Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


“AUTISME”
diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
dosen pengampu : Rizky Gumilang P. S.Kep.,Ners.

Disusun oleh :
KELOMPOK 2
G Gunawan Ilham 1117078 Novitasari Gustina 1117103
Agung Deswantoro 1117080 Hilma Herliana 1117104
Silvi Khadiva F 1117081 Yusian Nurfitriani 1117105
Wafa Fauziah 1117082 Septiana 1117106
Asep Agung G 1117084 Ali Nurcahya 1117107
Aruni Aprilia N 1117086 Regita Cintha A 1117108
Sri Ameliawati 1117087 Mustabelah 1117109
Juliyanti 1117089 Dhiyafilla Novianti 1117110
Marlina 1117090 Athiyya Fadillah S 1117111
Humaira Taufiqoh I 1117092 Salsabila Nurul H 1117112
Dinda Ary Sandi 1117093 Prita Nurmaulina 1117117
Mahesa Ayulianti H 1117094 Devi Merianda 1117123
Meidiana Sekar 1117095 Pooja Shafira M 1117128
Livia Oktaviani 1117102
KEPERAWATAN 3-A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelasaikan makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “AUTISME” ini dengan tapat waktu dan
tanpa halangan yang berarti. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Jiwa II serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi
penyusun dan para pembaca khususnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun pembaca. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penyusun
mengharapkan adanya kriik maupun saran sebagai perbaikan dalam penyusunan
selanjutnya.

Cimahi, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.3. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.4. Tujuan ................................................................................................. 1

BAB 2 KONSEP TEORI ............................................................................... 2


2.1. Definisi ............................................................................................... 2
2.2. Klasifikasi .......................................................................................... 3
2.3. Etiologi ...............................................................................................
2.4. Patofisiologi ....................................................................................... 4
2.5. Manifestasi Klinis .............................................................................. 5
2.6. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................... 6
2.7. Penatalaksanaan ................................................................................. 7

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .......................................... 9


3.1. Pengkajian Keperwatan...................................................................... 9
3.2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 10
3.3. Intervensi Keperawatan...................................................................... 11

BAB 4 PENUTUP........................................................................................... 15
3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 15
3.2. Saran .................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak
Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secara akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap
orang tidak mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus
kaji lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh
banyak informasi mengenai siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat
nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat
mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam
karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih
sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena
akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi
dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi
kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik. Juga ditemukan
peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori anak berkebutuhan khusus autism?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus
autism?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori anak berkebutuhan khusus autism .
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan
khusus autism

1
BAB II

KONSEP TEORI
2.1 Definisi

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para
ahli adalah sebagai berikut:

1. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang


mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku
“Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”.
(American Psychiatic Association, 2000)
2. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku
sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri. Autism dapat diketahui sejak umur
sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya.

2.2 Klasifikasi

Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan


gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa
autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale
(CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

2
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang
stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-
mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus
tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak
memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di
pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak
baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti,
2011).

2.3 Etiologi

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan
oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air
dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan
organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak
sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan

3
pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap
lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama
pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris,
daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga
didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi
gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan
emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan
dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam
tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar
yang relatif tinggi.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya


gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme.
Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai
pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi, kegagalan pertumbuhan
otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap
oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena faktor ekonomi.

2.4 Patofisiologi

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.

4
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.

Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga
akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan


abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan


abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.

Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan


gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu
mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.

Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian


terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi
jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide.

5
2.5 Manifestasi Klinis

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu
artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak
senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan
orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknya.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya
menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada
mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi
dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat
memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan
urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia

6
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-
lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan
tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri
seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong.
Marah tanpa alasan yang masuk akal. Gangguan kognitif tidur, gangguan
makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Merasakan tidak nyaman bila
diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering
merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
6. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran
simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi


bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan
untuk mendiagnosa autisme:

1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa


kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang

7
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur
18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain,
imitasi motor dan konsentrasi.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan


penatalaksanaan keperawatan.

1. Penatalaksanaan Medis
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik
seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,
agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin
dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor
serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk
mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri
sendiri.

8
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.

9
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan
IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
b. Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal, Cidera otak
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
3. Status perkembangan anak.
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif.

10
5. Pemeriksaan fisik
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
7. Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
8. Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2 Diagnoasa Keperawatan

1. Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.


2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.

11
3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk


mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasife autisme antara lain:

1. Risiko mutilasi diri


Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
a. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan
perilaku-perilaku mutilatif diri
b. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi :
 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan
yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri.
 Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai
respon terhadap kecemasan
 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak
memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik –
narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka
pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
 Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu mening-
katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
2. Kerusakan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak
mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
a. Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain

12
b. Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan
perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang
lain
c. Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi :
 Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-
cayaan
 Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan,
selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distress
 Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak
berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk
meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling
percaya
 Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman ,
dan pelukan
 Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha
keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
3. Kerusakan komunikasi verbal
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu
yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
a. Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang
lain
b. Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
c. Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain

13
Intervensi :
 Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan
dan komunikasi anak
 Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan
pola komunikasi terbentuk
 Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan
kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud untuk
mengatakan bahwa…..?” )
 Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
4. Gangguan Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan
untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang
dengan kriteria hasil:
a. Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan
bagian-bagian dari tubuh orang lain
b. Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata
yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)
Intervensi:
 Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
 Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
 Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
 Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien
dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan
anak telah terbentuk.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara


klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar,
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu
adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang
berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku
pada penderita.

4.2 Saran

Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, maka dengan segala
kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun bagi penulisan makalah ini. Demikian saran demi
saran yang penulis bisa sampaikan, mohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dalam penyusunan laporan ini, semoga laporan ini bisa bermanfaat
dan menjadikan sedikit ilmu bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.


Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC.
Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html
Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.
Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika
PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.
Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2):
9-17.
Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/879
8
Sunarti, S.Kep. Ns. M.Kes. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme” Diakses Dari Www.Academia.Edu

16

Anda mungkin juga menyukai