Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN DIABETES


MEILITUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Koordinator : Budi Somantri., S.kep.,Ners.,M. Kep

Oleh :

Siti Ika Atikah 1117046

Anggi Ratnasari 1117064

M. Farhan Faturrahman 1117072

Regita Cintha A.J 1117108

Sri Amelia 1117087

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2018
i

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Anak I dengan judul “Diabetes pada Anak ”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Bandung , 25 April 2019

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................... i

Daftar Isi............................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3 Tujuan................................................................................. 3

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi ............................................................... 4


2.2 Definisi ............................................................................... 5
2.3 Etiologi ............................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ....................................................................... 8
2.5 Pathway .............................................................................. 10
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................. 11
2.7 Komplikasi ......................................................................... 11
2.8 Manajemen Diabetes Mellitus 1 ......................................... 13

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus .................................................................................. 17


3.2 Intervensi jurnal keperawatan anak dengan DM tipe 1 ...... 24

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................ 28


4.2 Saran ................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 29

ii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa diabetes merupakan
penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkan nyaa taupun bila tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang mengatur glukosaatau gula darah)
(WHO, 2016)
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat, terutamadi beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup,
perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek
negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat
modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian
Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing
manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena
itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting
dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh
Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes
Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di
seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit
dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang
Diabetes MellitusAnak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis
pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University Hospital
2

Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitus anak


Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.
Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di
seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah
penderita Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun
terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellitus
cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak
menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh
duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2. (Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di
Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak
terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal
penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan
diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang
menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya
yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis
seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini,
pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes
Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian.
Klasifikasi Diabetes Meilitus juga terbagi menjadi 4 yaitu yang diperkenalkan
oleh American Diabetes Assosiation (ADA), yaitu :
a. Diabetes melitus tipe 1, karena kerusakan sel-β, sehingga menyebabkan
kekurangan insulin secara absolut (mutlak).
b. Diabetes melitus tipe 2, karena penurunan secara progresif sekresi insulin,
sehingga terjadinya resistensi insulin.
c. Gestational diabetes melitus (GDM), yaitu keadaan diabetes atau intoleransi
glukosa yang timbul selama masa kehamilan, biasanya berlangsung hanya
sementara atau temporer. Sekitar 4-5% umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua.
3

d. Tipe tertentu lain dari diabetes karena penyebab lain, misalnya sindrom diabetes
monogenik, seperti diabetes masa anak-anak,dan atau masa remaja, penyakit
eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan diabetes dengan obat terlarang,
seperti penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV / AIDS, atau setelah
transplantasi organ.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pankreas ?
2. Bagaimana etiologi pada DM ?
3. Bagaimana patofisiologi pada DM ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan DM ?
5. Bagaimana intervensi keperawatan DM pada anak berdasarkan jurnal penelitian
terbaru ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari sistem pankreas.
2. Untuk mengetahui etiologi dari DM.
3. Untuk mengetahui patofisiologi pada DM.
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari DM.
5. Untuk mengetahui intervensi keperawatan DM pada anak berdasarkan jurnal
penelitian yang terbaru.
4

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi

Pankreas adalah kelenjar majemuk yang terletak berdekatan dengan


duodenum.Panjangnya sekitar 15 cm mulai dari duodenum hingga limfa, pankreas
terdiri dari bagian yang paling lebar disebut kepala, badan pankreas merupakan
bagian utama pada organ pankreas, terletak dibelakang lambung dan di depan
vertebrata lumbalis, sedangkan bagian runcing sebelah kiri disebut ekor (Batticaca,
2009). Pankreas merupakanbagian dari sistem pencernaan yang membuat dan
mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam usus, selain itujuga meurpakan organ
endokrin yang membuat dan mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk
mengontrol metabolisme energi sertapenyimpanan seluruh tubuh (Longnecker,
2014).

Dalam buku At a Glance Series Anatom iyang diterbitkan pada tahun 2002,
Pankreas merupakan struktur berlobus yang memiliki dua fungsi yaitu fungsi
eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas menuju ke
duktus pankreatikus dan akhirnya ke duodenum. Sekresi ini penting untuk proses
pencernaan dan absorpsi lemak,proteindan karbohidrat. Endokrin pankreas
bertanggung jawab untuk produksi dansekresi glukagon serta insulin, yang terjadi
dalam sel-sel khusus di pulau Langerhans (Faiz dan Moffat, 2002).Pada jurnal
Anatomy and Histology of the Pancreastahun 2014 disebutkan bahwa terdapat
beberapa penyusun bagian pankreas meliputi pankreas eksokrin, bagian yang
membuat serta mengeluarkan enzim pencernaan ke duodenum. Komponen
eksokrin terdiri lebih dari 95% massa pankreas dan pankreas endokrin, bagian yang
membuat serta mensekresikan insulin, glukagon, polipeptida dan somatostatin ke
dalam darah. Bagian islet terdiri dari 1-2% massa pankreas.
5

2.2 Definisi

World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa diabetes


merupakan penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan nyaa taupun bila
tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang mengatur
glukosa atau gula darah) (WHO, 2016)
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia
kronik. Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di
antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari
hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).

2.3 Etiologi

1. Diabetes Meilitus tipe 1

Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas


karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella
kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan
(gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi). Beberapa teori ilmiah yang
menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:
a. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang
menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan,
dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak,
yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti
menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam
sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, &
Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang
terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.
6

b. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"


Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi
patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat
menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta
yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam
penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak
eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil
kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti
alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa
"pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk
pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren
menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan
datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan
anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang
tidak menyebabkan efek samping imunosupresi.
c. Hipotesis susu sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu
formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan
kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko
untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari.
Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada
permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga
mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon
oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang
menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes
mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak
menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi
peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian
diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3
bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001).
d. Hipotesis POP
7

Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik


yang persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes.
Publikasi jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan
menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam
tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di
tempat Kode ZIP yang mengandung limbah beracun (Kouznetsova,
Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007).
e. Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan
bagian sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul
lebih dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan
berat dan tinggi anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat",
sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1
dengan menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk
produksi insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi
hipotesis ini belum merata diterima oleh profesional diabetes
(O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes dependen non-insulinatau biasa disebut sebagai diabetes
melitus tipe 2 menyumbang 90-95% dari keseluruhan penyakit
diabetes. Diabetes ini ditandai dengan invidu yang memiliki defisiensi
insulin relatif (bukan absolut) dan memiliki resistensi insulin perifer.
Diabetes tipe ini mungkin tidak memerlukan perawatan insulin untuk
bertahan hidup. Ada berbagai penyebab diabetes melitus tipe 2,
meskipun secara etiologi spesifiknya tidak diketahui, namun pada tipe
diabetes ini tidak terjadi penghancuran autoimun sel-β. Sebagian besar,
penderita diabetes tipe 2 mempunyai kelebihan berat badan atau
obesitas. Kelebihan berat badan itu sendiri menyebabkan beberapa
tingkat resistensi nsulin. Pasien yang tidak obesitas memiliki persentase
peningkatan lemak tubuh yang terdistribusi (ADA, 2017). Ketoasidosis
jarang terjadi secara spontan pada diabetesmelitustipe 2.
8

Diabetesmelitustipe 2 sering tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun


karena stadium awal sering tidak memperlihatkan gejala diabetes pada
pasien dan hiperglikemia berkembang secara bertahap. Walaupun
demikian, pasien yang tidak terdiagnosis berisiko tinggi mengalami
komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Risiko terkena diabetes
tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia, berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (ADA, 2017)

2.4 Patofisiologi
1. Diabetes tipe 1
Penghancuran autoimun sel-β pankreas, menyebabkan defisiensi
sekresi insulin kemudian terjadi gangguan metabolik. Kehancuran
autoimun yang dimediasi oleh sel-β pankreas menyebabkan terjadinya
defisiensi absolut insulin. Proses autoimun ini dimediasi oleh sel
makrofag dan limfosit T dengan bantuan autoantibodi anti gen sel-β.
Bukti determinan genetic diabetes melitus tipe 1 adalah HLA1 (Human
Leukocyte Antigen) spesifik, gen ini berkaitan dengan protein DW3
dan DW4 yang merupakan protein penting untuk interaksi monosit-
limfosit, protein inilah yang mengatur respon sel T, jika terjadi kelainan
fungsi limfosit T maka akan terjadi kerusakan pada pulau langerhans
dan terjadi peningkatan antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans yang
ditunjukkan pada komponen antigen terbentuk sel-β (Schteingart, 2006
; Barbara et.al., 2015).
Selain hilangnya sekresi insulin,fungsi sel-α pankreas juga abnormal
dan ada sekresi glukagon berlebihan pada pasien diabetes melitus tipe
1. Seharusnya, hiperglikemi menyebabkan sekresi glukagon berkurang,
namun pada pasien diabetes melitus tipe 1, sekresi glukagon tidak
ditekan oleh hiperglikemi. Akhirnya tingkat glukagon yang tidak tepat
memperburuk defek metabolik akibat defisiensi insulin (Ozougwu
et.al., 2013). Contoh yang paling sering dari gangguan metabolik ini
adalah pasien sangat cepat menjadi ketoasidosis diabetik ketika tidak
9

ada pemberian insulin. Ada beberapa jalur mekanisme biokimia yang


menyebabkan gangguan respon jaringan terhadap insulin. Kekurangan
insulin menyebabkan lipolisis yang tidak terkontrol dan peningkatan
kadar asam lemak bebas di dalam plasma, yang menekan metabolisme
glukosa pada perifer seperti otot rangka. Hal ini mengganggu
pemanfaatan glukosa dan defisiensi insulin juga menurunkan sejumlah
gen yang diperlukan jaringan target untuk merespon secara normal
terhadap insulin seperti glukokinase di hati (Ozougwu et.al., 2013)
2. Diabetes tipe 2
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, pada tahap awal umumnya
dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping
kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologi diabetes melitus
tipe 2 meliputisekresi insulin yang kurang dari sel pulau pankreas
disebabkan oleh esistensi insulin pada jaringan perifer dan penekanan
produksi glukagon yang tidak memadai. Proses ini menghasilkan
serapan, penyimpanan dan pembuangan glukosa yang tidak adekuat
dengan peningkatan glukosa hati serta hiperglikemia.
Pada diabetes melitus tipe 2 melibatkan setidaknya dua mekanisme
patogen sebagai yaitu terjadi penurunan secara progresif pada fungsi
sel-β pankreas sehingga jumlah insulin yang disekresi tidak cukup
untuk sekresi glukagon b dan terjadi resistensi insulin perifer yang
menyebabkan penurunan respon metabolik insulin sehingga dapat
disimpulkan bahwa diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya
resistensi insulin pada jaringan perifer yang kemudian menyebabkan
kerusakan sel-β pankreas yang akhirnya terdapat kelainan pada
keduanya (Boada et.al., 2013 ; Pharmaceutical care, 2005).
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami kelebihan
berat badan (obesitas). Obesitas adalah hasil dari disposisi genetik,
karena terlalu banyak asupan makanan dan terlalu sedikitnya aktivitas
fisik. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi
meningkatkan kosentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini akan
10

mengurangi pemanfaatan glukosa didalam otot dan jaringan lemak.


Hasilnya yaitu terjadi resistensi terhadap insulin yang menyebabkan
hiperglikemi, sehingga memaksa peningkatan pelepasan insulin.
Obesitas merupakan pemicu penting, tetapi bukan diabetes melitus tipe
2. Hal paling penting adalah disposisi genetik yang sudah ada untuk
sensitivitas insulin berkurang. Sering kali pelepasan insulin selalu
abnormal, beberapa gen telah ditetapkan yang mempromosikan satu-
satunya penyebab pengembangan obesitas dan diabetesmelitustipe 2.
Diantaranya faktor-faktor seperti cacat genetik dari batas protein
decoupling konsumsi substrat mitokondria. Jika ada disposisi genetik
kuat, diabetes melitus tipe 2 sudah dapat terjadi pada usia muda
(Silbenargl & Lang, 2000).

2.5 Pathway
11

2.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis yang khas pada DM tipe-1 berupa poliuria, polidipsi,
polifagia dan adanya penurunan berat badan yang progresif sering terlupakan.
Dengan demikian tindakan yang diberikan pada pasien tersebut tidak adekuat,
sehingga pasien tersebut mengalami hiperglikemi kronis dan akhirnya jatuh dalam
komplikasi yang berat seperti ketoasidosis diabetik (KAD), gangguan pertumbuhan
dan komplikasi kronis lainnya berupa retinopati diebetika, nefropati diabetika,
neuropati diabetika dan sebagainya.
Gambaran klinis yang tidak khas perlu diperhatikan dan ditelusuri lebih
lanjut untuk lebih menajamkan diagnosis seperti cepat lelah, kesemutan atau kejang
otot kaki. Gangguan kesadaran dan asidosis metabolik selalu bermanifestasi bila
pasien datang dengan komplikasi KAD.

2.7 Komplikasi
Diabetes tipe 1 adalah penyakit kronis yang dimulai sejak masa kanak-
kanan dan berlangsung seumur hidup. Jika tidak mendapatkan perawatan yang
tepat, pengidapnya berisiko tinggi mengalami berbagai komplikasi serius.
Ancaman komplikasi diabetes ini membuat para diabetesi (sebutan orang yang
memiliki penyakit diabetes) menjadi semakin terpuruk. Tak jarang,
keterpurukannya memicu berbagai gangguan kesehatan lain. Menurut American
Diabetes Association, berikut beberapa komplikasi penyakit diabetes tipe 1 yang
perlu Anda waspadai.

1. Gangguan saraf
Gula darah yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan
kerusakan saraf yang membuat Anda lebih sering mengalami kesemutan
atau mati rasa pada jari-jari, baik itu jari kaki maupun tangan. Dalam istilah
medis, kondisi ini disebut dengan neuropati diabetik. Neuropati diabetik
terjadi ketika dinding pembuluh darah kapiler yang memberi nutrisi pada
saraf di dalam tubuh mengalami kerusakan. Selain kesemutan dan mati
rasa, kondisi ini juga bisa membuat penderitanya mengalami nyeri atau
sensasi panas seperti terbakar pada ujung jari kaki atau tangan yang
12

perlahan menyebar ke atas. Menurut American Academy of Family


Physicians, 25 sampai 30 persen orang dengan diabetes pernah mengalami
nyeri saraf. Kerusakan saraf ini membuat para diabetesi (sebutan untuk
orang yang terkena penyakit diabetes) mengalami gangguan tidur dan
bahkan rentan terkena stres.

2. Retinopati diabetik

Salah satu komplikasi mata diabetes yang paling umum adalah retinopati
diabetik. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah dalam retina mengalami
pembengkakan yang menyebabkan kebocoran pembuluh darah. Akibatnya,
bagian belakang mata terhalang oleh aliran darah yang terus keluar. Jika
dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi ini berpotensi menyebabkan kebutaan.
Diabetes dapat juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan serius
lainnya, seperti glaukoma dan katarak.

3. Kaki diabetes

Kaki diabetes, atau juga dikenal dengan sebutan diabetic foot/ kaki
diabetik, merupakan kondisi yang terjadi akibat berbagai komplikasi
kerusakan sistem saraf pada kaki akibat penyakit diabetes. Kadar gula darah
yang tidak terkendali dengan baik menyebabkan berbagai saraf di tubuh
mati rasa dan kehilangan sensasi akibat mengalami kerusakan saraf. Selain
itu, sirkulasi darah yang buruk di kaki penderita diabetes juga membuat
proses penyembuhan luka jadi terhambat. Akibatnya, jika luka diabetesi
tidak diobati benar dapat menjadi infeksi serius yang kemungkinan perlu
amputasi, baik sebagian atau dan keseluruhan kaki.

4. Infeksi kuman

Diabetes membuat penderitanya lebih rentan terkena berbagai infeksi


bakteri dan jamur. Tingginya kadar gula darah menyebabkan respon sistem
imun tubuh menjadi lambat untuk melawan kuman penyebab penyakit. Di
13

sisi lain, kadar gula yang tinggi ini justru menjadi tempat yang ideal untuk
para kuman menyebar dan berkoloni di tubuh. Beberapa jenis infeksi yang
rentan dialami oleh para diabetesi di antaranya infeksi saluran kencing, gigi
dan mulut, kulit, telinga, vagina, dan lain sebagainya.

5. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi serius yang tak boleh disepelekan


oleh orang yang memilik diabetes tipe 1. Kondisi ini terjadi ketika tubuh
kekurangan atau sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin untuk
memproses glukosa darah. Hal ini membuat tubuh membakar lemak sebagai
energi. Akibatnya, terbentuklah asam yang disebut keton. Nah, ketika keton
dihasilkan dalam jumlah yang baik, maka zat tersebut dapat meracuni dan
merusak berbagai organ tubuh, termasuk otak. Jika tidak diobati,
ketoasidosis diabetik bisa menyebabkan koma atau bahkan kematian.

6. Gagal ginjal

Diabetes dapat merusak pembuluh darah di ginjal. Ketika pembuluh


darah di ginjal rusak, maka fungsi dan kinerja ginjal akan terganggu.
Akibatnya, terjadilah gagal ginjal atau penyakit ginjal stadium lanjut. Jika
sudah begini, anak mungkin memerlukan transplantasi ginjal atau dialisis.

2.8 Manajemen Diabetes Melitus tipe I


Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan
berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu
diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup
yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk.
2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM
Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis
14

insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis


yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada,
baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-
split regimendapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga
kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian
regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara
insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis
bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga,
maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari
50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1
asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis
15

insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan


kalori perharisebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada
beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25%
makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack
masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga
memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien
harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akanmembantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat
badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan
membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di
bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet
karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM,
insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek
samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah
ataupun HbA1c yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
16

Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan


sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki
kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah
berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu,
efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau
17

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Seorang An.berusia 10 tahun baru saja didiagnosis Diabets Miltitus tipe 1


masuk dirawat di bangsal Anak RS. Hasil anamnesis anak mengatakan bahwa dia
banyak makan, banyak minum, banyak kencing, berat badan nyat urun, enuresis dia
juga mudah tersinggung, dan tidak bisa perhatian lama ketika mengikuti pelajaran
disekola, merasa lelah, penglihatan kabur, sakit kepala, ada luka susah sembuh dan
mudah terserang flu.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB=26 kg, PB=138 cm. Suhu= 37,4
0
C, Nadi= 88 kali/menit, respirasi= 24 kali/menit, TekananDarah= 110/70 mmHg.
Turgor kulit kembali cepat. Kulit kering, membrane mukosa lembab. Hasil
pemeriksaan laboraterium menunjukkan : Hemoglobin : 11,2 gr/dl, Haematokrit:
30%, Eritrosit : 4,0 (x106/µL), Trombosit : 210.000/ mm3, Leukosit : 9.500/µi,
Glukosa darah 300 mg/ dL.
Orang tua mengatakan bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya
ketika anaknya didiagnosis DM tipe1, padahal tidak ada anggota keluarga yang
menderita DM. Mereka mengatakan tidak paham tentang DM tipe 1 dan cara
perawat nya terutam asetelah pulang dari rumah sakit. Orang tua khawatir
memikirkan masa depan anaknya.

Terapi/insruksimedis yang diberikasaatini :cekguladarah 2 kali/hari,


insulin 2 unit dari U100 sebelummakan.
18

A. Pengkajian
1. Identitas pasien.
Nama pasien : An. D.
Umur : 10 tahun.
Jeniskelamin : Laki-laki.
Pendidikan : SD.
Agama : Islam.
Diagnosamedis : DM tipe I
Tanggalpengkajian : 8 april 2019
Alamat : Jl.Waluya Dalam
2. Penanggung jawab.
Nama : Ny. S
Umur : 28 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga.
Hubungan dgn klien : Ibu kandung
3. Anamnesa
a. Keluhan utama.
Penglihatan kabur, luka susah sembuh dan sakit kepala.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien mengatakan bahwa dia banyak makan, banyak minum, banyak
kencing, berat badan nya turun, enuresis dia juga mudaht ersinggung, dan
tidak bisa perhatian lama ketika mengikuti pelajaran disekolah, merasa
lelah, penglihatan kabur, sakit kepala, ada luka susah sembuh dan mudah
terserang flu.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami ini sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga.
Klien mengatakan tidak ada keluarga seperti ini
19

4. Pemeriksaanfisik
BB = 26 kg
PB = 138 cm
a. Pernafasan
1) RR 24 x/menit.
b. Pemeriksaan Darah
1) N 88x/menit.
2) TD 110/ 70 mmhg
3) S 37,4 0C
4) Hb 11,2 gr/dl
5) Hematokrit 30 %
6) Eritrosit : 4,0 (x106/µL),
7) Trombosit : 210.000/ mm3
8) Leukosit : 9.500/µi
9) Glukosadarah 300 mg/ dL.
c. Kesadaran
1) Kesadaranpasien normal
A. Data
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Hasil anamnesa anak mengatakan - Dari hasil pemeriksaan fisik
banyak makan, banyak minum, didapat BB 25,5kg, TB 135 cm,
banyak kencing, bb turun, enuresis S 37,4 C, N 88x/menit, RR
-ortu mengatakan bahwa mereka 24x/menit, TD 110/70 mmHg,
sangat terkejut dan tidak percaya turgor kulit kembali segera.
bahwa anaknya didiagnosis DM tipe - Terapi cekgula darah 2
1, padahal tidakada anggota yg DM kali/hari, insulin 2 unit dari U
- mereka mengatakan tidak paham 100 sebelummakan
tentang DM tipe 1 dan cara - Hasil lab : HB 11,2 gr/dl,
perawatannya. haematokrit 30%, eritrosit 4,0
- ortu khawatir memikirkan masa (x10
depan anak
20

- anak mudah tersinggung, tidak bias - Seorang anak laki-laki baru saja
perhatian lama ketika mengikuti didiagnosis DM tipe 1
pelajaran, merasa lelah, penglihatan - Kulit kering, membrane
kabur, sakit kepala, kalau ada luka mukosa lembab
sukar sembuh, dan mudah terserang
flu.

B. Analisa data
N Data Etiologi Problem
o
1 Do : bb Sel beta pankreasterganggu Resiko ketidak
25,5kg stabilan
Ds Defisit insulin kadarglukosadara
:-mereka h
mengatakan Hiperglikemi
tidak paham
tentang DM Tidakterkontrol
tipe 1 dan
cara Ketidakstabilankadarglukosadara
perawatannya h
,
-berat badan
menurun,
-
2 Do : kadar Defisiensi insulin absolite Resikoinfeski
glukosa darah
300 mg/dl, penurunan pemaikaianglukosa
leukosit 9500 oleh sel
Ds: kalau ada
luka sukar hiperglikemia
sembuh
21

hiperosmolalitas
3 Do : Kulit Kekurangan insulin Kekurangan
kering volume cairan
Ds : Hiperglikemia
banyak
kencing, Peningatansekresiurine
enuresis
Penurunan volume cairanintrasel

Dehidrai

Polidipsia

C. Intervensi
No Dx Noc Nic rasional
1 Resiko Setelah dilakukan Hyperglcyemia  Untuk
ketidak tindakan Management mengetahui
stabilan keperawatan 3x 24  Monitor level nilai normal
kadar jam klien mampu glukosa darah kadargulad
glukosa memenuhi KH :  Monitor tanda arah.
Blood glucose dan  Untuk
level gejalahiperglik memberika
emia: puliuria, n tindakan
 Glukosadar
polidipsi, medis yang
ah (3)
polipagi, tepat
 Glukosaurin
kelemahan,  Untuk
(4)
letargi, mencegah
 Ketonurin(4 malaise, terjadinya
) pandangan Asidosis
kabur, sakit Diabetic
kepala
22

 Monitor  Untuk
ketondalam memproses
urine zat gula
 Berikaninsulin atau
 Monitor status glukosa
cairan (intake yang
dan output) berasal
darimakana
n dan
minuman
 Agar cairan
yang masuk
dan cairan
yang keluar
seimbang

2 Resiko Setelah dilakukan - Mengikuti - Mencegaha


infeksi tindakan 3x24 jam pencegahan danya
berhubunga keluarag dank lien neuropatik komplikasi
n dengan dapat mengatasi - Periksa kulit lanjutan
perubahan resiko infeksi, dan membrane - Memeriksa
penyakit dengan KH: mukosa untuk keadaan
kronis : DM - Mengatakan kemerahan, kuli tuntuk
informasi yang kulit yang panas mengetahui
benar tentang atau kering adanya
kontrolinfeksi - Memriksa gejala
- Identifikasi kondisi dari infeksi
factor resiko luka - Melihat
untuk infeksi - Mempromosika adanya
n tentang tanda dan
23

- Pengetahuan pemasukan gejala


kebiasaan nutrisi infeksi pada
dengan resiko - Mencukupi luka
infeksi pemasukan - Memenuhin
- Identifikasiaktif cairan yang utrisi untuk
itas keseharian cukup membantu
yang beresiko proses
infeksi penyembuh
- Identifi anluka
kasitanda dan - Agar klien
gejala dari tercukupi
infeksi airnya

3 Kekurangan Setelah dilakuka Fluid  Agar Vital


volume ntindakan 3x24 jam management Sign klien
cairan klien mampu (keseimbangancai terkontrol
berhubunga memenuhi ran dan menjaga dengan baik
n dengan keseimbangan komplikasi) :  Untuk
kekurangan cairan dengan  monitor Vital mengetahui
cairan aktif KH: sign perubahan
Fluid Balance  monitor Berat Berat
(keseimbangan Badan pasien Badan
cairan) sebelum dan pasien
-TD, N dan S dalam sesudah sakit selama
batas normal (3)  monitor respon perawatan
-24 jam pasien untuk  Untuk
keseimbangan terapi elektrolit mengetahui
pemasukan dan  pertahankan respon
pengeluaran intake dan pasien
elektrolit (3) output makanan dalam
24

 kelola cairan terapi


selama 24 jam elektrolit
 Untuk
mempertah
ankan
intake dan
output
dalam
status
nutrisi
pasien
 Untuk
memenuhi
kebutuhan
cairan
klienselama
24 jam

3.2 Intervensi jurnal keperawatan anak dengan DM tipe 1


1. Pemberian insulin pada anak dengan Diabetes Mellitus

Judul TERAPI INSULIN SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN


BAGI PENDERITA DIABETES
Jurnal

Volume & Vol VI, No. 2, November 2010 : 29 – 36.


Halaman
Tahun 2010
25

Penulis Cerika Rismayanthi

Reviewer Kelompok 4

Tanggal 25 April 2019

a. Latar belakang penelitian


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan
suatu negara.
b. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi insulin sebagai pengobatan
alternative terhadap penderita diabetes.
c. Kesimpulan
Penyakit kencing manis adalah satu keadaan di mana terdapat kadar gula yang
berlebihan dalam peredaran darah. Ini terjadi karena tubuh kita kekurangan
sesuatu hormone yang disebut "insulin" yang diperlukan untuk mengubah gula
darah (glukosa) menjadi energi. Insulin adalah sejenis hormon yang dihasilkan
oleh organ bernama pankreas yang terletak di bawah perut. Tanpa insulin, sel-
sel tubuh tidak menerima cukup glukosa, walaupun kadarnya amat tinggi dalam
peredaran darah. Ini menyebabkan tubuh akan kekurangan energi.
d. Sumber
Rismayanthi, C. (2010). Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi
Penderita Diabetes. MEDIKORA, (2).
26

2. Pemberian nutrisi yang cukup terhadap penderita Diabetes Mellitus Tipe 1 pada
anak

Judul Influence Of Nutrition Education With Calendar Method In


Diabetic Patients' Blood Glucose
Jurnal NurseLine Journal

Volume & Vol. 3 No. 2 Nopember 2018


Halaman
Tahun 2018

Penulis Setyoadi, Heri Kristianto, Siti Nur Afifah.

Reviewer Kelompok 4

Tanggal 25 April 2019

a. Latar Belakang Penelitian


Diabetes mellitus merupakan penyakit yang membutuhkan manajemen
diri yang baik. Ketidakpatuhan dalam diet dan pola makan
menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah. Edukasi nutrisi
metode kalender dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
mengkonsumsi makanan sesuai dengan jumlah, jam dan jenis dengan
pengaturan pola makan yang tercatat di kalender diet.
b. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi
nutrisi dengan metode kalender terhadap kadar glukosa darah pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Pakis Kabupaten Malang.
c. Metode Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan pre eksperimental design one
group pre test-post test dengan teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling dan didapatkan sampel 21 orang.
d. Hasil Penelitian
27

Hasil dari analisa 16 responden menunjukkan hasil penurunan kadar


glukosa darah dan 5 responden yang mengalami peningkatan kadar glukosa
darah setelah diberikan intervensi.
e. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan


kadar glukosa darah sebelum dan sesudah diberikan edukasi nutrisi dengan
metode kalender

f. Sumber
Setyoadi, S., Kristianto, H., & Afifah, S. N. (2018). Influence of Nutrition
Education with Calendar Method in Diabetic Patients' Blood
Glucose. NurseLine Journal, 3(2), 72-80.
28

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa diabetes merupakan
penyakit kronis serius yang terjadi baik saat pankreas tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkan nyaa taupun bila tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin yang cukup (hormon yang mengatur glukosaatau gula darah)
(WHO, 2016)
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).

4.2 Saran
Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, maka dengan segala
kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun bagi penulisan makalah ini. Demikian saran demi saran yang
penulis bisa sampaikan, mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini, semoga laporan ini bisa bermanfaat dan menjadikan sedikit
ilmu bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.Terimakasih.
28

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization.2016. (https://www.who.int/news-room/fact-


sheet/detail/diabetes)

Rustama DS et all.(2010).Diabetes meilitus.Buku ajar endokrinologi anak: Jakarta

Irlan NB.The story of type 1 Diabetes. Nursing for women healt,Volume:


14.2010:327-328

Netty EP.2002 .Diabetes meilitus type 1 dan penerapan terapi insulin pada anak
dan remaja. Diajukan pada forum komunikasi ilmiah (IFK) Lab/SMF.Ilmu
Kesehatan anak FK UNAIR/RSUD Dr.Soetomo.

Rismayanthi, C. (2010). Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi


Penderita Diabetes. MEDIKORA, (2).

Pulungan, A. B., Mansyoer, R., Batubara, J. R., & AAP, B. T. (2016). Gambaran klinis
dan laboratoris diabetes mellitus tipe-1 pada anak saat pertama kali datang ke bagian
IKA-RSCM Jakarta. Sari Pediatri, 4(1), 26-30.

Setyoadi, S., Kristianto, H., & Afifah, S. N. (2018). Influence of Nutrition Education
with Calendar Method in Diabetic Patients' Blood Glucose. NurseLine Journal, 3(2),
72-80.

Anda mungkin juga menyukai