Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN FARMASI

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pedagang Besar Farmasi atau PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Menkes RI, 2011). Dalam menjalankan perusahaan, petunjuk teknis
dan standar prosedur operasional mengenai Pedagang Besar Farmasi telah diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 dan
telah dilakukan perubahan pada beberapa pasalnya yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang Besar Farmasi dapat dikatakan sebagai distributor yang bergerak
dalam penyaluran barang yang berkaitan dengan kefarmasian (Menkes RI, 2011).
PBF sebagai tempat yang menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan. Perbekalan farmasi didistribusikan
ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit,
toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lainnya. PBF wajib
membuat laporan dengan lengkap pada setiap proses pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggungjawabkan apabila
dilakukan pemeriksaan.
Setiap bahan obat dan/atau obat yang didistribusikan oleh PBF harus sesuai
dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), sehingga untuk mencapai hal
tersebut diperlukan adanya suatu sistem manajemen untuk menjamin segala
proses operasionalnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan.
Manajemen berperan dalam memastikan proses produksi, distribusi, dan
penjualan berlangsung dengan baik sehingga mendatangkan hasil pekerjaan yang
produktif karena pengawasan berlangsung secara efektif, pekerjaan atau usaha
memiliki deskripsi yang jelas, proses operasional yang berjalan terstruktur dan
tepat sasaran serta sesuai dengan strategi yang direncanakan. Berdasarkan hal
tersebut maka permasalahan-permasalahan yang muncul saat atau setelah suatu

1
kegiatan dapat diminimalisir. Prinsip manajemen dapat dimanfaatkan dalam
mengatur dan mengintegrasikan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam berbagai perusahaan termasuk pada Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkompeten
serta sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
suatu sistem pengaturan atau manajemen secara terstruktur dalam mewujudkan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan CDOB.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Definisi Managemen Farmasi di PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya
disingkat PBF tercantum bahwa PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Selain mendistribusikan obat, PBF juga dapat menyalurkan
alat kesehatan. PBF yang akan melakukan usaha sebagai Penyalur alat kesehatan
(PAK) harus memiliki izin PAK. Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF harus
mengacu kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi / penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
Manajemen diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas yang menghasilkan
nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output.
Keberhasilan suatu manajemen operasional dapat didukung oleh beberapa faktor
yaitu mampu bersaing dalam diferensiasi (keunikan), bersaing dalam biaya, serta
bersaing dalam memberikan respon kepada konsumen (Heizer, 2011).
Keberhasilan suatu sistem manajemen memerlukan satu atau lebih input,
mengubah dan menambah nilai input tersebut, sehingga dapat memberikan satu
atau lebih output bagi konsumen. Input terdiri atas sumber daya manusia (tenaga
kerja), modal (peralatan dan fasilitas), pembelian bahan baku dan jasa, tanah,
energi. Sedangkan outputnya adalah barang dan jasa (Hatani, 2008). Manajemen
mencakup pengelolaan atau pelaksanaan semua faktor produksi yang meliputi
SDM atau tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta strategi pelaksanaan.
1. Pemilihan lokasi PBF
Salah satu faktor penting dalam kelancaran jalannya suatu
perusahaan adalah pemilihan lokasi yang tepat untuk membangun gedung
PBF. Lokasi yang dipilih sedapat mungkin strategis, sehingga akan
memudahkan dalam proses distribusi produk.
B. Struktur organisasi
Dalam menjalankan manajemen operasional dibutuhkan adanya
struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas. Setiap individu
3
dalam organisasi harus menjalankan tugasnya dengan baik dan selalu
berkoordinasi jika menemukan suatu permasalahan. Struktur organisasi
menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi yang mana setiap orang
dibagi berdasarkan divisi dan keahliannya masing-masing. Struktur
organisasi di PBF biasanya meliputi :

Gambar 1. Struktur organisasi PBF.

Berdasarkan struktur organisasi di atas Penanggung Jawab PBF (seorang


apoteker) mempunyai garis koordinasi dengan Branch Manager, sedangkan
Supervisor Logistik, Supervisor Administrasi, Supervisor Sales bertanggung
jawab langsung kepada Branch Manager bukan kepada Penanggung Jawab. Tugas
Penanggung Jawab di sini sebagai penanggung jawab terhadap segala hal-hal
eksternal misalnya: pembuatan laporan yang dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi
maupun Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Apoteker adalah tenaga
kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian termasuk penyimpanan dan pendistribusian obat. Penangggung jawab
PBF bertanggung jawab mengawal sediaan farmasi dimana jaminan kemanan,
khasiat, dan mutu sediaan farmasi dituntut dari proses awal sampai akhir.
Berikut aspek-aspek operasional managemen farmasi dalam PBF atau
pembekalan Farmasi
1. Penerimaan

4
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau
bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak
atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. . Obat dan/atau bahan obat
tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa
sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum
digunakan oleh konsumen. . Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan
penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke
tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Nomor bets dan
tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan,
untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat
diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi
berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat
yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi
terhadap keutuhan kontainer / sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label
kemasan.
2. Pembelian dan Penyediaan
Pembelian merupakan rangkaian proses pengadaan barang dalam suatu
perusahaan. Pengadaan meliputi kegiatan untuk menyediakan perbekalan sesuai
dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu
maupun tempat dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Persediaan meliputi segala macam barang yang menjadi objek pokok aktivitas
perusahaan yang tersedia untuk di olah dalam proses produksi atau di jual.
Persediaan adalah bagian utama dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan
yang nilainya cukup besar yang melibatkan modal kerja yang besar. Tanpa adanya
persediaan barang dagangan, perusahaan akan menghadapi resiko dimana pada
suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan dari para pelanggannya.
Sistem farmasi dalam pbf terkait proses pembelian dan persediaan obat di
PBF harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut :
- Waktu pembelian yang tepat
Pembelian dilakukan sebelum barang habis total. Pembelian dapat dilakukan
apabila jumlah persediaan diawal tersisa 20%. Tanggal kadaluarsa obat
harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kerugian apabila stok obat
tersebut masih banyak dalam tempat penyimpanan.
5
- Produsen yang tepat
Sebagai produsen hendaknya mampu menghasilkan sediaan farmasi yang
paling sering dicari oleh para konsumen. Maka dari itu, untuk
mempertahankan eksistensi dari perusahaan, dipilih suatu produsen yang
produktif dan menghasilkan produk unggulan yang banyak menarik minat
konsumen sehingga akan menguntungkan bagi perusahaan.
- Barang yang tepat
Perencanaan yang matang perlu dilakukan agar nantinya pembelian barang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan di perusahaan. Pembelian produk obat
dari suatu industri farmasi perlu diutamakan pada pembelian obat yang lebih
diminati konsumen. Pembelian dengan jumlah yang tidak tetap, disesuaikan
dengan kebutuhan tergantung situasi dan kondisi. Pengawasan stok obat
atau barang melalui kartu stok sangat penting, dengan demikian dapat
diketahui persediaan yang telah habis dan yang kurang laku.
3. Penyimpanan obat di PBF
Sediaan obat jadi di gudang obat disimpan di atas rak-rak yang dibedabedakan
menurut bentuk sediaannya. Rak dengan ukuran lebar yang lebih luas digunakan
untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, sementara rak dengan
ukuran lebar yang lebih kecil untuk sediaan obat cair. Penyusunan obat pada rak-
rak tersebut dilakukan berdasarkan alfabetis nama generik obat yang diurutkan
dari atas ke bawah. Pada rak penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid,
masing-masing tingkat ditempati obat dari dua jenis alfabet. Sementara, pada rak
penyimpanan sediaan cair, masing-masing tingkat ditempati oleh obat dari dua
atau tiga jenis alfabet, tergantung jumlah stok obat untuk masing-masing alfabet.
Hal ini dikarenakan pada umumnya sediaan obat cair memiliki bentuk kemasan
memanjang ke atas, sehingga secara luas hanya memerlukan lot yang lebih sedikit
untuk penyimpanannya dibandingkan dengan sediaan obat solid atau semisolid.
Selain itu, penyusunan tiap deret obat adalah berdasarkan aturan FIFO (First In
First Out). Tidak ada penanda khusus untuk posisi obat dari masingmasing alfabet
di rak penyimpanan, sehingga peletakan dapat dilakukan secara fleksibel sesuai
dengan jumlah stok obat yang ada untuk tiap alfabet. Penyimpanan obat yang
tidak memerlukan perlakuan khusus diletakkan pada rak di gudang pada suhu
antara 15o-25o C. Obat-obat yang memerlukan suhu lebih rendah, seperti vaksin,

6
diletakkan di dalam lemari es yang suhunya diatur agar tetap berada di antara 2o-
8o C. Penyimpanan obat pada tiap rak di dalam lemari es tersebut juga disusun
berdasarkan urutan alfabet dari atas ke bawah dan tiap deretnya disusun secara
FIFO. Suhu lemari es yang selama ini digunakan berkisar antara 3o-4o C.
Penyimpanan untuk obat-obatan yang memiliki nama, tampilan, dan ucapan yang
mirip, atau sering disebut dengan look alike sound alike (LASA), tetap disimpan
di dalam satu deret rak yang sama. Akan tetapi, peletakan antara masing-masing
kemasan obat-obat LASA tersebut diselingi dengan peletakan produk obat yang
lain. Tujuan cara peletakan seperti ini adalah agar dapat mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengambilan obat-obat tersebut. Kartu stok obat yang memuat
rekaman kejadian mutasi dan stok obat di dalam gudang tidak tersedia secara
manual
4. Pemisahan Obat /atau Bahan Obat

Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai persyaratan khusus
harus disimpan di tempat terpisah dengan label yang jelas dan akses masuk
dibatasi hanya untuk personil yang berwenang. Sistem komputerisasi yang
digunakan dalam pemisahan secara elektronik harus dapat memberikan tingkat
keamanan yang setara dan harus tervalidasi. Harus tersedia tempat khusus dengan
label yang jelas, aman dan terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat
yang ditolak, kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga
palsu. Obat dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke fasilitas
distribusi harus diberi label yang jelas dan ditangani sesuai dengan prosedur
tertulis

5. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat
sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat
yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa
simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets
obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada
kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat
kedaluwarsa.

7
6. Pengemasan Obat dan/atau bahan
obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan
pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan
kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer
obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.
7. Pengiriman
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundangundangan. Untuk penyaluran
obat dan/atau bahan obat ke orang / pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan
obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan
alamat pemesan / penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Prosedur tertulis untuk
pengiriman obat dan/atau bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus
mempertimbangkan sifat obat dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan
khusus. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan
harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut:
a) Tanggal pengiriman
b) Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik)
c) Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu), nomor bets dan tanggal kedaluwarsa
d) Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu)
e) Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
f) Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi
serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika
menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan

8. Ekspor dan Impor

8
Ekspor obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang
memiliki izin. Pengadaan obat dan/atau bahan obat melalui importasi
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Di pelabuhan masuk,
pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
dalam waktu sesingkat mungkin Importir harus memastikan bahwa obat dan/atau
bahan obat ditangani sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada saat di
pelabuhan masuk agar terhindar dari kerusakan. . Jika diperlukan, personil yang
terlibat dalam importasi harus mempunyai kemampuan melalui pelatihan atau
pengetahuan khusus kefarmasian dan harus dapat dihubungi.
.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Danar, Mutia Ghariza. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pedagang
Besar Farmasi (PBF) Tramedifa Jl. Cipinang Muara I No. 23C, Pondok
Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur Periode 18 Februari – 28 Maret 2013.
Laporan. Depok: Universitas Indonesia .

Dirjen Binfar RI. 2011. Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.

Hatani, L.A., 2008. Buku Ajar Manajemen Operasional. Kendari: Bagian


Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo.

Heizer, J. dan B. Render. 2011. Operation Management. 10th Edition. Pearson


Prentice.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No.


1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan

9
Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai