Anda di halaman 1dari 23

SPONDILITIS TUBERKULOSA SEBAGAI GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah KMB III

Dosen Ampu : M. Sandi Haryanto, S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh :

Mega Kusumah (1117022) Aruni Aprilia N. (1117086)

Anggi Ratnasari (1117064) Mahesa Ayulianti H. (1117094)

Fathi Syarqi Tsauri (1117065) Hima Herliana (1117104)

Meliza Krismonita P. (1117066) Devi Merianda (1117123)

M. Farhan Faturahman (1117072)

Keperawatan - 3A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah ini yang berjudul “SPONDILITIS TUBERKULOSA
SEBAGAI GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL SEHUBUNGAN
DENGAN PERADANGAN” dapat tersusun hingga selesai. Sholawat serta salam
kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat Islam ke
jalan yang penuh Ridho Illahi.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah. Dalam makalah ini mengulas materi mengenai Spondilitis tuberkulosa sebagai
salah satu peradangan pada sistem muskuloskeletal.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan dari
para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Bandung, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Tujuan Makalah ....................................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
D. Manfaat Makalah ..................................................................................................... 3
E. Prosedur Makalah..................................................................................................... 3

BAB II KONSEP TEORI ................................................................................................... 4

A. Definisi Spondilitis Tuberkulosa.............................................................................. 4


B. Etiologi Spondilitis Tuberkulosa.............................................................................. 4
C. Patofisiologi Spondilitis Tuberkulosa ...................................................................... 5
D. Klasifikasi Spondilitis Tubenkulosa......................................................................... 7
E. Pathway Spondilitis Tuberkulosa ............................................................................. 8
F. Manifestasi Klinis Spondilitis Tuberkulosa ............................................................. 9
G. Pemeriksaan Spondilitis Tuberkulosa ...................................................................... 9
H. Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosa ................................................................ 10
I. Komplikasi Spondilitis Tuberkulosa ........................................................................ 10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 11

BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spondilitis merupakan penyakit serius yang mewakili 2-4% dari infeksi tulang
dan sendi dengan tingkat kejadian hampir 2,2 / 100.000 per tahun (Sofian, M., dkk.,
2018). Di daerah endemik, Mycobacterium tuberculosis dianggap sebagai agen
penyebab umum. Dewasa ini kasus Spondilitis terjadi pada pasien berusia lebih dari
50 tahun dengan frekuensi lebih pada pria. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan
oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara
kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut
tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh
Koch tahun 1882.

Spondilitis banyak terjadi di Indonesia, menyerang anak-anak sampai dewasa


terutama pada masyarakat dengan tingkat sosioekonomi rendah. Akibat yang
ditimbulkan oleh spondilitis ini sangat beragam mulai dari yang ringan sampai lanjut,
seperti defisit neurologis, adanya abses epidural, kelumpuhan, bahkan kematian
sesuai dengan beratnya infeksi oleh bakteri, kerusakan korpus vertebra, dan struktur
organ yang berada disekitarnya.

Pengetahuan mengenai jenis bakteri penyebab spondilitis akan sangat


berpengaruh terhadap penentuan modalitas penatalaksanaan yang akan diterapkan,
termasuk diantaranya pemakaian antibiotika yang adekuat dan rasional serta
pengobatan penyakit ini merupakan faktor penting untuk mengurangi morbiditas,
mortalitas dan gejala sisa neurologis pasien.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan spondiltis tuberkulosa?
2. Bagaimana etiogi spondilitis tuberkulosa?
3. Bagaimana patofisiologi spondilitis tuberkulosa?
4. Bagaimana klasifikasi spondilitis tuberkulosa?
5. Bagaimana pathway spondilitis tuberkulosa?
6. Bagaimana manifestasi klinis spondilitis tuberkulosa?
7. Bagaimana pemeriksaan pada spondilitis tuberkulosa?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita spondilitis tuberkulosa?
9. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada spondilitis tuberkulosa?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan spondilitis tuberkulosa
2. Untuk mengetahui etiogi spondilitis tuberkulosa
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi spondilitis tuberkulosa
4. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi spondilitis tuberkulosa
5. Untuk mengetahui bagaimana jalan berkembangnya spondilitis tuberkulosa
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis spondilitis tuberkulosa
7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan pada spondilitis tuberkulosa
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada penderita spondilitis
tuberkulosa
9. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita spondilitis
tuberkulosa

2
D. Manfaat Makalah
1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah wawasan
pembelajaran bagi pembaca khususnya pelajar atau mahasiswa
2. Bagi mahasiswa kesehatan dapat menggunakan sistem ini untuk mengetahui
gangguan pada sistem musculoskeletal yakni spondilitis tuberculosis.

E. Prosedur Makalah

Metode yang digunakan adalah metode deskripsi. Melalui metode ini penyusun
akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan kompehensif. Data
dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan metode pustaka, artinya
penyusun memperoleh data melalui sumber buku bacaan maupun internet berupa
jurnal.

3
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian Spondilitis Tuberkulosa

Spondilitis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan menyerang
satu atau lebih tulang vertebra. Tuberkulosa merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menerang paru-paru dan hampir
seluruh tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui
inhalai droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Price, S. A.,
dalam Nurarif, A. H. dan Kusuma, H., 2015).

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama
Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu
penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang akan
memberikan gejala yang ringan sampai berat serta lambat berkembang (Vitriana,
2002)

Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstrapumonal yang mengenai


satu atau lebih tulang belakang dan merupakan bentuk paling berbahaya dari
tuberkulosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas
dan paraplegia (Kusmiati, T. dan Narendrani, H. P., 2016).

B. Etiologi Spondilitis Tuberkulosa

Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium


tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung
jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling
sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non

4
tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis
spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-
fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional.
Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya, merupakan anggota
ordo Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. bersifat pleimorfik, tidak bergerak
dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm. Bakteri tubuh
secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin
merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk
membedakannnya dengan spesies lain.

C. Patofisiologi Spondilitis Tuberkulosa

Diawali dari fokus primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer
merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Selama masa inkubasi,
sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogendan
hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan

5
paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Bagian pada tulang belakang
yang sering terserang adalah peridiskal terjadi pada 33% kasus spondilitis TB dan
dimulai dari bagian metafisis tulang, dengan penyebaran melalui ligamentum
longitudinal anterior terjadi sekitar 2,1% kasus spondilitis TB. Penyakit dimulai dan
menyebar dari ligamentum anterior longitudinal. Radiologi menunjukkan adanya
skaloping vertebra anterior, sentral terjadi sekitar 11,6% kasus spondilitis TB.
Penyakit terbatas pada bagian tengah dari badan vertebra tunggal, sehingga dapat
menyebabkan kolap vertebra yang menghasilkan deformitas kiposis. Di berbagai
lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum
terbentuk imunitas selular yang akan membatasi pertumbuhan.

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian
terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan
korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis,
dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa,
tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah
servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral
di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke
depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses
dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum pleura.
Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat
menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform.
Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.
Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan
muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat

6
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah
femoralis.

D. Klasifikasi Spondiltis Tubekulosa

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra berikut bentuk


spondilitis :
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah
artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena
erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk Atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung saraf dan gunaloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa
keterlibatan tulang (tuberculoma).

7
E. Pathway Spondilitis Tuberkulosa

Invasi hematogen ke korpus dekat diskus invertebra daerah servikal

Gangguan
Citra
Kerusakan dan penjalaran ke vertebra yang berdekatan Tubuh

Perubahan struktur vertebra servikalis

Kurang

Pengetahu
an

Kompresi diskus Spasme otot


dan Pembentu
kan abses
Kompresi radiks faringeal
saraf di
Kekakuan leher
sisinya

Nyeri tenggorokan
Nyeri
Tindakan dekompresi Dan gangguan
dan
menelan
stabilisasi
Gangguan

Mobilitas fisik
Port de entree
Ketidakseimbanagan

Nutrisi : Kurang dari


Resiko tinggi infeksi
kebutuhan

8
F. Manifestasi Klinis Spondilitis Tuberkulosa
1. Berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
2. Demam lama tanpa sebab yang jelas
3. Biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh
nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan enggan menggerakkan
punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak jika
diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari lantai. Nyeri
tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat.
4. Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus
disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang membungkuk dan
membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil serta dapat berkembang
secara progresif
5. Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat disertai oleh paraplegia ataupun
tanpa paraplegia.

G. Pemeriksaan Penunjang Spondilitis Tuberkulosa


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Uji mantoux Positif tuberculosis
c. Biopsi jaringan granulasi
d. Pemeriksaan serologi
e. Pemeriksaan hispatologis
2. Pemeriksaan radiologis
a. CT-Scan untuk memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler
b. MRI sebagai pengevauasi infeksi
c. X-ray atau Foto Toraks
d. Pemeriksaan mielografi

9
H. Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosa

Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak 4 jenis


obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi kepekaan
kuman terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan selama seluruh
pengobatan. Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan
pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih kontroversial. Meskipun
beberapa penelitian mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan,
pengobatan rutin yang dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama
pengobatan biasanya berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik
pasien. Jika terjadi Pott’s paraplegia maka pembedahan harus dilakukan.

Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan awal sering
tidak disadari, paraplegia pada usia tua, paraplegia yang disertai nyeri yang
diakibatkan oleh adanya spasme atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi
seperti batu atau terjadi infeksi saluran kencing. Prosedur pembedahan yang
dilakukan untuk spondilitis TB yang mengalami paraplegi adalah
costrotransversectomi, dekompresi anterolateral dan laminektomi.

I. Komplikasi Spondilitis Tuberkulosa

Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh karena
kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang mengalami destruksi
sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah terjadinya paraplegia pada ekstremitas
inferior yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegia.

10
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Spondilitis Tuberkulosa

A. Pengkajian
1. Biodata Klien
a) Nama: Tn.R
b) Usia: 35 thn
c) Alamat: Sukamulya no.33 Bandung selatan
d) Jenis kelamin: laki laki
e) Agama: Islam
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien spondilitis TB terdapat nyeri punggung bagian bawah
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada awal dapat dijumpai nyeri redikuler yang mengelilingi dada dan perut. Nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat
pergerakan tulang belakang.
- Data subjektif : badan terasa lemah dan lesu, nafsu makan berkurang serta sakit
pada punggung, pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam
hari, berat badan menurun, nyeri spinal yang menetap, nyeri radikuler yang
mengelilingi dada atau perut
- Data objektif : suhu meningkat (subfebril) terutama pada malam hari,
paraplegia, paraparesis, kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra
4. Riwayat kesehatan dahulu
Terjadinya spondilitis tuberculosa biasanya pada klien didahului dengan adanya
riwayat pernah menderita penyakit tuberculosa paru

11
5. Riwayat penyakit keluarga
Salah satu timbulnya spondilitis tuberculosa adalah klien pernah atau masih
kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit TB atau lingkungan
keluarga ada yang menderita penyakit tersebut
6. Psikososial
Klien akan merasa cemas, sehingga terlihat sedih dengan kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit TB, pengobatan dan perawatannya sehingga membuat
emosinya tidak stabil dan mempengaruhi sosialisasi penderita.
7. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi : terlihat lemah, pucat dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis
b. Palpasi : sesuai yang terlihat pada inpeksi keadaan tulang belakang terdapat
adanya
gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
c. Perkusi : pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok
d. Auskultasi : pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak ditemukan
kelainan
e. Review of system (ROS)
1) B1 (Breating)
2) B2 (Blood)
3) B3 (Brain)
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
6) B6 (Bone)

Pengkajian diagnostik

a. Laboratorium
-Laju endap darah meningkat
b. Pemeriksaan dianostik lain
12
-Radiologi : terlihat gambaran distruksi : vetebra terutama bagian
anterior, sangat jarang menyerang area posterior terdapat penyempitan
diskus : gambaran abses para vertebral
- Tes tuberkulin : reaksi tuberkulin biasanya positif
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi radiks saraf servikal, spasme otot servikal
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan
nyeri
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan struktur tubuh
4. Ketidak seimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat sekunder akibat nyeri tenggorokan dan gangguan
menelam
5. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entree luka pasca bedah
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit, pengobatan dan perawatan

C. Intervensi
N Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
o keperawatan
1 Nyeri berhubungan rasa nyaman 1.Kaji lokasi, 1. Berikan analgesic
dengan kompresi terpenuhi intensitas dan sesuai terapi dokter dan
radiks saraf dan nyeri tupe nyeri sebagai kaji keefektivitasannya.
servikal, spasme berkurang 3x24 observasi penyebaran
otot servikal jam nyeri 2. pendekatan dengan
menggunakan relaksasi
2.Jelaskan dan bantu klien dan nonfarmakologis.
dengan tindakan pereda lainnya telah menunjukan
nyeri nonfarmakologis keefektifan dalam
dan non invasive. mengurangi nyeri.

13
3.Istirahatkan leher, atur
posisi fisiologis dan 3. posisi fisiologi akan
pasang ban leher. mengurangi kompresi
saraf leher.
4.Lakukan masase pada
otot leher. 4.masase ringan dapat
meningkatkan aliran
5. Ajarkan teknik darah dan membantu
relaksasi pernafasan suplai darah dan oksigen
dalam ketika nyeri ke area nyeri leher.
muncul
5. meningkatkan asupan
6.Ajarkan teknik distraksi oksigen sehingga
pada saat nyeri. menurunkan nyeri
sekunder akibat iskemia.
7. Berikan analgesic
sesuai terapi dokter dan 6. distraksi dapat
kaji keefektivitasannya. menurunkan stimulus
nyeri.

7. distraksi dapat
menurunkan stimulus
nyeri.

2 Gangguan Klien dapat 1.Kaji kemampuan 1. mengetahui tingkat


mobilitas fisik melakukan mobilitas dan observasi kemampuan klien dalam
berhubungan mobilitas secara terhadap peningkatan melakukan aktivitas.
dengan kerusakan optimal dan mampu kerusakan.

14
musculokeletal dan teradaptasi dalam 2. latihan ROM yang
nyeri waktu 7 x 24 jam. 2. Bantu klien melakukan optimal mampu
ROM,dan perawatan diri menurunkan atrofil
sesuai toleransi. otot,memperbaiki
sirkulasi perifer dan
3. Pantau keluhan nyeri mencegah kontruktur.
dan adanya tanda tanda
deficit neurologis. 3. peran perawat dalam
pemantauan dapat
4. Kolaborasi dengan mencegah terjadinya hal
dokter untuk pemberian yang lebih parah seperti
OAT henti jantung-paru akibat
kompresi batang otak dan
korda.

4. OAT akan mengobati


penyebab dasar
spondylitis TB.

3 Gangguan citra klien dapat 1. Berikan kesempatan 1. meningkatkan harga


tubuh berhubungan mengekspresikan pada klien untuk diri klien dan membina
dengan gangguan perasaanya dan mengugkapkan perasaan. hubungan saling percaya
struktur tubuh. dapat menggunakan dengan mengungkapkan
koping adaptif. 2. Bersama sama klien perasaan dapat membantu
mencari alternative penerimaan diri.
koping yang positif.
2. dukungan prawat pada
3. Perkembangan klien dapat menigkatkan
komunikasi dan bina rasa percaya diri klien.
hubungan antara klien
keluarga dan teman serta 3. memberikan semangat

15
berikan aktivitas rekreasi bagi klien agar dapat
dan permainan guna memandang dirinya
mengatasi perubahan secara positif dan tidak
body image. merasa rendah diri.

4 Ketidak dalam waktu 3 x 24 1. Pantau presentase 1. mengidentifikasi


seimbangan nutrisi jam keseimbangan asupan makanan yang kemajuan atau
: nutrisi kurang dari nutrisi dapat dikonsumsi setiap makan, penyimpangan dari tujuan
kebutuhan terpenuhi. timbang berat badan tiap yang diharapkan
berhubungan hari.
dengan asupan 2. perasaan tidak nyaman
nutrisi tidak 2. Berikan perawatan pada mulut dan bau yang
adekuat sekunder mulutu tiap 6 jam, tidak nyaman dari
akibat nyeri pertahankan kesegaran lingkungan dapat
tenggorokan dan ruangan. mempengaruhi selera
gangguan menelan makan.
3. Beri makanan lunak
dalam kondisi hangat, 3. peran perawat dalam
sedikit tapi sering. memberi dukungan sangat
diperlukan pada klien
4. Dorong klien untuk yang membutuhkan
ikut serta dalam energy dan protein untuk
pemenuhan nutrisi tinggi proses pengembalian
kalori dan tinggi protein. fungsi yang optimal.

5. Kolaborasi dengan ahli 4. peran perawat dalam


diet untuk pemenuhan memberi dukungan sangat
nutrisi yang ideal. diperlukan pada klien
yang pada fase inflamasi
sangat banyak
membutuhkan energy dan

16
protein untuk proses
pengembalian fungsi yang
optimal.

5. dalam kondisi akut, ahli


diet dapat mencari jenis
makanan yang dapat
membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan
akan energy dan
perbaikan.

5 Risiko Infeksi tidak terjadi tanda- 1. Pantau tanda/ gejala 1. Mengidentifikasi dini
berhubungan tanda infeksi infeksi. infeksi.
dengan port de
entrée luka pasca- 2. Kaji faktor yang 2. Menggambarkan faktor
bedah meningkatkan serangan yang menunjang
infeksi. penularan infeksi.

3. Berikan terapi 3. Mencegah infeksi.


antibiotik, bila diperlukan.
6 Kurang Klien dan keluarga 1. Diskusikan tentang 1. Meminimalisasi
pengetahuan dapat memahami pengobatan. kesalahan klien dan
berhubungan cara perawatan di keluarga dalam
dengan kurangnya rumah 2. Tekankan pentingnya penggunaan obat.
informasi mengenai lingkungan yang aman
penyakit, untuk mencegah fraktur. 2. Meningkatkan
pengobatan dan kewaspadaan klien
perawatan 3. Tingkatkan kunjungan maupun keluarga terhadap
tindak lanjut dengan faktor-faktor.
dokter.

17
3. Mendeteksi kondisi
perkembangan klien
secara dini.

D. Evaluasi

1. Pasien menyatakan nyeri berkurang dan atau hilang


2. Pasien menunjukan kondisi yang rileks dan dapat beristirahat
3. Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
4. Pasien mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan
5. Pasien mampu mengerti penjelasan yang diberikan tentang proses penyakit dan
pengobatannya
6. Pasien mampu mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah
untuk menghindarinya
7. Pasien dapat menggunakan obat yang diresepkan dengan baik
8. Pasien dapat melakukan pola hidup sehat dengan baik

18
BAB IV

KESIMPULAN

Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstrapumonal yang


mengenai satu atau lebih tulang belakang dan merupakan penyakit serius yang
mewakili 2-4% dari infeksi tulang dan sendi dengan tingkat kejadian hampir 2,2 /
100.000 per tahun. Disebabkan bakteri M. tuberculosis yang pada umumnya
mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian
depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Jika tidak ditangani akan
menimbulkan komplikasi seperti pott’s paraplegia.

Tanda dan gejalanya dapat ditemukan diantaranya seperti pasien mengalami


keadaan sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas, demam lama tanpa sebab yang jelas. Gejala pertama biasanya
dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra bentuk spondilitis
klisifikasinya yaitu parasdikal, sentral, anterior dan atipikal. Pemeriksan
laboratoriun hingga radiologis diperlukan guna menegakan diagnosis.

Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi kepekaan kuman terhadap


obat. Lama pengobatan masih kontroversial. Meskipun beberapa penelitian
mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang
dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya
berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kusmiati, T. dan Narendrani, H. P. (2016). POTT’S Disease. Jurnal Respirasi.2(3).


Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Penerbit Mediactin
Jogja
Rahyussalim, dkk. (2011). New Evidence of Spondylitis Tuberculosis: Pyogenic
Microorganism Contamination or Mixed Infection. The Journal of
Indonesian Orthopaedic. 39(2).
Risnanto & Insani, U. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal.
Sahputra, R. E., dan Munandar, I. (2015). Spondilitis Tuberkulosa Cervical. Jurnal
Kesehatan Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id
Sofian, M., dkk. (2018). Comparison of Pyogenic, Tuberculous and Brucellar
Spondylitis during 10 Years in a Central City of Iran. J Med Microbiol
Infect Dis. (2)1.
Vitriana. (2002). Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi FK-UNPAD / RSUP.dr.Hasan Sadikin FK-UI / RSUPN dr.
Ciptomangunkusumo.

20

Anda mungkin juga menyukai