Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran
bahan – bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobik. Kompos sendiri dapat dibuat dari bahan – bahan organik
seperti kotoran ternak baik kotoran sapi, kambing, ayam, kuda, kerbau dan
sebagainya, sisa pertanian seperti hasil pangkasan sisa tanaman (tanaman kacang
kacangan), jerami padi, sampah kota, sampah rumah tangga, sampah pasar, hijau
– hijauan, dan limbah industri.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi –
teknologi pengomposan.Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan
dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi pengomposan
sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau
tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak
beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,
ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna
mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan
sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena
mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang
terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam
mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan
yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia,
sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah
petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca
penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk
kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur
cair dan limbah industri pertanian.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembuatan pupuk kompos dari batang pisang.
2. Untuk mengamati perubahan tiap proses pembuatan pupuk kompos dari
batang pisang.
3. untuk mengamati perbedaan perlakuan dari pembuatan pupuk kompos.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batang Pisang

Tanaman pisang sama seperti tumbuhan lainnya, terdiri dari akar, batang,
daun dan juga buah. Tanaman ini termasuk tanaman tropis dengan ukuran besar
dan memang istimewa, sebab hampir semua bagiannya bisa digunakan dalam
kehidupan sehari – hari manusia.

1. Manfaat Batang Pisang


Batang pisang bisa menggantikan bambu dan talang air untuk berkebun
sayuran, menanam jamur merang dll. Bahkan batang pisang memiliki kelebihan
yakni banyak mengandung pati sebagai sumber nutrisi tanaman dan
mikroorganisme di dalam batang pisang bisa menjadikan media tanam yang
disimpan pada saat menanam lama – kelamaan menjadi kompos. Batang pisang
juga memiliki senyawa penting seperti antrakuinon, saponin, dan flavanoid. Pada
manusia antrakuinon bermanfaat untuk menyuburkan rambut. Peran senyawa itu
pada tanaman juga bias menyuburkan pertumbuhan bulu – bulu akar yang
berguna membantu tanaman menyerap unsur-unsur hara.

2. Kompos berbahan dasar batang pisang


Kompos berbahan batang pisang dapat menjadi alternatif pilihan yang
dapat bertujuan untuk memanfaatkan limbah batang pisang yang tidak
terpakai sehingga diupayakan zero waste. Kualitas kompos sangat ditentukan
oleh tingkat kematangan kompos, disamping kandungan logam beratnya. Bahan
organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang
merugikan bagi pertumbuhan tanaman, sehingga diupayakan dalam pembuatan
kompos harus benar – benar sempurna dan sesuai dengan aturan yang telah dibuat
juga yaitu Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011. Aturan
tersebut disusun dalam rangka pengaturan mutu produk kompos sehingga dapat
melindungi konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan. Standar ini dapat
digunakan sebagai acuan dalam memproduksi kompos.

2.2 Pupuk Kompos


Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang sangat lembab dan aerobik atau
anaerobik. Pengomposan adalah proses penguraian dari bahan organik secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.
Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis. Hal ini
berarti bahwa peran dari mikroorganisme pengurai sangat besar. Prinsip – prinsip
proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan meliputi:

a. Kebutuhan Nutrisi
Untuk proses pengomposan, perkembangbiakan dan pertumbuhan dari
mikroorganisme memerlukan sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa
jaringan baru dan elemen – elemen anorganik seperti nitrogen, fosfor, kapur,
belerang dan magnesium sebagai bahan makanan untuk membentuk sel-sel
tubuhnya. Selain itu, untuk memacu pertumbuhannya, mikroorganisme juga
memerlukan nutrien organik yang tidak dapat disintesa dari sumber – sumber
karbon lain. Nutrien organik tersebut antara lain asam amino, purin atau pirimidin,
dan vitamin.

b. Mikroorganisme

Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan berdasarkan struktur dan


fungsi sel antara lain :

1. Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer dari eucaryotes bersel tunggal,


antara lain : ganggang, jamur dan protozoa

2. Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contohnya


bakteri.
Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti cacing tanah, kutu
juga berperan dalam pengurai sampah. Sesuai dengan peranannya dalam rantai
makanan,mikroorganikme pengurai dapat dibagi menjadi 3 kelompok. yaitu :
1. Kelompok I (konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan
organik di dalam sampah, yaitu jamur, bakteri dan actinomycetes.
2. Kelompok II (konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I
3 Kelompok III (konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad dari
kelompok I dan kelompok I.
Agar proses pembuatan kompos lebih efektifitas, maka diperlukan kondisi
lingkungan yang ideal, karena efektifitas dalam pembuatan sangat bergantung
kepada mikroorganisme pengurai. Apabila mikroorganisme hidup dalam
lingkungan yang ideal, maka mikroorganikme tersebut dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan baik pula. Kondisi lingkungan yang ideal yaitu
mencakup beberapa hal sebagai berikut :

1. Keseimbangan Nutrisi (Rasio C/N)


Parameter nutrisi yang paling penting dalam proses pembuatan kompos
adalah unsur karbon dan nitrogen yang terkandung. Dalam proses penguraian,
terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas atau karbon
dioksida (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber
makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap
tinggal di dalam kompos. Besarnya perbandingan antara unsur karbon dan
nitrogen tergantung pada jenis sampah yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kompos. Perbandingan unsur C dan N yang ideal ketika proses
pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai 40 : 1.

2. Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) yang ideal dalam proses pembuatan kompos secara
aerobik, ialah berkisar pada pH netral yaitu 6.85. Tingkat keasaman ini sangat
sesuai dengan keasaman (pH) yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada saat proses
awal pengomposan, mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi
asam – asam organik, hingga derajat keasaman dapat selalu menurun. Pada tahap
proses selanjutnya, derajat keasaman (pH) akan meningkat secara bertahap, pada
saat masa pematangan. Hal ini dikarenakan dari jenis mikroorganisme yang dapat
memakan asam – asam organik yang telah terbentuk. Derajat keasaman dapat
menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, apabila tingkat
keasaman yang terlalu tinggi (diatas 8), sehingga unsur N akan menguap menjadi
NH3. NH3 yang terbentuk dari penguapan unsur N, akan sangat mengganggu
proses pembuatan kompos, karena bau yang dikeluarkan atau dihasilkan akan
sangat menyengat. Selain itu, jika senyawa ini dalam kadar atau tingkat
kemasaman yang berlebihan, maka senyawa ini dapat memusnahkan
mikroorganisme. Sedangkan, jika dalam senyawa ini kadar atau tingkat
keasamannya terlalu rendah (dibawah 6), maka kondisi dari senyawa tersebut
menjadi basah, sehingga dapat menyebabkan kematian jasad renik.

3. Suhu (Temperatur)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang
sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan
produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan
temperature di dalam tumpukan sampah, sangat bervariasi, karena disesuaikan
dengan tipe dan jenis dari mikroorganisme.

4. Ukuran Partikel Sampah Ukuran


Partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
kompos,harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih
mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel dari
sampah, maka semakin luas permukaan yang dapat dimakan dan dicerna oleh
mikroorganisme, sehingga penguraian dapat berlangsung dengan seragam dan
cepat.

5. Kelembaban Udara
Kandungan dari kelembaban udara yang optimum, sangat diperlukan
dalam proses pengomposan. Kelembaban yang ideal adalah 40% - 60%. Nilai
kelembaban terbaik adalah 50%. Kelembaban yang optimum harus terjaga. Hal ini
dikarenakan bertujuan untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang
maksimal, sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Jika
kondisi dalam tumpukan terlalu lembab, akan menghambat pertumbuhan dari
mikroorganisme pengurai tersebut, dikarenakan molekul air akan mengisi rongga
udara pada tumpukan, sehingga tumpukan memasuki kondisi anaerobik yang
menyebabkan timbulnya bau yang menyengat. Jika kelembaban pada tumpukan
kurang dari 40% atauter lalu kering, maka mengakibatkan berkurangnya populasi,
karena terbatasnya habitat dari mikroorganisme pengurai tersebut.

6. Homogenitas
Campuran sampah Komponen dari sampah organik yang digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos, perlu dicampur menjadi homogen
atau seragam jenisnya, agar diperoleh oksigen dan kelembaban secara merata dan
kecepatan penguraian tumpukan dapat berlangsung secara seragam.

2.3 Effective Microorganisme (EM4)


Larutan EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teuro Higa dari
Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan EM4 ini berisi mikroorganisme fermentasi
dan jumlah dari mikroorganisme fermentasi EM4 sangatlah banyak, yaitu 80
genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan utama
mikroorganisme yang terkandung di dalam EM4, yaitu bakteri Fotosintetik,
Lactobacillus sp., Streptomycessp., ragi (yeast), Actinomycetes. Selain dapat
mempercepat pengomposan, larutan EM4 juga dapat diberikan secara langsung
ketanah dan ke tanaman atau disemprotkan pada daun tanaman. Hal ini berguna
untuk menambah unsur hara pada tanah, dan menambah unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan tanaman.
Untuk mempercepat saat proses pengomposan, maka harus dilakukan
dalam kondisi aerob, karena tidak akan menimbulkan bau. Namun, proses
mempercepat pengomposan dengan bantuan EM4 berlangsung secara anaerob
(sebenarnya semi anaerob, karena ada sedikit sirkulasi udara dan cahaya),
sehingga metode anaerobini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila dalam
melakukan proses pengomposan dapat berlangsung dengan baik . Cara kerja dari
larutan EM4 telah dapat dibuktikan secara ilmiah, selain itu juga peran dari
larutan EM4 dapat berguna sebagai berikut :
1. Mempercepat fermentasi dari limbah dan sampah organik.
2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada tanaman
dan tanah.
3. Menekan pertumbuhan patogen tanah
4. Meningkatkan aktivitas dari mikroorganisme indogenus yang dapat
menguntungkan, seperti mikroorganisme Mycorrhizasp, Rhizobiumsp, dan
bakteri pelarut fosfat.
5. Meningkatkan nitrogen.
6. Mengurangi kebutuhan petani akan penggunaan dari pupuk dan pestisida
kimia.
Larutan EM4 dapat menekan pertumbuhan dari mikroorganisme patogen
yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya sejenis,
secara terus – menerus. Larutan EM4 merupakan larutan yang berisi beberapa
mikroorganikme yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada limbah
dan sampah, serta dapat mempercepat pengolahan limbah dan sampah menjadi
pupuk kompos.

2.4 Kotoran Sapi


Kotoran sapi merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal
dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa
makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam
tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta
kandungan haranya. Pupuk organik yang dikembalikan melalui pupuk kandang
selain sebagai sumber bahan organik tanah juga sebagai sumber hara bagi
pertumbuhan tanaman. Bahan organik memegang peranan penting pada tanah
tropis, karena hampir semua unsur terdapat didalamnya Pupuk kandang biasanya
terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25 P2O5 dan 0,5 K2O. Pupuk kandang sapi padat
dengan kadar air 85% megandung 0,4% N ; 0,2% P2O5 dan 0,5% K2O dan yang
cair dengan kadar 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 0,1% K2O. Proses
perombakan bahan organik pada tahap awal bersifat hidrolisis karena proses ini
berlangsung dengan adanya air dan enzim hidrolisa ekstra selluler yang
menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut dalam air sehingga
mikroorganisme dapat memanfaatkannya terutama dalam kondisi aerobik.
Perombakan selanjutnya dalam kondisi aerobik dengan hasil akhir CO2dan H2O.
Dalam kondisi anaerobik hasil samping adalah asam asetat, asam pripionat, asam
laktat, asam butirat dan asam format serta alcohol dan gas CO2, H2O dan methan
(CH4) (Sugito,1995). Penyediaan kotoran sapi yang berkelanjutan, diharapkan
agar mempermudah petani dalam memanfaatkan kotoran sapi tersebut sebagai
penyubur tanah serta tanaman pertaniannya karena mengandung unsur hara,
sebagai berikut :

1. Nitrogen
Kandungan dari nitrogen memiliki fungsi yaitu untuk kelangsungan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah yang
banyak. Pada tanaman yang mengandung unsur N yang cukup, akan menunjukkan
warna daun hijau tua, yang artinya klorofil atau zat hujau daun di dalam daun
cukup tinggi. Sebaliknya apabila pada tanaman terdapat gejala kekurangan atau
defisiensi dari unsur N, maka daun pada tanaman akan menguning (klorosis)
karena kekurangan klorofil. Pertumbuhan tanaman lambat, lemah dan tanaman
menjadi kerdil, juga dapat disebabkan oleh kekurangan unsur N.

2. Fosfor
Fungsi unsur fosfor dalam tanaman membuat pertumbuhan pada tanaman
menjadi normal. Fungsi unsur Fosfor (P) yang sangat penting di dalam tanaman
yaitu membantu dalam proses fotosintesis, respirasi, serta transfer rmaupun
penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, serta proses – proses
pertumbuhan lainnya pada tanaman. Fosfor dapat meningkatkan kualitas buah,
sayuran, biji – bijian pada tanaman sehingga sifat – sifat dari tanaman induk dapat
menurun tetapi dalam 1 jenis tanaman, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Unsur fosfor dapat membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan pada benih tanaman, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
air, serta dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit, yang
akhirnya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen atau hasil produksi.

3. Kalium
Kalium sangat penting dalam proses fotosintesis. Apabila defisiensi unsur
K maka proses fotosintesis akan turun, akan tetapi respirasi atau pernapasan pada
tanaman akan meningkat. Kejadian ini akan menyebabkan banyak karbohidrat
yang ada dalam jaringan tanaman digunakan untuk mendapatkan energi untuk
melakukan aktivitasnya, sehingga pembentukan bagian – bagian tanaman akan
terhambat, yang akhirnya pembentukan dan produksi tanaman berkurang. Fungsi
penting unsur K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada efisiensi
penggunaan air. Proses membuka dan menutup pori – pori daun tanaman dan
stomata, dikendalikan oleh konsentrasi unsur K dalam sel yang terdapat disekitar
stomata. Defisiensi dari unsur K dapat menyebabkan stomata membuka hanya
sebagian, dan menjadi lebih lambat dalam penutupan. Gejala kekurangan unsur K
ditunjukkan dengan tanda – tanda terbakarnya daun yang dimulai dari ujung atau
pinggir, bercak – bercak berwarna coklat pada daun – daun dan batang yang tua.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat - Alat
Adapun peralatan yang digunakan sebagai berikut :
1. Cangkul
2. Ember
3. Parang
4. Terpal
5. Wadah (galon)
6. Pengaduk

3.1.2 Bahan - Bahan


Adapun bahan – bahan yang digunakan sebagai berikut :
1. Batang pisang secukupnya
2. Kotoran sapi secukupnya
3. Sekam kayu secukupnya
4. Larutan gula merah 600 ml
5. EM4 4 tutup botol
6. Air 2 liter

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
3.2.1 Media lubang tanah
1. Dicacah batang pisang sampai ukuran kecil – kecil.
2. Ditambahkan sekam kayu dan kotoran sapi pada batang pisang yang udah
dicacah kemudian diaduk hingga merata.
3. Dilarutkan 2 tutup botol EM4 dan larutan gula merah 300 ml ke dalam 1
liter air.
4. Dicampurkan larutan EM4 ke dalam campuran bahan – bahan hingga
merata.
5. Diletakkan dalam lubang tanah kemudian ditutup rapat dengan terpal.
6. Dilakukan pengadukan dan pengamatan seminggu sekali

3.2.2 Media Wadah


1. Dicacah batang pisang sampai ukuran kecil – kecil.
2. Ditambahkan sekam kayu dan kotoran pada batang pisang yang sudah
dicacah kemudian diaduk hingga merata.
3. Dilarutkan 2 tutup botol EM4 dan larutan gula merah 300 ml ke dalam 1
liter air.
4. Dicampurkan larutan EM4 ke dalam campuran bahan – bahan hingga
merata.
5. Diletakkan dalam wadah (galon) kemudian di tutup rapat.
6. Dilakukan pengadukan dan pengamatan seminggu sekali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini dapat dilihat pada tabel
4.1 dan tabel 4.2
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan pada Media Lubang Tanah.
No Waktu Kegiatan Hasil
1 Hari Proses Kompos di letakkan di dalam tanah,
kemudian di tutup dengan terpal
pertama pengomposan

2 Minggu Pengadukan Kompos sedikit lembab dan tidak berbau


pertama dan pengmatan
3 Minggu Pengadukan Kompos berubah warna menjadi coklat,
ke 2 dan pengmatan lembab dan tidak berbau.

4 Minggu Pengadukan Kompos lembab, tidak lengket dan tidak


ke 3 dan pengmatan berbau

5 Minggu Pengadukan Kompos lembab, sudah gembur dan tidak


ke 4 dan pengmatan berbau
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan pada Media Wadah (Galon)

No Waktu Kegiatan Hasil


1 Hari Proses Kompos di letakkan di dalam wadah galon,
kemudian di tutup rapat.
pertama pengomposan

2 Minggu Pengadukan Kompos sedikit lembab dan tidak berbau


pertama dan pengmatan

3 Minggu Pengadukan Kompos berubah warna menjadi coklat,


ke 2 dan pengmatan lembab dan tidak berbau.
4 Minggu Pengadukan Kompos lembab, agak lengket dan tidak
ke 3 dan pengmatan berbau

5 Minggu Pengadukan Kompos lembab, sudah gembur dan tidak


ke 4 dan pengmatan berbau

4.2 Pembahasan
Sifat Fisik Kompos Dalam proses pengomposan dengan perlakuan pada
media lubang tanah dan media wadah, telah dilaksanakan dengan melakukan
pengamatan sifat fisik kompos yang meliputi suhu, warna dan bau. Kompos dapat
dinyatakan jadi, apabila suhu ruang stabil, tidak berbau, dan warna kompos
menjadi kehitaman, hal ini sesuai dengan pendapat Salundik (2008), yang
menyatakan bahwa kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan ketanaman,
jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Kompos yang matang dapat
dikenali dengan memperhatikan keadaan fisiknya, yaitu terjadi perubahan warna,
tidak mengeluarkan bau busuk dan bentuk fisiknya sudah merupai tanah yang
berwarna kehitaman, jika dilarutkan kompos yang sudah matang akan mudah
larut dan strukturnya remah, serta tidak mengumpal. Bedasarkan hasil dari
pengamatan pengomposan, suhu ruang mengalami kenaikan dan penurunan yang
disebabkan oleh peroses pengomposan. Pengukuran suhu dilakuan setiap minggu
dari awal sampai akhir pengomposan yang terdiri dari pengukuran suhu yang
dilakukan tiap minggu dengan menggunakan tangan, pengukuran sesuai indra
perasa. perubahan suhu kira – kira 30oC.
Menurut Salundik (2008), kematangan kompos yang sempurna dapat
dilihat sebagai berikut :
a. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu meningkat pada awal pengomposan yaitu dan akan tetap
tinggi selama waktu tertentu. Menurut Isroi (2008) hal ini menunjukkan terjadinya
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif oleh mikroorganisme
mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO, uap dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah
terurai, maka suhu akan berangsur – angsur mengalami penurunan. Pada saat itu
terjadi pematangan kompos, yaitu pembentukan komplek.

b. Warna
Warna hasil percobaan dalam fermentasi yang berlangsung Pupuk kompos
batang pisang yang sudah matang akan berwarna coklat kehitaman atau coklat tua.
Sedangkan pada awal pengomposan bahan organik batang pisang masih berwarna
putih kehitaman. Djuarnani (2006),

c. Bau atau aroma


Bau atau aroma organik dari batang pisang yang sudah matang yakni
hampir menyerupai bau tanah. Sedangkan aroma atau bau awal saat pengomposan
tidak berbau, masing – masing perlakuan tidak mengeluarkan bau.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada minggu pertama masing – masing dari media mengalami perubahan
suhu dan perubahan warna.
2. Pada minggu kedua di media lubang tanah tidak mengeluarkan bau
menyengat dan di media wadah (galon) tidak mengeluarkan bau tetapi
lebih lembab.
3. Pada minggu ketiga dikedua media telah mengalami perubahan warna
menjadi kehitaman.
4. Pada minggu keempat dikedua media telah meyerupai tanah.

5.2 Saran
Diharapkan untuk percobaan kedepannya dapat menggunakan metode –
metode lain dalam pembuatan pupuk kompos dan dapat menggunakan variasi
waktu atau komposisi bahan – bahan yang digunakan agar dapat menjadi
pembanding tiap semesternya.
DAFTAR PUSTAKA

Indriani, Y. H, 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.


Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka : Jakarta.
Nyoman P. Aryantha, dkk. 2010. Kompos. Pusat Penelitian Antar Universitas
Ilmu Hayati. LPPM-ITB. Dept. Biologi - FMIPA-ITB.
Purwendro, Setyo. 2009. Mengolah Sampah : untuk Pupuk dan Pestisida organic.
Penebar Swadaya : Jakarta.
Siti Umniyatie, dkk. 1999. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba
Efektif (Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya
Alternatif Mahasiswa.
Sutedjo, M. 2002. Pupuk Dan Cara Penggunaan. Jakarta : Rineka Cipta.
LAMPIRAN A
INOVASI PUPUK KOMPOS

A.1 Pupuk Organik Berbentuk Granul


Mesin menghasilkan pupuk organik berbentuk granular yang kompak
sehingga mudah untuk dibawa dan diaplikasikan ke lahan. Keberadaan mesin ini
dapat mengolah bahan-bahan organik yang tersedia di sekitar areal pertanian
dibuat menjadi pupuk organik granular
Keunggulan :
1. Dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama.
2. Efisiensi yang lebih tinggi karena jumlah pupuk yang terbuang lebih
sedikit.
3. Produk kompos granul yang dapat mengurangi pencemaran limbah dan
ramah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai