BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi proses pembuatan tempe.
2. Mengetahui waktu optimal penyimpanan saat proses pembuatan tempe.
1.3. Manfaat
1. Mampu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses pembuatan
tempe.
2. Mampu mengetahui waktu optimal penyimpanan saat proses pembuatan
tempe.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
asam amino dalam protein kedelai cukup baik dibandingkan pola asam amino yang
dibutuhkan tubuh. World Health Organization (WHO) telah menetapkan bahwa
jika dikonsumsi sesuai anjuran konsumsi protein harian, protein kedelai
mengandung jumlah semua asam amino esensial yang mencakupi kebutuhan tubuh
manusia. Mutu protein kedelai telah diperbaiki karena ada cara baru dalam
pengukuran mutu suatu protein. Cara lama untuk menentukan mutu protein adalah
dengan parameter yang disebut Protein Efisiensi Rasio (PER), yang berdasarkan
atas jumlah pertambahan berat badan yang diperoleh setelah mengkonsumsi jumlah
protein yang diulur. Misalnya PER menunjukkan nilai 2,3 artinya tiap pemberian 1
gram protein akan meningkatkan berat badan tikus percobaan sebanyak 2,3 gram.
Penentuan PER dengan tikus percobaan dapat berbeda penerapannya
untuk manusia karena kebutuhan asam amino antara tikus dan manusia berbeda.
Misalnya, telah diketahui bahwa tikus membutuhkan metionin 50% lebih banyak
dari manusia, sehingga jika mengukur PER dari kacang-kacangan (kedelai)
hasilnya menjadi kurang realistis. Hal ini karena kedelai kekurangan asam amino
metionin. Cara baru untuk menentukan mutu protein dikembangkan oleh WHO
yang disebut Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS). Cara
ini, memperhitungkan profil asam amino protein, ditambah urutan daya cerna
protein oleh manusia. Dengan menggunakan metode tersebut, protein kedelai
mempunyai nilai yang sama dengan protein putih telur dan protein susu. Akan
tetapi jika digunakan sebagai makanan bayi, protein kedelai dapat disuplementasi
dengan asam amino metionin agar dapat lebih menjamin kualitas mutunya.
Daya cerna senyawa protein yang terkandung di dalam kacang kedelai
sangat baik, misalnya pada bahan makanan tahu, konsentrat dan isolate protein dari
kedelai mempunyai daya cerna lebih dari 90%. Berdasarkan studi dengan
menggunakan pengukuran PDCAAS menunjukkan bahwa protein dari kacang
kedelai merupakan protein yang lengkap karena mempunyai tingkat essentially
equivalent yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein dari sumber susu
dan daging. Asam lemak utama yang terkandung di dalam minyak kedelai adalah
asam lemak esensial berupa asam linoleat atau linoleic acid (LNA), yaitu asam
lemak omega-6 yang juga banyak terdapat di dalam minyak nabati lainnya.
6
Jenis ragi yang umum dikenal yaitu ragi tape dan ragi tempe. Ragi tempe
merupakan bibit-bibit jamur yang digunakan untuk pembuatan tempe, atau sering
pula disebut sebagai starter tempe. Ragi tempe yang digunakan mengandung jamur
Rhizopus oligosporus, atau yang dikenal pula sebagai jamur tempe. Jamur Rhizopus
oligosporus merupakan jamur yang paling dominan dalam pembuatan tempe yang
terdapat pada ragi tempe yang berwarna putih dan memiliki miselia yang akan
menghubungkan biji-biji kedelai sehingga menjadi produk tempe.
Proses pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi yang dapat
digunakan dalam proses fermentasi agar tempe yang dihasilkan memiliki kualitas
yang tinggi. Secara tradisional, para pengrajin tempe membuat ragi tempe dengan
menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut diiris tipis-tipis, dikeringkan,
lalu digiling hingga menjadi bubuk yang halus dan hasilnya digunakan sebagai
bahan inokulum dalam proses fermentasi tempe. Bahan lain yang sering dipakai
sebagai ragi atau starter tempe adalah miselium jamur yang tumbuh di permukaan
tempe. Walaupun berbeda bentuk dan jenisnya, tetapi pada umumnya fungsi dari
ragi tersebut dalam pembuatan tempe memiliki fungsi dan peran yang sama.
SNI 3144:2009 telah mengalami revisi pada tahun 2015. Berdasarkan SNI
3144:2015, standar proses pembuatan tempe yang baik yaitu proses yang
menghasilkan tempe dengan warna putih merata pada seluruh permukaan
tempenya. Jika ditinjau dari strukturnya, pada saat tempe ditekan dan diiris, maka
tempe tersebut akan tetap utuh dan kedelai tidak mudah rontok, sehingga produk
tempe yang dihasilkan dinyatakan kompak. Aspek lainnya yang juga ditinjau dalam
pembuatan tempe yang baik adalah aspek berupa bau. Tempe yang dinilai normal
adalah tempe yang memiliki bau yang khas tanpa ada campuran bau amoniak pada
tempe yang biasanya juga dihasilkan dari proses fermentasi pembuatan tempe.
Ciri tempe yang berhasil dibuat ditandai dengan adanya lapisan putih di
sekitar kedelai dan pada saat di potong tempe tidak hancur. Perlu diperhatikan agar
tempe berhasil alat yang dipergunakan untuk membuat tempe sebaiknya dijaga
kebersihannya. Menjaga kebersihan pada saat membuat tempe ini sangat
diperlukan karena fermentasi tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis.
Gangguan-gangguan yang umum terjadi pada pembuatan tempe diantaranya adalah
tempe tetap basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak
hitam dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.
belum mengering. Daun pisang yang akan digunakan biasanya direndam terlebih
dahulu di air agar menjadi lentur, sehingga mudah untuk dibentuk tanpa
menyebabkan daun tersebut menjadi robek. Daun pisang menjadi salah satu pilihan
kebanyakan masyarakat untuk pembungkus makanan karena mudah ditemui.
Penggunaan daun pisang sebagai bahan kemasan tempe memiliki
beberapa keunggulan, seperti mudahnya bahan ini ditemui di lingkungan sekitar
dan harganya yang murah. Selain itu, secara organoleptik tempe yang dibungkus
menggunakan daun pisang dan plastik memiliki perbedaan aroma produk tempe.
Di samping itu, pembungkus tersebut lebih alami karena daun mudah terurai saat
proses pembusukan. Jadi tidak menimbulkan polusi dalam tanah.
2.5.2. Daun Jati
Daun pohon jati memiliki aroma wangi yang khas. Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah biasanya menggunakan daun jati untuk
membungkus tempe. Selain itu, membungkus daging mentah dengan daun jati
dipercaya bisa mengurangi aroma amis dan membuatnya lebih empuk. Kebanyakan
daun yang digunakan adalah daun jati dengan umur masih muda. Daun jati yang
masih muda memiliki tekstur yang lebih ulet, sehingga tidak mudah robek ketika
dilipat dan digunakan sebagai bahan pembungkus makanan seperti tempe.
Sekarang ini tempe lebih banyak ditemui tersaji di pasar atau supermarket
dengan bungkus plastik. Selain itu juga ada yang menggunakan pembungkus daun
pisang. Namun, di daerah Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur, masih
banyak ditemui di pasar tradisional tempe yang dibungkus dengan daun jati. Tempe
yang dibungkus dengan daun jati memilki ciri organoleptic tersendiri. Aroma khas
daun jati menempel di tempe dan membuat rasanya menjadi lebih sedap
dibandingkan dengan tempe yang dibungkus dengan plastik. Tempe yang
dibungkus dengan daun jati juga akan lebih awet. Penggunaan daun jati sebagai
bahan kemasan tempe juga lebih ramah lingkungan karena dapat terdekomposisi.
2.5.3. Plastik
Pengemasan berperan penting dalam pengawetan bahan pangan. Plastik
pembungkus adalah bahan yang digunakan untuk membungkus sesuatu. Umumnya
makanan plastik sering digunakan untuk membungkus makanan. Bahan pembuat
plastik pembungkus berasal dari minyak dan gas sebagai sumber alami. Bahan baku
12
Penggunaan plastik sebagai bahan pembungkus tempe dipilih karena sifat plastik
yang kuat sehingga lebih melindungi produk tempe dari gangguan bakteri ataupun
mikroba. Kekurangan dari bahan ini adalah sulit terdekomposisi di alam.