Anda di halaman 1dari 2

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali Melakukan Kajian Sejarah Lokal

Reo Sebagai Pusat Perdagangan di Flores Barat

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali merupakan Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mempunyai
wilayah kerja meliputi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Dalam
melaksanakan tugas pokoknya melaksanakan pengkajian terhadap aspek-aspek tradisi,
kepercayaan, kesenian, perfilman, dan kesejarahan, maka di tahun anggaran 2018, BPNB Bali
melaksanakan kegiatan Kajian Sejarah Lokal dengan mengangkat judul kajian Reo Sebagai
Pusat Perdagangan di Flores Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dalam kegiatan kajian sejarah lokal ini, BPNB Bali menerjunkan penelitinya
sebanyak 4 orang yang terdiri dari I Made Sumarja, I Made Purna, Kadek Dwikayana dan
Dwi Bambang untuk mengeksplorasi lebih mendalam mengenai informasi terkait aktivitas
perdagangan Reo . Kegiatan kajian ini dilangsungkan di Kelurahan Reo. Kecamatan Reok,
Kab. Manggarai.
Guna memperoleh data mengenai kajian Reo Sebagai Pusat Perdagangan di Flores
Barat, maka tim peneliti melakukan Forum Group Discussion (FGD) dengan melibatkan
pemerintah Kelurahan Reo, tokoh masyarakat, para eks pekerja pelabuhan pada jaman dahulu.
Dalam FGD yang dilangsungkan pada hari Sabtu, 7 April 2018,bertempat di Kantor
Kelurahan Reo. Selain FGD, juga dilakukan indepth interview dengan beberapa tokoh
masyarakat serta Kepala Dinas dari beberapa instansi yang dinilai oleh tim mempunyai
korelasi dan informasi dengan kajian yang sedang dilangsungkan.
I Made Sumarja selaku koordinator tim menyampaikan bahwa kegiatan kajian sejarah
lokal yang mengambil judul Kajian Reo Sebagai Pusat Perdagangan di Flores Barat
dilaksanakan guna mengetahui tentang bagaimana aktivitas Reo sebagai kota pelabuhan pada
jaman dahulu dan perkembangannya hingga sekarang, terlebih dengan digulirkannya program
prioritas Presiden Jokowi mengembangkan sektor kemaritiman. Dengan mengetahui sejarah
masa lalu maka diharapkan akan memberikan sumbangsih terhadap pengembangan
pembangunan tol laut sehingga membawa dampak yang positif bagi masyarakat sekitar
pelabuhan.
Dwikayana menjelaskan aktivitas pelayaran dan perdagangan yang melalui laut
Flores dengan menyinggahi Bali, Lombok, Sumbawa, Timor dan Sumba sudah terjadi sejak
abad ke-13 lalu. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum kedatangan bangsa Eropa yang melalui
jalur tersebut telah terjadi aktivitas perniagaan para pedagang pribumi baik dari Jawa, Bugis,
Makassar, Flores dan daerah lainnya termasuk di wilayah Reo. “Aktivitas pelayaran dan
perdagangan itu juga membuka jalur yang melalui Laut Sawu, dimana kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi jalur perniagaan yang penting di wilah Nusa Tenggara. Dengan
demikian wilayah tersebut sudah tersentuh dinamika pelayaran dan perdagangan yang sangat
ramai,” jelasnya.
Made Purna mengatakan interaksi yang terjadi antar masyarakat di dalam sistem laut
yang kecil dan selat-selat kecil di sekitarnya membuat Pelabuhan Reo memiliki peran yang
sangat penting karena posisi sentralnya dalam proses pengintegrasian dari berbagai kegiatan
yang dilakukan masyarakat Reo, seperti kegiatan pelayaran dan perdagangan. Menurutnya,
Reo sangat penting dikaji saat ini agar pelabuhan tersebut bisa dikembangan dengan
pembangunan tol laut. “Seluruh bahan perdagangan dan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari
Jawa dan Sulawesi untuk kebutuhan wilayah Kabupaten Manggarai,Manggarai Timur dan
Manggarai Barat selama ini dikirim melalui Pelabuhan Reo,” ujarnya.
Made Purna berharap pemerintah pusat dan daerah serius memperhatikan jalan Reo
menuju Ruteng di Kabupaten Manggarai. Jalur tersebut perlu diperlebar dan diperbaiki agar
pengangkutan barang perdagangan dari Pelabuhan Reo semakin lancar. Apalagi jalan Reo
menuju Ruteng satu-satunya jalur yang dilewati oleh kendaraan pengangkut BBM dan bahan
perdagangan. “Jalur perdagangan mesti tidak boleh ada yang rusak. Jalur Reo-Ruteng adalah
jalur yang mesti terus diperhatikan karena hanya ada satu jalan yang dilalui kendaraan. Jika
jalur Reo-Ruteng longsor,maka perekonomian di tiga kabupaten di Flores Barat terganggu,”
tutur Made Purna.
Bambang menambahkan interaksi masyarakat yang tinggal di seputar Pelabuhan Reo
dan orang-orang dari luar daerah seperti Makasar, Jawa dan Bima serta kedatangan orang-
orang Eropa yang melalui jalur pelayaran dan perdagangan Reo membuat Reo semakin ramai
dan menjadi jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan di Flores dan Nusantara. Dampak
dari aktivitas perdagangan tersebut, mengakibatkan Reo berkembang menjadi kawasan yang
mempunyai masyarakat heterogen. Kajian Sejarah Lokal ini tak hanya akan berbicara
mengenai bagaimana Reo sebagai pelabuhan yang ramai dan padat aktivitas perdagangannya
namun juga mencakup bagaimana Reo berkembang sebagai kawasan yang ber bhineka,
dimana hal ini juga sejalan dengan program nawacita Presiden Jokowi, yakni memperteguh
kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat
pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Sehingga hasil
dari kajian ini akan mampu menjadi pijakan bagi terselenggaranya kajian-kajian lanjutan
terkait dengan Reo.
Kajian sejarah lokal yang dilaksanakan oleh BPNB Bali ini mendapat sambutan positif
dari Lurah Reo, Theobaldus Junaidin, S.H, beliau menyampaikan rasa terimakasih atas
kegiatan kajian yang dilaksanakan oleh BPNB Bali dengan mengambil lokasi di Reo. Dengan
adanya kajian ini diharapkan mampu memberikan warna pada penulisan sejarah Reo yang
sampai hari ini masih sedikit tulisan mengenai sejarah Reo, dan dengan kajian ini pula
diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa Reo merupakan
wilayah yang bisa dikatakan miniatur Indonesia, karena di Reo sangat beragam masyarakat
serta budayanya.

Anda mungkin juga menyukai