Anda di halaman 1dari 10

BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penerapan intervensi penerapan ROM aktif dan pasif yang

diberikan pada 2 klien di RSM Siti Kadijah, Gurah, Kabupaten Kediri, hasil

wawancara dan pemeriksaan fisik didapatkan kedua klien sama-sama mempunyai

masalah keperawatan gangguan mobilisasi fisik dan mengalami keterbatasan

gerak.

Berdasarkan model keperawatan Orem’s yang terkait dengan Self Care Theory.

Orem dalam teori sistem keperawatannya menggaris bawahi tentang bagaimana

kebutuhan self-care klien dapat di penuhi oleh perawat, klien dan keluarga.

Apabila ada self-care dificit yaitu defisit antara apa yang bisa di lakukan dan apa

yang perlu di lakukan untuk mempertahankan fungsi optimum disinilah

keperawatan diperlukan. Untuk memenuhi kaidah tersebut pada klien yang

mengalami gangguan mobilisasi fisik diperlukan tindakan yang saling melengkapi

antara perawat, klien dan keluarga. Pada intervensi yang dilakukan dengan

penerapan ROM aktif dan pasif, perawat menyediakan langkah-langkah

penerapan, sedangkan klien dan keluarga melaksanakan langkah-langkah tersebut

secara mandiri.

Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas mudah

dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, guna

mempertahankan kesehatannya (Aziz, 2009). ROM adalah latihan yang dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan, pasien, dengan menggerakan tiap-tiap sendi

decara penuh jika memungkinkan tanpa menyebabkan rasa nyeri (Brunner

71
72

&Sudart 2002). Adapun tujuan dari mobilisasi ROM adalah mempertahankan

fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta mengembalikan rentang gerak

aktifitas tertentu sehingga penderita dapat kembali normal atau setidak-tidaknya

dapat mencakupi kebutuhan sehari-hari, memperlancar peredaran darah,

membantu pernafasan menjadi lebih kuat, mempertahankan tonus otot,

memelihara dan meningkatkan pergerakan dari persendian, memperlancar

eliminasi buang air besar, melatih atau ambulasiuhi kebutuhan dasar

manusia.ROM melibatkan faktor seperti gaya hidup, kebudayaan, proses penyakit

dan injury, tingkat energi, usia dan status perkembangan. ROM merupakan salah

satu komponen penting perawatan dalam mengatasi gangguan mobilitas fisik.

ROM merupakan salah satu intervensi non-farmakologipada gangguan mobilitas

fisik, dengan menerapkan danmengajarkan tehnik ROM aktif dan pasif pada klien

dan keluarga secara tepat dan benar maka masalah yang diakibatkan oleh

gangguan mobilitas fisik secara berkala akan dapat dikurangi atau bahkan

dicegah.

4.1 Identifikasi Asuhan Keperawatan Kasus 1 Dengan Intervensi ROM

Aktif dan Pasif Pada Pasien CVA Dengan Masalah Keperawatan

gangguan mobilisasi Dengan Menggunakan Pendekatan Teori Model

“Self Care” Orem

Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa: Tn. “S” umur 63 tahun

mengeluhkan tangan dan kaki sebelah kiri lemas sulit digerakan serta pasien

mempunyai riwayat penyakit hipertensi selama 8 tahun.


73

Faktor yang mempengaruhi gangguan mobilisasi salah satunya yaitu proses

penyakit, dalam kasus ini adalah CVA. Adanya penyakit tertentu seperti CVA

yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya. Berbagai upaya

intervensi dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas

fisik, salah satunya dengan ROM aktif dan pasif yang dapat dipercaya

membantu menurunkan tingkat gangguan mobilitas fisik, sehingga dampak

dari gangguan mobilitas fisik dapat dicegah atau dikurangi.

Klien mengatakan tangan dan kaki sebelah kiri sulit untuk digerakan. Klien

juga mengatakan bahwa memiliki penyakit hipertensi kurang lebih sudah 8

tahun, klien rajin berobat ke dokter tetapi saat obat pasien tidak berobat lagi

sehingga terjadi serangan CVA pertama saat ini. Klien mengatakan penyakit

yang dideritanya saat ini akibat tidak berobat. Terkait pengetahuan terhadap

masalah yang dialami, klien mengatakan penyakitnya sekarang mungkin

karena pola makan dan makanan yang dimakan dulu dan tidak berobat.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa klien mengalami masalah

keperawatan gangguan mobilitas fisik. Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa

klien mengalami penyakit CVA dan mengalami gangguan mobilitas fisik,

klien tampak lemah kekuatan otot ektremitas kiri 3. Hal ini disebabkan karena

mengalami kerusakan saraf koordinasi otot dimana serebelum yang

merupakan fungsi pengatur koordinasi gerak mengalami kerusakan. Sehingga

dalam penelitian ini dilakukan modifikasi ROM aktif dan pasif (latihan gerak

aktif dan pasif)dengan cara melatih dan mengajarkan klien dan keluarga

tentang tehnik ROM aktif dn pasif secara berkala. Sesuai dengan teori
74

keperawatan orem yaitu tentang tingkat ketergantungan klien the supportive

educative nursing system dimana perawat memberikan bantuan berupa

dukungan dan pelajaran berupa penerapan tehnik ROM aktif dan pasif

sebagai terapi pada gangguan mobilitas fisik pada klien sehingga keluarga

dan klien menjadi nursing agency yaitu orang yang mampu memenuhi status

perawat untuk klien. Hasilnya, perawatan mandiri dapat dilakukan oleh

keluarga pada klien.

Diagnosa keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhunbungan

hemiparase/hemiplegi. Intervensi: Menerapkan dan mengajarkan tehnik ROM

aktif dan pasif. Evaluasi: hemiplegi ekstermitas sinistra, pasien bedrest di

tempat tidur, tonus otot sinistra tampak menglami peningkatan kekuatan otot,

pasien tampak mengangkat dan menggerakkan kaki dan tangan sebelah kiri

kekuatan otot ekstremitas kiri 4 menggunakan ekstermitas kanan untuk

menyokong pergerakan keluarga mampu memberi latihan ROM aktif dan

pasif pada klien.

4.2 Identifikasi Asuhan Keperawatan Kasus 2 Dengan Intervensi ROM

Aktif dan Pasif Pada Pasien CVA Dengan Masalah Keperawatan

Gangguan Mobilisasi dengan Menggunakan Pendekatan Teori Model

“Self Care” Orem

Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa fokal: Ny. “M” 61 tahun

mengeluhkaki sebelah kiri sulit digerakan, memiliki penyakit hipertensi

kurang lebih sudah 10 tahun dan DM sekitar 4 tahun, pasien rajin berobat ke
75

dokter tetapi sekitar 6 bulan terakhir pasien tidak berobat dan terjadi serangan

CVA kedua setelah pernah MRS tahun 2006.

Salah satu faktor penyebab terjdinya CVA adalah hipertensi. Hipertensi

merupakan faktor resiko stroke yang paling potensial. Berbagai upaya

intervensi dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik,

salah satunya dengan upaya ROM aktif dan pasif yang dapat dipercaya

membantu menurunkan tingkat gangguan mobilitas fisik pada klien dengan

CVA.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu penyebab klien mengalami

gangguan mobilitas fisik karena CVA. CVA terjadi karena hipertensi yang

dialami klien sehingga menyebabkan pembuluh darah dalam otak mengalami

kerusakan akibatnya saraf koordinasi otot dimana serebelum yang merupakan

fungsi pengatur koordinasi gerak mengalami kerusakan.

Klien rajin berobat ke dokter tetapi sekitar 6 bulan terakhir pasien tidak

berobat. Klien mengatakan penyakitnya sekarang mungkin karena keturunan

dari ibu Klien mengalami masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.

Hasil pemeriksaan klien mengalami keterbatasan gerak pada ektremitas

bawah sinistra, kekuatan otot 1. Klien Klien tidak mampu memenuhi

kebutuhannya secara mandiri, hal ini menunjukan jika klien mengalami self

care defisit yaitu dimana klien dan membutuhkan bantuan perawat untuk

melakukan asuhan keperawatan pada masalah kesehatan yang dialami, dalam

hal ini adalah gangguan mobilitas fisik, sehingga dalam kasus ini perawat
76

mengajarkan dan menerapkan latihan ROM aktif dan pasif untuk mencegah

terjadinya komplikasi dan menjadikan keluarga sebagai nursing agency.

Diagnosa keperawatan: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparase/hemiplegi. Intervensi Menerapkan dan mengajarkan tehnik ROM

aktif dan pasif. Evaluasi:hemiplegi kaki sinistra, menggunakan alat bantu

jalan, kekuatan otot ektremitas kiri bawah 1 klien mampu menggunakan

ekstermitas kanan untuk menyokong pergerakan, keluarga mampu melakukan

latihan ROM aktif dan pasif.

4.3 Analisis Perbandingan Intervensi ROM Aktif Dan Pasif Pada Kasus 1

dan 2 Pada Klien CVAdengan Masalah Keperawatan Gangguan

Mobilitas Fisik Menggunakan Pendekatan Teori Model “Self Care”

Orem

Dari kedua kasus diatas dapat dianalisis bahwa gangguan mobilisasi fisik

yang dilalami oleh klien di sebabkan karena proses penyakit yaitu CVA.

Kedua klien mengalami keterbatasan gerak, akan tetapi gejala yang dialami

berbeda.

Dari hasil evaluasi 2 kasus didapatkan kasus 1, Tn. S pada awal sebelum

penerapan tehnik ROM aktif dan pasif klien mengalami keterbatasan gerak

ektremitas kiri kekuatan otot 3. setelah 3 hari dilakukan latihan ROM aktif

dan pasif oleh perawat dan keluarga klien perubahan kekutan otot ektremitas

kiri dari 3 menjadi 4 serta keluarga mampu memberikan latihan ROM aktif
77

dan pasif pada klien. Klien dapat merubah posisi menggunakan ektremitas

yang sehat.

Peningkatan kemampuan mobilisasi dapat dikarenakan motivasi dari klien itu

sendiri dimana dengan motivasi untuk berlatih rentang gerak yang teratur

menjadikan otot lebih rileks sehingga mobilisasi dapat tercapai. Selain itu Tn.

“S” sebagai kepala rumah tangga membuat klien lebih termotivasi untuk

cepat sembuh dan mencari nafkah untuk keluarga. Faktor penghambat yang

terjadi pada pasien yang kedua dapat disebabkan kerusakan pada saraf otak

yang mengalami kerusakan yang signifikan sehingga mempengaruhi

koordinasi gerak, karena itu perlu diberikan terapi untuk nutrisi otak,

sehingga dapat meningkatkan fungsi otak dalam fungsinya sebagai koordinasi

gerak.

Intervensi ROM aktif dan pasif yang dilakukan oleh perawat dan diajarkan

pada klien dan keluarga dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan

mobilitas fisik, yang dapat dipercaya membantu menurunkan tingkat

gangguan mobilitas fisik, sehingga komplikasi dari keterbatasan gerak pasien

dapat dicegah atau dikurangi. ROM adalah latihan yang dapat dilakukan oleh

tenaga kesehatan, pasien, dengan menggerakan tiap-tiap sendi secara penuh

jika memungkinkan tanpa menyebabkan rasa nyeri (Brunner & Sudart 2002).

ROM melibatkan faktor seperti gaya hidup, kebudayaan, proses penyakit dan

injury, tingkat energi, usia dan status perkembangan.ROM merupakan salah

satu komponen penting perawatan pada klien dengan gangguan mobilitas

fisik, dan merupakan salah satu intervensi non-farmakologi pada gangguan


78

mobilitas fisik, dengan menerapkan dan mengajarkan tehnik ROM aktif dan

pasif pada klien dan keluarga secara tepat dan benar maka masalah yang

diakibatkan oleh gangguan mobilitas fisik secara berkala akan dapat

dikurangi atau bahkan dicegah.

Dari hasil evaluasi hari ketiga selama 3 kali pemberian implementasi,

didapatkan kedua klien dan keluarga mampu melakukan ROM aktif dan pasif

sehingga komplikasi akibat dari gangguan mobilisasi dapat dicegah. Selain

itu setelah perawat mengajarkan tentang cara memberikan ROM aktif dan

pasif pada keluarga, keluarga mampu melaksanakannya sehingga ROM aktif

dan pasif dapat dilakukan secara madiri dan berkelanjutan. TN S yang

awalnya hanya bedrest sekarang mampu melakukan latihan ROM aktif dan

pasif dibantu oleh keluarga sehingga kekuatan otot meningkat serta terhindar

dari komplikasi. Begitu juga Ny. M yang pada awalnya hanya bedrest, seteleh

menerapkan ROM aktif dan pasif yang dibantu oleh keluarga juga terhindar

dari komplikasi.

Didapatkan dari hasil pengkajian Tn S dan Ny. M mengalami keluhan yang

sama yaitu gangguan mobilitas fisik karena penyakit CVA. Hal ini

menandakan bahwa responden mengalami self care deficit. Dengan demikian,

tingkat ketergantungan kedua klien yaitu the supportive educative nursing

system dimana perawat memberikan bantuan berupa dukungan dan pelajaran

berupa penerapan tehnik ROM aktif dan pasif sebagai terapi pada gangguan

mobilitas fisik pada klien. Perawat menyediakan kebutuhan self care akibat

keterbatasan pasien, membantu pasien sesuai indikasi yang dibutuhkan.


79

Dari hasil evaluasi hari ketiga, kedua klien dan keluarga mampu menerapkan

ROM aktif dan pasifsecara teratur. Keberhasilan intervensi ROM aktif dan

pasif tersebut dapat dilihat dari status perkembangan klien dan dari evaluasi

setelah dilakukan intervensi keperawatan selama tiga kali untuk klien dan

keluarga mampu menerapkan ROM aktif dan pasif secara teratur secara

mandiri dan komplikasi dapat dihindari.

Kelebihan dari konsep model dan teori keperawatan menurut Orem yaitu

efektif dilakukan untuk mendukung, mengajarkan serta mengarahkan klien

utuk memenuhi kebutuhan dan mencapai self care. Dalam hal ini sistem

keperawatan yang digunakan adalah the supportive educative nursing

system.Adapun bantuan dan pelajaran yang diberikan adalah berupa ROM

aktif dan pasif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kompilkasi seperti

kontraktur dan atrofi otot dan menjadikan keluarga sebagai nursing agency.

ROM aktif dan pasifmerupakan salah satu intervensi non-farmakologi pada

gangguan mobilitas fisik. Kelebihan lain dari teori model Orem adalah asuhan

keperawatan yang diberikan juga dijelaskan secara spesifik melalui beberapa

sistem keperawatan, bentuk terapi yang diberikan dan pengkajian kebutuhan

dasar secara mandiri.

Kekurangan dari model self care Orem yaitu hasil data pengkajian pada

model konsep self care ini belum seluruhnya tergali, karena pengkajian Orem

tidak mencakup data psikologis, budaya dan spiritual. Sehingga, jika terdapat

masalah kebutuhan yang berkaitan dengan hal tersebut maka harus

dikombinasikan dengan model konsep yang lain. Asuhan keperawatan dalam


80

teori Orem tidak dicantumkan secara global. Hanya beberapa item yang

dikaji. Dalam hal ini perawat perlu menggali keluhan klien secara rinci untuk

mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan terapi yang harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai