Anda di halaman 1dari 6

A.1.

Pengertian dan Tujuan Wawancara Mendalam


Menurut Lincoln dan Guba (1985), wawancara mendalam adalah percakapan yang
bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian,
aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya. Indepth
interview atau wawancara mendalam merupakan suatu proses dimana terdapat upaya
penggalian informasi oleh pewawancara dan penyampaian informasi serta pandangan oleh
responden. Pewawancara berusaha mengidentifikasi informasi yang belum pernah
diketahui untuk tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
Penelitian bermaksud mengetahui apa saja yang berada dibalik fakta yang ada secara
mendalam. Tujuan peneliti adalah masuk lebih dalam pada topik yang didiskusikan,
menelaah sejauh mungkin apa yang dikatakan dan menguak wilayah atau ide baru yang
pada awal penelitian tidak dikenali (Kusnanto,--). Pada kegiatan VAM ini, penelitian kualitatif
ditujukan untuk mendapatkan informasi dan penjelasan yang tidak dapat diperoleh dari
survey yang lebih bersifat kuantitatif dan menjawab pertanyaan apa yang ada dibalik hasil
survey tersebut. Hasilnya dapat melengkapi hasil survey (kuantitatif) atau justru bisa
mendapatkan temuan atau merupakan hasil yang utama.

Menurut Seidnan (1991) terdapat tiga rangkaian wawancara: (a). Wawancara yang
mengungkap konteks pengalaman partisipan (responden); (b). Wawancara yang memberi
kesempatan partisipan untuk merekonstruksi pengalamannya.; (c). Wawancara yang
mendorong partisipan untuk merefleksi makna dari pengalaman yang dimiliki.

Pada wawancara pertama, pewawancara mempunyai tugas membawa pengalaman


partisipan kedalam konteks dengan meminta partisipan bercerita sebanyak mungkin
tentang dirinya sesuai dengan topik pembicaraan, dalam kurun waktu sampai sekarang.
Kegiatan ini disebut wawancara sejarah hidup terfokus (focused life history). Adapun
tujuan wawancara kedua adalah untuk mengkonsentrasikan rincian konkret tentang rincian
pengalaman partisipan sekarang, sejalan dengan topik studi. Wawancara ketiga adalah
refleksi makna. Dalam hal ini partisipan diminta merefleksi makna pengalaman yang
dimilikinya. Pertanyaan “makna” bukan merupakan pertanyaan yang memuaskan,
sekalipun isi ini memegang peran yang penting untuk mengungkap pikiran partisipan.
Pewawancara diharapkan secara simultan dapat memahami dan melakukan ketiga
rangkaian ini pada saat melakukan wawancara. Mungkin saja tidak setiap saat dilakukan
ketiganya, namun diharapkan bila ada kesempatan seperti itu, maka dapat dilakukan oleh
pewawancara. Penguasaan dan pemahaman akan poin-poin pada pedoman pertanyaan
akan sangat membantu melakukan ketiga rangkaian ini.

A.2. Pedoman pertanyaan

Wawancara mendalam merupakan kegiatan penggalian informasi untuk suatu tujuan


penelitian tertentu dengan atau menggunakan pedoman tertentu. Untuk kegiatan VAM ini,
para kordinator lapangan yang bertindak sebagai interviewer akan dibekali dengan
pedoman pertanyaan yang telah disiapkan.

Pedoman pertanyaan bukanlah daftar pertanyaan terstruktur yang secara rigid


harus diisi dan dipatuhi. Pedoman pertanyaan adalah aspek-aspek yang hendak digali dari
responden/informan. Bagaimana aspek tersebut ditanyakan perlu diputuskan peneliti
sendiri di lapangan. Pedoman pertanyaan ini adalah pengetahuan awal perihal topik
wawancara dan orang yang hendak diwawancara.

Pedoman pertanyaan yang telah disiapkan merupakan topik-topik atau substansi


dari informasi yang ingin didapatkan dari lapangan. Pewawancara seharusnya dapat
mengingat seluruh topik-topik ini agar pada saat wawancara dapat menghubungkan setiap
pernyataan yang keluar dari responden dan mengendalikan jalannya wawancara. Fahami
maksud dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Karena pada kegiatan ini pewawancara bukan
merupakan peneliti utama.

Siapkan urutan-urutan pertanyaan berdasarkan pemahaman pewawancara. Namun


demikian harus bisa fleksibel pada saat wawancara. Pewawancara harus memahami dengan
baik maksud dan tujuan penelitian. Hal ini dapat dicapai dengan membaca kembali dan
memahami materi dasar dari pelatihan.

Studi kualitatif berupaya menggali informasi dan pengetahuan dari dunia nyata. Oleh
karena itu pedoman wawancara hanya merupakan bahan dasar bagi pewawancara untuk
mengarahkan apa yang akan dibicarakan. Biarkanlah informasi muncul dan mengalir dari
responden. Pewawancara diharapkan cukup kritis untuk menindaklanjuti informasi yang
muncul agar memperoleh lebih banyak pengetahuan dari dunia nyata. Bisa jadi, apa yang
muncul dan mengalir di luar substansi pedoman wawancara merupakan pengetahuan
sebenarnya yang dicari di dalam penelitian ini.

A.3. Persiapan.

Persiapan atau kegiatan pra wawancara sangat menentukan keberhasilan keluaran


wawancara. Hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pewawancara dan atau tim pendukung
penelitian adalah:

1. Melakukan kontak kepada responden untuk kesediaan, waktu dan tempat. Kenali
karakteristik responden sedini mungkin. Pewawancara bisa bertanya pada orang
disekitar responden. Posisi, pekerjaan, kebiasaan, kegiatan, kesibukan responden
merupakan informasi yang dibutuhkan agar pewawancara dapat menyiapkan strategi
dalam bersikap terhadap responden. Konfirmasi ulang untuk waktu dan tempat bila
dibutuhkan.

2. Mempersiapkan alat rekaman dan seluruh pendukungnya berjalan dengan baik dan
terbawa pada saat akan melakukan wawancara. Kemampuan manusia untuk
mengingat secara detail sangat terbatas. Dilain fihak, apa yang dianggap tidak penting
bisa jadi merupakan suatu temuan yang sangat menarik.

3. Mempersiapkan tempat dan alamat yang jelas untuk melakukan wawancara. Bila
memungkinkan, persiapkan tempat dan waktu yang optimal untuk wawancara.
Suasana hati dan lingkungan akan mempengaruhi hasil wawancara.

4. Mempersiapkan bahan kontak dan terbawa pada saat melakukan wawancara.

5. Mempersiapkan rencana cadangan bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan


sebelumnya. Contoh: responden tiba-tiba tidak dapat mengikuti agenda wawancara
karena dipanggil atasan.
6. Mempersiapkan administrasi pertanggung jawaban (SPPD dll) yang dibutuhkan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari tambahan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
administrasi penelitian.

7. Mempersiapkan penampilan yang cukup sopan, baik pakaian ataupun asesoris lainnya
untuk menghormati responden yang kita hadapi.

A.4. Pra wawancara

Hasil wawancara mendalam merupakan sumber data dan informasi yang akan diolah
dan dianalisis kemudian tidak hanya oleh pewawancara, karena itu, pastikan kembali alat
rekam berfungsi dengan baik. Siapkan alat tulis serta pendukung lainnya yang menurut
pewawancara akan sangat berguna dalam merekam informasi dari responden. Datanglah
beberapa saat sebelum waktu yang dijanjikan. Hal ini akan membantu pewawancara
mengendalikan situasi dan mendapatkan respon yang baik dari informan.

Setelah bertemu, perkenalkan nama dan tujuan anda melakukan wawancara.


Sampaikan berapa lama waktu yang dibutuhkan dan kesediaan dari responden untuk
diwawancara. Perlu difahami oleh pewawancara adalah, bahwa informan mempunyai hak
mengetahui pewawancaranya, tujuan wawancara, dan penggunaan hasil penelitian.

Awal dilakukan wawancara sebaiknya diarahkan untuk pembinaan hubungan yang


baik (good rapport) antara pewawancara dan informan. Pada tahap ini pertanyaan bersifat
umum saja, jangan langsung menukik pada pokok persoalan karena akan merepotkan
responden yang belum siap diwawancarai. Pewawancara harus menemukan cara terbaik
untuk menuntun responden/informan menjadi terbuka. Terbuka berarti mereka mau
bercerita tentang keadaan yang sesungguhnya.

A.5. Saat wawancara

Wawancara dimulai dengan pertanyaan “pemanasan”. Usahakan responden


mendapatkan suasana santai dan mengemukakan jalan fikirannya. Lebih baik wawancara
dimulai dengan pertanyaan yang mudah, baru berlanjut ke pertanyaan yang sulit dan
sensitif. Sebagian responden sebenarnya bersedia memberi jenis informasi yang dibutuhkan
pewawancara, tetapi mereka harus diberi petunjuk yang jelas tentang sejauh mana ukuran
detil yang dibutuhkan. Hindari pertanyaan berganda sehingga responden bingung harus
menjawab pertanyaan yang mana lebih dulu. Kesabaran adalah kunci pewawancara, catat
saja dulu pertanyaan berikut yang muncul dalam fikiran pewawancara.

Pada saat ini pewawancara mulai memahami karakter responden yang sebenarnya
dan harus mampu menyusun strategi untuk mewawancarai yang produktif dan efektif.
Pelihara situasi wawancara, upayakan bisa memasuki keadaan yang tidak terlalu formal.
Semakin formal maka informasi yang didapat semakin umum. Bisa jadi informasi yang
keluar hanya untuk “jaim” dari responden.

Membangun situasi kondusif dan kesan positif merupakan tugas yang harus dijaga
dan dikendalikan pewawancara. Hindari memberikan respon penilaian negatif dan
emosional terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh responden. Memberikan pendapat
pewawancara tiada lain dimaksudkan untuk mendorong agar informasi lebih dalam, lebih
lanjut, lebih jelas dapat dinyatakan oleh responden.

Ketika situasi sudah semakin akrab, maka dapat dimulai pertanyaan inti dan lebih
“pribadi” atau sensitif. Pewawancara harus berusaha bersikap interaktif dan sensitif dengan
bahasa dan konsep yang dipakai responden dan menjaga agar agenda yang diikuti cukup
fleksibel. Pastikan bahwa pewawancara memahami makna yang dimaksudkan responden.

Informan seringkali tidak dapat mengerti apa yang disampaikan oleh pewawancara
disebabkan cara bertanya. Pewawancara yang terlalu cepat dalam bercakap menyebabkan
responden tidak menangkap maksudnya, demikian pula bila terlalu lambat akan membuat
bosan dan menimbulkan kesan kurang respek. Intonasi suara perlu diperhatikan agar tidak
mendapatkan kesan membentak atau tidak terdengar oleh responden. Pertanyaan sensitif
dapat didahului dengan pernyataan maaf.

Perhatikan juga respon nonverbal dari responden. Sikap-sikap tertentu dapat dibaca
oleh responden agar dapat menyusun strategi baru dalam mewawancara, memberikan
kesan sensitifitas kita terhadap keadaan responden. Sikap pewawancara yang serius
mendengarkan dan menghadap langsung kepada responden serta kontak mata yang cukup
akan menimbulkan respek dari responden dan mendorong penyampaian informasi dengan
serius pula.

Perhatikan pula bila responden sudah lelah dan tidak banyak lagi informasi yang
keluar, anda harus bisa memutuskan untuk berganti topik atau menghentikan pertanyaan.
Coba buat rangkuman kecil, ulangi lagi poin-poin penting dari yang dibicarakan untuk
mengecek apakah hal tersebut memang benar-benar yang dimaksud oleh responden. Bisa
jadi akan muncul tambahan informasi maupun penegasan ulang dari responden.

A.6. Pasca wawancara

Bila informasi telah sampai pada suatu titik kejenuhan, maka pewawancara dapat
menutup kegiatan ini. Menghentikan wawancara disampaikan secara resmi dan jelas.
Pewawancara membuat rangkuman dan menyebutkan kembali poin-poin utama dari
pembicaraan.

Sebagaimana lazimnya, maka ucapkan terimakasih atas partisipasi dan informasi yang
disampaikan responden. Upayakan meminta nomor telepon atau katakan bahwa akan
menghubungi lagi bila ada hal yang akan ditanyakan. Hal ini sangat penting bila suatu waktu
membutuhkan klarifikasi baik oleh pewawancara maupun tim peneliti.

Sampaikan bahan kontak dengan cara yang baik dan elegan. Lengkapi administrasi
kegiatan seperti tandatangan dari institusi atau tanda bukti yang harus dipertanggung
jawabkan.

Anda mungkin juga menyukai