Anda di halaman 1dari 2

LATAR BELAKANG

Berdasarkan pada laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Depkes RI tahun 2007
diketahui bahwa urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan transportasi darat dan
terluka benda tajam/tumpul. Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain bervariasi tetapi
prevalensinya rata-rata kecil atau sedikit. Prevalensi kejadian cedera karena jatuh terjadi sekitar
58.0% dimana paling besar terdapat di Provinsi DKI Jakarta yang merupakan wilayah perkotaan
(Riskesdas Depkes RI, 2007). Trauma yang terjadi pada kecelakaan memiliki banyak bentuk,
tergantung dari organ apa yang dikenai. Fraktur (patah tulang) merupakan salah satu bentuk trauma
yang paling sering terjadi akibat adanya kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja maupun kecelakaan
dalam rumah tangga (Amrizal, 2007). Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang karena stres akibat
tahanan yang datang lebih besar dari daya tahan yang dimiliki oleh tulang (Black & Hawks, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia kurang lebih 13 juta orang
pada tahun 2008 dengan angka prevalensi sebesar 2,7%. Sementara pada tahun 2009 terdapat
kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat
menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk
didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain
sebagainya (Mardiono, 2010 dalam Novita, 2012).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
mengalami fraktur sebanyak 1,775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur adalah sebanyak 1.770 orang (8,5%), da dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul,
yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%) (Riskesdas Depkes RI, 2007). Survey Kesehatan
Nasional mencatat bahwa kasus fraktur pada tahun 2008 menunjukkan prevalensi fraktur secara
nasional sekitar 27,7% (Depkes, 2010).

Dari semua jenis fraktur, fraktur ekstrimitas memiliki insiden yang cukup tinggi (Amrizal,2007).
Dengan banyaknya kasus fraktur, peran Rumah Sakit juga sangat diperlukan untuk menangani kasus
tersebut. Pasien dengan fraktur perlu mendapatkan pertolongan dan pelayanan kesehatan untuk
meminimalkan resiko ataupun komplikasi lanjut dari fraktur. Menurut Handayani (1998 dalam
Hariana, 2007) fraktur memerlukan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif. Asuhan
terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu dan
mencegah/mengurangi komplikasi terutama immobilisasi. Pendidikan kesehatan juga dapat
diberikan untuk mencegah cedera lebih lanjut sehingga klien secara bertahap dapat
mengoptimalkan fungsi bio-psikososiospiritualnya.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2013, angka kejadian cedera mengalami peningkatan dibandingkan
pada hasil tahun 2007 . Di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Kecenderungan prevalensi
cedera menunjukkan kenaikan dari 7,5% (RKD 2007) menjadi 8,2% (RKD 2013). Dari 45.987 peristiwa
terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (58%) mengalami penurunan menjadi 40,9%.
Dari 14.125 trauma benda tajam atau tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (20,6)
mengalami penurunan menjadi 7,3%.
Menurut WHO (2010), angka kejadian fraktur akibat trauma mencapai 67 juta kasus. Secara nasional
angka kejadian fraktur akibat trauma pada tahun 2011 mencapai 1,25 juta kasus. Sedangkan di
propinsi Jawa Timur pada tahun 2011 tercatat 67,076 ribu kasus (Haryadi, 2012). Angka kejadian
fraktur di Indonesia yang mendapatkan penanganan dengan cara fiksasi internal pada tahun 2011
diperkirakan sebanyak 167.000 tindakan. Sedangkan di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2010 jumlah
penanganan fraktur dengan fiksasi internal sebanyak 16.101 tindakan. Hasil studi pendahuluan di
RSUD dr.Harjono Ponorogo menjukkan bahwa dari 12 orang pasien post operasi fraktur instrumental
yang dapat mendorong rasa damai pada pasien (Muttaqin,2008)

Peningkatan kasus fraktur tidak terlepas dari tingginya angka kejadian kecelakaan akibat
meningkatnya perkembangan teknologi di bidang transportasi. Sebagian besar kasus fraktur
diakibatkan oleh kecelakaan dimana fraktur dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Data dari riset
Kesehatan Dasar (2007, di Indonesia terjadi kasus frakyur yang disebabkan oleh cedera antara lain
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam ataupun tumpul. Dari 45.987 peristiwa
kecelakaan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu
lintas yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam atau
tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya konyinuitas tulang, baik tulang rawan yang bersifat total
maupun sebagian yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012). Menurut
(Rosdahl,2014), fraktur terjadi ketika tekanan yang diberikan pada tulang lebih besar dari yang dapat
ditahan oleh tulang. Selain itu fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,2010).

Paragraf 4 (dampak)

Anda mungkin juga menyukai