Anda di halaman 1dari 24

PROMOSI KESEHATAN

ISU ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Oleh

Triana Riskita Putri Abdullah Amd. Keb.


NIM. 16617202

Program Studi Bidan Pendidik D.IV Minat Pendidik


Universitas Kadiri, Kediri
2017
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 3


B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Instruksional Umum ………………………………………… 3
2. Tujuan Instruksional Khusus ………………………………………… 3
C. Sub Pokok Bahasan ……………………………………………………… 3
D. Materi Pembelajaran
1. Pengertian dan Bentuk Isu Etik ……………………………………… 4
2. Isu Etik yang Terjadi Antara Bidan dengan …………………………. 8
3. Isu Moral yang Terjadi dalam Pelayanan Kebidanan ……………....... 12
4. Dilema dan Konflik Moral …………………………………………… 21
Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. 2

2
A. Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik
sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik
terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, sehingga akan
mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dalam hal ini bidang yang praktek mandiri
menjadi pekerja yang bebas Mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar
sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan
dengan falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau buruk di
masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau
perkembangan norma atau niali. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan
moral bisa berubah dengan berjalannya waktu.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu
mempertimbangkan etik dalam promosi kesehatan
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. menjelaskan tentang etik dalam promosi kesehatan
b. menjelaskan pengertian dan bentuk isu etik
c. mengerti tentang isu etik yang terjadi antara bidan dengan elemen
lainnya
d. memahami isu moral yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
e. mengambil keputusan medis berdasarkan kode etik dan moralitas
sebagai bidan
C. Sub Pokok Bahasan
1. Pengertian dan Bentuk Isu Etik
2. Isu Etik yang Terjadi Antara Bidan dengan
3. Isu Moral yang Terjadi dalam Pelayanan Kebidanan
4. Dilema dan Konflik Moral

3
D. Materi Pembelajaran
1. Pengertian dan Bentuk Isu Etik
a. Pengertian Isu Etik
Menurut dua pakar di Amerika Serikat, Hainsworth dan Meng, sebuah
issue muncul “sebagai suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan,
atau diusulkan untuk dilakukan, oleh satu atau beberapa pihak yang dapat
menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil
atau kriminal, atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan
legislatif atau perundangan.” Chase & Jones menggambarkan “issue” sebagai
‘sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya’ (‘an
unsettled matter which is ready for decision’). Pakar lain mengatakan bahwa
dalam bentuk dasarnya, sebuah “issue” dapat didefinisikan sebagai ‘sebuah titik
konflik antara sebuah organisasi dengan satu atau lebih publiknya’ (‘ a point of
conflict between an organization and one or more of its audicences’) (Regester &
Larkin, 2003).
Sementara Heath & Nelson (1986) mendefinisikan “issue” sebagai ‘suatu
pertanyaan tentang fakta, nilai atau kebijakan yang dapat diperdebatkan’ (‘a
contestable question of fact, value or policy’)
Definisi sederhana lainnya menurut Regester & Larkin (2003) bahwa
sebuah “issue” merepresentasikan ‘suatu kesenjangan antara praktik korporat
dengan harapan-harapan pada stakeholder’ (‘a gap between corporate practice
and stakeholder expectations’). Dengan kata lain, sebuah issue yang timbul ke
permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik di dalam maupun di luar
organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi
atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut di masa
mendatang.
Isu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah masalah yang
dikedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya). Isu-isu penting dalam
perkembangan yaitu masalah yang dikedepankan dalam pembahasan
perkembangan individu. Isu adalah masalah pokok yang berkembang di
masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan
pembuktian. Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang

4
memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi. Sehingga
isu dapat muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Dari berbagai definisi diatas, terlihatlah bahwa pengertian “issue”
menjurus pada adanya masalah dalam suatu organisasi yang membutuhkan
penanganan. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan
nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan
apakah pernyataan itu baik atau buruk.
Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang buruk. Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu “Mos” dan
dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya,
tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku. Dengan kata lain, pengertian etika sebagai
pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Etika (Yunani Kuno : “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah
sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan isu etik adalah
suatu kesenjangan antara praktek korporat dengan harapan-harapan para
stakeholder dalam yang berhubungan dengan nilai manusia dalam menghargai
tindakan.
Isu etik dapat pula bermakna timbulnya suatu permasalahan yang
berhubungan dengan nilai manusia dalam menghargai tindakan dan membutuhkan
penanganan. Isu etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topic penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu

5
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut
baik dan buruknya

b. Bentuk Isu Etik


Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan
dengan hukum. Seorang bidan dikatakan professional bila ia mempunyai
kekhususan. Sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab
menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk mengambil
keputusan sendiri yang harus mempunyai pengetahuan yang memadai dan harus
selalu memperbarui ilmunya dan mengerti tentang etika yang berhubungan
dengan ibu dan bayi.
Pelayanan kebidanan adalah aspek yang pokok dalam pelayanan bidan di
Indonesia. Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan :
a. Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai
b. Keadaan sumber daya kebidanan yang selalu siap untuk melayani
c. Adanya penelitian untuk mengembangkan atau meningkatkan pelayanan
d. Adanya keterjangkauan ke tempat pelayanan.
Tingkat ketersediaan tersebut di atas adalah syarat utama untuk
terlaksannya pelayanan kebidanan yang aman. Selanjutnya diteruskan dengan
sikap bidan yang tanggap dengan klien, sesuai dengan kebutuhan klien, dan tidak
membedakan pelayanan kepada siapapun karena bidan adalah tenaga pelayanan
professional yang memberikan pelayanan sesuai dengan ilmu dan kiat kebidanan.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien
diperlukan data masukan. Data tersebut dikumpulkan dengan format pengumpulan
data yang didesain sesuai dengan kasus yang ada. Teknik pengumpulan data
memakai metode wawancara, observasi, inspeksi, palpasi dan auskultasi serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam praktik kebidanan sering kali bidan dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang dilematis, maksudnya situasi pengambilan keputusan yang
sulit dan berkaitan dengan etis.
Berikut ini beberapa contoh isu etik dalam kehidupan sehari-hari :
a. Persetujuan dalam proses melahirkan

6
b. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan
c. Kegagalan dalam proses persalinan
d. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
e. Konsep normal pelayanan kebidanan
f. Bidan dan pendidikan seks
Berikut ini merupakan beberapa contoh masalah etik yang berhubungan
dengan teknologi :
a. Perawatan intensif pada bayi
b. Skrining bayi
c. Transplantasi organ
d. Teknik reproduksi dan kebidanan
Berikut ini merupakan beberapa contoh masalah etik yang berhubungan
dengan profesi :
a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
b. Otonomi bidan dank ode etik professional
c. Etik dalam penelitian kebidanan
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif
Biasanya beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan
adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut :
a. Agama atau kepercayaan
b. Hubungan dengan pasien
c. Hubungan dokter dengan bidan
d. Kebenaran
e. Pengambilan keputusan
f. Pengambilan data
g. Kematian kerahasiaan
h. Aborsi
i. AIDS
j. In_Vitro fertilization

7
2. Isu Etik yang Terjadi Antara Bidan dengan Klien, Keluarga dan
Masyarakat, Teman Sejawat, Teman Kesehatan Lainnya, Organisasi
Profesi
a. Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga, masyarakat
Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan
masyarakat mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan. Seorang bidan dikatakan professional bila ia
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya yang
bertanggungjawab menolong persalinan. Dengan demikian, penyimpangan
etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek kebidanan misalnya dalam
praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau institusi kesehatan
lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas
mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Kasus :
Seorang klien hamil 39 minggu datang ke seorang bidan dengan keluhan
perutnya terasa mules dan saakit sejak lima jam yang lalu. Setelah dilakukan
pemeriksaan dalam, didapatkan hasil pembukaan empat dan janin dalam letak
sunsang. Kemudian bidan menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit.
Kemudiankan bidan menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit, karena kondisi
tersebut di luar kewenangan bidan dan janin tersebut sebaiknya dilahrikan
melalui operasi. Namun keluarga klien terutama suami menolak dengan alasan
tidak punya biaya untuk membayar operasi. Bidan telah berusaha memberi
penjelasan bahwa tujuan dilakukan rujukan demi keselamatan janin dan juga
ibunya, namun jika tetap tidak mau dirujuk akan sangat membahayakan janin
maupun ibunya. Keluarga bersikeras agar bidan mau menolong persalinan
tersebut, apa pun yang akan terjadi nantinya. Sebenarnya bidan tidak yakin
bisa berhasil terjadi nantinya. Sebenarnya bidan tidak yakin bisa berhasil
menolong persalinan dengan keadaan letak sunsang seperti ini. Oleh karena
keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun menuruti kemauan klien serta
keluarga untuk menolong persalinan tersebut. Persalinan berjalan sangat lama
karena kepala janin tidak bisa keluar. Setelah bayi lahri ternyata bayi sudah

8
meninggal. Akhirnya keluarga menyalahkan bidan, mereka beranggapan bidan
tidak bisa bekerja secara professional dan berita itu pun tersebar di
masyarakat, bidan tersebut kemudian di anggap sangat lambat dan tidak sesuai
prosedur dalam melakukan tindakan
Konflik :
Keluarga terutama suami menolak untuk dirujuk ke rumah sakit dan
melahirkan secara operasi dengan alasan tidak punya biaya untuk membayar
operasi
Isu :
Di mata masyarakat, bidan dianggap tidak professional dan tidak sesuai
prosedur dalam memberikan pelayanan. Selain itu, masyarakat juga menilai
bahwa bidan tersebut dalam menangani pasien dengan ekonomi rendah sangat
lambat atau membeda-bedakan antara pasien yang ekonomi atas dengan
ekonomi rendah.
Dilema :
Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk
menolong persalinan dengan risiko tinggi. Persalinan letak sunsang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan sendiri dengan keterbatasan alat
dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh dokter spesialis obstetric
ginekologi, tetapi akhirnya ia putuskan untuk menolong persalinan itu sendiri
dengan alasan desakan dari keluarga klien. Kondisi ini membuat bidan merasa
kesulitan membuat keputusan, apakah harus memaksa pasien di rujuk atau
menerima paksaan keluarga yang memelas dan memohon bantuan dalam
kesulitan mereka.

b. Isu etik yang terjaid antara bidan dengan teman sejawat


Isu etik yang dimaksudkan di sini adalah perbedaan sikap etika yang terjadi
pada bidan dengan tenaga medis lainnya sehingga menimbulkan
ketidaksepahaman atau kerenggangan sosial.
Kasus :

9
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota di mana di desa tersebut ada dua orang
bidan yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama-sama memiliki BOM da nada
persaingan di antara dua bidan tersebut.
Pada suatu hari datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPM bidan
“B” yang lokasinya tidakjauh dari BPM bidan “A”. Setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B”
menemukan letak sunsang dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan
tersebut meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar wewenangnya
sebagai bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk bersaing dengan bidan
“A”.
Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika bidan “B” tetap akan
menolong persalinan tersebut, bidan “A” akan melaporkan bidan “B” untuk
menjatuhkan bidan “B” karena dianggap melanggar wewenang profesi bidan.
Isu moral :
Seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal
Konflik moral :
Menolong persalinan sunsang untuk mendapatkan pasien demi persaingan
atau dilaporkan oleh bidan “A”
Dilema moral :
1. Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sunsang tersebut
namun bidan kehilangan satu pasien
2. Bidan “B” menolong persalinan tersebut tetapi akan dijatuhkan oleh bidan
“A” dengan dilaporakan ke lembaga yang berwenang.

c. Isu etik bidan dengan teman kesehatan lainnya


Isu etik yang dimaksudkan di sini adalah perbedaan sikap etika yang terjadi
padabidan dengan tenaga medis lainnya sehingga menimbulkan
ketidaksepahaman atau kerenggangan sosial
Kasus :
Seorang ibu berusia 28 tahun diantar suaminya datang ke seorang bidan
dengan keluhan perutnya sakit dan terjadi perdarahan. Suami pasien
mengatakan bahwa istinya hamil sekitar empat bidan, istrinya jatuh di kamar

10
mandi dan kemudian terjadi perdarahan. Bidan kemudian melakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan memberikan pertolongan pertama seperti
memasang infus dan lain sebagainya. Bidan menjelaskan pada keluarga,
bahwa istrinya kemungkinan besar mengalami keguguran jadi ia harus dirujuk
ke rumah sakit untuk dilakukan kuret. Namun, suami pasien menolak saran
bidan dan meminta bidan saja yang melakukan kuret, dengan alasan rumah
sakit cukup jauh dan perdarahan semakin banyak. Selang duahari pasien
tersebut mengalami perdarahan lagi, kemudian oleh keluarga dibawa ke rumah
sakit. Dokter menanyakan kepada suami tentang riwayat terjadinya perdarahan
pada istrinya. Suami menjelaskan bahwa tiga hari yang lalu istrinya
mengalami keguguran dan dikuret oleh bidan. Kemudian dokter mendatangi
bidan tersebut dan akhirnya menjadikan timbulnya masalah berkepanjangan
antara bidan dan dokter.
Isu etik :
Bidan melakukan tindakan malpraktik
Konflik :
Bidan melakukan kuret yang seharusnya kewenangan dokter, dokter tidak
terima tindakan tersebut. Akhirnya terjadiah konflik antara bidan dengan
dokter tersebut.
Dilema :
Bidan khawatir jika tidak segera dilakukan tindakan, maka nyawa pasien akan
terancam. Dan jika dilakukan tindakan kuret bidan merasa melanggar kode
etik dan melakukan tindakan di luar wewenangnya

d. Isu etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi


Isu etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah suatu topik
masalah yang menjadi bahan pembicaraan antara bidan dengn organisasi
profesi karena terjadinya hal-hal menyimpang dari aturan-aturan yang telah
ditetapkan.
Kasus :
Seorang ibu hamil merasa sangat puas dan serang dengan pelayanan seorang
bidan, sehingga ia rutin melakukan pemeriksaan kehamilannya dan berencana

11
akan melahirkan ditempat bidan tersebut. Namun, hasil pemeriksaan bidan
menunjukkan bahwa kondisi medis ibu berisiko untuk persalinan pervaginam,
karena ibu memiliki riwayat hipertensi dan anemia. Hal ini sangat berbahaya
bagi keselamatan ibu dan janin. Bidan tersebut telah mengetahui risiko buruk
tersebut, yaitu terjadinya perdarahan pada ibu dan gawat janin. Akan tetapi ia
lebih mementungkan egonya sendiri karena takut kehilangan komisinya dari
pada dirujuk ke rumah sakit. Setelah janin lahir ibu mengalami perdarahan
hebat, sehingga kejang-kejang dan meninggal. Saat berita itu terdengar
organisasi profesi (IBI), maka IBI memberikan sansi yang setimpal dari
kecerobohan bidan yang berakibat fatal. Sebagai gantinya, izin praktek bidan
A dicabut dan dikenakan denda sesuai dengan pelanggaran tersebut.
Isu :
Terjadi malpraktik dan pelanggaran wewenang bidan
Dilema :
Warga yang mengetahui hal tersebut segera melaporkan kepada organisasi
profesi dan diberikan AMP

3. Isu Moral yang Terjadi dalam Pelayanan Kebidanan


Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya hal yang
baik dan buruk yang mempengaruhi sikap seseorang. Kesadaran tentang adanya
baik buruk berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan,
pendidikan, sosial budaya, agama dan lain-lain. Hal ini yang disebut kesadaran
moral. Isu moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari dan yang ada
kaitannya dengan pelayanan kebidanan
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari :
a. Kasus Abortus
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mencapai
viabilitas dengan usia kehamilan < 22 minggu dan berat janin kurang dari 500
gram.
Aborsi dan kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan
permasalahan yang terabaikan di banyak negara berkembang, termasuk

12
Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan yang menyatu dengan masyarakat, bidan
sering didatangi oleh perempuan dengan masalah ini. Penyebab terjadinya
aborsi dan KTD adalah, korban perkosaan, pengetahuan yang kurang tentang
kesehatan reproduksimm hingga kegagalan kontrasepsi. Menghadapi masalah
tersebut bidan harus berperang antara keinginan menolong dengan hati nurani
yang bertentangan, belum lagi hukum yang melarang tindakan aborsi.
Menoak atau tidak peduli pada perempuan yang mengalami
permasalahan dengan KTD sering kali berdampak fatal. Banyak kejadian yang
menyebabkan perempuan mencari jalan pintas dengan melakukan aborsi tidak
aman. Aborsi tidak aman bisa dilakukan oleh perempuan itu sendiri, orang lain
yang tidak memiliki keterampulan medis, tenaga kesehatan yang tidak
memenuhi standar kemampuan dan kewenangan.
Dalam dunia kedokteran dikenal tiga macam aborsi, yaitu aborsi
spontan/alamiah, aborsi buatan/sengaja, aborsi terapeutik/medis. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan oleh bidan untuk turut andil dalam upaya untuk
menurunkan kematian ibu dengan aborsi :
1) Mencegah terjadinya KTD dengan cara :
a) Melakukan advokasi ke masyarakat tentang isu-isu kesehatan
reproduksi
b) Inform consent kepada klien kontrasepsi
2) Melakukan konseling pada perempuan dengan masalah KTD, tanpa sikap
menghakimi
3) Sampaikan informasi yang diperlukan, misalnya :
a) Prosedur aborsi yang aman, kemungkinan efek amping
b) Macam aborsi tidak aman dan dampaknya
c) Risiko dari setiap keputusan yang diambil klien
d) Cara mencegah KTD di kemudian hari
4) Untuk kasus-kasus tertentu (KTD akibat perkosaan) atau klien tetap
memutuskan ingin mengakhiri kehamilannya, rujuk klien kepada tenaga
kesehatan yang memiliki keahklian dan keterampilan untuk tindakan
aborsi yang aman.

13
b. Euthanasia
Euthanasia (berasal dari bahasa Yunani yaitu eu : yang artinya “baik” dan
thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia
atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan sering
kali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun
ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, euthanasia
dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar
hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat
selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu :
1) Eutanasia agresif, disebut juga euthanasia aktif, adalah suatu tindakan
secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Contohnya
dengan pemberian tablet sianida.
2) Euthanasia non agresif, disebut juga euthanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai euthanasia negative, yaitu kondisi dimana seorang
pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan
medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek
dan mengakhiri hidupnya. Penolakan diajukan secara resmi dengan
“codicil” (pernyataan tertulis tangan)
3) Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan euthanasia
negative yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Euthanasia pasif dilakukan
dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah
dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada
penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya

14
dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat
penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan
mengakibatkan kematian. Tindakan euthanasia pasif sering kali dilakukan
secara terselubung oleh kebanyakan pihak rumah sakit.
Penyalah gunaan euthanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung biaya
pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin
membayar biaya pengobatan, aka nada permintaan dari pihak rumah sakit
untuk membuat “pernyataan pulang paksa.” Meskipun akhirnya
meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya
defensive medis.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka euthanasia dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu :
1) Euthanasia di luar kemauan pasien : yaitu suatu tindakan euthanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan
euthanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan
2) Euthanasia secara tidak sukarela : euthanasia semacam ini adalah yang
sering kali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan
yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang
tidak berkompeten atau tidak berhal untuk mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada
kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi si pasien.
3) Euthanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri,
namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial
Sedangkan apabila ditinjau dari beberapa tujuan pokok dari dilakukannya
euthanasia antara lain yaitu :
1) Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
2) Euthanasia hewan

15
3) Euthanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain dari
euthanasia agresif secara sukarela

c. Adopsi atau Pengangkatan Anak


Adopsi berasal dari kata “adaptie”dalam bahasa belanda. Menurut
kasus hukum berarti “Pengangkatan seorang anak untuk anak kandungnya
sendiri.” Dalam bahasa Malaysia di pakai kata adopsi, berarti anak angkat atau
mengangkat anak. Sedangkan dalam bahasa inggris, “Edoft” (Adaption),
berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut
“Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil
Anak Angkat.”
Sistem hukum yang mengatur adopsi atau pengangkatan anak yakni
sebagai berikut :
1) Hukum barat (BW)
Dalam kitab UU Hukum Perdata (KUHP) tidak ditemukan satu ketentuan
yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat yang ada hanyalah
ketentuan tentang pengangkatan anak diluar kawin. Oleh karena tuntutan
masyarakat, maka dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda : Staats
Blad No. 124/1917, khusus pasal 5-15, yang mengatur masalah adopsi
anak atau anak angkat
2) UUD Pasal 8 menyebutkan bahwa ada 4 syarat untuk pengangkatan anak:
a) Persetujuan orang yang mengangkat anak
b) Jika anak diangkat adalah anak sah dari orangtuanya, diperlukan izin
dari orangtuanya itu. Jika bapaknya sudah wafat dan ibunya kawin
lagi, harus ada persetujuan dari walinya
c) Jika anak yang diangkat lahir di luar perkawinan, izin diperlukan dari
orang tua yang mengakui sebagai anaknya. Jika anak tidak diakui
harus ada persetujuan dari walinya
d) Jika anak yang diangkat sudah berusia 14 tahun, maka persetujuan
adalah dari anak sendiri.

d. Transplantasi

16
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau
sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk
menggantikan organ yang rusak atau tidak berfungsi pada penerima dengan
organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan
orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.
Teknik transplantasi dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau
jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal ke tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat
dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan
teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan
meningkatnya keterampilan dokter-dokter dalam melakukan transplantasi.
Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya
penyembuhan cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai
salah satu cara penyembuhan suatu penyakit tidak dapat begitu saja diterima
masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya
ikut memengaruhinya.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat
lain dalam tubuh orang itu sendiri
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu
spesies ke tubuh spesies lainnya
Masalah etik dan moral dalam transplantasi adalah sebagai berikut :
1) Donor hidup
Donor hidup adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya
kepada orang lain (resipien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor,
seseorang harus mengetahui dan mengerti risiko yang dihadapi. Baik
risiko di bidang medis, pembedahan, maupun risiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah

17
dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, seseorang tidak boleh
mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi harus sudah
dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2) Jenazah dan donor mati
Jenazah atau donor mati adalah orang yang semasa hidup nya telah
mengizinkan atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan
jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah
meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara
wajat, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana
pertolongan dari dokter yang merawatnya.
Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak
lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya
mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan
ditransplantasikan.
3) Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk
menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal
mungkin ataupun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari
keluarga resipien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada
donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat
suatu ketentuan untuk mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah
pihak.
4) Resipien
Resipien adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada
dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan
penderitaanya. Seorang resipien harus benar-benar mengerti semua hal
yang dijelaskan oleh tim pelasana transplantasi. Melalui tindakan
transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi
kehidupan resipen. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil
transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu disadari
bahwa jika ia menerima hak untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan

18
yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan
datang.
5) Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat
persetujuan dari donor, resipien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia
wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan
transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari
dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien
dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan
demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak
dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi
6) Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan
transplantasi. Kerja sama tim pelaksana dengan cara cendikiawan, pemuka
masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat
agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi.
Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlukan, atas tujuan luhur akan dapat diperoleh.
Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum
Pada saat ini peraturan perundang-undangan yang ada adalah Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1981, tentang Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok-pokok peraturan
tersebut adalah :
1) Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan yaitu harus dengan persetujuan
tertulis penderita dankeluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia
2) Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan
transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal
dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.

19
3) Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia
diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih
dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter
konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin
benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya
arti dari pemberitahuan tersebut.
4) Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhal atas suatu
kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi
5) Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia
6) Pasal 18
Dilarang mengirim atau menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam
semua bentuk keadaan dari luar negeri

e. Bayi Tabung
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan
sel telur di luar tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil
tersebut dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu atau embrio transfer
sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa.
Status bayi tabung ada 3 macam :
1) Inseminasi buatan dengan sperma suami
2) Inseminasi buatan dengan sperma donor
3) Inseminasi buatan dengan model titipan
Beberapa negara memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui
secara legal. Kerahasiaan identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga,
untuk menghindarikan masalah di kemudian hari. Terkait dengan proses bayi
tabung, pada tahun 1979, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah
mengeluarkan fatwanya. Pada intinya, para ulama menyatakan bahwa bayi
tabung diperbolehkan selama sperma yang didonorkan berasal dari suami yang

20
sah dari si perempuan yang rahimnya hendak digunakan dalam proses bayi
tabung. Hal itu karena memanfaatan teknologi bayi tabung merupakan hak
bagi pasangan yang berikhtiar untuk memperoleh keturunan. Namun, jika
sperma dan rahim yang digunakan bukan berasal dari pasangan suami istri
yang sah, maka hal itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antara lawan
jenis di luar pernikahan yang sah. Dengan kata lain, bisa terjadi rahim seorang
perempyan dipinjamkan untuk proses bayi tabung dari embrio seorang lelaki
yang bukan suaminya. Nah, hal itu sama saja dengan perzinaan.
Selain enam hal yang telah dijelaskan tersebut, isu etik dalam pelayanan
kebidanan lainnya adalah keputusan untuk terminasi kehamilan dan isu moral
juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan sehari-hari,
seperti yang menyangkut konflik dan perang.

4. Dilema dan Konflik Moral


Dilema Moral
Dilemma moral menurut Campbell adalah suatu keadaan di mana
dihadapkan pada dua alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama
dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentuk pada
konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang
diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
Contoh : Studi kasus mengenai dilema moral
“Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu.
Sewaktu dilakukan anamneses dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata
selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum masih tebal dan
kaku. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada
pendiriannya menolak di episiotomi. Sementara waktu berjalan terus dan denyut
jantung janin menunjukkan keadaan fetal distress dan hal ini mengharuskan bidan
untuk melakukan tindakan episiotomi, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan
berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa
dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, dilakukan karena untuk
melindungi bayinya.

21
Jika bidan melakukan episiotomy tanpa persetujuan pasien, maka bidan
akan dihadapkan pada suatu tuntutan dari pasien. Sehingga inilah yang merupakan
contoh gambaran dilema moral. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan
pasien, bagaimana ditinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan,
apa yang akan terjadi pada bayinya?”
Konflik Moral
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di
antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibso, et al (1997), hubungan selain dapat menciptakan kerja
sama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi
jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan
sendiri-sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan
oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi, maka secara umum konfik tersebut dianggap tidak
ada. Sebaliknya, jika mereka memersepsikan bahwa di dalam organisasi setelah
ada konflik, maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang
terjadi pada pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada
tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan
individual yang sangat lekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara
dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung,
namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Ada dua tipe konflik, dan dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang
tidak dapat dipisahkan :
a. Konflik yang berhubungan dengan prinsip
b. Konflik yang berhubungan dengan otonomi
Adapun penyebab konflik adalah sebagai berikut :
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan

22
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Contoh studi kasus mengenai konflik moral :
“ ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien
inpartu datang ke tempat praktinya. Status obstetric pasienadalah G1.P0.A0. Hasil
pemeriksaan penapisan awal menunjukkan presentasi bokong dengan taksiran
berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik. Maka bidan
tersebut menganjurkan dan memberikan konseling pada pasien mengenai
kasusnya dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun, pasien dan keluarganya
menolak dirujuk dan bersikukuh untuk tetap melahirkan di bidan tersebut karena
pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya
Melihat kasus ini, maka bidan dihadapkan pada konflik moral yang
bertentangan dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan dalam
pelayanan kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan, bidan tidak
berwenang memberikan pertolongan persalinan pada primigravida dengan
presentasi bokong, di sisi lain, ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang
dihadapi pasien, yaitu ketidakmampuan secara sosial ekonomi dan kesulitan yang
lain, maka bagaimana seorang bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap
konflik moral yang dihadapi dalam pelayanan kebidanan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Marni, S.ST. M.Kes. 2014. Etika Profesi Bidan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Novita Nesi, Yunetra Franciska. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan


Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Mubarak Wahit Iqbal. 2011. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta :


Salemba Medika

Zulvadi dr. Dudi, M.Kes. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta :
Cahaya Ilmu

24

Anda mungkin juga menyukai