Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT ANASTESI

PERDARAHAN pada GIANT CELL TUMOR

Dokter Pembimbing :

dr.Hayati Usman. Sp. AN

dr. Dhadi Ginanjar, Sp.AN

Disusun oleh :

Indah Kusumo Wardani Puteri 1102010129

Nadia Paramaosa 102010199

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANASTESI RSUD dr. SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata yunani yaitu “an” dan esthesia,
dan bersama-sama berarti “hilangnya rasa atau hilangnya sensasi, ahli saraf memberi makna
pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada baguan tubuh tertentu (1).
Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berpotensi menghilangkan nyeri
dan rumatan pasien sebelum, selama, sesudah pembedahan.

Obat anestesi intravema adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena
baik untuk tujuan hipnotik, analgetik, atau pelumpuh otot. Setelah berada di dalam vena, obat
obatan ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah (sistemik). Obat
anestesi yang ideal memiliki sifat : 1) Hipnotik dengan onset cepat serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah diberi penyuntikan, 2) analgetik, 3) amnesia, 4)
memiliki antagonis, 5) cepat dieliminasi, 6) depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada
atau minimal, 7) farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ.

Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan : 1) Obat yang terutama
digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan barbiturat, eugenol dan steroid, 2)
obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan seperti pada
neuroleptanalgesia, anestesi disosiasi (contohnya : ketamine), sedative (contohnya :
diazepam). Dari bermacam-macam obat obat anestesi intravena, hanya beberapa saja yang
sering digunakan yaitu : barbiturate, ketamine dan diazepam.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas

Nomor Rekam Medis : 727232


Nama lengkap : Tn. Saepul
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Wirasasta
Pendidikan : SD
Alamat : Karangpawitan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Ruang rawat/ Kelas : Marjan Atas/ Kelas III
Tanggal operasi : 9 Februari 2015

1.2. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, pada tanggal 13 februari pukul


16:00 WIB.
 Keluhan Utama
Benjolan pada kaki kiri.
 Keluhan Tambahan
Mual dan terdapat penurunan berat badan.
 Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke RSUD Slamet Garut dengan keluhan terdapat benjolan pada kaki kiri
sejak 10 bulan SMRS. Benjolan awalnya berbentuk seperti kelereng sebesar 1 cm,
kenyal,mobile, permukaan halus,nyerinya hilang timbul karena dianggap tidak begitu
mengganggu jadi pasien mengabaikannya dan memilih pergi ke luar kota untuk bekerja.
Namun setelah 2 bulan bekerja, pasien mengeluh benjolan semakin membesar dan bertambah
nyeri. Pasien memutuskan untuk pulang ke rumah dan berobat ke tukang pijat. Lama kelaman
benjolan di rasaakan semakin membesar dan bertambah nyeri dan sudah mengganggu
aktivitas sehari-hari pasien. Dan dibawa ke RSUD dr slamet Garut dan di rujuk ke RSHS.

3
Saat di RSHS pasien mengaku hanya dilakukan pemeriksaan tanpa diberitau penyebab
penyakitnya dan tidak diberi obat. Pasien sudah 16x pergi ke RSHS hanya untuk sekedar
pengambilan sample. Lalu pasien akhirnya datang kembali ke RSUD dr Slamet garut dengan
kondisi semakin memburuk terdapat bau yang tidak sedap pada kaki kirinya. Pasien akhirnya
disarankan untuk amputasi. Awalnya pasien menolak untuk dilakukan amputasi tetapi
dengan banyak pertimbangan akhirnya pasien berobat kembali ke RSUD dr slamet garut 2
bulan yang lalu untuk di lakukan amputasi.
Pasien juga mengeluhkan mual dan gangguan tidur. BAB dan BAK dalam batas normal.

 Riwayat Penyakit Dahulu :


OS sebelumnya belum pernah menjalani operasi atau tindakan anestesi apapun.
Riwayat alergi obat-obatan atau makanan tertentu disangkal. OS menyangkal mempunyai
riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, ginjal maupun hati. Pasien mengaku tidak
meminum obat-obatan tertentu secara rutin dalam jangka panjang.

 Riwayat Penyakit keluarga :


Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi obat atau
makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh OS. Riwayat kematian
anggota keluarga di atas meja operasi juga disangkal.

 Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku merokok 1 bungkus sehari, tidak mengonsumsi alkohol maupun
obat-obatan terlarang.

1.3. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Status gizi : TB : 167 cm
BB : 45 kg
 Tanda vital
Tekanan darah : 100/60mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu :36,5 º C
Pernapasan : 20 x/menit

4
 Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
-Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
-Paru : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-),
teraba massa (-) perkusi timpani di keempat kuadran abdomen,
bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas dan terdapat benjolan
pada ekstremitas bawah kiri.

1.4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pada tanggal 6 Februari 2015
a. Hematologi
- Hemoglobin : 5,5 g/dL (N= 13,0 - 16,0)
- Leukosit : 22810 x 103/ul (N= 3,80 - 10,60)
- Trombosit : 683 x 103/ul (N= 150 - 440)
- Hematokrit : 17 % (N= 40,0 – 52,0)
- Eritrosit : 2,03 (N = 2,5 - 6,5)

Pada tanggal 10 Februari 2015


- Hemoglobin : 10,3 g/dL (N= 12,0 - 16,0)
- Leukosit : 14450 x 103/ul (N= 3,80 - 10,60)
- Trombosit : 234 x 103/ul (N= 150 - 440)
- Hematokrit : 28 % (N= 35,0 – 47,0)

5
1.5. Diagnosis Kerja
Malignant Giant Cell Tumor a/r cruris sinistra
Anemia Gravis ec Inflamasi

1,6 Rencana tindakan Bedah


Amputasi
1.7 Rencana Tindakan Anastesi

Status fisik pasien : ASA III

Jenis anastesi : Anestesi umum

BAB III

6
LAPORAN ANASTESI

a. Status anestesi
 Diagnosa pre operasi : Malignant Giant Cell Tumor a/r cruris sinistra
 Jenis operasi : Amputasi

 Rencana teknik anestesi : Anestesi Umum


 Status fisik : ASA III

b. Keadaan selama pembedahan

Lama operasi : (Jam 15.30 – 17.30 WIB)

Lama anestesi : (Jam 15.00– 17.30 WIB)

Jenis anestesi : Anestesi umum

Posisi : Supine

Infus : Ringer laktat

Medikasi :Ketamin 100 mg, fentanil 100 mg, atrakurium 20 mg,Asam


traneksamat 1000 mg, ketorolac 3 mg,

Cairan Masuk : ± 750 cc Ringer Laktat, Widahes 250 cc, PRC 500 cc.

Perdarahan : + 1500 cc

c. Persiapan Alat

• Mesin anastesi

• Monitor anastesi

• Sfigmomanometer digital

• Oksimeter atau saturasi

• Spuit 5 cc dan 3cc

• Kanul O2

7
d. Persiapan Obat

 Pre medikasi: -
 Analgetik: fentanil
 Sedativa: ketamin
 Muscle relaxant : atrakurium
 Obat emergency: Ephedrine

e. Monitoring Saat Operasi

Jam Tindakan Tekanan Nadi


(waktu) darah (x/menit)
(mmHg)
15.15 - OS masuk ke kamar 85/60 65
operasi dan di
pindahkan ke meja
operasi
- Pemasangan
monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi
oksigen.
- Infus Ringer Laktat
15.30 - Medikasi Ketamin 90/70 68
100 mg, fentanil 100
mg, atrakurium 20 mg
- Pemberian Oksigen 2
liter/menit

16.00 Operasi dimulai 95/75 70


- masuk RL ke 2

8
16.15 - OS masih dalam 100/65 70
keadaan di operasi

16.30 Masuk PRC 1 labu 70/50 68


Infuse di tangan kiri
dengan widahes 250 mg
16.45 Masuk RL yang ketiga 90/60 65

17.00 Masuk PRC labu ke 2 90/60


65
17.30 - Operasi selesai 95/60 60
- Pemberian oksigen
dihentikan
- Pasien sadar dan
dipindahkan ke
Recovery Room

f. Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 95/60 mmHg, Nadi : 60 x/m

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :

Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi Dapat dibangunkan Tak dapat
baik dibangunkan
Warna Merah muda Pucat atau Sianosis dengan O2
(pink) tanpa O2, kehitaman perlu O2 SaO2 tetap < 90%
SaO2 > 92 % agar SaO2 > 90%
Aktivitas 4 ekstremitas 2 ekstremitas Tak ada ekstremitas
bergerak bergerak bergerak
Respirasi Dapat napas Napas dangkal Apnu atau
dalam Sesak napas obstruksi
Batuk
Kardiovaskular Tekanan darah Berubah 20-30 % Berubah > 50 %

9
berubah 20 %

Total = 10  Pasien dapat dipindahkan ke ruangan rawat (bangsal)

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

10
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan (robekan)
pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan eksternal.
Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika pembuluh darah terluka maka akan
segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat
berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.

2. Jenis perdarahan
Berdasarkan letak keluarnya darah:
a. Perdarahan Luar
Ada 3 macam perdarahan :
1. Perdarahan dari pembuluh rambut (kapiler)
Tanda – tandanya :
 Perdarahan tidak hebat
 Keluar perlahan – lahan berupa rembesan
 Biasanya perdarahan berhenti sendiri walaupun tidak diobati
 Mudah untuk menghentikan dengan perawatan luka biasa
2. Perdarahan dari pembuluh darah balik (vena)
Tanda – tandanya :
 Warna darah merah tua
 Pancaran darah tidak begitu hebat dibanding perdarahan arteri
 Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan meninggikan
anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung.
3. Perdarahan dari pembuluh nadi (arteri)
Tanda – tandanya :
 Warna darah merah muda
 Keluar secara memancar sesuai irama jantung
 Biasanya perdarahan sukar untuk dihentikan
b. Perdarahan Dalam
Perdarahan dalam adalah perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada,
rongga tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar, tapi
terkadang dapat juga darah keluar melalui lubang hidung, telinga, dan mulut.
Penyebab:
 Pukulan keras, terbentur hebat

11
 Luka tusuk
 Luka tembak
 Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit
 Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah.

Derajat Syok Hemoragik

Klas I Klas II Klas III Klas IV

Kehilangan < 15% 15 – 30% 30 – 40% > 40%


dlm %

Kehilangan < 750 cc 750 – 1500 cc 1500 – 2000 cc > 2000 cc


dlm cc

Frek. Nadi < 100x/m 100x/m 120x/m > 140x/m (tidak


teraba)

Sistolik > 110 mmHg > 100 mmHg < 90 mmHg < 90 mmHg

Cap refill Normal Delayed Delayed Delayed

Frek. Nafas 16x/m 16 – 20 x/m 21 – 26 x/m > 26 x/m

Kesadaran Sadar (anxious) Gelisah (agitated) Kesadaran menurun Lemah tak bergerak
(mental state) (confused) (lethargic)

Derajat Dehidrasi (Kriteria Pierce)

Gejala Defisit Ringan (3-5% BB) Sedang (6-8% BB) Berat (>10% BB)

Turgor kulit Berkurang Menurun sangat menurun

Lidah Normal Lunak kecil keriput

Mata Normal Cowong sangat cowong

12
Ubun-ubun Normal Cekung sangat cekung

Rasa haus + ++ +++

Nadi ↑ ↑↑ kecil lemah ↑↑↑ sangat kecil

Tensi ↓ ↓↓ ↓↓ tak terukur

Urine ↓ Pekat Anuria

Hal-hal yang perlu dikaji terkait dengan perdarahan yaitu:


1. ABCD
2. Sianosis atau tidak
3. Kulit dingin terutama akral

4. Tekanan darah yang turun

5. Nadi cepat tapi lemah

6. Nafas dalam dan cepat

7. Banyaknya darah yang keluar

8. Kesadaran klien

Pada perdarahan eksternal, jika berlebihan akan terlihat jelas pada pakaian. Jika
seseorang menggunakan pakaian yang tebal perdarahan mungkin tidak terlihat.
Pemeriksaan harus cepat-cepat memeriksa tubuh pasien dengan membuka pakaian terlebih
dahulu, yakinkan bagian-bagian yang terbawah sudah diperiksa. Pakaian yang berlumuran
darah dapat digunting sehingga daerah yang terluka dapat diperiksa. Kulit kepala
mengandung banyak pembuluh darah, lacerasi kecil pun dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat.
Sedangkan perdarahan internal sukar diidentifikasi. Perdarahan didalam rongga
(pneumothorak) bisa menghambat pernafasan dan akan mengakibatkan nyeri dada.
Perdarahan pada rongga perut akan menyebabkan kekakuan pada otot abdomen dan nyeri
abdomen. Hemoptysis dan hematemisis menunjukkan adanya perdarahan di paru-paru
atau perdarahan saluran pencernaan. Shock dapat terjadi pada perdarahan internal dan

13
eksternal yang hebat. Korban dikaji terhadap nadi yang sangat cepat tetapi lemah,
pernafasan lambat dan dangkal, kulit dingin, cemas gelisah dan haus. Pupil sama, dapat
berdilatasi dan responnya terhadap cahaya sangat lambat.

1. Teknik menghentikan perdarahan


1. R – rest : Diistirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial,
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

2. I – Ice : Terapi dingan, gunanya mengurangi perdarahan, dan meredakan rasa


nyeri.

3. C – Compresion : Penakanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi


pembengkakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut.

4. E – Elevation : Peninggian daerah cedera gunanya untuk mencegah statis,


mengurangi edema (pembengkakan), dan rasa nyeri.

Tranfusi Darah

Tranfusi darah pada hakekatnya merupakan pemberian darah atau komponen darah dari satu
individu (donor) ke individu lain (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi
di sisi lain dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi. Oleh karena
itu, pemberian tranfusi hendaknya selalu dilakukan secara rasional dan efisien, yaitu dengan
memberikan hanya komponen darah atau derivat plasma yang dibutuhkan saja. Dengan
demikian diharapkan manfaat yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko yang
mungkin terjadi.

TES PRE TRANFUSI

Pemeriksaan alloantibodi mengidentifikasi antibodi yang melawan antigen sel darah


merah lain. Spesifisitas alloantibodi ditentukan oleh ada tidaknya antigen yang
mengakibatkan aglutinasi.

Uji cocok silang (crossmatch) adalah prosedur yang paling penting dan paling sering
dilakukan sebelum tranfusi darah. Secara umum, uji cocok silang terdiri dari serangkaian
prosedur yang dilakukan sebelum tranfusi untuk memastikan seleksi darah yang tepat untuk

14
seorang pasien dan untuk mendeteksi antigen ireguler dalam serum resipien yang akan
mengurangi atau mempengaruhi ketahanan hidup dari sel darah merah donor setelah tranfusi.

Uji cocok silang ada 2 jenis, yaitu mayor dan minor. Uji silang mayor menguji reaksi
antara sel darah merah donor dengan serum resipien, yaitu untuk mendeteksi antibodi
resipien yang dapat melisis sel darah merah donor dan menyebabkan reaksi tranfusi
hemolitik. Uji silang minor yaitu menguji reaksi antara serum donor dengan sel darah merah
resipien. Uji cocok silang mayor dilakukan pada tes pretranfusi, menggunakan metode yang
akan menunjukkan antibodi aglutinasi, sensitisasi, dan hemolisis, juga tes antiaglutinin.
Sedangkan uji tranfusi silang minor tidak dilakukan pretranfusi karena uji ini dilakukan
sebagai tes rutin pada darah donor setelah pengumpulan darah. Kombinasi beberapa prosedur
dapat dilakukan untuk melakukan uji cocok silang. Kedua uji tersebut biasa dikerjakan dalam
3 fase, yaitu medium NaCl 0,9%, medium albumin dan Coombs yang keseluruhannya
memerlukan waktu 2 jam.

Secara umum, uji cocok silang harus mendeteksi sebagian besar antibodi resipien
yang dapat bereaksi dengan sel darah merah donor. Namun permintaan darah dalam keadaan
darurat dimana tidak dilakukan uji cocok silang, harus dipertimbangkan kemungkinan besar
terjadinya resiko tranfusi. Meskipun demikian, uji cocok silang juga tidak menjamin sel darah
donor tetap hidup atau mencegah imunisasi resipien, tidak mendeteksi kesalahan
penggolongan ABO, Rh-typing, atau semua antibodi ireguler pada resipien serum.

Syarat transfusi darah

1. KU baik
2. usia 17 – 65 th
3. BB 50 kg atau lebih
4. tidak demam (temperatur oral < 37 C)
5. frekuensi irama denyut nadi normal
6. TD 50 – 100/90 – 180 mmHg
7. tidak lesi kulit yg berat
8. terakhir 8 minggu yg lalu , tidak hamil
9. tidak menderita TBC aktif
10. tidak menderita asma bronkial simptomatik
11. pasca pembedahan (6 bulan setelah operasi besar, luka operasi telah sembuh pada
operasi kecil , minimal 3 hari setelah ekstraksi gigi atau pembedahan mulut)

15
12. tidak ada riwayat kejang
13. tidak ada riwayat perdarahan abnormal
14. tidak menderita penyakit infeksi yang menular melalui darah

KOMPONEN DARAH UNTUK TRANFUSI

Darah Utuh (Whole Blood)

Darah utuh berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma. Satu unit kantong
darah utuh/lengkap berisi 450ml darah dan 65 gram hemoglobin. Suhu simpan antara 1’-
6’Celcius. Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai
pada kantong darah. Pada pemakaian sitrat fosfat dextrose (CPD) lama simpan adalah 21
hari, sedangkan dengan CPD adenin (CPDA) lama simpan adalah 35 hari. Menurut cara
simpan in vitro, ada 2 jenis darah lengkap, yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar
merupakan darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru adalah darah yang
disimpan sampai 5 hari.

Selama penyimpanan dingin, afinitas oksigen darah utuh meningkat seiring dengan
penurunan 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) sel darah merah. Baik afinitas oksigen maupun
kadar 2,3-difosfogliserat akan kembali normal dalam beberapa jam setelah tranfusi.

Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume
plasma dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan
darah lebih dari 25-30% volume darah total. Namun pemberian darah lengkap pada kondisi
tersebut hendaklah tidak menjadi pilihan utama, karena pemulihan segera volume darah
pasien jauh lebih penting daripada penggantian sel darah merah, sedangkan persiapan darah
untuk tranfusi memerlukan waktu. Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan anemia kronis yang normovolemik atau yang hanya bertujuan meningkatkan sel
darah merah.

Pemberian darah utuh disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pada orang dewasa,
satu unit darah lengkap diperkirakan dapat meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-
4%, sedangkan pada anak-anak darah lengkap 8ml/kg akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl.
Pemberian darah lengkap sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung
keadaan klinis pasien, namun sebaiknya setiap unitnya diberikan dalam 4 jam.

16
Sel Darah Merah Pekat (Packed Red blood Cell)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel
darah merah pekat ini didapatkan dengan cara memusingkan darah utuh dan mengeluarkan
plasma ke dalam kentong lain, sehingga diperoleh sel darah merah dengan hematokrit sekitar
60-70% dengan volume sel darah merah 200ml. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1’-
6’ Celcius. Apabila menggunakan antikoagulan CPDA, maka masa simpan dari sel darah
merah tersebut adalah 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%, sedangkan bila menggunakan
antikoagulan CPD maka masa simpan sel darah merah ini sekitar 21 hari. Komponen sel
darah merah yang disimpan dalam larutan tambahan (buffer, dextrosa, adenin, manitol)
memiliki nilai hematokrit 52-60% dengan masa simpan 42 hari.

Sel darah merah pekat merupakan terapi suportif untuk kehilangan darah praoperasi
atau untuk anemia kronis bila terapi definitif tidak tersedia, misalnya pada pasien dengan
gagal ginjal atau anemia karena keganasan. Pemberian PRC disesuaikan dengan kondisi
klinis pasien, bukan tergantung pada nilai Hb atau hematokrit. PRC dapat memperbaiki
oksigenasi jaringan dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban volume seperti pasien
anemia dengan gagal jantung. Sedangkan pemberian PRC juga dapat menyebabkan
hipervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Setiap satu unit sel
darah merah pekat pada orang dewasa akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-
4%. Pemberian sel darah ini harus melalui filter darah standar (170u). Penemuan faktor
spesifik, eritropoitin manusia rekombinan secara dramatis telah menurunkan penggunaan
tranfusi sel darah merah pada pasien penyakit ginjal kronis terminal.Eritropoitin rekombinan
juga telah menggantikan tranfusi darah pada pasien tertentu yang menderita kanker, AIDS
dan mielodisplasia tergantung tranfusi.

Sel Darah Merah dengan Sedikit leukosit (Packed Red Cell Leukocyte Reduced)

Komponen sel darah merah dan trombosit mengandung leukosit (terutama lymfosit)
dalam jumlah yang bervariasi. Reaksi demam sering terjadi pada pasien tersensitisasi yang
menerima komponen lebih dari 5 x 10 8 leukosit, dan alloimunisasi terhadap antigen HLA
pada limfosit residual dapat terjadi bila dilakukan tranfusi lebih dari 10 6 limfosit. Virus
tertentu yang terkait sel, misalnya citomegalovirus dan HTLV-1 dan –II ditularkan melalui
sejumlah kecil limfosit. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan upaya menciptakan komponen
darah seluler dengan jumlah leukosit yang dikurangi atau direduksi. Tindakan pencucian sel

17
menghilangkan sebagian besar plasma, tetapi hanya mengurangi leukosit sekitar 1 log, cukup
untuk menghilangkan reaksi demam tetapi tidak dapat mencegah penyulit lain.

Setiap unit sel darah ini mengandung 1-3 x 10 9 leukosit. Sel darah ini dapat diperoleh
dengan cara pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi
atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Suhu simpannya 1’-6’ Celcius,
sedangkan masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Bila pemisahan leukosit
dilakukan dengan memakai kantong ganda (sistem tertutup) masa simpannya sama dengan
darah lengkap asalnya, tetapi bila dengan pencucian/filtrasi (sistem terbuka) produk ini harus
dipakai secepatnya (dalam 24 jam).

Produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang
sering mendapat/ tergantung pada tranfusi darah dan pada mereka yang sering mendapat
reaksi tranfusi panas yang berulang serta reaksi alergi yang disebabkan oleh protein plasma
atau antibodi leukosit. Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya graft versus
host disease (GVHD) sehingga komponen darah yang dapat diandalkan untuk mencegah hal
itu adalah bila komponen darah tersebut diradiasi.

Sel darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Cell Washed)

Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80%
dengan volume 180ml. Pencucian dengan salin mebuang hampir seluruh plasma (98%),
menurunkan konsentrasi leukosit dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya sering
dilakukan dengan sistem terbuka, maka komponen ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam
dalam suhu 1’-6’ Celcius.

Pada orang dewasa komponen darah ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang
berat atau alergi yang berulang, dapat pula digunakan pada tranfusi neonatal atau tranfusi
intrauteri. Komponen darah ini masih dapat menularkan hepatitis dan infeksi bakteri lainnya.
Karena masih mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable, komponen ini juga tidak
menjamin pencegahan terjadinya GVHD atau infeksi CMV pasca tranfusi.

Trombosit Pekat (Concentrat Platelet)

18
Komponen darah ini berisi trombosit, bebrapa leukosit, sel darah merah serta plasma.
Trombosit pekat diperoleh dengan cara pemusingan plasma kaya trombosit dari sebuah unit
darah untuk menghasilkan 6 x 10 10 trombosit, atau dengan tromboferesis otomatis untuk
menghasilkan sekitar 6 unit semacam itu dari donor individual. Bila disimpan dalam suhu
kamar pada wadah yang permiabel gas untuk mempertahankan metabolisme aerobik dan pH,
trombosit dapat bertahan hidup selama 5 hari. Satu unit trombosit dapat meningkatkan hitung
trombosit dewasa paling sedikit 5000 sel per mikroliter, dan trombosit dapat beredar sekitar
seminggu dalam tubuh pasien trombositopenik yang mungkin tidak terimunisasi dan stabil.

Tranfusi trombosit pekat ini diindikasikan bila terjadi trombositopenia berat atau
disfungsi trombosit yang disertai perdarahan aktif atau mengancam jiwa. Tranfusi trombosit
mengontrol perdarahan pada pasien trombositopenik yang mengalami penekanan
pembentukan trombosit, misalnya pada pasien leukemia, kemoterapi, atau radioterapi, atau
yang mengalami trombositopenia dilusional setelah tranfusi masif. Tranfusi trombosit kurang
efektif bila terjadi destruksi perifer, misalnya terjadi koagulopati konsumsi atau purpura
trombositopenik imun (ITP), dan tidak dianjurkan kecuali bila benar-benar mengancam jiwa.
Pada kondisi ini, tranfusi trombosit dapat mencegah perdarahan yang potensial fatal sampai
penyebab destruksi trombosit dapat diperbaiki.

Penggunaan tranfusi trombosit profilaksis untuk pasien trombositopenik yang stabil


masih diperdebatkan. Ambang hitung trombosit ketika terjadi perdarahan akan bervariasi
sesuai dengan penyebab trombositopenia dan sesuai dengan derajat disfungsi trombosit.
Sebagian besar pasien dengan hitung trombosit sekitar 10.000 sel permikroliter tidak
mengalami komplikasi perdarahan spontan. Faktor klinis tertentu yang menyulitkan misalnya
sepsis, hitung trodiberikan untuk mempertahankan hitungmbosit yang turun cepat, obat yang
mengganggu fungsi trombosit, dan mukositis, dapat meningkatkan risiko perdarahan pada
pasien yang mendapat terapi mielosupresif. Dalam keadaan ini, tranfusi trombosit profilaktik
sering diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit lebih dari 20.000 sel per mikroliter.
Pasien yang berada pada keadaan pascaoperasi dan yang mengalami defek kedua pada
hemostasis mungkin memerlukan hitung trombosit 50.000 sampai 100.000 sel per mikroliter.
Tranfusi trombosit harus dipantau dengan hitung trombosit pada 1 dan 24 jam pasca tranfusi.

Trombosit yang ditranfusikan idealnya berasal dari jenis ABO dan golongan Rh yang
sama dengan pasien. Trombosit yang tidak cocok sistem ABO nya dapat menyebabkan
peningkatan jumlah trombosit yang lebih rendah dan mjunbgkin berperan dalam

19
menimbulkan refrakteritas trombosit. Apabila digunakan donor golongan O untuk resipien A,
B atau AB, plasma donor mjungkin mengandung antibodi yang cukup untuk merusak
sebagian sel darah merah resipien. Plasma yang tidak cocok dapat dikurangi untuk infus
pediatrik atau bila orang dewasa memerlukan sejumlah besar trombosit donor tunggal.
Walaupun trombosit tidak mengekspresikan antigen Rh, sel; darah merah yang ada dapat
mensensitisasikan resipien Rh negatif terhadap konsentrat trombosit Rh positif. Pasien
dengan Rh negatif harus mendapat trombosit dari donor dengan Rh negatif juga bila
mungkin. Tetapi apabila hal tersebut tidk dapat dilakukan, imunisasi Rh dapat dicegah
dengan penyuntikan globulin imun Rh. Hal ini sangat penting terutama untuk wanita usia
subur.

Pada tranfusi trombosit dapat terjadi reaksi menggigil, panas dan reaksi alergi lain.
Antipiretik yang dipilih sebaiknya bukan golongan aspirin, karena dapat menghambat
agregasi dan fungsi trombosit. Tranfusi berulang dari tranfusi trombosit dapat menimbulkan
alloimunisasi terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi refrakter yang ditandai
dengan tidak meningkatnya jumlah trombosit. Pemberian yang terlalu cepat dapat
menimbulkan kelebihan beban serta penularan penyakit dapat terjadi seperti halnya pada
tranfusi komponen lain.

Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)

Plasma digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi. Komponen darah


ini berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komplemen dan protein plasma.
Plasma ini dipisahkan dari darah lengkap yang kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam
setelah pengambilan darah dari donor. Plasma segar beku disimpan pada suhu simpan -18’
Celcius atau kurang, dengan masa simpan 1 tahun.

Plasma segar beku dindikasikan untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan
bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor
pembekuan multipel, antara lain pada penyakit hati dan dilusi koagulopati akibat tranfusi
masif. Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan ekspansi volume karena
risiko penularan penyakit yang tinggi. Komponen darah ini diberikan dalam 6 jam setelah
pencairan. Plasma harus cocok golongan ABO nya dengan sel darah merah pasien, dan tidak
memerlukan uji cocok silang. Jika plasma diberikan sebagai faktor koagulasi, dosisnya
adalah 10-20 ml/kg (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat meningkatkan faktor koagulasi 20-
30%, serta dapat pula meningkatkan faktor VIII sebesar 2% (1 unit/kg).

20
KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH

Komplikasi tranfusi darah dapat berupa komplikasi imunologi dan non imunologi,
sebagai berikut:

 Komplikasi imunologi:
1. Aloimunisasi : antigen eritrosit, antigen HLA
2. Reaksi tranfusi hemolitik : segera dan delayed
3. Reaksi febris tranfusi
4. Kerusakan paru akut karena tranfusi
5. Reaksi tranfusi alergi
6. Purpura pasca tranfusi
7. Pengaruh imunosupresi
8. Penyakit graft versus host
 Komplikasi non imunologi:
1. Kelebihan/ overload volume
2. Tranfusi masif: metabolik, hipotermi, pengenceran, mikroembolisasi paru
3. Lainnya: plasticizer, hemosiderosis tranfusi
4. Infeksi: hepatitis A,B,C dan lainnya (HIV, virus Epstein Barr, sifilis, parasit
malaria,dll)

GIANT CELL TUMOUR

Giant cell tumour (GCT) didefinisikan sebagai neoplasma jinak namun agresif secara lokal.
Asal giant cell tumour tidak diketahui secara pasti.Giant cell tumour menyerang tulang matur
dengan lempeng epifisis yang sudah tertutup. Diagnosis GCT pada pasien dengan tulang
imatur sulit ditegakkan.1,2

GEJALA KLINIS 3,4


a. Nyeri
Pasien biasanya merupakan dewasa muda yang datang dengan keluhan nyeri dalam
dan persisten di ujung tulang panjang, paling sering di daerah lutut.
b. Pembengkakan
Bengkak sering menyertai keluhan nyeri. Selain disebabkan tumor itu sendiri,
pembengakakan dapat disebabkan oleh efusi yang reaktif. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan benjolan yang hangat.
Fraktur patologis
Fraktur patologis terjadi pada sekitar 10 sampai 15 persen kasus.

I. STAGING 1,3

21
Enneking dan Campanacci membuat sistem staging untuk operasi giant cell tumour,
yang menitikberatkan pada temuan radiologis dan berhubungan dengan prognosis. Staging
giant cell tumour menurut Campanacci adalah sebagai berikut :
Stage 1 : lesi terbatas pada tulang
Stage 2 : lesi meluas hingga ke korteks
Stage 3 : 1- melibatkan sendi
2- metastasis jauh

Staging giant cell tumour menurut Enneking :

a. Stage 1: Benign, latent giant cell tumour


Lesi ini ditandai oleh pola pertumbuhan yang statis , tanpa gambaran agresifitas lokal.
b. Stage 2 : Benign, active giant cell tumour
Lesi sering bergejala. Pemeriksaan radiologi, bone scan, CT scan, dan MRI
menggambarkan lesi radiolusen ekspansif yang sering mengubah kontur korteks
tulang.
c. Stage 3 : Aggressive giant cell tumour
Lesi simptomatik, tumbuh cepat dan sering berhubungan dengan fraktur patologis. CT
scan dan MRI menunjukkan gambaran lesi litik yang merusak medula dan korteks
tulang. Pemeriksaan histologi menunjukkan infiltrasi sel tumor melewati korteks dan
meluas ke jaringan lunak sekitar.
II. TERAPI

Penanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi, maupun
eksisi luas.

1. Stage 1 atau 2
Untuk lesi stage 1 atau 2, tujuan terapi adalah mengangkat lesi dengan tetap
menyelamatkan sendi yang terlibat. Terapi yang dipilih adalah kuretase. Namun
karena tingginya angka rekurensi post kuretase, yaitu sekitar 22 hingga 52 %, maka
dilakukan ajuvan terapi dengan menggunakan nitrogen cair, phenol, atau
methylmethacrylate. Dengan penambahan ajuvan terapi, kesuksesan kontrol lokal
meningkat menjadi 85 sampai 90 %. Eksisi dilakukan dengan membuat cortical
window yang cukup luas untuk mengakses setiap sudut dari lesi intraoseus. 1,3
Kryoterapi dengan nitrogen cair dapat menyebabkan kematian sel tumor 2 cm
dari batas kavitas dan formasi krristal es intralsel dipertimbangkan menjadi
mekanisme utama nekrosis sel. Komplikasi penggunaan nitrogen cair dapat berupa
ekstensif nekrosis dri tulang dan jaringan lunak sekitar dan dapat mempresipitasi
fraktur patologis atau nekrosis kulit. Penggunaan phenol secara lokal membantu
mengeliminasi sel tumor melalui mekanisme nekrosis koagulasi non spesifik dan

22
lebih aman dibanding nitrogen cair karena phenol hanya menyebabkan nekrosis 1,5
mm pada tulang. Kavitas yang terbentuk dari kuretase ditutup dengan menggunakan
methacrylate atau bone grafts setelah pemberian terapi adjuvan. 1
2. Stage 3 atau lesi rekuran
Kategori ini termasuk fraktur patologis atau destruksi sendi. Eksisi luas
diindikasikan pada :1
a. Tumor stage 3 ekstensif tanpa support mekanik dari tulang yang tersisa
b. Lesi rekuren
c. GCT yang disertai fraktur patologis dengan intraartikular dispacement
d. GCT yang terletak di proximal fibula atau distal ulna
e. Tumor di distal radius dengan ekstensi extraoseous

Untuk keadaan rekureni lokal yang masif, transformasi maligna, atau infeksi,
amputasi merupakan pilihan terapi. Adapun penggunaan radioterapi pada tumor yang
tidak dapat direseksi masih dipertimbangkan karena dapat menyebabkan transformasi
maligna.

BAB V
ANALISA KASUS

Seorang laki-laki berusia 21 tahun datang ke RSUD Dr.Slamet Garut dengan keluhan
terdapat benjolan di kaki kiri sejak kurang lebih 10 bulan SMRS yang semakin lama semakin
membesar sampai akhirnya pasien dianjurkan untuk menjalani operasi amputasi pada kaki
kirinya dengan diagnosis giant cell tumor. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik saat pre-operasi
dan pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA III. Menjelang operasi
keadaan umum pasien buruk dengan tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu di bawah
batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 9 Februari 2015 pukul 15.15 sedangkan anestesi
diberikan pada pukul 15.30 di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr.Slamet Garut. Pada pasien
dipilih anestesi umum.
Pada pasien diberikan medikasi yaitu. Ketamin diberikan pada pasien pada kasus ini karena
meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah jantung memiliki durasi yang singkat
yaitu 5-15 menit dan juga sebagai induksi hipnotik dan sedatif memiliki onset kerja dalam

23
waktu 30- 60 detik4. Fentanil Digunakan sebagai analgesic dengan dosis 1-5 µg/kg , onset
dalam 30 detik dan durasi 30-60 menit. Muscle relaxant dipilih obat atracurium 0,3-0,6
mg/kg.
Untuk menjaga distribusi oksigen ke jaringan maka perlu dilakukan terapi cairan.
Setiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang
atau 1 mL cairan koloid/darah. Sebelumnya, untuk mengetahui persentase kehilangan darah
pada pasien dapat dihitung perkiraan volum darah (EBV) yaitu 75 ml/kg x 45 kg = 3375 ml.
Perkiraan besar volum darah yang telah hilang adalah + 1500 ml atau sebanyak 18%.
Sedangkan allowable blood loss selanjutnya adalah 3 x 5325 x (32,4%-30%) = 383,4 ml.

Pada keadaan awal yaitu ketika Hb 11,2 g.dl dan Ht 32,4% pasien dapat diberikan
terapi cairan awal yaitu Normal Saline 2-4 L selama 30 menit untuk mengembalikan keadaan
hemodinamik. Sementara dilakukan uji crossmartched terhadap darah donor yang akan
diberikan bila memenuhi indikasi transfusi. Pada pemeriksaan darah kedua Hb turun menjadi
6,93 dan Ht 19,6 sehingga perlu dilakukan transfusi PRC.

Perhitungan rencana pemberian cairan


DIK :
 BB : 45 kg
 Puasa : 6 jam
 Perdarahan : 1500 cc
 Lama operasi : 2 jam

EBV : 75 x 45 = 337 cc
EBV = 1500 cc
Perhitungan perdarahan
EBL/EBV X 100% = 1500/ 3375 x 100 % = 44%

Maintenance
4x10 = 40
2x10 =20
1x 25 = 25

24
Total = 85 cc/ jam.

IWL
Lama operasi x Derajat operasi X BB
2 X 6 X 45 = 540 cc/jam

Kebutuhan cairan
85 + 540 + 1500 + 100 = 2225

Pasien sudah mendapatkan cairan intraoperasi sebanyak 2500


Pendarahan pasien 1500 cc sudah diganti dengan 1 widahes ( koloid) setara
dengan 500 cc dan 2 PRC setara dengan 500 cc. jadi 1500 cc di kurang 1000 cc
menjadi sisa 500 cc. sisa 500 cc tadi dig anti dengan 3 kristaloid dengan
perbandingan 1: 3.

Instruksi Post Operasi


M + IWL + (16 jam sisa waktu x M)
510 + 540 + 1360 = 2410/ 16 jam
= 150cc/jam
= 37 gtt/ menit

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Sp. An. Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010

3. Omoigui, S. 2010. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

4. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan


Intensive Care FKUI. Jakarta: 2012.
5. Mangku G, Senapathi Tjokorda GA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta: 2010
6. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1
Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2012 .

26
27

Anda mungkin juga menyukai