Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia yang serba modern pada abad ini, kita
dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi tidak melupakan ajaran-ajaran atau
identitas kita sebagai ummat Islam, yang dalam ajaran terdahulu banyak sekali kita dapatkan
hal-hal yang bertentangan dengan kehidupan pada zaman ini. Dan sebagai muslim yang taat
dalam ajaran Islam, kita tak hanya dituntut untuk menguasai berbagai macam ilmu
pengetahuan modern, tetapi juga bagaiman agar kita menguasai ilmu tersebut dengan
pedoman kehidupan yaitu inti dari ajaran Islam Al-Qu’an dan Sunnah, karena kedua hal
inilah yang akan menjadikan kita sebagai muslim yang tak hanya menguasai ilmu-ilmu
modern tetapi ajaran-ajaran para pendahulu kita tetap tertanam dalam diri dan kita terapkan
dalam kehidupan kita. Pada pembahasan kali ini kita akan mengupas tentang pribadi muslim
dalam lingkup individu dan sosial.
B. Rumusan Masalah
Pada pembahasan kali ini rumusan masalah yang akan kami bahas akan mencakup tentang :
a. Apa pengertian kepribadian seorang muslim?
b. Seperti apa kepribadian muslim dan cara pembentukannya dalam lingkup individu?
c. Seperti apa kepribadian muslim dan cara pembentukannya dalam lingkup ummah/sosial?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian Muslim
Kepribadian muslim adalah merupakan tujuan akhir dari setiap usaha pendidikan
Islam. Tujuan ini telah dirumuskan dalam filsafat pendidikan Islam[1]. Untuk memperoleh
kejelasan tentang konsep kepribadian muslim yang dimaksud, akan kita tinjau dahulu
mengenai teori-teori tentnag kepribadian.
Kepribadian adalah hasil dari suatu proses sepanjang hidup. Kepribadian bukan
terjadi dengan serta merta, akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang.[2]
Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam pembentukan kepribadian
manusia tersebut. Dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu baik atau buruk, kuat
atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan oleh faktor-faktor yang memengaruhi
dalam perjalanan hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar
peranannya dalam pembentukan kepribadian manusia itu.
Keperibadian ialah keseluruhan kuwalitas dan tingkah laku individu, yang merupakan
sifat atau watak[3]. Keperibadian artinya meliputi keseluruhan sifat-sifat atau tingkah laku
yang mencerminkan watak seseorang, baik tingkah laku luarnya, kecenderungan jiwanya
yang tampak dari sikapnya dalam berbuat, berbicara, berfikir, filsafat hidup dan
keyakinannya. Selain terdiri dari tipe dan struktur, keperibadian juga memiliki semacam
dinamika yang unsurnya secara aktif ikut mempengaruhi aktifitas seseorang. Unsur-unsur
tersebut adalah:
1. Energi ruhaniyah, ia berfungsi sebagai pengatur aktifitas ruhaniyah seperti berfikir,
mengingat, mengamati dsb.
2. Naluri, ia berfungsi sebagai pengatur kebutuhan primer, seperti, makan, minum, dan seks.
Sumber naluri adalah kebutuhan jasmaniyah dan gerak hati. Berbeda dengan energi
ruhaniyah, naluri memiliki sumber pendorong yang mewujudkan keinginan.
3. Ego, berfungsi meredakan ketegangan dalam diri dengan cara melakukan aktifitas
penyesuaian dorongandorongan yang ada dengan kenyataan obyektif (realitas). Ego memiliki
kesadaran untuk menyelaraskan dorongan yang baik dari yang buruk hingga tidak terjadi
kegelisahan atau ketegangan batin.
4. Super ego, ia berfungsi sebagai pemberi ganjaran batin berupa penghargaan (rasa puas,
senang, berhasil) maupun berupa hukuman (rasa bersalah, berdosa, menyesal).
Menurut William Stern Keperibadian adalah suatu kesatuan banyak (unita multi
complec) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus
individu.[4]
Dalam hubungannya dengan tingkah laku keagamaan, kemudian membentuk
keperibadian dalam hal ini terbentuknya keperibadian muslim. Secara fitrah manusia
terdorong untuk melakukan hal-hal yang baik, benar, indah. Bahkan kecenderungan manusia
kepada yang baik lebih besar dari pada kecenderungan kepada yang jahat. Namun terkadang
naluri mendorong manusia untuk segera memenuhi kebutuhannya yang bertentangan dengan
realita yang ada. Secara defenitif kepribadian itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kepribadian manusia ialah suatu perwujudan keseluruhan segi manusiawinya yang unik,
lahir batin dan dalam antar hubungannya dengan kehidupan sosial individunya
2. Kepribadian adalah dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut
menetukan cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya.
Jadi keperibadian muslim dimaksud yaitu keperibadian yang tingkah lakunya,
kegiatan jiwanya, filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan
dan penyerahan diri secara total pada-Nya[5].
B. Kepribadian Muslim dan cara pembentukannya dalam lingkup individu
Manusia sebagai makhluk individu berarti manusia itu merupakan keseluruhan yang
tak dapat dibagi-bagi. Kata individu berarti dapat dibagi-bagikan. Makhluk individual berarti
makhluk yang tak dapat dibagi-bagi (in indevidere).[6] Menurut pengertian ini, maka itu tak
dapat dipisahkan antara jiwa dan raganya, rohani dan jasmaninya. Manusia tidak terdiri ats
penjumlahan dari potensi-potensi tertentu yang masing-masing bekerja sendiri-sendiri.
Kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari-hari itu merupakan kegiatan
keseluruhan jiwa raganya, dan bukan kegiatan alat-alat tubuh saja atau kemampuan jiwa satu
persatu terlepas dari pada yang lain. Dan kesemuanya itu dilakukan secara khas sesuai
dengan corak kepribadian dan kemampuan masing-masing individu. Oleh karena
perkembangan dan pengalaman masing-masing individu tidak sama, maka pribadi yang
terbentuk dalam prose situ juga berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya.
Oleh karena itu perkembangan manusia yang wajar harus memperhatikansegi invidualitas
manusia, yang berarti bahwa pribadi masing-masing manusia merupakan keseluruhan jiwa
raga yang mempunyai struktur dan kecakapan yang khas.
Konsep Islam tentang individualitas sangat jelas, dimana manusia secara individu
harus bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an
sebagai berikut:
    ‫ِم ْن‬
    
     
   
  
  
   
  
    
   
Artinya: “Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh
manusia seluruhnya.dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah
datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu. sungguh-sungguh melampaui batas
dalam berbuat kerusakan dimuka bumi ( Qs. Al. Maidah ayat 32.)
Dalam memberi komentar firman Allah ini Marsel A Boisard, mengatakan bahwa,
kita lebih dapat memahami firman Tuhan dalam Al-Qur’an yang selalu menekankan bahwa
tanggung jawab manusia itu bersifat individual, perorangan, bukan kelompok dan hukum
Islam menjungjung tinggi person manusia sebagai pokok[7]. Berikut akan lebih menjelaskan
betapa tiap individu harus bertanggung jawab dan berani menanggung resiko atas
perbuatannya dalam Firman Allah yang artinya sebagai berikut:
“ orang pencuri laki-laki dan perempuan, hendaklah potong tangan keduanya, ganti balasan
pekerjaan keduanya, dan sebagai siksaan dari Allah, Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana (
Q.S. Al-Maidah ayat 38).”[8]
Pembentukan kepribadian muslim secara menyeluruh adalah pembentukan yang
meliputi pembentukan yang meliputi berbagai aspek:
a) Aspek idiil (dasar): dari landasan pemikiran bersumber dari ajaran wahyu.
b) Aspek materiil (bahan): berupa pedoman dan materi ajaran (pembentukan akhlak al-
karimah).
c) Aspek duratif (waktu): pembentukan kepribadian muslim dilakukan sejak lahir hingga
meninggal dunia.
d) Aspek fitrah manusia: bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan kemampuan
jasmani dan rohani.
Pertanggungjawaban pribadi ini bukan hanya di dunia terhadap sesama manusia, akan
tetapi di hari kiamat, menusia pun dimintai tanggung jawab secara pribadi di hadapan Allah.
C. Kepribadian Muslim dan Cara Pembentukannya Dalam Lingkup Ummah/ Sosial
Secara hakiki manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan ke dunia
dalam kondisi yang lemah tak berdaya. Dia tak mungkin bisa melangsungkan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Potensi-potensi yang dibawa sejak lahir justru baru bisa berkembang
dalam pergaulan hidup sesame manusia, maka anak manusia yang baru dilahirkan itu tak
akan dapat menjadi manusia yang sebenarnya.[9]
Menurut S. Freud, bila anak sudah dapat bergaul dan menyesuaikan diri dengan
kehidupan kelompoknya, berarti Das Ichnya sudah dapat mengendalikan Das Es atau
Egonya. Dengan super ego ini, yang terdiri dari hati-nurani, norma-norma dan cita-cita
pribadi, berarti anak mulai dapat mengenal nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan
sosialnya dan sekaligus memperkembangkan pribadinya.
Justru dalam interaksi sosial itu manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara
individual, sebab tanpa timbale balik dalam interaksi sosial itu, ia tak dapat merealisasikan
kemungkinan dan potensinya sebagai makhluk hidup, yang baru memperoleh perangsangnya
dan asuhannya di dalam kehidupan berkelompok dengan manusia lainnya.
Konsepsi Islam mengenai sosialitas manusia, menghendaki agar setiap orang Islam, di
samping selalu memelihara hubungan dengan sesama manusia. Islam menempatkan
kepetingan umum di atas kepentingan pribadi.
Islam selalu menganjurkan sgar setiap orang Islam bersaudara dan saling tolong
menolong satu sama lain, dan dengan keras melarang untuk saling bermusuhan.
Firman Allah:

‫شعُ ْوبًا‬ ُ ‫اس اِنا َّ َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوا ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
ُ َّ‫اَيُّ َها الن‬‫يَا‬
َ َ‫ـ ُك ْم اِ َّن هللا‬‫ارفُ ْوااِ َّن ا َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَهللاِ اَتْقـ‬
‫ع ِل ْي ٌم‬ َ َ‫َوقَبَا ئِ َل ِلتَع‬
)13 ‫َخ ِبي ٌْر (الحجرات‬
Artinya:
“ wahai sekalian manusia, sungguh Kami telah menjadikan kamu sekalian dari orang laki-laki
dn orang perempuan, kemudian Kami jadikan beberapa golongan dan berqabilah-qabilah,
supaya kamu sekalian dapat kenal mengenal, sesungguhnya yang lebih mulia di antara kalian
di sisi Allah ialah yang lebih taqwa kepada Allah dan lebih baik perbuatannya, dan
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi waspada. ( Q.S. Al_Hujurat: 13)
Dari ayat Al-Qur’an di atas, jelaslah bahwa orang Islam tidak boleh hidup menyendiri
tanpa bergaul dengan orang lain, sebaliknya menganjurkan untuk mengembangkan
keseimbangan antara kehidupan individual dan kehidupan sosial bermasyarakat. Dan bahkan
Islam menetapkan hak-hak seseorang mukmin itu adalah hasil dari penuaian kewajban-
kewajibannya yang ditetapkan oleh agama terhadap orangg lain. Justru dengan pemenuhan
kewajiban-kewajiban pada orang lain inilah akan nampak kualitas pribadinya sebagai seorang
muslim.
Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun
ummah pada hakikatnya berjalan seiring dan menuju ke tujuan yang sama. Tujuan utamanya
adalah guna merealisasikan diri, baik secara pribadi orang perorang (individu) maupun secara
ketentuan-ketentuan yang diberikan Allah.

BAB III
KESIMPULAN
1. Kepribadian adalah hasil dari suatu proses sepanjang hidup. Kepribadian bukan terjadi
dengan serta merta, akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh
karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam pembentukan kepribadian manusia
tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian
manusia itu.

2. Dalam lingkup individu kepribadian seorang muslim sangatlah penting, karena kepribadian
yang ia tanamkan pada kehidupannya maka itulah yang akan ia dapatkan di akhirat nanti.
Manusia sebagai makhluk individu berarti manusia itu merupakan keseluruhan yang tak
dapat dibagi-bagi. Kata individu berarti dapat dibagi-bagikan. Makhluk individual berarti
makhluk yang tak dapat dibagi-bagi (in indevidere). Menurut pengertian ini, maka itu tak
dapat dipisahkan antara jiwa dan raganya, rohani dan jasmaninya. Manusia tidak terdiri ats
penjumlahan dari potensi-potensi tertentu yang masing-masing bekerja sendiri-sendiri.

3. Bahwa hakikinya manusia juga sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan ke dunia dalam
kondisi yang lemah tak berdaya. Dia tak mungkin bisa melangsungkan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Potensi-potensi yang ia bawa sejak lahir justru baru bisa berkembang
dalam pergaulan hidup sesama manusia, maka anak manusia yang baru dilahirkan itu tak
akan dapat menjadi manusia yang sebenarnya tanpa pergaulan terhadap masyarakat terlebih
dahulu.

DAFTAR PUSTAKA
Dra. Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, cet IV, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2008.
Hasanah, Umdatul, Pembentukan Kepribadian Muslim, Cet I, Adzikra, Banten, 2010.
Boesard Marcel A, Humanisme Dalam Islam, Sadiman HM. Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Drs. Gerungan, WA, Psychologi Sosial, PT. Aresco, Bandung, 1996
Natsir Muhammad, Fiqhud Dakwah , Capita Selecta, Cet I, Jakarta, 1996

Anda mungkin juga menyukai