Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran kegiatan membandingkan sesuatu yang diukur menggunakan alat
ukur dengan satuan yang telah di jadikan acuan.Pengukuran besaran relatif
terhadap suatu standar atau satuan tertentu. Dikatakan relatif di sini, maksudnya
adalah setiap alat ukur memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda, sehingga
hasil pengukuran yang diperoleh berbeda pula. Ketelitian dapat didefinisikan
sebagai ukuran ketepatan yang dapat dihasilkan dalam suatu pengukuran, dan ini
sangat berkaitan dengan skala terkecil dari alat ukur yang dipergunakan untuk
melakukan pengukuran. Secara konsep pengukuran, baik karena keterbatasan alat
ukur maupun karena kondisi lingkungan, maka dipercaya bahwa setiap
pengukuran akan selalu menghasilkan hasil ukur yang tidak sebenarnya.
Simpangan atau selisih antara hasil ukur dan hasil yang sebenarnya disebut
sebagai ralat (error) (Antika dan Julianti, 2015).
Ketelitian suatu hasil pengukuran sudah menjadi tuntunan ilmu pengetahuan
dewasa ini. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun
pengukuran yang benar-benar akurat, pasti ada suatu ketidakpastian dalam
pengukuran tersebut. Pengukuran ketidakpastian merupakan suatu bagian penting
dari suatu kegiatan eksperimen (praktikum). Ilmu pengetahuan tersusun dari
sejumlah pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan melibatkan
sekumpulan data melalui pengamatan, eksperimen, perumusan masalah dan
pengujian hipotesis. Oleh karena itu, proses menentukan ketidakpastian
pengukuran menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk melakukan
semua percobaan ilmiah (Fauzi dan Budiwanti, 2015).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui ketidakpastian
pengukuran dalam percobaan atau kesalahan (error) dalam suatu percobaan
serta mengetahui kesalahn-kesalahan dalam perhitungan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jangka Sorong


Jangka sorong terdiri atas dua bagian, yaitu rahang tetap dan rahang geser.
Skala panjang yang terdapat pada rahang tetap merupakan skala utama,
sedangakan skala pendek yang terdapat pada rahang geser merupakan skala
nonius atau vernier. Nama vernier diambilkan dari nama penemu jangka sorong,
yaitu Pierre Vernier, seorang ahli teknik kebangsaan perancis. Skala utama pada
jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan dibagi dalam 10 skala, sehingga beda
satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm atau 0,01 cm.
Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adlah 0,1 mm atau 0,01 cm. jangka sorong
tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman
tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm (Amani dan Arief, 2016).

2.2 Ketidakpastian pada Pengukuran


Pada ilmu Fisika hasil pengukuran yang diperoleh biasanya tidak dapat
langsung diterima karena harus dipertanggungjawabkan keberhasilan dan
kebenarannya. Hasil pengukuran baru dapat diterima apabila harga besaran yang
diukur dilengkapi dengan batas-batas penyimpangan dari hasil tersebut, yang
disebut sesatan (ketidakpastian) yang berupa kesalahan atau error. Kesalahan atau
error dalam suatu percobaan dapat dibagi atas dua golongan yaitu kesalahan
bersistem (systematic error) dan kesalahn kebetulan (random error). Kesalahan
bersistem adalah kesalahan yang bersumber pada alat ukur yang dipakai
besarannya, kesalahan biasanya konstan sehingga sering sekali dinamakan
kesalahan konstan. Kesalahan bersistem ini dapat terjadi karena beberapa
kemungkinan diantaranya adalah kesalahan titik nol, kesalahan pada kalibrasi alat,
gangguan teknis seperti pada waktu pengukuran terjadi gangguan seperti adanya
ganggua kebocoran yang akan mengganggu sistem dan menyebabkan kesalahan,
terjadi gesekan dan fatique atau kelelahan pada alat karena sering dipakai ataupun
kesalahan orangnya (pengamat) yang disebabkan oleh kebiasaan seorang
pengamat. Misalnya, seorang pengamat sering kali membuat kesalahan karena
kedudukan matanya terlampau renda atau terlampau tinggi sewaktu membaca
titik kolam air di dalam pipa yang tegak dan kesalahan ini disebut Parralack.
Kesalahan kebetulan adalah pengulangan pengukuran selalu memberikan hasil
berbeda-beda maka harga tersebut juga akan berbeda dengan harga sebenarnya
seperti kesalahan penafsiran, kebanyakan alat ukur memerlukan suatu penafsiran
pada skala tertentu dan penafsiran ini dapat berubah dari waktu ke waktu yang
lain. Gangguan, misalnya ada getaran mekanis tau pengaruh putaran motor dari
alat listrik. Keadaan penyimpangan, seperti suhu, tekanan udara, atau tegangan
listrik (Tirtasari, 2017).

2.3 Mistar
Alat ukur panjang yang sering digunakan orang adalah mistar atau penggaris.
pada umumnya, mistar memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm. Mistar
mempunyai ketelitian pengukuran 0,5 mm, yaitu sebesar setengah dari skala
terkecil yang dimiliki mista. Pada saat melakukan pengukuran dengan
menggunakan mistar, arah pandangan hendaknya tepat pada tempat yang diukur.
Artinya, pandangan harus tegak lurus dengan skala pada mistar dan benda yang
diukur. Jika pandangan mata tertuju pada arah yang kurang tepat, maka akan
menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih besar atau kecil. Kesalahan
Pengukuran semacam ini disebut kesalahan paralaks (Albert dan Florentina,
2018).

2.4 Pengukuran
Fisika lahir dan berkembang dari hasil percobaan dan pengamatan. Percobaan
(eksperimen) dan pengamatan (observasi) memerlukan pengukuran
(measurement) dengan bantuan alat-alat ukur, sehingga diperoleh data/hasil
pengamatan yang bersifat kuantitatif. Dalam fisika, panajng, volume, dan suhu
adalah sesuatu yang dapat diukur itu disebut besaran. Besaran mempunyai dua
komponen utama yaitu nilai dan satuan. Dalam ilmu fisika, perlu diingat bahwa
tidak semua bearan fisika mempunyai satuan, sebai contoh indeks bias dan massa
jenis relatif (Antika dan Julianti, 2015).
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat tanggal 14 Februari 2020 pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 90.40 WIB di laboratorium kimia hasil
pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian. Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah 1) jangka sorong, dan 2)
penggaris.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1) koin, 2) kotak
susu, dan 3) penghapus.

3.3 Cara kerja


Cara kerja praktikum kali ini adalah:
1. Seluruh praktikan diberikan penjelasan dari asisten tentang penggunaan
jangka sorong.
2. Penjelasan tersebut dicatat oleh masing-masing praktikan.
3. Salah satu praktikan ditunjuk untuk menjelaskan kembali tentang penggunaan
jangka sorong.
4. Masing-masing kemasan yang praktikan diukur dengan jangka sorong,
dengan berbagai ketebalan. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali.
5. Hitung data berdasarkan ketidakpastian pengukuran dalam percobaan.

DAFTAR PUSTAKA
Albert, L. dan Florentina, M., Panda. 2018. Peningkatan Keterampilan Proses
Sains Dasar Dalam Menggunakan Alat Ukur Pada Pembelajaran Fisika di
SMA Negeri 6 SKOUW Jayapura. Jurnal Pengabdian Papua [online], 2
(2), 39–42.
Amani dan Arief. 2016. Kalibrasi Jangka Sorong Nonius Berdasarkan Standar.
Jurnal Jom Fteknik, 2(2) : 10 – 12.
Antika dan Julianti.2015.Pengukuran(Kalibrasi) Volume Dan Massa Jenis
Alumunium.Jurnal Fisika dan Aplikasinya,13(1),22-24.
Fauzi,A., dan Budiwanti, E.2015. Pengembangan Model Praktikum Fisika
Berbasis Analisis Ketidakpastian Pengukuran. Jurnal Materi dan
Pembelajaran Fisika, 3(2) : 27-29.
Tirtasari, Ni Luh. 2017. Uji Kalibrasi (Ketidakpastian Pengukuran) di
Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. Jurnal Sains, 6 (2) : 2-5.

Anda mungkin juga menyukai