatkan para siswa dalam menelaah suatu materi dan memeriksa
pemahaman mereka tentang isi pelajaran itu. Model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama
adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan bertujuan untuk meningkatkan penguasaan materi
(Siregar, 2012) Model tipe ini juga digunakan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional artinya model pembelajaran ini sangat
diperuntukkkan untuk kelas yang suasananya cenderung pasif. Salah satu
keunggulan dari model pembelajaran NHT ini adalah dapat meningkatkan
cara berfikir siswa baik individu maupun kelompok, meningkatkan
kekompakan siswa dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
tepat, dan meningkatkan semangat kerja sama antar siswa. Secara umum
model pembelajaran ini melatih siswa untuk dapat saling interaksi antar
sesama.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads


Together (NHT) adalah sebagai berikut:

1. Penomoran (Numbering)
13

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok


beranggotakan tiga sampai lima orang serta memberi nomor sehingga
setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor berbeda. Kelompok
dibagi secara heterogen yaitu terdiri dari siswa yang pandai sampai
kurang pandai.
2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi yaitu berupa kalimat tanya atau bentuk arahan. Selain itu
pertanyaan yang diajukan dapat bersifat spesifik hingga bersifat
umum. Pada penelitian ini pertanyaan yang diberikan dalam bentuk
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).
3. Berpikir Bersama (Heads Together)
Tiap siswa berpikir bersama untuk saling bertukar pendapat dalam
diskusi kelompok dan menyakinkan tiap anggota kelompok untuk
memahami setiap jawaban tersebut. Dalam penelitian ini diharapkan
setiap siswa mampu menjawab dan mengerjakan LKPD.
4. Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebutkan satu nomor dan kelompok secara acak kemudian
siswa dengan nomor yang terpanggil mengangkat tangan dan
menyampaikan jawaban untuk seluruh siswa dan siswa yang memiliki
nomor yang sama dari masing-masing kelompok membandingkan
jawaban untuk diberikan komentar atau tanggapan.

Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)


pada dasarnya adalah variasi dalam diskusi kelompok. Ciri khas
pembelajaran ini adalah guru menunjuk seorang siswa untuk mewakili
kelompok masing-masing. Penunjukan ini dilakukan secara acak (random)
sehingga siswa yang terpilih harus siap mengemukakan hasil diskusi
kelompoknya. Hal ini berarti setiap siswa dalam suatu kelompok
ditekankan untuk memahami dan mengerti materi yang di diskusikan. Di
samping itu, pembelajaran ini membuat siswa yang tidak pernah bicara
menjadi berani berbicara, siap belajar, menjadi lebih banyak berpikir dan
14

menjawab. Pembelajaran ini juga baik untuk memberi penguatan konsep


dan mengulas pelajaran sebelum dilakukan tes.

Pembelajaran kooperatif, Numbered Heads Together (NHT)


menurut Hill & Hill (1993) memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1)
meningkatkan prestasi siswa, 2) meningkatkan aktivitas siswa 3)
memperdalam pemahaman siswa, 4) mengembangkan rasa percaya diri
siswa, 5) menyenangkan siswa dalam belajar, 6) mengembangkan
keterampilan untuk masa depan, 7) Mengembangkan sikap positif siswa,
8) Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa. Model pembelajaran
kooperatif tipe NHT juga memiliki beberapa kekurangan yaitu
kemungkinan nomor yang telah dipanggil akan dipanggil lagi dan tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh guru (Rofiqoh, dkk., 2015).
Berbagai kekurangan tersebut dapat diatasi bila guru senantiasa berusaha
mempelajari dan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT secara
sungguh-sungguh dan seoptimal mungkin.

D. Pembelajaran ARIAS (ASSURENCE, RELEVANCE, INTEREST,


ASSESMENT, SATISFACTION)
Model pembelajaran ARIAS merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan dari model pembelajaran ARCS (Attention, Relevance,
Confidence, Satisfaction) Killer & Kopp (1987) (Agustina 2014). Model
pembelajaran ARCS ini dikenal sebagai Keller’s ARCS Model of
Motivation. Model ini dikembangkan dalam wadah Center for Teaching,
Learning & Faculty Development di Florida State University Menurut
Killer (2000) model ARCS merupakan model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory)
yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan
dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari
dua komponen tersebut Keller mengeembangkannya menjadi empat
komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention,
relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS. Model
pembelajaran ini dikembangkan atas dasar teori–teori belajar dan
pengalaman nyata para instruktur. Namun, assessment (penilaian) pada
15

model pembelajaran ARCS tidak ada, padahal penilaian merupakan


komponen yang tidak penting dalam kegiatan pembelajaran. Penilaian
tidak hanya dilakukan pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu
dilakukan saat proses kegiatan berlangsung. Penilaian dilakukan untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemajuan dan pemahaman yang dicapai
atau hasil belajar yang diperoleh siswa. Dari pentingnya penilaian ini,
maka model pembelajaran ARCS dimodifikasi lagi oleh Keller dan Kopp
dengan menambahkan komponen assessment pada model pembelajaran
tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan
mengandung lima komponen yaitu: attention (minat atau perhatian),
relevance (relevansi), confidence (percaya diri), satisfaction (kepuasan
atau bangga) dan assessment (evaluasi atau penilaian). Modifikasi lainnya
yaitu dengan mengganti kata confidence menjadi assurance. Alasan
pergantian ini dikarenakan kata confidence mengandung kata self-
confidence yang bersinonim dengan assurance. Hal ini bertujuan agar
dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya guru yang percaya bahwa siswa
mampu dan berhasil melainkan sangat penting untuk menanamkan pada
diri siswa bahwa mereka mampu dan dapat berhasil. Selain itu juga kata
attention diganti menjadi interest. Hal ini dikarenakan kata attention sudah
terkandung dalam kata interest. Dengan kata interest tidak hanya sekedar
menarik minat atau perhatian pada awal kegiatan pembelajaran melainkan
tetep memelihara minat atau perhatian selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih bermakna maka
urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest,
assessment dan satisfaction (ARIAS). Makna modifikasi ini merupakan
upaya menerapkan semua komponen ARIAS dalam pembelajaran yaitu
menanamkan rasa yakin atau percaya diri siswa, kegiatan pembelajaran
ada hubungan atau relevansinya dengan kehidupan sehari-hari siswa,
berusaha menarik minat dan perhatian siswa lalu diadakan evaluasi dan
menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan pemberian penguatan.
16

Kelima komponen ini disusun berdasarkan teori belajar dan juga


merupakan langkah-langkah atau sintaks model pembelajaran ARIAS.
Langkah-langkah model pembelajaran ARIAS (Attention,
Relevance, Confidence, Satisfaction) adalah sebagai berikut:
1. Assurence (percaya diri atau yakin)
Komponen ini berhubungan dengan sikap yakin dan percaya
diri siswa. Menurut Depdiknas (2012) percaya diri adalah sikap yang
menunjukkan memahami kemampuan diri dan nilai diri. Menurut
Bandura seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung
akan berhasil bagaimanapun kemampuan yang ia miliki. Sikap dimana
seseorang merasa yakin dan percaya dapat berhasil mencapai sesuatu
akan mempengaruhi mereka dalam bertingkah laku untuk mencapai
keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual
seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan
perbedaan dalam kinerja. Siswa yang mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi dan menanamkan nilai positif dalam dirinya cenderung
akan berhasil mencapai prestasi secara terus menerus. Kegiatan yang
dilakukan adalah mengulang materi prasyarat, mengingatkan konsep
yang telah dipelajari yang merupakan materi prasyarat dan
memberikan permasalahan mengenai materi sebelumnya. Kegiatan
tersebut dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa sehingga siswa
lebih percaya diri ketika proses pembelajaran (Keller, 1987).
2. Relevance (Relevansi)
Relevance yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa. Kegiatan
pembelajaran terutama pada materi pembelajaran harus dikaitkan
dengan kehidupan siswa sehingga siswa merasa kegiatan
pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan
berguna bagi kehidupannya. Siswa akan terdorong mempelajari
sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan
kehidupanya dan memiliki tujuan yang jelas. Kegiatan yang dilakukan
adalah menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan contoh
manfaat yang akan dipelajari. Menyampaikan tujuan pembelajaran
17

termasuk ke dalam tahap relevance karena bertujuan agar siswa


mengetahui materi apa yang akan dipelajari dan kaitannya dengan
materi sebelum atau materi yang akan dipelajari nanti. Sedangkan
kegiatan memberi contoh manfaat dari materi yang dipelajari akan
memberitahu siswa kebermanfaatan dari materi itu khusunya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Interest (perhatian atau minat)
Interest yaitu yang berhubungan dengan minat atau perhatian
siswa. Kegiatan pembelajaran minat atau perhatian tidak hanya
dibangkitkan melainkan juga dipelihara selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu guru harus memperhatikan berbagai
bentuk cara mengajar dan memfokuskan pada minat atau perhatian
dalam kegiatan pembelajaran. Adanya minat siswa terhadap tugas
yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan dan
menyelesaikan tugas tersebut. Kegiatan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan minat siswa dalam belajar adalah menggunakan cerita
atau analogi dalam menyampaikan materi, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan
masalah yang perlu dipecahkan dan memberikan bimbingan belajar
pada siswa.
4. Assessment (Evaluasi)
Assesment berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa.
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan. Antara assesment dan evaluasi saling berhubungan yaitu
keduanya merupakan penilaian. Tujuan utama melakukan evaluasi
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi
yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan intruksional siswa
sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Evaluasi tidak hanya
dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri
mereka sendiri atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa
untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil
18

yang maksimal. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong


siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai.
5. Satisfaction (kepuasan)
Satisfaction yaitu berhubungan dengan rasa bangga dan puas
atas hasil yang dicapai. Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau
mencapai sesuatu merasa bangga atau puas atas keberhasilannya.
Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa untuk
mencapai keberhasilan berikutnya. Kebanggaan dan kepuasan ini
dapat timbul karena pengaruh dari luar individu yaitu dari orang lain
atau lingkungan sekitarnya. Rasa bangga dan puas perlu ditanamkan
dan dijaga dalam diri siswa.

Kelebihan dari model pembelajaran arias adalah dapat diterapkan


pada semua tingkat/kelas, kegiatan belajar siswa menjadi lebih bermakna,
lebih berorientasi pada keaktifan siswa, dapat meningkatkan kepercayaan
diri siswa, lebih mudah memahami materi karena dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari, menarik minat belajar siswa, evaluasi terhadap
pencapaian siswa, menumbukan rasa bangga dan puas atas hasil yang
dicapai (Purnamasari, dkk., 2013).

E. Penerapan model Pembelajaran NHT-ARIAS (Numbered Heads


Together-Assurence, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction)
Penerapan model Pembelajaran NHT-ARIAS (Numbered Heads
Together-Assurence, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction)
merupakan gabungan dari dua model pembelajaran yang berlansarkan
pada teori belajar yang sama yaitu teori belajar kontruktivisme. Perpaduan
dua model ini dipadukan pada bagian sintak atau langkah-langkah
pembelajran kedua model tersebut. Langkah-langkah model pembelajaran
NHT yaitu numbering, questioning, head together dan anwering
sedangkan langkah langkah ARIAS yaitu assurence, relevance, interest,
assesment, satisfaction. Perpaduan langkah-langkah NHT-ARIAS adalah
sebagai berikut:
1. Sebelum numbering (penomoran dan pembangian kelompok) guru
menerapkan assurance (percaya diri atau yakin) dengan menanamkan
19

percaya diri pada siswa melalui penyampaian materi prasyarat dan


mereview materi tersebut serta memberikan permasalahan atau contoh
pengaplikasiannya.
2. Setelah assurance guru melakukan relevance (relevansi). Guru
membuat siswa agar terdorong untuk mempelajari materi yang akan
diajarkan dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengaitkan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari.
3. Numbering (penomoran dan pembagian kelompok) yaitu guru
membagi kelompok secara heterogen dan memberikan nomor kepada
setiap anggota kelompok sehingga tiap siswa memiliki nomor berbeda
dalam suatu kelompok.
4. Langkah selanjutnya adalah questioning (pemberian pertanyaan).
Dalam hal penelitian ini guru memberikan LKPD (Lembar Kerja
Peserta Didik) pada setiap kelompok. Dalam LKPD, soal-soal yang
yang diberikan sebagian berupa masalah yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
5. Berikutnya adalah Head Together (berpikir bersama) dimana siswa
mendiskusikan LKPD yang diberikan.
6. Selanjutnya adalah interest (minat dan perhatian siswa). Guru dapat
melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan minat siswa seperti
mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas dengan baik,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan
dan memberikan scaffolding pada siswa.
7. Langkah selanjutnya adalah anwering (menjawab pertanyaan). Guru
menunjuk salah satu nomor dan kelompok secara acak kemudian siswa
yang memiliki nomor dan kelompok yang disebutkan guru
menyampaikan hasil diskusinya sementara siswa dengan nomor sama
yang lain menanggapi hasil jawaban.
8. Kemudian guru melakukan assesment (evaluasi).
9. Kegiatan yang terakhir adalah satisfunction (penguatan/kepuasan)

Dalam penyusunan LKPD, materi atau soal-soal disusun berdasarkan


model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gabar atau ilustrasi pada
20

LKPD disusun agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa bahwa
mereka mampu mengerjakan dengan baik dan apa yang siswa pelajari ada
relevansinya dengan kehidupan siswa. Bentuk, susunan isi LKPD dapat
membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengadakan evaluasi diri, membuat siswa merasa dihargai dan dapat
menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru harus menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa, menggunakan kata-kata yang jelas dan kalimat yang
sederhana serta tidak berbelit-belit. LKPD dilengkapi dengan gambar yang jelas
dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai
macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa untuk memahami materi yang
dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. 2017. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Jigsaw Pada Mata Pelajaran Kimia Di Madrasah Aliyah. Lantaniada
Journal. 5(1).

Agustina, R.E., Sugiman & Waluyo, S.B. 2014. Keefektifan Model ARIAS
Berbantuan Kartu Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Kreano. 5(1).

Emda, A. 2017. Kedudukan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran.


Lantanida Jurnal, 5(2).

Jatmiko. 2015. Hubungan Motivasi Belajar Dengan Hasil Belajar Matematika


Siswa Kelas X SMK Nahdhatul Ulama Pace Nganjuk. Jurnal Math
Educator Nusantara, 01(02).

Lestari. A. Nursalam, & Mardhiah. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Arias


(Assurance, Relevance, Interest, Assesment, Satisfaction) Terhadap
Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VII SMPN 1
Sungguminasa Kab. Gowa. Jurnal Matematika dan Pembelajaran,
5(1).

Mustami, M.K. 2018. The Effects of Numbered Heads Together-Assurance


Relevance Interest Assessment Satisfaction on Students’ Motivation.
International Journal of Intruction. 11(3).

Provasnik, S. 2016. Highlights From TIMSS and TIMSS Advanced 2015.


Washington: National Center for Education Statistics.

Purnamasari, N. Zainuddin, & Suyidno. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa


Dengan Model Pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest,
Assessment, Dan Satisfaction). Berkala Ilmiah Pendidika Fisika, 1(1).

Siregar, F.A. 2012. Pengaruh Model Kooperatif Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 18 Medan. Jurnal Pendidikan Fisika,
1(1).

21
22

Suparmi. 2012. Pembelajaran Kooperatif Dalam Guruan Multikultural. Jurnal


Pembangunan Guruan 1(1), 113¯114.

Suprihatin, S. 2015. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.


3(1).

Wijanarko, Y. 2017. Model Pembelajaran Make A Match Untuk Pembelajaran


IPA yang Menyenangkan. Jurnal Taman Cendekia, 01(01).

Anda mungkin juga menyukai