LITERASI SAINS
Disusun Oleh:
ELVA ANGGRAYANA
1712042001
PENDIDIKAN FISIKA (A)/ Semester 2
Seperti yang telah kita ketahui “Literasi Sains” itu sangat penting bagi
anak bangsa dari mulai dini. Semua akan dibahas pada makalah ini kenapa itu
sangat dibutuhkan dan layak dijadikan sebagai materi pelajaran.
Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang keberadaan
Literasi Sains bagi kemajuan bangsa. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
membantu menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Pembina mata kuliah Profesi Keguruan, dan kepada pihak
yang telah membantu ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.
Elva Anggrayana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 menuntut berbagai perubahan, dipicu oleh perkembangan
teknologi yang sangat pesat, serta perkembangan yang luar biasa dalam ilmu
pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Perubahan tersebut
juga berdampak pada transformasi paradigma pendidikan sebagaimana
ditunjukkan bagan di bawah ini. Pergeseran paradigma berimplikasi pada
pergeseran pembelajaran dari pembelajaran yang hanya berfokus pada
penguasaan pengetahuan ke pembelajaran holistik yang berbasis pada
keterampilan, keseimbangan nilai, dan literasi untuk memecahkan
permasalahan kehidupan. Guru sebagai pengelola pembelajaran, akhirnya juga
harus mengubah mindset mereka dari paradigma guru dan apa yang akan
diajarkan menjadi siswa dan apa yang akan dilakukan. Guru tidak akan mampu
lagi sebagai sumber informasi utama bagi siswanya. Guru lebih berperanan
sebagai fasilitator dan pembimbing yang bertugas mengarahkan siswa. Siswa
akan menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri dari berbagai
sumber belajar yang tidak lagi dibatasi oleh dinding kelas. Pada konteks
pembelajaran sains/IPA, harus disadari bahwa mata pelajaran sains/IPA tidak
dimaksudkan untuk mengubah setiap siswa menjadi saintis (ilmuwan), karena
belum tentu semua siswa memiliki bekal yang memadai dan memiliki orientasi
yang kuat untuk menjadi ilmuwan. Pembelajaran sains seharusnya lebih
diarahkan untuk menumbuhkan literasi sains (science literacy). Literasi sains
berbeda dengan pengetahuan sains. Penekanan literasi sains bukan pada
penguasaan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains,
tetapi lebih diarahkan bagaimana memungkinkan seseorang dapat membuat
suatu keputusan dan turut terlibat dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan
pengetahuan dan pemahaman sains yang dimilikinya. Siswa yang pintar fisika,
biologi, atau kimia belum tentu peka terhadap lingkungan sekitarnya, tetapi
siswa yang literasi sainsnya bagus akan segera mematikan lampu yang tidak
terpakai; tidak akan membiarkan tanaman di sekitarnya mati kekeringan; atau
tidak akan membuang sampah plastik sembarangan, dan selalu menggunakan
bekal pengetahuan dan keterampilannya untuk memecahkan permasalahan
kehidupan. Literasi sains memberikan kontribusi yang konkrit pada
pembentukan life skills.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Literasi Sains
Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin
yaitu literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan
dan scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer (1991),
orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hurt dari
Stanford University. Menurut Hurt, science literacy berarti tindakan memahami
sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Notional Science Teacher Assosiation (1971)
mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains adalah orang
yang menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains untuk
dapat menilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan
dengan orang lain, lingkungannya, serta memahami interaksi antara sains,
teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Litersai
sains didefinisikan pula sebagai kapasitas untuk menggunkan pengetahuan
ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta
dan data untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari
perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003).
Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan ilmiah dan prosesnya, tetapi ia tidak sekadar memahami alam
semesta, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan
menggunakannya (OECD, 1999). Literasi sains diartikan pula sebagai
pengetahuan
sekelompok pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang
diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan
tentang apa yang termasuk sains (Kyle, 1995 a, 1995 b; H Urd, 1998; De Boer,
2000), kandungan isi sains, dan kemampuan untuk membedakan sains dari
nonsains (Shortland, 1988; NRC, 1996 ; CMEC, 1997 ; Mayer, 1997).
Literasi sains juga merupakan pengetahuan tentang manfaat dan kerugian
sains (Shamos, 1995). Pengertian lain literasi sains adalah sikap pemahaman
terhadap sains dan aplikasinya (Shortland, 1988; Eisenhart, Finkel & Marion,
1996; Hurd, 1998; De Boer, 2000), kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sains dalam upaya memecahkan masalah (NRC, 1996),
kemampuan untuk berfikir secara ilmiah (De Boer, 2000), kemampuan untuk
berfikir kritis tentang sains untuk berurusan dengan keahlian sains (Shamos,
1995; Korpan, et al., 1997), kebebasan dalam mempelajari sains (Sutman,
1996), pemahaman terhadap hakikat sains; termasuk hubungannya dengan
budaya (Norma, 1998; Hanrahan, 1999; De Boer, 2000), serta penghargaan dan
kesukaan terhadap sains; termasuk rasa ingin tahu (CMEC, 1997; Milllar &
Osborn, 1998; Shamos, 1995).
Pudjiadi (1987) mengatakan bahwa: “sains merupakan keterampilan
bereksperimen menggunakan metode ilmiah”.
PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan
pengetahuan dan kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan
dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dan data-data yang ada agar
dapat memahami dan membantu peneliti untuk membuat keputusan tentang
dunia alami dan interaksi manusia dengan alamnya (Rustaman, et.al, 2000:2).
Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995)
adalah Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts
and processes required for personal decision making, participation in civic and
cultural affairs, and economic productivity. It also includes specific types of
abilities.
Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai
konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat
suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam
hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya
kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai
pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat
(Widyatiningtyas, 2008). Literasi berati kemampuan membaca dan menulis atau
melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki makna yang luas, yaitu
melek teknologi, politik, berfikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar
(Bukhori, 2005), sedangkan kata sains merupakan serapan dari Bahasa Inggris,
yaitu science yang diambil dari bahasa latin sciencia dan berarti pengetahuan.
Sains dapat berarti ilmu pada umumnya, tetapi juga berarti ilmu pengetahuan
alam (Poedjiadi, 2005).
Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia (Firman, 2007:2). Literasi IPA (scientific literacy)
didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk
memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi
karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003),
literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan
bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan
masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu
pengetahuan.
Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et al ., 2004).
PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi
sains, yaitu:
1. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki
secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab
oleh sains.
2. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah.
Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau
prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
3. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan
kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari
atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
4. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan
secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
5. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni
kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda
dari apa yang telah dipelajarinya. Dari hasil akhir proses sains ini, siswa
diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep sains dalam konteks yang
berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA memandang pendidikan sains
untuk mempersiapkan warga negara masa depan, yang mampu
berpartisipasi dalam masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh
kemajuan sains dan teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak
untuk memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan
keterbatasan sains. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan sains, kemampuan untuk memperoleh
pemahaman sains dan kemampuan untuk menginterpretasikan dan
mematuhi fakta.
Alasan ini yang menyebabkan PISA tahun 2003 menetapkan 3 komponen
proses sains berikut ini dalam penilaian literasi sains.
1. Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2. Memahami penyelidikan sains
3. Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains. Pandangan terhadap
literasi sains yang dilakukan oleh PISA 2003 yang membagi literasi
sains dalam tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya,
yakni kompetensi/proses sains, konten/pengetahuan sains dan konteks
aplikasi sains, yaitu:
1.Aspek konteks, PISA menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum
pendidikan sains di negara partisipan tanpa membatasi diri pada aspek-aspek
umum kurikulum nasional tiap negara yang mencakup bidang-bidang aplikasi
sains dalam seting personal, sosial dan global seperti kesehatan, sumber daya
alam, mutu lingkungan, dan perkembangan mutakhir sains dan teknologi.
2. Aspek konten, konten sains berisi konsep-konsep kunci dari sains yang
diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia.
3. Aspek Kompetensi/Proses, PISA memandang perlunya pendidikan sains
untuk mengembangkan kemampuan siswa memahami hakekat sains, prosedur
sains, serta kekuatan dan kelemahan sains. Siswa perlu memahami bagaimana
ilmuwan menemukan ilmu yang kemudian dapat diadopsi dalam pembelajaran
sains
1. Pengamatan
Pengamatan merupakan salah satu keterampilan proses
dasar.Keterampilan menggunakan lima indera yaitu penglihatan, pembau,
peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa mendapatkan kemampuan
melakukan pengamatan dengan menggunakan beberapa indera, maka kesadaran
dan kepekaan mereka terhadap segala hal disekitarnya akan berkembang,
pengamatan yang dilakukan hanya menggunakan indera disebut pengamatan
kualitatif, sedangkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat
ukur disebut pengamatan kuantitatif. Melatih keterampilan pengamatan
termasuk melatih siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan
untuk melakukan pengamatan suatu objek.
2. Klasifikasi
Klaslifikasi adalah proses yang digunakan ilmuwan untuk mengadakan
penyusunan atau pengelompokkan atas objek-objek atau kejadian-kejadian.
Keterampilan klasifikasi dapat dikuasai bila siswa telah dapat melakukan dua
keterampilan berikut ini.
a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yanng dapat diamati dari
sekelompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, terdapat beberapa
saran yang dapat disampaikan, yaitu :
(1) Pembelajaran berbasis literasi sains dapat dijadikan sebagai alternatif
pembelajaran bagi guru dengan lebih memperhatikan kesesuaian antara isi
materi berdasarkan literasi sains dan tingkat pengetahuan siswa dalam
menyusun materi yang akan disampaikan serta tes yang diberikan kepada siswa,
(2) Selain hasil belajar, ternyata pembelajaran literasi sains juga dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas, sehingga dapat menjadi masukan
bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
https://vivitmuzaki.wordpress.com/2012/07/09/literasi-sains/
https://emiliannur.wordpress.com/2010/06/20/literacy-science/
http://jokosaputroblog.blogspot.co.id/2013/01/pembelajaran-literasi-sains.html