Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN BIJI NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L.)


SEBAGAI BIODIESEL PENGGANTI MINYAK TANAH

BIDANG KEGIATAN:
PKM-PENELITIAN

DIUSULKAN OLEH:
SULISMIATI
F1B117017

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI
2019
Pemanfaatan Biji Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) Sebagai Biodiesel
Pengganti Minyak Tanah
SULISMIATI
F1B117017
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Halu Oleo

ABSTRAK

Indonesia merupakan Negara dengan penduduk yang cukup banyak sehingga


kebutuhan akan minyak bumi dari bahan bakar fosil pun meningkat .Dimana
ketersediaan bahan bakar fosil terus berkurang dan tidak dapat diperbaharui
sehingga ketersediaannya sangat terbatas.Untuk mengatasi hal tersebut salah satu
cara yang paling efisien adalah dengan mencari alternatif bahan bakar lain dari
tumbuhan(biodiesel) ,salah satunya dengan memanfaatkan biji Nyamplung
(Calophyllum Inophyllum L.) yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui
sehingga ketersediaaan di alam tidak terbatas dan sangat potensial sebagai bahan
baku biodiesel dikarenakan rendemen minyaknya tergolong tinggi dibandingkan
jenis tanaman lain ,seperti jarak pagar dan kelapa sawit , hemat bahan baku dan
memiliki daya bahan bakar dua kali lipat dibandingkan minyak tanah. Namun
Tingginya fraksi padat pada minyak biji nyamplung menyebabkan biodiesel
nyamplung yang dihasilkan memiliki viskositas tinggi, bilangan asam tinggi, titik
kabut tinggi, dan pengaruh buruk lainnya sehingga sulit memenuhi standar
biodiesel SNI 04-7182-2006 .Karena memiliki viskositas yang tinggi sehingga
kapilaritasnya rendah yangmembuat minyak nyamplung hanya dapat diterapkan
pada kompor tekan dan sulit diterapkan pada kompor sumbu. Oleh karena itu,
pada penelitian ini mampu menghasilkan minyak nyamplung yang mempunyai
viskositas yang rendah dengan kapilaritas yang tinggi sehingga dapat diterapkan
pada kompor sumbu.Pengolahan biji nyamplung menjadi biodiesel terbagi tiga
tahap yaitu: Degumming, Esterfikasi dan Transesterifikasi

Kata kunci:biodiesel,biji nyamplung,bahan bakar fosil,bahan bakar nabati,destilas


BAB 1.PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara dengan penduduk yang cukup banyak


sehingga kebutuhan akan minyak bumi dari bahan bakar fosil pun semakin
meningkat . ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang .Bahan bakar fosil
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga
ketersediaannya di alam sangat terbatas.Untuk mengatasi hal tersebut salah satu
cara yang paling efisien adalah dengan mencari alternatif bahan bakar nabati lain
dari tumbuhan(biodiesel) sebagai pengganti bahan bakar fosil tersebut.Salah
satunya dengan memanfaatkan biji Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) yang
ramah lingkungan dan dapat diperbaharui sehingga ketersediaaan di alam tidak
terbatas dan di Indonesia tumbuhan ini mudah ditanam dan tidak memerlukan
lahan yang luas. Biji nyamplung (Callophylum inophyllum L.) sangat potensial
sebagai bahan baku biodisel dikarenakan rendemen minyaknya 40-70% tergolong
tinggi dibandingkan jenis tanaman lain, misalnya jarak pagar sebesar 40-60% dan
sawit 46-54%, hemat bahan baku dan memiliki daya bakar dua kali lipat
dibandingkan minyak tanah[5]. Tingginya fraksi padat pada minyak biji
nyamplung menyebabkan biodiesel nyamplung yang dihasilkan memiliki
viskositas tinggi, bilangan asam tinggi, titik kabut tinggi, dan pengaruh buruk
lainnya sehingga sulit memenuhi standar biodiesel SNI 04-7182-2006. Diketahui
bahwa buah biji C. Inophyllum L.mengandung lipid(63,1%), Fiber (16,64%), abu
(3,22%), protein (3,42%),kelembaban (4,15%), dan Nitrogen Free Extract
(13.62%) .Dan juga memiliki nilai kalori 6092 kal/gr. Lipid mengandung asam
lemak bebas (8,23%), monogliserida (3,93%),digliserida (3,37%), trigliserida
(81.06%) dan bioactive (3,4%). Minyak biji C. Inophyllum L. bisa berpotensi
sebagaibahan baku untuk produksi biodiesel[1].Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Jimmy dengan menambahkan bahan aditif etanol dan etil laktat
dengan kosentrasi yang besar maka viskositas minyak nabati dari nyamplung akan
semakin turun. Hal ini disebabkan karena penambahan suatu fraksi ringan di
dalam suatu fraksi berat akan menyebabkan turunnya harga viskositas yang
terkandung dalam fraksi berat. Etanol dan etil laktat merupakan fraksi ringan
karena memiliki gugus karbon pendek .Jimmy juga mengatakan bahwa Viskositas
yang tinggi akan menyebabkan daya kapilaritas yang rendah sehingga
menyulitkan perambatan minyak apabila digunakan dalam kompor sumbu dan
laju perambatan minyak yang lebih rendah daripada laju pembakaran
menyebabkan sumbu akan terbakar habis..Dari hal tersebut Jimmy menyimpulkan
bahwa karena viskositasnya, bahan bakar biji nyamplung ini lebih cocok
digunakan pada kompor tekan yang aliran bahan bakarnya digerakkan
menggunakan tekanan dalam tabung. Kenaikan konsentrasi bahan aditif etanol
dan etil laktat, viskositas minyak nyamplung akan menurun hingga mencapai
25,09 mm2/s atau 50% dari viskositas minyak nyamplung murni, untuk
penambahan etanol dengan konsentrasi 6%. Dari hal ini menyebabkan minyak
nyamplung lebih efisien hanya digunakan pada kompor tekan daripada kompor
sumbu karena memiliki viskositas yang tinggi sehingga kapilaritas atau daya
serapnya kecil.Padahal masyarakat di Indonesia lebih sering memakai kompor
sumbu.Oleh karena itu pada penelitian ini mampu menghasilkan minyak
nyamplung dengan viskositas yang rendah dengan kapilaritas yang tinggi
sehingga dapat diterapkan pada kompor sumbu.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas pada proposal ini adalah bagaimana
proses menghasilkan bahan bakar nabati yang efektif dari biji nyamplung yang
mempunyai viskositas rendah dengan kapilaritas yang tinggi sehingga dapat
diterapkan pada kompor sumbu.

1.3 Tujuan
Tujuan dari proposal ini adalah untuk menghasilkan minyak
nabati(biodiesel) dari biji nyamplung yang mempunya viskositas rendah dengan
kapilaritas yang tinggi sehingga dapat dipakai pada kompor sumbu.
1.4 Keluaran
Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah menghasilkan minyak
nabati dari biji nyamplung yang mempunyai viskositas rendah dengan kapilaritas
yang tinggi sehingga dapat dipakai pada kompor sumbu.
.
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman nyamplung adalah pohon yang termasuk kedalam famili


Clusiaceae. Tanaman ini memiliki persebaran habitat di Afrika Timur, India, Asia
Tenggara, Australia dan Pasifik Selatan. Tanaman ini tumbuh di area dengan
curah hujan 1000-5000 mm pertahun pada ketinggian 0-200 m diatas permukaan
laut. Tanaman nyamplung sangat potensial bila digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel dikarenakan kadar minyak yang tinggi pada biji (40-73
%(w/w)), minyak yang dapat dihasilkan sebesar 4680 kg/ha serta merupakan non-
edibble oil sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan pangan Mengantisipasi
semakin berkurangnya cadangan dari minyak bumi, pemerintah Indonesia saat ini
telah memulai memproduksi biodiesel sebagai bahan substitusi BBM. Disebutkan
dalam blueprint pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005-2025, bahwa
pemerintah telah menetapkan pemakaian biodiesel sebanyak 2% konsumsi solar
pada tahun 2010, 3% pada tahun 2015 dan 5% pada tahun 2025.. Selain itu,
pemerintah juga menetapkan kebutuhan biodiesel mencapai 720.000 kiloliter pada
tahun 2010 dan akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter pada tahun 2015 dan
4,7 juta kiloliter pada tahun 2025 [5].
Untuk mendorong pengembangan biofuel, pemerintah telah mengeluarkan
Kebijakan Energi Nasional, diantaranya PP No.5/2006 dengan menetapkan target
produksi biofuel pada tahun 2025 sebesar 5% dari total kebutuhan energi minyak
nasional dan penugasan kepada Departemen Kehutanan untuk berperan dalam
penyediaan bahan baku biofuel termasuk pemberian ijin pemanfaatan lahan hutan
terutamalahan yang tidak produktif. Namun dengan semakin berkurangnya
cadangan minyak bumi dan un.tuk menghemat devisa negara, maka telah
dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25/2013 untuk peningkatan campuran
biodisel sebesar 10% mulai tahun 2013.Salah satu jenis tanaman hutan yang
mempunyai potensi sebagai bahan baku biofuel adalah Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.) dengan memanfaatkan bijinya. Selain bukan merupakan tanaman
pangan,tanaman ini sudah mulai dibudidayakan di Indonesia sebagai tanaman
wind breaker pada daerah marginal di tepi pantai atau lahan-lahan kritis lainnya.
Variasi ukuran buah, biji dan pertumbuhan tanaman daripopulasi nyamplung di
seluruh Indonesia menunjukkan peluang untuk meningkatkan produktivitas
tanaman. Produktivitas biji nyamplung sangat tinggi bervariasi antara 40-150
kg/pohon/th atau sekitar 20 ton/ha/th dan lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman
lain seperti Jarakpagar (5 ton/ha/th) dan sawit (6 ton/ha/th).Rendemen minyak
nyamplung dari 12 populasi di Indonesia mempunyai variasi yang tinggi yaitu
antara 37-58 % dan lebih tinggi dibandingkan jarak pagar 25-40%, saga hutan 14-
28%, kepuh 24-40%, kesambi 30-40% dan kelor 39-40% . Satu liter minyak
nyamplung dapat dihasilkan dari 2-2,5 kg biji, sedangkan jarak pagar
membutuhkan 4 kg untuk menghasilkan satu liter minyak. Hasil analisis sifat
fisiko-kimia biodisel yang dihasilkan telah memenuhi sebagian besar standar SNI
04-7182-2006. Potensi yang sangat tinggi tersebut di atas menjadi dasar
pengembangan nyamplung dalam program pemuliaan sesuai dengan strategi yang
telah dibuat[4].
Hasil minyak nyamplung dengan titik nyala mendekati minyak tanah, diuji
penggunaannya dalam kompor tekan dan kompor sumbu untuk mengamati
kemudahan penyalaan, kualitas pembakaran dan lama pembakaran. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan kompor sumbu (Bunsen). Minyak nyamplung
mudah dinyalakan, diperoleh tinggi api 8 cm dan sedikit jelaga. Percobaan yang
dilakukan pada minyak tanah, diperoleh bahwa minyak tanah sangat mudah
dinyalakan pada Bunsen dan dengan tinggi api yang dihasilkan 9 cm dan jelaga
yang dihasilkan sangat banyak. Penggunaan minyak nyamplung pada kompor
sumbu tidak effisien, karena sumbu cepat habis sedangkan minyak masih banyak.
Hal ini disebabkan minyak nyamplung memiliki viskositas yang tinggi bila
dibandingkan dengan minyak tanah. Viskositas yang tinggi menyebabkan minyak
nyamplung memiliki kapilaritas rendah sehingga laju peram-batan pada sumbu
sangat lambat dan sumbu cepat habis. Aplikasi minyak nyamplung pada kompor
tekan diperoleh hasil bahwa minyak nyamplung mudah dinyalakan pada kompor
tekan dan warna api yang dihasilkan berwarna merah dan dengan jelaga yang
dihasilkan tidak sebanyak jelaga yang dihasilkan oleh minyak tanah. Dari hal
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa minyak nyamplung yang ditam-bahkan
bahan aditif etanol dan etil laktat lebih cocok diaplikasikan pada kompor tekan
dari pada kompor sumbu[3].
Kondisi terbaik proses degumming minyak nyamplung diperoleh pada
kombinasi perlakuan penggunaan H3PO4 20 % sebanyak 0,2 % (v/w), suhu
pemanasan 80⁰C selama 15 menit dengan rataan nilai transmisi sebesar 17 persen
dan rendemen sebesar 98,4 persen. Komponen asam lemak utama penyusun fraksi
padat minyak nyamplung adalah asam oleat (35,75persen), asam linoleat (29,05
persen), asam stearat(17,95 persen), dan asam palmitat (15,17 persen). Fraksinasi
terhadap minyak nyamplung hasil degumming menghasilkan rendemen fraksi
padat dengan rataan sebesar 29,7 persen.Pada minyak nyamplung kasar
teridentifikasi komponen steroid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Pada fraksi
cair nyamplung steroid, flavonoid, dan saponin, sementara fraksi padat minyak
nyamplung hanya mengandung flavonoid.Minyak nyamplung memiliki efek
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus namun tidak terhadap
Escheria coli.Minyak nyamplung dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.
aures dengan rataan diameter penghambat terbesar yaitu 6,75 mm pada sampel
minyak nyamplung kasar (crude oil) [2].
Kualitas biodisel yang dihasilkan diuji dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan American Society for Testing and Materials (ASTM) meliputi : uji
viskositas (ASTM D 445-04),uji densitas (ASTM D 1298),pengukuran titik nyala
(ASTM D 93-02a), penghitungan bilangan asam,penghitungan angka
setana,penghitungan bilangan penyabunan ,analisis senyawa penyusun biodiesel
(KG-SM) , analisis kadar metil ester (KG) ,penghitungan kalor pembakaran
(ASTM D 240) , perhitungan kalor secara teoritis .Yield biodisel yang dihasilkan
dari minyak biji nyamplung pada penelitian ini sebesar 82,87%, berada pada
kisaran yield biodisel hasil para peneliti terdahulu melalui transesterifikasi satu
tahap sebesar 79,03 - 91%. Angka setana dan alkil ester pada biodisel yang
dihasilkan masing-masing sebesar 79,5 dan 99,71 % sudah memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI). Densitas yang dihasilkan sebesar 893,1 kg/m3, titik
kabut 20⁰C dan gliserol total 0,26% sudah mendekati SNI dengan selisih yang
tidak signifikan, sedangkan angka asam yang dihasilkan sebesar 1,86 mg
KOH/gram biodisel dan viskositas biodiselnya 15,7 mm2/s belum memenuhi SNI
secara signifikan.Untuk menyempurnakan angka asam dan viskositas tersebut
masih diperlukan penyempurnaan proses sintesa biodisel melalui diversifikasi
jumlah tahapan esterifikasi, alternatif jenis dan kadar katalisator ataupun
optimalisasi suhu reaksi transesterifikasinya[6].

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1.Alat
Minyak nyamplung adalah minyak hasil ekstraksi dari biji nyamplung
menggunakan mesin pres, yang mana bisa dilakukan dengan dua macam mesin
pres yaitu mesin pres hidrolik manual dan mesin pres ekstruder (sistem ulir).
Minyak yang keluar dari mesin pres berwarna hitam/gelap karena mengandung
kotoran dari kulit dan senyawa kimia seperti alkaloid,fosfatida,karotenoid,klorofil,
dan lain lain. Agar minyak nyamplung dapat digunakan untuk proses selanjutnya
dilakukan proses degumming. Pada proses degumming alat yang dipakai adalah
oven, pengaduk dan corong pemisah.Pada proses proses trans-esterifikasi alat
yang dipakai adalah:1). Reaktor labu leher satu 2). Microwave 3). Kontrol daya
4). Kontrol waktu 5). Kondensor refluks 6). Aliran air pendingin masuk 7). Aliran
air pendingin keluar 8) Magnetic stirrer.

3.2.Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji
nyamplung(Calophyllum Inophyllum L.) yang kering,pada proses Degumming
bahan yang dibutuhkan adalah asam fosfat sebanyak 0,3% (w/w) dan aquades
hangat (40⁰C).Pada tahap Esterfikasi bahan yang dipakai dengan methanol (ratio
mol minyak-metanol 1:40) dan katalis H2SO4 sebanyak 13% (v/v).Pada tahap
trans-esterifikasi bahan yang digunakan adalah NaOH atau KOH

3.2.Diagram Alir
Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan yaitu:

Penyortiran biji nyamplung

Pengeringan biji nyamplung

Pengambilan minyak dari


biji nyamplung

Degumming

Esterfikasi

Transesterifikasi

Karakteristisasi biodiesel

Gambar 3.1.Diagram alir pada biodiesel minyak nyamplung

3.3.Tahapan Penelitian
3.3.1.Tahap Degumming
Untuk menghilangkan getah maka dilakukan degumming, Tahap ini
diawali dengan pemanasan minyak nyamplung pada suhu 80⁰C kemudian
dilanjutkan dengan penambahan asam fosfat sebanyak 0,3% (w/w) minyak
nyamplung disertai dengan pengadukan selama 15 menit. Kemudian
dilakukan pencucian menggunakan aquades hangat (40⁰C) serta pemisahan
didalam corong pemisah. Lapisan atas (minyak) kemudian dipanaskan dalam
oven dengan suhu 105⁰C yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
minyak.
3.3.2. Tahap Esterfikasi

Tahap ini memiliki tujuan untuk mengkonversi asam lemak bebas


(FFA) yang terkandung dalam minyak nyamplung menjadi metil ester dan air.
Kadar FFA ini harus diturunkan hingga < 2% agar dapat dilanjutkan ke tahap
trans-esterifikasi. Tahap ini dimulai dengan mencampur minyak dengan
methanol (ratio mol minyak-metanol 1:40) dan katalis H2SO4 sebanyak 13%
(v/v) didalam reaktor labu leher satu. Kemudian melakukan pemanasan
didalam oven microwave selama 60 menit disertai pengadukan. Setelah
melalui proses pemanasan, dilakukan pemisahan antara methanol,minyak dan
katalis menggunakan corong pemisah, lapisan atas berupa methanol yang
dapat dimurnikan lagi dan lapisan bawah adalah campuran minyak dan metil
ester yang selanjutnya dilakukan pencucian dengan aquades hangat. Langkah
terakhir adalah proses pemanasan dalam oven bersuhu 105⁰C dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air dalam minyak.

3.3.3.Tahap Transesterifikasi

Tahap ini merupakan tahap utama dalam penelitian ini, dimana


trigliserida yang merupakan komponen utama minyak dikonversi menjadi
biodiesel dan gliserol. Trans-esterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alcohol rantai
pendek seperti metanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi
biodiesel menggunakan methanol dikarenakan lebih ekonomis) menghasilkan
metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters/FAME) atau biodiesel dan
gliserol sebagai produk samping. Dimana untuk mendapatkan produk murni
harus dipisahkan antara gliserol dengan metil esternya. Katalis yang
digunakan secara umum biasanya dalam bentuk liquid karena selain
pengontrolan yang lebih mudah, katalis dalam bentuk liquid pada umumnya
membutuhkan panas reaksi yang lebih kecil daripada katalis solid. Akan
tetapi katalis liquid membutuhkan pencucian dan separasi yang cukup
kompleks. Katalis solid jarang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel.
Hal ini dikarenakan katalis padat membutuhkan panas reaksi yang lebih besar
sehingga waktu reaksi sampai dicapai keadaan optimum membutuhkan waktu
yang lebih lama. Keunggulan katalis solid tidak membutuhkan pencucian dan
separasi katalis relatif jauh lebih mudah. Selain itu katalis padat bersifat
thermostabil, dan jauh lebih murah. Katalis yang digunakan adalah basa atau
alkali,biasanya NaOH atau KOH.

Gambar 3.2. Skema alat trans-esterifikasi

Keterangan alat : 1.) Reaktor labu leher satu 2). Microwave 3). Kontrol daya
4). Kontrol waktu 5). Kondensor refluks 6). Aliran air pendingin masuk 7).
Aliran air pendingin keluar 8) Magnetic stirrer
DAFTAR PUSTAKA

[1] Chandra,Bayu Biru, Filan Setiawan , Setiyo Gunawan dan Tri


Widjaja.2013.”Pemanfaatan Biji Buah Nyamplung (Callophylum
Inopyllum L.) sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel” .Jurnal Teknik
Pomits Vol. 2 no.1.
[2] Hasibuan,Sawarmi,Sahirman dan Ni Made Ayu Yudawati.
.2013.”Karakteristik Fisikokimia dan Antibakteri Hasil Purifikasi Minyak
BijiNyamplung” . AGRITECH Vol.33 no.3.
[3] Jimmy .2012.”Penggunaan Minyak Nyamplung sebagai Bahan Bakar
Alternatif Pengganti Minyak Tanah” .Jurnal Teknik Kimia Vol.6 no.2.
[4] Leksono,Budi ,Eritrina Windyarini dan Tri Maria
Hasanah.2014.”Budidaya Tanaman Nyamplung (Callophylum Inopyllum
L.) untuk Bioenergi dan Prospek Pemanfaatan Lainnya “.Jakarta:IPB
Press.
[5] Muhammad,Fatih Ridho, Safetyllah Jatranti, Lailatul Qadariyah dan
Mahfud.2014.”Pembuatan Biodiesel dari Minyak Nyamplung
Menggunakan Pemanasan Gelombang Mikro”.Jurnal Teknik PomitsVol.3
no.2.
[6] Suyono,Ninik Utami Hartanti,Agus Wibowo dan Narto .”Biodiesel dari
Jenis Nyamplung (Callophylum Inopyllum L.) sebagai Alternatif
Pengganti Bahan Bakar Minyak Fosil” .Biosfera Vol.34 no.4.

Anda mungkin juga menyukai