Anda di halaman 1dari 16

Makalah Fisika

GELOMBANG CAHAYA

Disusun oleh :
KELOMPOK CANDELA
JANUARINTO BOYMAU
HERLY ORA
ANGRIS NEONANE
ANJANI RAFAEL
ELSALIN KASSE

SMA NEGERI 1 AMARASI


TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.

Amarasi, Januari 2020

Kelompok Candela

ii
DAFTAR ISI

halaman
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

Bab II Pembahasan
A. Pengertian Cahaya ....................................................................................... 2
B. Diapersi Cahaya ......................................................................................... 3
C. Iterferenci Cahaya ...................................................................................... 4
D. Difraksi Cahaya .......................................................................................... 8
E. Polarisasi Cahaya ........................................................................................ 10

Bab III Penutup


A. Kesimpiluan ................................................................................. 13
B. Saran ................................................................................ 13

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cahaya tergolong suatu gelombang namun cahaya tidak tergolong gelombang
mekanik, seperti halnya gelombang air atau gelombang tali. Melainkan gelombang
elektromagnetik. Gelombang jenis ini dapat merambat ke dalam ruang hampa.
Contohnya cahaya matahari dapat sampai ke bumi. Karena cahaya tergolong
gelombang, maka cahaya juga memiliki difraksi, interferensi cahaya, pemantulan, dan
pembiasan.
Cahaya juga merupakan gelombang transversal. Teori gelombangnya
menerangkan mengenai interferensi cahaya dengan cara memproyeksikan sinar violet
ke atas kertas perak klorida dan menghasilkan pola interferensi. Cahaya sangat
dibutuhkan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan. Bulan bukanlah sumber cahaya, ia
hanya memantulkan cahaya yang diterimanya dari matahari. Jadi selain dipancarkan
cahaya dapat dipantulkan. Cahaya merambat lurus seperti yang dapat kita lihat pada
cahaya yang keluar dari sebuah lampu teater di ruangan yang gelap atau laser yang
melintasi asap atau debu. Oleh karenanya cahaya yang merambat digambarkan sebagai
garis lurus berarah yang disebut sinar cahaya, sedangkan berkas cahaya terdiri dari
beberapa garis berarah.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari pembahasan diatas maka kami merumuskan masalah hanya pada
pembahasan tentang gelombang cahaya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN CAHAYA
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata
dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah
radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang
tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi
tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut
"dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian
dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya
dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang
mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang,
polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar
dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan
pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-
masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics)
dan optika fisis (en:physical optics).
Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang
elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838
oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan teori radiasi
massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa
status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori
radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi
yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen
energi, E.
Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik, cahaya
yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada
pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai
sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang.
Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek
fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat
dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan
2
Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum
mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg,
Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang
Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain.
Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai
dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton.
Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser,
dan sinar laser pada tahun 1960. Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era
optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan
hamburan.

B. Dispersi Cahaya
Dispersi cahaya merupakan gejala penyebaran gelombang ketika menjalar melalui
celah sempit atau tepi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui
prisma akan mengalami proses penguraian warna cahaya menjadi warna-warna
monokromatik. Dispersi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang
gelombang yang melaluinya.
Gejala Dispersi cahaya adalah gejala peruraian cahaya putih (polikromatik)
menjadi cahaya berwarna-warni (monokromatik). Cahaya putih merupakan cahaya
polikromatik, artinya cahaya yang terdiri atas banyak warna dan panjang gelombang.
Jika cahaya putih diarahkan ke prisma, maka cahaya putih akan terurai menjadi cahaya
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Cahaya-cahaya ini memiliki panjang gelombang yang berbeda. Setiap panjang
gelombang memiliki indeks bias yang berbeda. Semakin kecil panjang gelombangnya
semakin besar indeks biasnya. Disperi pada prisma terjadi karena adanya perbedaan
indeks bias kaca setiap warna cahaya. Perhatikan Gambar dibawah ini !

Gambar Dispersi cahaya pada Prisma

3
Seberkas cahaya polikromatik diarahkan ke prisma. Cahaya tersebut kemudian
terurai menjadi cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Tiap-tiap
cahaya mempunyai sudut deviasi yang berbeda. Selisih antara sudut deviasi untuk
cahaya ungu dan merah disebut sudut dispersi. Besar sudut dispersi dapat dituliskan
sebagai berikut:

Φ = δu - δm = (nu – nm)β
Keterangan:
Φ : sudut dispersi
nu : indeks bias sinar ungu
nm : indeks bias sinar merah
δu : deviasi sinar ungu δm=deviasi sinar merah
δm : deviasi sinar merah

C. Interferensi Cahaya
Interferensi cahaya terjadi jika dua (atau lebih) berkas cahaya kohern dipadukan.
Di bagian ini kita akan mempelajari interferensi antar dua gelombang cahaya kohern.
Dua berkas cahaya disebut kohern jika kedua cahaya itu memeiliki beda fase tetap.
Interferensi destruktif (saling melemahkan) terjadi jika kedua gelombang cahaya
berbeda fase 180o. Sedangkan interferensi konstruktif(saling menguatkan) terjadi jika
kedua gelombang cahaya sefase atau beda fasenya nol. Interferensi destruktif maupun
interferensi konstruktif dapat diamati pada pola interferensi yang terjadi.
Pola interferensi dua cahaya diselidiki oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan
percobaan interferensi dengan menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk
menghasilkan dua sumber cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin.
Young menggunakan celah ganda untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern.
1. Percobaan Fresnel dan Young

Gambar. Diagram eksperimen interferensi Fresnel. Bayangan sumber cahaya monokromatis S 0 oleh kedua
cermin (S1 dan S2) berlaku sebagai 2 sumber cahaya kohern yang pola interferensinya ditangkap oleh layar.

4
Pada gambar diatas, sumber cahaya monokromatis S0 ditempatkan di depan
dua cermin datar yang dirangkai membentuk sudut tertentu. Bayangan sumber
cahaya S0 oleh kedua cermin, yaitu S1 dan S2 berlaku sebagai pasangan cahaya
kohern yang berinterferensi. Pola interferensi cahaya S1 dan S2 ditangkap oleh layar.
Jika terjadi interferensi konstruktif, pada layar akan terlihat pola terang. Jika terjadi
interferensi destruktif, pada kayar akan terlihat pola gelap.
2. Interferensi celah ganda
Pada eksperimen Young, dua sumber cahaya kohern diperoleh dari cahaya
monokromatis yang dilewatkan dua celah. Kedua berkas cahaya kohern itu akan
bergabung membentuk pola-pola interferensi.

Gambar. Skema eksperimen Young


Inteferensi maksimum (konstruktif) yang ditandai pola terang akan terjadi jika
kedua berkas gelombang fasenya sama. Ingat kembali bentuk sinusoidal fungsi
gelombang berjalan pada grafik simpangan (y) versus jarak tempuh (x). Dua
gelombang sama fasenya jika selisih jarak kedua gelombang adalah nol atau
kelipatan bulat dari panjang gelombangnya.

Gambar. Selisih lintasan kedua berkas adalah d sin θ


Berdasarkan gambar di atas, selisih lintasan antara berkas S1dan d sin θ,
dengan d adalah jarak antara dua celah.

5
Jadi interferensi maksimum (garis terang) terjadi jika
d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis terang menggunakan rumus di atas, nilai n = 0 untuk
terang pusat, n = 1 untuk terang garis terang pertama, n = 2 untuk garis terang
kedua, dan seterusnya.
Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika selisih lintasan kedua sinar
merupakan kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang. Diperoleh, d sin θ =
(n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas, n = 1 untuk terang
garis gelap pertama, n = 2 untuk garis gelap kedua, dan seterusnya. Tidak ada nilai
n = 0 untuk perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas.
3. Interferensi pada lapisan tipis
Interferensi dapat terjadi pada lapisan tipis seperti lapisan sabun dan lapisan
minyak. Jika seberkas cahaya mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian
berkas cahaya dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi.
Gabungan berkas pantulan langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan ini
membentul pola interferensi.

Gambar. Interferensi cahaya pada lapisan tipis


Seberkas cahaya jatuh ke permukaan tipis dengan sudut datang i. Sebagian
berkas langsung dipantulkan oleh permukaan lapisan tipis (sinar a), sedangkan
sebagian lagi dibiaskan dulu ke dalam lapisan tipis dengan sudut bias r dan
selanjutnya dipantulkan kembali ke udara (sinar b).
Sinar pantul yang terjadi akibat seberkas cahaya mengenai medium yang
indeks biasnya lebih tinggi akan mengalami pembalikan fase (fasenya berubah
180o), sedangkan sinar pantul dari medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak
mengalami perubahan fase. Jadi, sinar a mengalami perubahan fase 180o,
sedangkan sinar b tidak mengalami perubahan fase. Selisih lintasan antara a dan b
adalah 2d cos r.

6
Oleh karena sinar b mengalami pembalikan fase, interferensi konstruktif akan
terjadi jika selisih lintasan kedua sinar sama dengan kelipatan bulat dari setengah
panjang gelombang (λ). Panjang gelombang yang dimaksud di sini adalah panjang
gelombang cahay pada lapisan tipis, bukan panjang gelombang cahaya pada lapisan
tipis dapat ditentukan dengan rumus:
λ = λ0/n.
Jadi, interferensi konstruktif (pola terang) akan terjadi jika
2d cos r = (m – ½ ) λ ; m = 1, 2, 3, …
dengan m = orde interferensi.
interferensi destruktif (pola gelap) terjadi jika
2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3, …

D. Difraksi Cahaya
Difraksi Cahaya adalah kecenderungan gelombang yang dipancarkan dari sumber
melewati celah yang terbatas untuk menyebar ketika merambat. Menurut prinsip
Huygens, setiap titik pada front gelombang cahaya dapat dianggap sebagai sumber
sekunder gelombang bola.
Gelombang ini merambat ke luar dengan kecepatan karakteristik gelombang.
Gelombang yang dipancarkan oleh semua titik pada muka gelombang mengganggu satu
sama lain untuk menghasilkan gelombang berjalan. Prinsip Huygens juga berlaku untuk
gelombang elektromagnetik.
1. Difraksi celah tunggal
Setiap titik pada celah tunggal dapat dianggap sebagai sumber gelombang
sekunder. Selisih antara kedua berkas yang terpisah sejauh d adalah d sin θ.

Gambar. Pola difraksi celah tunggal.


Analogi dengan pola interferensi celah ganda Young, pola terang difraksi celah
tunggal diperoleh jika:
7
d sin θ = n λ, dengan n = 0, 1, 2, 3, …
dengan d adalah lebar celah.
Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika
d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n = 1, 2, 3, …

2. Difraksi pada kisi


Kisi difraksi terdiri atas banyak celah dengan lebar yang sama. Lebar tiap celah
pada kisi difraksi disebut konstanta kisi dan dilambangkan dengan d. Jika dalam
sebuah kisi sepanjang 1 cm terdapat N celah konstanta kisinya adalah:

Pola terang oleh kisi difraksi diperoleh jika:


d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …
dengan d adalah konstanta kisi dan θ adalah sudut difraksi.
Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika
d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …

Gambar. Skema difraksi oleh kisi.


Dalam optika dikenal difraksi Fresnel dan difraksi Fraunhofer. Difraksi Fresnel
terjadi jika gelombang cahaya melalui celah dan terdifraksi pada daerah yang
relatif dekat, menyebabkan setiap pola difraksi yang teramati berbeda-beda bentuk
dan ukurannnya, relatif terhadap jarak. Difraksi Fresnel juga disebut difraksi
medan dekat.
Difraksi Fraunhofer terjadi jika gelombang medan melalui celah atau kisi,
menyebabkan perubahan hanya pada ukuran pola yang teramati pada daerah yang
jauh. Gelombang-gelombang cahaya yang keluar dari celah atau kisi pada difraksi
Fraunhofer hampir sejajar. Difraksi fraunhofer juga disebut difraksi medan jauh.

8
E. Polarisasi Cahaya
Polarisasi cahaya adalah pembatasan atau pengutuban arah getaran gelombang
transversal menjadi satu arah getar tertentu.
 Simbol Cahaya Alami (cahaya yang tidak terpolarisasi) :
 Simbol Cahaya yang Terpolarisasi :
Cahaya Terpolarisasi dapat ditimbulkan karena:
1. Polarisasi karena Penyerapan Selektif

Gambar. Skema polarisasi selektif menggunakan filter polaroid. Hanya cahaya dengan orientasi sejajar
sumbu polarisasi polaroid yang diteruskan.

Polarisasi yang diperoleh dengan memasang dua buah polaroid, yaitu


polarisator dan analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya
terpolarisasi linier dari cahaya alami yang tak terpolarisasi. Analisator berfungsi
untuk mengubah arah polarisasi dan mengatur besar intensitas cahaya yang akan
diteruskan ke pengamat.
Suatu cahaya tak terpolarisasi datang pada lembar polaroid pertama disebut
POLARISATOR, dengan sumbu polarisasi ditunjukkan oleh garis-garis pada
polarisator. Kemudian dilewatkan pada polaroid kedua yang disebut
ANALISATOR. Jika kuat medan listrik cahaya terpolarisasi vertikal sebelum
analisator adalah E, maka kuat medan listrik cahaya terpolarisasi yang keluar dari
analisator adalah E cos q
Maka intensitas sinar yang diteruskan oleh polarisator I1, haruslah memiliki I
(Intensitas), dimana :
I1 = ½ I0
dengan I0 adalah intensitas cahaya mula-mula (cahaya yang tidak Terpolarisasi).
Cahaya dengan Intensitas (I1) kemudian datang pada analisator dan cahaya yang

9
keluar dari analisator akan memiliki intensitas cahaya (I2). Menurut HUKUM
MALUS, hubungan antara I2 dan I1 dapat sinyatakan oleh :
I2 = I1 cos2 q atau I2 = ½ I0 cos2 q
dengan q sebagai sudut antara sumbu polarisasi dan sumbu analisator.
2. Polarisasi karena Pembiasan dan Pemantulan
Pemantulan akan menghasilkan cahaya terpolarisasi jika sinar pantul dan sinar
biasnya membentuk sudut 90o. Arah getar sinar pantul yang terpolarisasi akan
sejajar dengan bidang pantul. Oleh karena itu sinar pantul tegak lurus sinar bias,
berlaku : Ip + r = 90o atau r = 90o – Ip.
Dengan demikian, berlaku pula
Jadi, diperoleh persamaan
Keterangan :
n2 : indeks bias medium tempat cahaya datang
n1 : medium tempat cahaya terbiaskan
Ip : sudut pantul yang merupakan sudut terpolarisasi.
Persamaan diatas merupakan bentuk matematis dari Hukum Brewster.
3. Polarisasi Karena Pembiasan Ganda (Bias Kembar)
Polarisasi karena bias kembar dapat terjadi apabila cahaya melewati suatu
bahan yang mempunyai indeks bias ganda atau lebih dari satu, misalnya pada
kristal kalsit.

Gambar. Skema polarisasi akibat pembiasan ganda.

1. berkas sinar biasa (ordinary)


2. berkas sinar luar biasa (extraordinary)
Ketika berkas cahaya yang tidak terpolarisasi memasuki bahan bias kembar,
cahaya itu akan terpisah menjdi 2 cahaya yang terpolarisasi.
1. Sinar 1 = Sinar istimewa

10
Tidak memenuhi hukum snellius (hukum pembiasan) dan cahaya ini adalah
cahaya yang terpolarisasi sempurna.
2. Sinar 2 = Sinar biasa
Memenuhi hukum Snellius dan cahaya terpolarisasi sebagian .
4. Polarisasi karena Hamburan
Jika cahaya datang pada suatu sistem (misal. gas), maka elektron-elektron
dalam partikel dapat menyerap dan memancarkan kembali sebagian dari cahaya.
Penyerapan dan pemantulan kembali ini disebut sebagai hamburan. Hamburan
inilah yang menyebabkan cahaya matahari mengenai pengamat di bumi
terpolarisasi sebagian. Hamburan jugalah yang menyebabkan langit tampak biru.
Berdasarkan analisis tentanghamburan, untuk intesitas cahaya tertentu, intensitas
cahaya yang dihamburkan bertambah dengan bertambahnya frekuensi. Karena
cahaya biru mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dari pada cahaya merah, maka
cahaya biru dihamburkan lebih banyak dari cahaya merah.

Gambar. Warna biru langit akibat fenomena polarisasi karena hamburan

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gelombang adalah suatu getaran yang merambat, dalam perambatannya
gelombang membawa energi. Dengan kata lain, gelombang merupakan getaran yang
merambat dan getaran sendiri merupakan sumber gelombang. Jadi, gelombang adalah
getaran yang merambat dan gelombang yang bergerak akan merambatkan energi
(tenaga).

B. SARAN
Adapun saran kami sebagai penulis adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan pada pembaca dapa memberikan kritik dan saran membangun bagi
penulis.
2. Kritik dan saran kepada pembaca apabila ada kekurangan didalam makalah kami
demi kesempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35606192/makalah-cahaya.html
www.google.com/makalah-fisika-gelombang-cahaya.html

13

Anda mungkin juga menyukai