Menurut Seidnan (1991) terdapat tiga rangkaian wawancara: (a). Wawancara yang
mengungkap konteks pengalaman partisipan (responden); (b). Wawancara yang memberi
kesempatan partisipan untuk merekonstruksi pengalamannya.; (c). Wawancara yang
mendorong partisipan untuk merefleksi makna dari pengalaman yang dimiliki.
Studi kualitatif berupaya menggali informasi dan pengetahuan dari dunia nyata. Oleh
karena itu pedoman wawancara hanya merupakan bahan dasar bagi pewawancara untuk
mengarahkan apa yang akan dibicarakan. Biarkanlah informasi muncul dan mengalir dari
responden. Pewawancara diharapkan cukup kritis untuk menindaklanjuti informasi yang
muncul agar memperoleh lebih banyak pengetahuan dari dunia nyata. Bisa jadi, apa yang
muncul dan mengalir di luar substansi pedoman wawancara merupakan pengetahuan
sebenarnya yang dicari di dalam penelitian ini.
A.3. Persiapan.
1. Melakukan kontak kepada responden untuk kesediaan, waktu dan tempat. Kenali
karakteristik responden sedini mungkin. Pewawancara bisa bertanya pada orang
disekitar responden. Posisi, pekerjaan, kebiasaan, kegiatan, kesibukan responden
merupakan informasi yang dibutuhkan agar pewawancara dapat menyiapkan strategi
dalam bersikap terhadap responden. Konfirmasi ulang untuk waktu dan tempat bila
dibutuhkan.
2. Mempersiapkan alat rekaman dan seluruh pendukungnya berjalan dengan baik dan
terbawa pada saat akan melakukan wawancara. Kemampuan manusia untuk
mengingat secara detail sangat terbatas. Dilain fihak, apa yang dianggap tidak penting
bisa jadi merupakan suatu temuan yang sangat menarik.
3. Mempersiapkan tempat dan alamat yang jelas untuk melakukan wawancara. Bila
memungkinkan, persiapkan tempat dan waktu yang optimal untuk wawancara.
Suasana hati dan lingkungan akan mempengaruhi hasil wawancara.
7. Mempersiapkan penampilan yang cukup sopan, baik pakaian ataupun asesoris lainnya
untuk menghormati responden yang kita hadapi.
Hasil wawancara mendalam merupakan sumber data dan informasi yang akan diolah
dan dianalisis kemudian tidak hanya oleh pewawancara, karena itu, pastikan kembali alat
rekam berfungsi dengan baik. Siapkan alat tulis serta pendukung lainnya yang menurut
pewawancara akan sangat berguna dalam merekam informasi dari responden. Datanglah
beberapa saat sebelum waktu yang dijanjikan. Hal ini akan membantu pewawancara
mengendalikan situasi dan mendapatkan respon yang baik dari informan.
Pada saat ini pewawancara mulai memahami karakter responden yang sebenarnya
dan harus mampu menyusun strategi untuk mewawancarai yang produktif dan efektif.
Pelihara situasi wawancara, upayakan bisa memasuki keadaan yang tidak terlalu formal.
Semakin formal maka informasi yang didapat semakin umum. Bisa jadi informasi yang
keluar hanya untuk “jaim” dari responden.
Membangun situasi kondusif dan kesan positif merupakan tugas yang harus dijaga
dan dikendalikan pewawancara. Hindari memberikan respon penilaian negatif dan
emosional terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh responden. Memberikan pendapat
pewawancara tiada lain dimaksudkan untuk mendorong agar informasi lebih dalam, lebih
lanjut, lebih jelas dapat dinyatakan oleh responden.
Ketika situasi sudah semakin akrab, maka dapat dimulai pertanyaan inti dan lebih
“pribadi” atau sensitif. Pewawancara harus berusaha bersikap interaktif dan sensitif dengan
bahasa dan konsep yang dipakai responden dan menjaga agar agenda yang diikuti cukup
fleksibel. Pastikan bahwa pewawancara memahami makna yang dimaksudkan responden.
Informan seringkali tidak dapat mengerti apa yang disampaikan oleh pewawancara
disebabkan cara bertanya. Pewawancara yang terlalu cepat dalam bercakap menyebabkan
responden tidak menangkap maksudnya, demikian pula bila terlalu lambat akan membuat
bosan dan menimbulkan kesan kurang respek. Intonasi suara perlu diperhatikan agar tidak
mendapatkan kesan membentak atau tidak terdengar oleh responden. Pertanyaan sensitif
dapat didahului dengan pernyataan maaf.
Perhatikan juga respon nonverbal dari responden. Sikap-sikap tertentu dapat dibaca
oleh responden agar dapat menyusun strategi baru dalam mewawancara, memberikan
kesan sensitifitas kita terhadap keadaan responden. Sikap pewawancara yang serius
mendengarkan dan menghadap langsung kepada responden serta kontak mata yang cukup
akan menimbulkan respek dari responden dan mendorong penyampaian informasi dengan
serius pula.
Perhatikan pula bila responden sudah lelah dan tidak banyak lagi informasi yang
keluar, anda harus bisa memutuskan untuk berganti topik atau menghentikan pertanyaan.
Coba buat rangkuman kecil, ulangi lagi poin-poin penting dari yang dibicarakan untuk
mengecek apakah hal tersebut memang benar-benar yang dimaksud oleh responden. Bisa
jadi akan muncul tambahan informasi maupun penegasan ulang dari responden.
Bila informasi telah sampai pada suatu titik kejenuhan, maka pewawancara dapat
menutup kegiatan ini. Menghentikan wawancara disampaikan secara resmi dan jelas.
Pewawancara membuat rangkuman dan menyebutkan kembali poin-poin utama dari
pembicaraan.
Sebagaimana lazimnya, maka ucapkan terimakasih atas partisipasi dan informasi yang
disampaikan responden. Upayakan meminta nomor telepon atau katakan bahwa akan
menghubungi lagi bila ada hal yang akan ditanyakan. Hal ini sangat penting bila suatu waktu
membutuhkan klarifikasi baik oleh pewawancara maupun tim peneliti.
Sampaikan bahan kontak dengan cara yang baik dan elegan. Lengkapi administrasi
kegiatan seperti tandatangan dari institusi atau tanda bukti yang harus dipertanggung
jawabkan.