Sejarah
Penyelenggaraan makanan kelompok sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Dalam pembuatan
bangunan seperti kuil, candi, piramid atau benteng untuk melindungi negara dari serangan
musuh, sebagaimana halnya dengan Tembok Besar di Cina yang mempekerjakan puluhan,
ratusan bahkan mungkin ribuan orang, penyelenggaraan makanan bagi kelompok pekerja
bangunan ini sudah dilakukan di zaman itu. Demikian halnya pada waktu penyelenggaraan
berbagai upacara agama dan upacara adat, kegiatan penyelenggaraan makanan kelompok
merupakan kegiatan yang tidak di anggap remeh. Di Indonesia pada berbagi kegiatan upacara
seperti itu penyajian makanan merupakan suatu kegiatan pokok, baik sebagai ungkapan rasa
terima kasih kepada Maha Pencipta maupun sebagai ungkapan rasa hormat terhadap para tamu
yang hadir. Akan tetapi, penyelenggaraan makanan kelompok yang dilakukan pada masa itu
belum di kelola secara profesional dan jauh dari tujuan komersial. Penyelenggaraan pelayanan
makanan kelompok masih bersifat keramah tamahan (bospitality).
Penyelenggaraan makanan kelompok secara lebih profesional baru dimulai pada pertengahan
abad ke -17 bersamaan dengan awal revolusi Industri Eropa. Pada masa itu dirasakan perlu
adanya usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja para pekerja di berbagai industri.
Pemberian makanan yang memenuhi syarat terbukti dapat meningkatkan produktivitas kerja para
pekerja pabrik. Robert Owen adalah salah seorang tokoh industri di Eropa yang mempelopori
penyelenggaraan makanan bagi para pekerja industri yang di kelola secara efektif dan efisien.
Inilah awal dari penyelenggaraan makanan industri (inflant food service). Karena berjasa
mengembangkan usaha penyelenggaraan makanan bagi para pekerja di berbagi pusat industri,
maka Robert Owen dianggap sebagai pelopor penyelenggaraan makanan institusi terutama di
pabrik-pabrik. Upaya nya itu kemudian menyebar bukan saja di daratan Eropa tetapi sampai juga
di Amerika Serikat. Penyelenggaraan makanan institusi mulai dikembangkan di berbagai industri
tekstil, bank dan sebagainya.
Penyelenggaraan makanan yang didasarkan atas kebutuhan karyawan akan zat gizi agar
memperoleh tingkat kesehatan yang optimal yang memungkinkan tercapainya produktivitas
kerja maksimal baru dilaksanakan pada awal abad ke -20.
1. Pengertian Penyelenggaraan Makanan di Industri
Penyelenggaraan makanan industri mulai dikembangkan di berbagai industri tekstil,
bank, dan sebaginya. Pemberian makanan bagi karyawan pabrik atau perusahaan sampai saat itu
masih dikaitkan dengan pemberian jaminan kesejahteraan. Penyelenggaraan makanan yang
didasarkan atas kebutuhan karyawan akan zat gizi agar memperoleh tingkat kesehatan yang
optimal yang memungkinkan tercapainya produktivitas kerja maksimal baru dilaksanakan pada
awal abad ke-20. Tujuan penyelenggaraan makanan pun berubah menjadi meningkatkan
produktivitas kerja yang berarti peningkatan produksi (Moehyi 1992).
Menurut Mukrie (1990), pelayanan gizi institusi atau tenaga kerja adalah suatu bentuk
penyelenggaraan makanan masal yang sasarannya di pabrik, perusahaan atau perkantoran.
Tujuan dari diadakannya penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja ini adalah untuk mencapai
tingkat kesehatan dan stamina pekerja yang sebaik-baiknya, agar dapat diciptakan suasana kerja
yang memungkinkan tercapainya produktivitas kerja yang maksimal.
Faktor yang mendorong perkembangan penyelenggaraan makanan industri menurut
Mukrie (1990) adalah sebagai berikut:
1. Tumbuhnya kesadaran dan keyakinan para pengusaha industri bahwa pelayanan makanan di
institusi tempat karyawan bekerja akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
2. Lokasi tempat kerja yang jauh dari pemukiman dan berbagai hambatan transportasi tidak
memungkinkan karyawan pulang ke rumah untuk makan;
3. Berbagai kemajuan sebagai hasil pembangunan telah membuka kesempatan bagi para
wanita untuk memperoleh pekerjaan di luar rumah. Terbatasnya waktu mereka dirumah
tidak memungkinkan mereka menyiapkan makanan di rumah.
Adapun keuntungan dari penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja antara lain:
1. Peningkatan kesejahteraan karyawan, dengan makanan yang bergizi sehingga karyawan
lebih sehat dan produktivitas
2. Penyediaan lapangan pekerjaan, dengan adanya penyelenggaraan makanan dalam suatu
institusi sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi ahli gizi dan tukang masak.
3. Lebih efektif bagi perusahaan, dengan disediakannya makanan dalam perusahaan/ pabrik
karyawan tidak perlu lagi keluar mencari makanan. Sehingga lebih menghemat waktu.