Anda di halaman 1dari 21

vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan

panjang dinding posterior sekitar 9 cm.


Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol tersebut
disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen
dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa
vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan
sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi
vagina meningkat.
B. Definisi
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-
kadang hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua
gejala dari trias dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam. Pada kondisi berat preeklampsia dapat
menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang.(Nuning
Saraswati dan Mardiana / Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016))
Preeklamsia berat adalah kelainan kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah tinggi dan proteinuria yang signifikan setelah usia kehamilan
20 minggu. (International Journal of Women’s Health:2017)

C. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini
dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh
darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga
berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun
ada beberapa faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
 Primigravida atau primipara mudab (85%).
 Grand multigravida
 Sosial ekonomi rendah.
 Gizi buruk.
 Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
 Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
 Hipertensi kronik.
 Diabetes mellitus.
 Mola hidatidosa.
 Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%).
 Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
 Hidrofetalis.
 Penyakit ginjal kronik.
 Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis,
bayi besar, dan diabetes mellitus.
 Obesitas.
 Interval antar kehamilan yang jauh.

D. Klasifikasi
Menurut penggolongan dibagi menjadi 3 yaitu : PE ringan, sedang dan berat
(Menurut Sarwono, 2015 “Ilmu Kebidanan”).

Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain


Pre-Eklamsi Kenaikan TD diastolic 15 Protein Urin +1
Ringan mmHg/79 mmHg dengan
2x pengamatan berjarak 1
jam/tekanan diastolic
mencapai 110 mmHg.
Pre-Eklamsi Kenaikan TD systolic 30 Protein urin positif 2 oedem
Sedang mmHg/lebih atau umum, kaki, jari tangan dan
mencapai 140 mmHg. muka, kenaikan BB 1 kg tiap
minggu.
Pre-Eklamsi Tekanan diastolic >110 Protein urine positif ¾ oliguria
Berat mmHg (urine 5 gr/L) hiperefleksia,
gangguan penglihatan, nyeri
epigastrik, terdapat oedem paru
dan sinosis.
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
1. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari
tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada
dalam interval 4-6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1
kg atau lebih dalam seminggu.
c. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 +
pada urin kateter atau midstream (aliran tengah).
2. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
d. Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau
penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis
f. Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
g. Perdarahan pada retina.
h. Trombosit kurang dari 100.000/mm.

E. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah sakibat spasme
pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus.
Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis yang
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme, sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan
trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan
gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir
bersama darah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen
menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah
merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi
intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya
otak, darah, paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan
terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh
darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi
cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat
memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu,
vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan
permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga
menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri
dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan
gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat
akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa
keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin
Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat
janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual
dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas
dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
F. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik preeklampsi bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang –kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang
timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada
preeclampsia ialah edema, hipertensi dan terakhir proteinuria. Sehingga bila
gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan
proteinuria merupakan gejala yang paling penting, namun penderita
seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh
adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Sedangkan eklampsia kasus akut pada penderita preeclampsia yang
disertai kejang dan koma, sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Dua gejala yang sangat penting diatas pada preklampsia yaitu hipertensi
dan proteinuria yang biasanya tidak di sadari oleh wanita hamil, penyebab
dari kedua masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal
yang penting pada preeklampsia. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandingkan dengan tekanan sistolik.
Tekanan sistolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi terus-
menerus menunjukkan kedaan abnormal.
2. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preklampsia dan bahkan kenaikan berat badan (BB) yang berlebihan
merupakan tanda pertama preklampsia pada sebagian wanita.
Peningkatan BB normal adalah 0,5 Kg perminggu. Bila 1 Kg dalam
seminggu, maka kemungkinan terjadinya preklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan terutama di sebabkan kerena retensi cairan
dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema yang terlihat
jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang
membesar.
3. Proteinuria
Pada preklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu,
positif dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat di
temukan dan dapat di capai 10 g/dL. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan.
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada preklampsia adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi
pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada
daerah frontal dan oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian
analgetik biasa.
b. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preklampsia
berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar
akibat edama atau pendarahan.
c. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasies
arterial, iskemia, dan edema rutina dan pada kasus-kasus yang
langka disebabkan oleh ablasio retina, pada preklampsia ringan
tidak ditemukan tanda-tanda subjektif.

G. Prognosis
1. Kerusakan akibat preeklampsia antara lain sbb :
a. Otak
Dapat terjadi pembengkakan di otak sehingga timbul kejang dengan
penurunan kesadaran yang biasa disebut eklampsia. Dapat juga
terjadi pecahnya pembuluh darah di otak akibat hipertensi.
b. Paru-paru
Bengkak yang terjadi di paru-paru menyebabkan sesak napas hebat
dan bisa berakibat fatal.
c. Jantung
Terdapat payah jantung.
d. Ginjal
Ditemukan adanya gagal ginjal.
e. Mata
Bisa terjadi kebutaan akibat penekanan saraf mata yang disebabkan
bengkak maupun lepasnya selaput retina mata. Kebanyakan bersifat
sementara. Kendati demikian, pemulihannya memakan waktu cukup
lama.
f. Sistem darah
Terjadi pecahnya sel darah merah dengan penurunan kadar zat
pembekuan darah.
g. Akibat pada janin
Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan
hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah normal.
Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan
darah ke plasenta menyempit.
Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat
sehingga terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga janin
dilahirkan kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan (asfiksia), dan
sebagainya.Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera
dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini biasanya dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat apakah janin sudah
dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi, adakalanya keduanya tak
bisa ditolong lagi.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan
kemungkinan
2. infeksi urin.
3. 2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah
(untuk
4. menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
5. 3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh
darah retina.
6. 4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di
dalam
7. plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta
8. 5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel
dan
9. kardiomegali.

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah :
 Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsia.
 Hendaknya janin lahir hidup.
 Trauma pada janin seminimal mungkin.
1. Preeklamsi
a. Medis
1) Pre-eklamsi ringan dan sedang
a) Pantau tekanan darah, proteinuria, reflex dan kondisi janin.
b) Lebih banyak istirahat.
c) Diet biasa.
d) Tidak perlu diberi obat-obatan.
e) Jika rawat jalan tidak mungkin, segera rawat di rumah
sakit:
 Diet biasa.
 Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1x sehari.
 Tidak perlu obat-obatan.
 Tidak perlu diuretic,kecuali jika terdapat edema
paru,dekompensasi kordisatau gagal ginjal akut.
 Jika tekanan diastolic turun sampai normal pasien
dapat dipulangkan :
 Berikan nasehat untuk istirahat, tidak terlalu
banyak beraktifitas dan perhatikan tanda-tanda
preeclampsia berat.
 Kontrol 2x seminggu.
 jika tekanan diastolic naik lagi  rawat kembali.
 jika tidak ada tanda-tanda perbaikan  tetap dirawat.
 jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat,pertimbangkan terminasi kehamilan.
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain
rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan
skema periksa ulang yang lebih sering,
 jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre
eklampsia berat.
 misalnya 2 kali seminggu, penanganan pada penderita
rawat jalan atau rawat inap adalah dengan :
 istirahat ditempat,
 diit rendah garam, dan
 berikan obat-obatan seperti:
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau
fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali
1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak
dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda
dan gejala pre-eklampsi berat.
 Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.
 Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan
aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.
 Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan
induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke
atas.
2. Pre-eklamsia berat
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan
uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramusuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
intramuskuler setiap (selama tidak ada kontraindikasi).
b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai
criteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi).
c) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor,
serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan,
sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan.
e) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan
paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada
kehamilan diatas 37 minggu.

Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu

Penanganan umum

a) Jika tekananan diastolic >110 mmHg,berikan anti


hipertensi,sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
b) Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau >)
c) Ukur keseimbangan cairan,jangan sampai terjadi overload
d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e) Jika jumlah urin <30 ml/jam:
 Infus cairan dipertahankan 8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru
f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g) Observasi TTV,refleks,dan DJJ setiap jam
h) Auskulatasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Krepitasi
merupakan tanda edema paru.jika ada edema paru,stop
pemberian cairan,dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg
IV
i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit,kemungkinan terdapat
koagulopati.
j) Anti hipertensi obat pilihan adalah
 hidralazin,yang diberikan 5mg IV pelan-pelan selama 5menit
sampai tekanan darah menurun
 Jika perlu pemberian hidralazin dapat diulang setiap
jam,atau 12,5mg IM setipa 2jam
 jika hidralazin tidak tersedia,dapat diberikan:
Nifedipine 5mg sublingual. Jika respon tidak baik
setelah 10 menit,beri tambahan 5mg sublingual
Labetolol 10 mg IV, yang jika respon tidak baik setelah
10 menit,diberikan lagi labetolol 20 mg IV.
k) Anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan mengatasi kejang pada pre eklampsia dan
eklampsia.
Dosis awal
 MgSO4 4g I.V. sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera dilanjutkan dengan pemberian 10g larutan MgSO4
50%, masing-masing 5g dibokong kanan dan kiri secara IM.
Ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien
akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4.
 Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2g
(larutn 40%) IV selama 5 menit.

Dosis pemeliharaan

 MgSO4 (50%) 5g + lignokain 2% 1ml IM setiap 4 jam.


 Lanjutkan sampai 2 jam pasca persalinan atau kejang
terakhir.
 Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
 Frekuensi perafasan minimal 16/menit
 Refleks pattela (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
 Stop pemberian MgSO4, jika :
 Frekuensi pernafasan <16/menit
 Refleks pattela (-)
 Urin < 30 ml/jam
l) Siapkan anti dotum :
 Jika terjadi henti nafas : bantu dengan ventilator, beri kalsium
glukonat 2g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan
sampai pernafasan mulai lagi.
m) Alternatif lain adalah diazepam, dengan resiko terjadinya depresi
neonatal.

Pemberian IV

a) Dosis awal
 Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
 Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
b) Dosis pemeliharaan
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus
 Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis
>30 mg/jam
 Jangan berikan >100 mg/24 jam

Pemberian melalui rektum:

a) Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan


per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam samprit 10 ml
b) Jika masih terjadi kejang, beri tambahan 10 mg/jam
c) Dapat pula diberikan melalui kateter urin yang dimasukkan
kedalam rektum.

Keperawatan

1) Preeklamsia ringan dan sedang


a) Bisa rawat jalan dengan anjuran untuk banyak istirahat/ tirah
baring.
b) Diet rendah garam dan tinggi protein.
c) Pasien preeklamsia ringan yang dilakukan rawat inap, bila
penyakit membaik dapat dilakukan rawat jalan; sedangkan jika
penyakit menetap atau memburuk, kehamilan dapat diakhiri pada
usia kehamilan 37 minggu.
2) Preeklamsia Berat (PEB)
a) Perawatan konservatif (usia kehamilan <36 minggu) :
 Tirah baring.
 Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
 Pasang kateter tetap (bila perlu).
b) Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-
keadaan di bawah ini :
 Umur kehamilan >36 minggu.
 Terdapat tanda-tanda impending eklamsia atau eklamsia
 Gawat janin.
 Sindroma HELLP.
 Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam
perawatan tidak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.

J. Komplikasi
1. Komplikasi preeklamsia :
Bergantung pada derajat preeklamsia yang dialami. Namun, yang
termasuk komplikasi antara lain sebagai berikut :
a. Pada ibu
1) Eklamsia
2) Solusio plasenta
3) Perdarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah (DIC)
5) Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low
platelet count).
6) Ablasio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatorum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu
proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya.
Pengkajian dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam
pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul
lebih akurat, sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui
masalah dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan preeklamsia/eklamsia antara
lain sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum
hamil.
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrum.
 Gangguan virus : penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
 Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
 Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi,
dan tidak tenang.
 Edema pada ekstremitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat
preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
d. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah
dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.

28
3. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada
retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual
dan muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan
jari-jari
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan
janin melemah.
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ).
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
2) Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati :
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat
(N= 15-45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N= <31 u/l).
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
 Tes kimia darah : Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiofotografi : Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
3) ) USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya
kelainan pada otak
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
2. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan
perawatan b/d mis interpretasi informasi
3. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, langkah selanjutnya adalah
menentukan diagnose dan intervensi keperawatan. Diagnose yang mungkin
ditemukan pada ibu hamil dengan pre eklamsia/ eklamsia adalah sebagai
berikut :
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat
hipertensi.
Tujuan :
a. Nyeri mendekati normal.
b. Nyeri terkontrol.
c. Pasien merasa nyaman
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekwensi dan tanda)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
a. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
b. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri.
c. Kaji penyebab nyeri.
d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak
efektifan control nyeri masa lamapau
f. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menentukan
dukungan.
g. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
h. Kurangi factor presipitasi.
i. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,
dan interpersonal).
j. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
k. Ajarkan tehnik relaksasi.
l. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
m. Evaluasi keefektifan control nyeri.
n. Tingkatkan istirahat tidur.
o. Kolaborasi dengan tim medis lain jika ada keluhan dan tindakan
yang tidak berhasil.
p. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

2. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan


perawatan b/d mis interpretasi informasi
Tujuan : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemaham tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau
situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan
marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien (tanpa adanya keyakinan
yang salah)
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan
aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang
konsisten, ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif
dalam perawatan.

3. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.


Tujuan : Pola nafas yang efektif.
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih , tidak
ada sianosis dan dispneu
b. Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
c. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran
udara.
d. Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Sediakan oksigen tambahan
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.
Sumiati & Dwi F. (2015). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada
kehamilan di RSU Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1,
No.2, Hal. 21-24.
Widiastuti, N. P. A. (2016). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-
preeklampsia/.
Solwayo, N. (2017). Severe preeclampsia and eclampsia: incidence,
complications, and perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo
Central Hospital, Bulawayo, Zimbabwe.International Journal of
Women’s Health, 9, 353–357.
Nuning Saraswati &Mardiana. (2016). Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian pre eklamsia pada ibu hamil. Unnes Journal of Public Health,
5 (2), 90-99.
Muhani & Besral. (2015). Severe Preeclampsia and Maternal Death. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 10 (2), 80-86
Prawirohardjo, Sarwono.2015.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai