Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LITERASI SAINS

Diajukan untuk memenuhi tugas Individu


Mata Kuliah : Profesi Keguruan
Dosen Pengampuh :

Disusun Oleh:
ELVA ANGGRAYANA
1712042001
PENDIDIKAN FISIKA (A)/ Semester 2

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
Tugas Prifesi Keguruan ini dengan baik dan tepat waktu.

Seperti yang telah kita ketahui “Literasi Sains” itu sangat penting bagi
anak bangsa dari mulai dini. Semua akan dibahas pada makalah ini kenapa itu
sangat dibutuhkan dan layak dijadikan sebagai materi pelajaran.
Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang keberadaan
Literasi Sains bagi kemajuan bangsa. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
membantu menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Pembina mata kuliah Profesi Keguruan, dan kepada pihak
yang telah membantu ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

Makassar, Februari 2018

Elva Anggrayana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 menuntut berbagai perubahan, dipicu oleh perkembangan
teknologi yang sangat pesat, serta perkembangan yang luar biasa dalam ilmu
pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Perubahan tersebut
juga berdampak pada transformasi paradigma pendidikan sebagaimana
ditunjukkan bagan di bawah ini. Pergeseran paradigma berimplikasi pada
pergeseran pembelajaran dari pembelajaran yang hanya berfokus pada
penguasaan pengetahuan ke pembelajaran holistik yang berbasis pada
keterampilan, keseimbangan nilai, dan literasi untuk memecahkan
permasalahan kehidupan. Guru sebagai pengelola pembelajaran, akhirnya juga
harus mengubah mindset mereka dari paradigma guru dan apa yang akan
diajarkan menjadi siswa dan apa yang akan dilakukan. Guru tidak akan mampu
lagi sebagai sumber informasi utama bagi siswanya. Guru lebih berperanan
sebagai fasilitator dan pembimbing yang bertugas mengarahkan siswa. Siswa
akan menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri dari berbagai
sumber belajar yang tidak lagi dibatasi oleh dinding kelas. Pada konteks
pembelajaran sains/IPA, harus disadari bahwa mata pelajaran sains/IPA tidak
dimaksudkan untuk mengubah setiap siswa menjadi saintis (ilmuwan), karena
belum tentu semua siswa memiliki bekal yang memadai dan memiliki orientasi
yang kuat untuk menjadi ilmuwan. Pembelajaran sains seharusnya lebih
diarahkan untuk menumbuhkan literasi sains (science literacy). Literasi sains
berbeda dengan pengetahuan sains. Penekanan literasi sains bukan pada
penguasaan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains,
tetapi lebih diarahkan bagaimana memungkinkan seseorang dapat membuat
suatu keputusan dan turut terlibat dalam kehidupan bermasyarakat berdasarkan
pengetahuan dan pemahaman sains yang dimilikinya. Siswa yang pintar fisika,
biologi, atau kimia belum tentu peka terhadap lingkungan sekitarnya, tetapi
siswa yang literasi sainsnya bagus akan segera mematikan lampu yang tidak
terpakai; tidak akan membiarkan tanaman di sekitarnya mati kekeringan; atau
tidak akan membuang sampah plastik sembarangan, dan selalu menggunakan
bekal pengetahuan dan keterampilannya untuk memecahkan permasalahan
kehidupan. Literasi sains memberikan kontribusi yang konkrit pada
pembentukan life skills.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimamksud dengan Literasi Sains ?


2. Apa saja komponen dan aspek-aspek dalam literasi sain ?
3. Bagaimana karakteristik dalam Literasi Sains ?
4. Bagaimana peranan Literasi sains dalam kehidupan dan pendidikan ?
5. Mengapa Literasi sains diperlukan dalam dunia pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu literasis sains


2. Untuk mengetahui komponen dan aspek-aspek dalam literasi sains
3. Untuk mengetahui karakteristik literasi sains
4. Untuk mengetahui peranan literasi sains dalam pendidikan
5. Untuk mengetahui mengapa literasi sains diperlukan dalm dunia
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Literasi Sains

Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin
yaitu literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan
dan scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer (1991),
orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hurt dari
Stanford University. Menurut Hurt, science literacy berarti tindakan memahami
sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Notional Science Teacher Assosiation (1971)
mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains adalah orang
yang menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains untuk
dapat menilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan
dengan orang lain, lingkungannya, serta memahami interaksi antara sains,
teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Litersai
sains didefinisikan pula sebagai kapasitas untuk menggunkan pengetahuan
ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta
dan data untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari
perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003).
Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan ilmiah dan prosesnya, tetapi ia tidak sekadar memahami alam
semesta, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan
menggunakannya (OECD, 1999). Literasi sains diartikan pula sebagai
pengetahuan
sekelompok pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang
diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan dengan
tentang apa yang termasuk sains (Kyle, 1995 a, 1995 b; H Urd, 1998; De Boer,
2000), kandungan isi sains, dan kemampuan untuk membedakan sains dari
nonsains (Shortland, 1988; NRC, 1996 ; CMEC, 1997 ; Mayer, 1997).
Literasi sains juga merupakan pengetahuan tentang manfaat dan kerugian
sains (Shamos, 1995). Pengertian lain literasi sains adalah sikap pemahaman
terhadap sains dan aplikasinya (Shortland, 1988; Eisenhart, Finkel & Marion,
1996; Hurd, 1998; De Boer, 2000), kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan sains dalam upaya memecahkan masalah (NRC, 1996),
kemampuan untuk berfikir secara ilmiah (De Boer, 2000), kemampuan untuk
berfikir kritis tentang sains untuk berurusan dengan keahlian sains (Shamos,
1995; Korpan, et al., 1997), kebebasan dalam mempelajari sains (Sutman,
1996), pemahaman terhadap hakikat sains; termasuk hubungannya dengan
budaya (Norma, 1998; Hanrahan, 1999; De Boer, 2000), serta penghargaan dan
kesukaan terhadap sains; termasuk rasa ingin tahu (CMEC, 1997; Milllar &
Osborn, 1998; Shamos, 1995).
Pudjiadi (1987) mengatakan bahwa: “sains merupakan keterampilan
bereksperimen menggunakan metode ilmiah”.
PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan
pengetahuan dan kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan
dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dan data-data yang ada agar
dapat memahami dan membantu peneliti untuk membuat keputusan tentang
dunia alami dan interaksi manusia dengan alamnya (Rustaman, et.al, 2000:2).
Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995)
adalah Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts
and processes required for personal decision making, participation in civic and
cultural affairs, and economic productivity. It also includes specific types of
abilities.
Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai
konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat
suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam
hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya
kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai
pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat
(Widyatiningtyas, 2008). Literasi berati kemampuan membaca dan menulis atau
melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki makna yang luas, yaitu
melek teknologi, politik, berfikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar
(Bukhori, 2005), sedangkan kata sains merupakan serapan dari Bahasa Inggris,
yaitu science yang diambil dari bahasa latin sciencia dan berarti pengetahuan.
Sains dapat berarti ilmu pada umumnya, tetapi juga berarti ilmu pengetahuan
alam (Poedjiadi, 2005).
Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia (Firman, 2007:2). Literasi IPA (scientific literacy)
didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk
memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi
karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003),
literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan
bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan
masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu
pengetahuan.

Adapun yang perlu kita ketahui 7 dimensi Literasi Sains mencakup:


(1) mengerti watak pengetahuan ilmiah;
(2)menerapkan konsep, prinsip, hukum, dan teori sains yang tepat dalam
berinteraksi dengan semestanya;
(3)menggunakan proses sains dalam memecahkan persoalan, membuat
keputusan, maupun melanjutkan pemahamannya mengenai semesta;
(4)berinteraksi dengan nilai-nilai yang mendasari sains;
(5)memahami dan mengapresiasi perpaduan sains dan teknologi serta
keterhubungannya satu sama lain maupun dengan aspek-aspek lain masyarakat;
(6) memperluas pendidikan sains di sepanjang hidupnya;
(7)mengembangkan sejumlah keterampilan manipulatif terkait dengan sains dan
teknologi.
Sebagai generasi masa depan yang dapat mendefinisikan seseorang yang
literat secara keilmuan (scientifically literate person) sebagai ‘orang yang
menyadari bahwa sains, matematika, dan teknologi berkaitan dengan manusia
secara interdependen beserta kekuatan dan keterbatasannya; memahami konsep-
konsep kunci dan prinsip-prinsip sains; akrab dengan dunia alam dan mengakui
keragaman dan kesatuannya; serta menggunakan pengetahuan ilmiah dan cara
berpikir ilmiah untuk tujuan-tujuan individu maupun sosial.’ Kemampuan
menggunakan pengetahuan ilmiah dan cara berpikir ilmiah akan sangat
bermanfaat ketika individu dihadapkan pada persoalan sehari-hari maupun
dalam konteks memberi kontribusi terhadap pengambilan keputusan suatu
masalah mengenai kebijakan publik.
Definisi lain yang disumbangkan oleh Organization for Economic Co-
Operation and Development (OECD) menyerap semangat serupa. Disebutkan
bahwa scientific literacy adalah ‘kapasitas untuk menggunakan pengetahuan
ilmiah, untuk mengidentifikasi persoalan dan menarik kesimpulan berbasis-
bukti dalam rangka memahami dan membantu membuat keputusan mengenai
dunia alam (natural world ) dan perubahan-perubahan yang dibuat terhadap
dunia tersebut melalui kegiatan manusia’. Definisi inilah yang digunakan oleh
OECD dalam pengembangan Programme for International Student Assessment
(PISA), sebuah program yang ditujukan untuk menilai tingkat literasi siswa
sekolah menengah di negara-negara yang tergabung dalam OECD maupun
bukan. Setiap tiga tahun sekali, sejak tahun 2000 OECD menerbitkan laporan
mengenai tingkat literasi tersebut.
Jadi, Secara umum dapat dipahami bahwa literasi sains berarti
pemahaman yang luas mengenai konsep-konsep dasar. Kita tidak perlu mampu
mensintensiskan obat baru untuk mengapresiasi pentingnya kemajuan medis,
atau mampu menghitung orbit stasiun angkasa luar untuk memahami perannya
dalam eksplorasi angkasa luar. Warga yang literat secara keilmuan memiliki
fakta dan kosakata yang memadai untuk memahami konteks informasi yang
diterima sehari-hari. Apabila kita dapat memahami isu-isu ilmiah yang
dipublikasikan di majalah dan surat kabar, jika Anda bisa membaca artikel
rekayasa genetik atau lubang ozon sama mudahnya dengan kita membaca
sepakbola, politik, atau seni, itu berarti kita literat secara keilmuan. Miller
(2007) menggunakan pengertian ini ketika melakukan survei terhadap orang
dewasa Amerika Serikat mengenai pemahaman mereka terhadap isu-isu sains.
Tolok ukurnya ialah kemampuan responden dalam memahami artikel dan
berita sains yang diterbitkan di harian New York Times.
Seseorang yang literat secara keilmuan, menurut US National Science
Education Standards, dapat mengajukan pertanyaan, menemukan, atau
menentukan jawaban atas pertanyaan yang berasal dari keingintahuan mengenai
pengalaman sehari-hari. Artinya, orang tersebut memiliki kemampuan untuk
menguraikan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam. Ia mampu
membaca dengan pemahaman artikel mengenai sains di media populer dan
terlibat dalam percakapan sosial mengenai isu sains. Ia mampu mengevaluasi
kualitas informasi ilmiah berdasarkan sumbernya dan metoda yang digunakan
untuk menghasilkan informasi tersebut. Literasi sains berimplikasi bahwa
seseorang mampu mengidentifikasi isu-isu sains yang mendasari keputusan
nasional dan lokal serta mengungkapkan posisinya berdasarkan informasi
ilmiah.
literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara
meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi
kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan diatas literasi sains
memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam
mengartikan literasi sains. Setiap kalangan umur memberikan kontribusi
terhadap teknolgi berdasarkan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Literasi
sains berarti pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan
proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam
urusan kemasyarakatan dan kebudayaan, dan produktivitas ekonomi
Meningkatkan literasi sains melalui pendidikan sains adalah mengembangkan
kemampuan, kreatifitas, memanfaatkan pengetahuan yang tepat berdasarkan
bukti ilmiah dan keterampilan, terutama dengan relevansi untuk kehidupan
sehari-hari dan karir, dalam memecahkan sendiri masalah ilmiah yang
menantang namun bermakna serta membuat keputusan sosial-ilmiah yang
bertanggung jawab. Tapi perlu untuk mengakui bahwa meningkatkan literasi
sains juga tergantung pada kebutuhan untuk bagi kehidupan merefleksikan
kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan
teknologis. Sesuai dengan pandangan di atas, penilaian literasi sains dalam
PISA tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap
pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses
sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam
situasi nyata yang dihadapi peserta didik, baik sebagai individu, anggota
masyarakat, serta warga dunia.

Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai

“the capacity to use scientific knowledge , to identify questions and to


draw evidence-based conclusions in order to understand and help make
decisions about the natural world and the changes made to it through human
activity”.

Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan


pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat
multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains,
melainkan lebih dari itu. PISA juga menilai pemahaman peserta didik terhadap
karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan
teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta
keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia yang
reflektif. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan
pada usia 15 tahun bagi semua siswa, apakah meneruskan belajar sains atau
tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warga negara, bukan
hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai suatu kompetensi umum

2.2 Komponen dan Aspek-aspek dalam Literasi Sains

Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et al ., 2004).
PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi
sains, yaitu:
1. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki
secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab
oleh sains.
2. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah.
Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau
prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
3. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan
kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari
atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
4. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan
secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
5. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni
kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda
dari apa yang telah dipelajarinya. Dari hasil akhir proses sains ini, siswa
diharapkan dapat menggunakan konsep-konsep sains dalam konteks yang
berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA memandang pendidikan sains
untuk mempersiapkan warga negara masa depan, yang mampu
berpartisipasi dalam masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh
kemajuan sains dan teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak
untuk memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan
keterbatasan sains. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan sains, kemampuan untuk memperoleh
pemahaman sains dan kemampuan untuk menginterpretasikan dan
mematuhi fakta.
Alasan ini yang menyebabkan PISA tahun 2003 menetapkan 3 komponen
proses sains berikut ini dalam penilaian literasi sains.
1. Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2. Memahami penyelidikan sains
3. Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains. Pandangan terhadap
literasi sains yang dilakukan oleh PISA 2003 yang membagi literasi
sains dalam tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya,
yakni kompetensi/proses sains, konten/pengetahuan sains dan konteks
aplikasi sains, yaitu:
1.Aspek konteks, PISA menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum
pendidikan sains di negara partisipan tanpa membatasi diri pada aspek-aspek
umum kurikulum nasional tiap negara yang mencakup bidang-bidang aplikasi
sains dalam seting personal, sosial dan global seperti kesehatan, sumber daya
alam, mutu lingkungan, dan perkembangan mutakhir sains dan teknologi.
2. Aspek konten, konten sains berisi konsep-konsep kunci dari sains yang
diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia.
3. Aspek Kompetensi/Proses, PISA memandang perlunya pendidikan sains
untuk mengembangkan kemampuan siswa memahami hakekat sains, prosedur
sains, serta kekuatan dan kelemahan sains. Siswa perlu memahami bagaimana
ilmuwan menemukan ilmu yang kemudian dapat diadopsi dalam pembelajaran
sains

2.3 Karakteristik scientific literacy (Literasi Sains)

1. Pengamatan
Pengamatan merupakan salah satu keterampilan proses
dasar.Keterampilan menggunakan lima indera yaitu penglihatan, pembau,
peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa mendapatkan kemampuan
melakukan pengamatan dengan menggunakan beberapa indera, maka kesadaran
dan kepekaan mereka terhadap segala hal disekitarnya akan berkembang,
pengamatan yang dilakukan hanya menggunakan indera disebut pengamatan
kualitatif, sedangkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat
ukur disebut pengamatan kuantitatif. Melatih keterampilan pengamatan
termasuk melatih siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan
untuk melakukan pengamatan suatu objek.
2. Klasifikasi
Klaslifikasi adalah proses yang digunakan ilmuwan untuk mengadakan
penyusunan atau pengelompokkan atas objek-objek atau kejadian-kejadian.
Keterampilan klasifikasi dapat dikuasai bila siswa telah dapat melakukan dua
keterampilan berikut ini.
a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yanng dapat diamati dari
sekelompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi.

b. Menyusun klasifikasi dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan sifat-


sifat objek
Klasifikasi berguna untuk melatih siswa menunjukkan persamaan,
perbedaan dan hubungan timbal baliknya.
3. Inferensi
Inferensi adalah sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta hasil
pengamatan. Hasil inferensi dikemukakan sebagai pendapat seseorang terhadap
sesuatu yang diamatinya. Pola pembelajaran untuk melatih keterampilan proses
inferensi, sebaiknya menggunakan teori belajar konstruktivisme, sehingga
siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya.
4. Prediksi
Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati diwaktu
yang akan datang. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan
inferensi tentang hubungan antara beberapa kejadian yang telah diobservasi.
Perbedaan inferensi dan prediksi yaitu : Inferensi harus didukung oleh fakta
hasil observasi, sedangkan prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang
akan terjadi kemudian berdasarkan data pada saat pengamatan dilakukan.
5. Komunikasi
Komunikasi didalam keterampilan proses berarti menyampaikan
pendapat hasil keterampilan proses lainnya baik secara lisan maupun tulisan.
Dalam tulisan bisa berbentuk rangkuman, grafik, tabel, gambar, poster dan
sebagainya. Keterampilan berkomunikasi ini sebaiknya selalu dicoba di kelas,
agar siswa terbiasa mengemukakan pendapat dan berani tampil di depan umum.
6. Identifikasi Variabel
Variabel adalah satuan besaran kualitatif atau kuantitatif yang dapat
bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu. Besaran kualitatif adalah
besaran yang tidak dinyatakan dalam satuan pengukuran baku tertentu. Besaran
kuantitatif adalah besaran yang dinyatakan dalam satuan pengukuran baku
tertentu misalnya volume diukur dalam liter dan suhu diukur dalam derajat
Celcius. Keterampilan identifikasi variabel dapat diukur berdasarkan tiga tujuan
pembelajaran berikut.
a. Mengidentifikasi variabel dari suatu pernyataan tertulis atau dari
deskripsi suatu eksperimen.
b. Mengidentifikasi variabel manipulasi dan variabel respon dari
deskripsi suatu eksperimen.
c. Mengidentifikasi variabel kontrol dari suatu pernyataan tertulis atau
deskripsi suatu eksperimen.
Dalam suatu eksperimen terdapat tiga macam variabel yang sama
pentingnya, yaitu variabel manipulasi, variabel respon dan variabel kontrol.
• Variabel manipulasi adalah suatu variabel yang secara sengaja diubah atau
dimanipulasi dalam suatu situasi.
• Variabel respon adalah variabel yang berubah sebagai hasil akibat dari
kegiatan manipulasi.
• Variabel kontrol adalah variabel yang sengaja dipertahankan konstan agar
tidak berpengaruh terhadap variabel respon.
7. Definisi Variabel Secara Operasional
Mendefinisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan
bagaimana suatu variabel itu diukur. Definisi operasional variabel adalah
definisi yang menguraikan bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi ini
harus menyatakan tindakan apa yang akan dilakukan dan pengamatan apa yang
akan dicatat dari suatu eksperimen. Keterampilan ini merupakan komponen
keterampilan proses yang paling sulit dilatihkan karena itu harus sering di
ulang-ulang.
8. Hipotesis
Hipotesis biasanya dibuat pada suatu perencanaan penelitian yang
merupakan pekerjaan tentang pengaruh yang akan terjadi dari variabel
manipulasi terdapat variabel respon. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk
pernyataan bukan pertanyaan, pertanyaan biasanya digunakan dalam
merumuskan masalah yang akan diteliti (Nur, 1996). Hipotesis dapat
dirumuskan secara induktif dan secara deduktif. Perumusan secara induktif
berdasarkan data pengamatan, secara deduktif berdasarkan teori. Hipotesis
dapat juga dipandang sebagai jawaban sementara dari rumusan masalah.
9. Interpretasi Data
Keterampilan interpretasi data biasanya diawali dengan pengumpulan
data, analisis data, dan mendeskripsikan data. Mendeskripsikan data artinya
menyajikan data dalam bentuk yang mudah difahami misalnya bentuk tabel,
grafik dengan angka-angka yang sudah dirata-ratakan. Data yang sudah
dianalisis baru diiterpretasikan menjadi suatu kesimpulan atau dalam bentuk
pernyataan. Data yang diinterpretasikan harus data yang membentuk pola atau
beberapa kecenderungan.
10. Eksperimen
Eksperimen dapat didefinisikan sebagai kegiatan terinci yang
direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah atau
menguji suatu hipotesis. Suatu eksperimen akan berhasil jika variabel yang
dimanipulasi dan jenis respon yang diharapkan dinyatakan secara jelas dalam
suatu hipotesis, juga penentuan kondisi-kondisi yang akan dikontrol sudah
tepat. Untuk keberhasilan ini maka setiap eksperimen harus dirancang dulu
kemudian di uji coba. Melatihkan merencanakan eksperimen tidak harus selalu
dalam bentuk penelitian yang rumit, tetapi cukup dilatihkan dengan menguji
hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan konsep-konsep didalam GBPP,
kecuali untuk melatih khusus siswa-siswa dalam kelompok tertentu. Contohnya
Kelompok Ilmiah Remaja.
Peranan Literasi Sains dalam Pendidikan
Negara-negara maju sudah membangun literasi sains sejak lama, yang
pelaksanaannya terintegrasi dalam pembelajaran. AS dengan “Project 2061”
membangun literasi sains di Amerika Serikat melalui riset yang hasilnya
digunakan untuk menetapkan “standar pendidikan sains Amerika”. Dibuatnya
standar ini untuk mewujudkan literasi sains secara kongkrit dalam pendidikan
Amerika, yang tujuan jangka panjangnya adalah kejayaan sains dan teknologi di
masa depan. Hasil penelitian sains di Australia menunjukkan bahwa tujuan
utama pendidikan sains di Australia adalah meningkatkan literasi (melek) sains
(Anonim, 2006). Cina menerapkan strategi yang tak kalah penting: menjadikan
"literasi (melek) sains" ( science literacy) sebagai program negara. Cina telah
memulainya lima tahun silam dengan mencanangkan Rencana 15 Tahun untuk
meningkatkan jumlah penduduk yang melek sains. Orang literasi sains akan
dapat berkonstribusi terhadap kesejahteraan baik dari aspek social maupun
ekonomi. Jadi di negara maju, literasi sains merupakan prioritas utama dalam
pendidikan sains (Anonime, 2011). Pengembangan evaluasi untuk mengetahui
pencapaian literasi sains merujuk pada proses sains, yaitu proses mental yang
terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti
mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan.
PISA (2006) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi
sains, yaitu: a) Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat
diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat
dijawab oleh sains. b) Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam
penyelidikan ilmiah. Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains,
atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu. c) Menarik dan
mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan
kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari
kesimpulan itu. d) Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni
mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang
tersedia. e) Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains,
yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda
dari apa yang telah dipelajarinya. Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains
berdasarkan standar PISA yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi
sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya
mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains,
mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta
mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. Konten sains merujuk
pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam
dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia. Dalam
kaitan ini PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya
pada pengetahuan yang menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun
termasuk pula pengetahuan yang dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara harfiah literasi berasal dari “Literacy” (dari bahasa inggris) yang
berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan buta huruf. Kata sains berasal
dari “Science” (dari bahasa inggris) yang berarti ilmu pengetahuan. Salah satu
indikator keberhasilan siswa menguasai berpikir logis, berpikir kreatif, dan
teknologi dapat dilihat dari penguasaan Literasi Sains siswa dari Program PISA.

PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian


literasi sains, yaitu: 1) Mengenal pertanyaan ilmiah, 2) Mengidentifikasi bukti
yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah, 3) Menarik dan mengevaluasi
kesimpulan, 4) Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni
mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang
tersedia, 5) Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, terdapat beberapa
saran yang dapat disampaikan, yaitu :
(1) Pembelajaran berbasis literasi sains dapat dijadikan sebagai alternatif
pembelajaran bagi guru dengan lebih memperhatikan kesesuaian antara isi
materi berdasarkan literasi sains dan tingkat pengetahuan siswa dalam
menyusun materi yang akan disampaikan serta tes yang diberikan kepada siswa,
(2) Selain hasil belajar, ternyata pembelajaran literasi sains juga dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas, sehingga dapat menjadi masukan
bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
https://vivitmuzaki.wordpress.com/2012/07/09/literasi-sains/

https://emiliannur.wordpress.com/2010/06/20/literacy-science/

http://jokosaputroblog.blogspot.co.id/2013/01/pembelajaran-literasi-sains.html

Anda mungkin juga menyukai