Anda di halaman 1dari 8

BAB II

Kajian Pustaka
A. Produktivitas Primer
Semua kehidupan secara langsung maupun tidak bergantung terhadap produktivitas
primer. Produktivitas primer adalah hasil produksi bahan-bahan organik dengan
memanfaatkan karbondioksida dari atmosfer maupun laut melalui proses fotosintesis
(sebagian kecil) melalui kemosintesis. Organisme yang bertanggung jawab atas
keberlangsungan fotosintesis yaitu autotorof, bagian terpenting dari rantai makanan
(Sukresno dan Suniada, 2008).
Produksi oksigen dapat menjadi dasar untuk pengukuran produktivitas, karena
terdapat suatu kesepadanan yang pasti antara oksigen dan pangan yang dihasilkan. Walaupun
demikian, dalam keadaan kebanyakan hewan-hewan dan bakteri, juga tumbuhan-tumbuhan
itu sendiri cepat sekali menghabiskan oksigen, dan seringkali terdapat pertukaran gas dengan
lingkungan lainnya.
Produktivitas primer atau dasar dari suatu ekosistem atau komunitas didefinisikan
sebagai laju pada masa energi pancaran disimpan oleh kegiatan fotosintesis atau
khemosintesis organisme-organisme produsen ( terutama tumbuhan-tumbuhan hijau) dalam
bentuk senyawa-senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan pangan.
Ada 4 macam peristiwa pembentukan:
1. Produktivitas primer kotor, yaitu laju dari fotosintesis, termasuk bahan organik yang
habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran. Hal ini disebut juga
“fotosintesis total” atau “asimilasi total”.
2. Produktivitas primer bersih adalah laju penyimpanan bahan organik di dalam jaringan
tumbuh-tumbuhan kelebihannya dari penggunaan respirasi oleh tumbuhan selama
jaringan tumbuh-tumbuhan kelebihannya dari penggunaan respirasi oleh tumbuhan
selama jangka waktu pengukuran. Hal ini disebut juga sebagai “apparent fotosintesis”
atau “asimilasi bersih”
3. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpanan bahan organik yang tidak
digunakan oleh heterotof (yakni produksi primer bersih dikurangi penggunaan
heterotrof) selama jangka waktu yang berangkutan, biasanya musim pertumbuhan
atau setahun.
4. Produktivitas sekuder yaitu laju penyimpanan energi pada konsumen. Karena
konsumsi menggunakan bahan-bahan pangan yang sudah dibuat, dengan kehilangan-
kehilangan di dalam respirasi yang secukupnya itu, dan mengubahnya ke dalam
jaringan-jaringan yang berlainan oleh suatu proses keseluruhan, profuktivitas
sekunder tidaklah dibagi atau dibedakan lagi menjadi jumlah “kotor” atau “bersih”.
Di dalam menilai produktivitas ekosistem adalah sangat penting untuk
memperhatikan sifat dan juga besarnya bukan hanya mengenai pengaturan energi yang
berasal dari iklim, panen, pencemaran, dan tekanan-tekanan lainnya yang mengalihkan
pengaturanvenergi menjauhi ekosistem, melainkan juga bantuan-bantuan energi yang
meningkatkan produktivitas dengan mengurangi kehilangan panas respirasi (yakni
“pemompaan keluar kekacauan”)yang digunakan untuk memelihara struktur biologi.
Dalam konsep produktivitas, dikenal istilah produktivitas primer kotor dan
produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat
organik dalam jaringan tumbuhan, termasuk yang digunakan dalam respirasi sedangkan
produktivitas primer bersih adalah laju produktivitas primer zat organik setelah digunakan u
tuk respirasi (Nybakken, 1988).
Pengukuran secara langsung terdapat produktivitas primer di laut telah dimulai tahun
1952 dengan metode 14C. Metode tersebut kurang efisien mengingatkan luas wilayah perairan
dunia tidak terhingga. Adanya perhitungan produktivitas primer secara global lebih efisien
menggunakan perhitungan matematika yang secara kuantitatif menghubungkan klorofil
permukaan dan produkifitas primer (Behfereld dan Fawkolsky, 1997). Pengukuran metode
oksigen dilakukan dengan cara mengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol terang
dan gelap yang berisi sampel air setelah disinari dalam waktu tertentu. Dalam botol terang
terjadi proses fotosinteis dan respirasi, sedangkan dalam botol gelap hanya terjadi respirasi.
Dengan asumsi bahwa respirasi dalam kedua botol tersebut sama, maka perbedaan
kandungan oksigen pada botol gelap dan terang akhir percobaan menunjukkan produktivitas
primer kotor. Perbedaan antara kandungan oksigen pada botol terang dan botol awal yang
tidak diinkubasi menunjukkan produktivitas bersih dalam suatu oksigen per satuan waktu.
Produktivitas dalam satuan karbon kemudian dapat dijabarkan dengan menggunakan faktor
konversi (Boyd, 1982).
Metode pengukuran produktivitas primer menggunakan tabung winkler gelap dan
botol winkler terang. Menurut Odum (1994) yang dimaksud dengan produktivitas primer di
dalam suatu ekosistem, komunitas, atau bagian yang manapun daripadanya adalah laju
penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik dan kemosintetik yang
dilakukan oleh makhluk produsen (terutama makhluk tumbuhan hijau) ke bentuk bahan
organik yang dapat dipergunakan sebagai bahan pangan lebih tinggi karena adanya proses
difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya
kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi
bahan-bahan organik anorganik.
Produktivitas primer suatu ekosiste sangat penting untuk diketahui karena adanya itu,
kita dapat mengetahui oksigen terlarut suatu ekosistem, mempelajari dan mengetahui rantai
makanan (food chain), aliran karbon harian dan musiman dalam ekosistem yang merupakan
bentukan dasar piramida makanan dan dapat digunakan juga untuk memperkirakan produksi
maksimal pada tingkat trofik yang lebih tinggi.
Laju produktivitas yang tinggi pada ekosistem alami ataupun ekosistem budidaya
terjadi apabila faktor-faktor yang menunjang sesuai khususnya subsidi energi dari luar sistem
dapat memgurangi pengunaan energi untuk pemeliharaan. Subsidi energi dapat berupa hasil
kerja angin dan hujan, energi pasang surut di daerah esturi, atau bahan bakar fosil. Binatang
atau energi kerja manusia yang digunakan dalam budidaya tanaman.
Penentuan nilai DO (oksigen terlarut) botol gelap dan terang dapat digunakan untuk
menentukan nilai produktivitas primer, di dalam penentuan DO terjadi beberapa reaksi kimia,
yaitu:
MnSO4 + KOH-KI  MnO2 + KSO4 + KI + H2O

Setelah terbentuk endapan MnO2 maka dengan ditambahkan H2SO4 maka ikatan
antara K dan I terlepas. Dengan K atau I sama dengan O yang terlarut pada saat I
ditambahkan dengan amilum maka akan terlihat warna biru, tetapi ketika di tambahkan
Na2S2O3 larutan tersebut menjadi bening sehingga volume Na2S2O3 yang digunakan dan
mempunyai nilai yang sama dengan oksigen terlarut. Dari hasil ini dapat dihitung:

F = Fotosintesis = DO akhir botol terang- DO awal


R = Respirasi = DO akhir botol gelap – DO awal
Produktivitas Primer = F-R
Produktivitas total = F+R

B. Fungsi Produktivitas Primer


Fungsi produktivitas primer daalm suatu ekosistem merupakan suatu sistem, dimana
satu parameter tidak bisa lepas dari parameter lain. Parameter-parameter tersebut menurut
Widowati (2004) terbagi atas:
1. Suhu permukaan air Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
pertumbuhan dan kehidupan organisme. Suhu optimal untuk pertumbuhan organisme
pada umumnya berkisar antara 27-290C. Organisme akan tetap hidup baik meskipun
suhunya melewati suhu optimum. Pengaruh suhu air terhadap metabolisme kultivan dan
berdampak langsung pada kelarutan oksigen.
2. Muatan Padatan Terseuspensi MPT berasal dari zat organik dan anorganik. Komponen
organik terdiri atas fitoplankton, zooplankton, bakteri dan organisme renik lainnya.
Sedangkan kekeruhan yang disebakan detritus akan mengganggu pernafasan. MPT
berpengaruh pada penetrasi cahaya matahari sehingga mempengaruhi kualitas air karena
keberlangsungan produktivitas primer linear dengan intensitas cahaya matahari yang
mencukupi.
3. Ph yang digunakan pada kolam ikan sebaiknya cenderung agak basa. pH optimum bagi
kehidupan udang windu dan ikan bandeng adalah 8,5 – 9 (Kordi, 1997). pH yang terlalu
rendah akan menurunkan berat kultivan, sedangkan pH yang terlalu tinggi akan
meningkatkan racun amonia dalam perairan (Cholik, 1988). Pendapat serupa
dikemukakan oleh Ahmad (1998) bahwa pH optimum kehidupan ikan bandeng adalah
6,5 – 9 sedangkan pada pH 4-5 tidak ada reproduksi dari organisme dan pH 11
merupakan titik mati alkalis. Secara umum pH termasuk faktor yang berpengaruh
langsung terhadap perairan, dimana pengaruhnya berhubungan langsung pada
metabolisme organisme (Gerking, 1978).
4. Salinitas Salinitas sangat berpengaruh dalam proses osmoregulasi organisme perairan.
Salinitas yang terlalu tinggi dan rendah dapat mengakibatkan terganggunya tekanan
osmotik kultivan. Gerking (1978) mengatakan bahwa perubahan salinitas digolongkan
sebagai perubahan yang mendasar bagi metabolisme organisme. Salinitas optimum bagi
kehidupan ikan adalah 15-33‰ (Kordi, 1997).
5. Nitrat dan Phosphat Nitrogen merupakan nutrien penting dalam perairan. Nutrien ini
digunakan dalam beberapa proses seperti fotosintesis, sintesis protein, penyusun gen dan
pertumbuhan organisme (Oktora, 2000). Hal yang sama dikemukakan oleh Asih (2002)
bahwa nitrogen merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan oleh fitoplankton dalam
melaksanakan fotosintesis. Phospat merupakan salah satu unsur potensial dalam
pembentukan protein dan metabolisme sel. Asih (2002) mengatakan bahwa kandungan
ortopohosphat yang terlarut dalam air dapat menunjukkan kesuburan perairan. Perairan
dengan kadar phospat yang baik mengandung lebih dari 0,05 ppm. Hukum Liebeg’s
mengatakan bahwa pertumbuhan dibatasi oleh nutrien yang dibutuhkan.
6. Klorofil a. Klorofil memiliki rumus CHONM dengan atom Mg sebagai pusatnya. Tiga
macam klorofil yang umum dalam tubuh tumbuhan adalah klorofil a, b dan c. Klorofil a
merupakan pigmen yang paling banyak ditemukan dalam fitoplankton dan memiliki
peran dalam fotosintesis (Asih, 2002). Sehingga nilai klorofil a berhubungan erat dengan
produktivitas primer perairan. 8. Plankton Menurut jenisnya plankton terbagi menjadi
dua yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme renik yang dapat
berfotosintesis karena mengandung klorofil. Fitoplankton berperan sebagai penghasil
oksigen dan sumber makanan bagi zooplankton. Karena itu dalam jumlah yang tepat
fitoplankton berperan penting dalam produktivitas primer perairan. Tahap pertama
adalah penyerapan energi cahaya oleh berbagai pigmen fotosintesis yang berperan pada
karakter warna fitoplankton. Perubahan intensitas cahaya pada perairan laut dapat terjadi
dengan bertambahnya kedalaman perairan yang berakibat terhadap besarnya
produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton pada tiap kedalaman perairan laut.
Sudut datangnya cahaya matahari bergantung kepada waktu, demikian pula dengan
perubahan pada setiap jamnya. Oleh sebab itu produktivitas primer fitoplankton sangat
bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam satu perairan demikan pula dari satu
perairan ke perairan lainnya (Kaswadji, 1993).
7. Oksigen Terlarut (DO) Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa
faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,
gelombang, dan pasang surut. Odum (1994), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air
laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin
tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena
adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
Dengan bertambahnya kedalaman akan menjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena
proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan
untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Idealnya kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya
pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen
terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Anonimous, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen
terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain
itu, oksigen juga menentukan proses biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik da
anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrisi yang pada akhirnya dapat
memberikan kesuburan perairan. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat
berperan dalam mengurangi senyawa kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak beracun. Karena perannya yang penting ini, air buangan industri dan
libmbah sebelumnya dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar
oksigennya, jika tidak maka akan terjadi pencemaran.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Produktivitas Primer


Sinar matahari merupakan ramuan penting dalam proses fotosintesis. Apa saja yang
mempengaruhi sinar matahari akan mempengaruhi proses fotosintesis. Di daerah
khatulistiwa, di mana panjang siang dan malam hampir sama sepanjang tahun maka faktor
musim seperti yang terjadi di daerah sedang dan kutub tidak berpengaruh. Tetapi perubahan
siang dan malam berpengaruh secara berkala. Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas
primer melalui tutupan awan angin dan secara tidak langsung melalui suhu .(Kasijan
Romimohtarto, 2005 : 311)
Awan dapat mengurangi penembusan cahaya ke permukan laut dan mengurangi
kecepatan proses produktivitas primer. Angin dapat menciptakan gelombang yang
mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian besar sinar matahari
jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Gelombang, terutama di perairan dangkal
dapat juga menyebabkan kekeruhan dan mengurangi penembusan cahaya matahari. Tetapi
sebaliknya angin juga dapat mendorong permukaan masssa air sehingga memperkaya zat
hara untuk fotosintetik.
Suhu yang membantu melaui keragaman musiman mengakibatkan menghilangnya
termoklin dan mendorong pemukaan massa air yang menyediakan zat hara untuk fotosintesis.
Suhu juga mempengaruhi daya larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti
CO2 dan O2. Gas-gas ini mudah terlarut pada suhu rendah daripada suhu tinggi, akibatnya
kecepatan fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah. .(Kasijan Romimohtarto, 2005 : 312)

E. Sebaran Produktivitas Primer


Fotosintesis tidak langsung sebanding dengan intensitas cahaya. Pada kolom air 10-15
m ke atas kecepatan fotosintesis lebih rendah daripada pada lapisan 15-30 m, karena cahaya
di permukaan laut telalu intensif untuk kebanyakan biota yang dapat dilukai oleh sinar
ultraviolet. Fotosintesis tejadi sampai kejelukan 100m, di mana intensitas cahaya hanya 1%
dari permukaan.
Pada umumnya produktivitas primer di laut bebas relatif rendah karena jauh dari
daratan yang menyediakan zat hara dan karena volume air yang besar yang mengencerkan
kadar zat hara. Contohnya danau dangkal, kolam dan rawa-rawa untuk lingkungan air tawar
dan estuary untuk lingkungan laut. Kombinasi antara kandungan zat hara tinggi dari aliran
sungai dan perairan dangkal yang teraduk baik, merupakan keadaan ideal untuk
produktivitas tinggi. Sebaliknya sedimentasi tinggi di perairan dangkal dapat menghalangi
penembusan cahaya dan dapat menjadi faktor pembatas di teluk yang menjorok ke dalam.
Lingkungan oligotrofik adalah lingkungan dengan produktivitas rendah, seperti laut lepas,
danau besar yang dalam, dan goba pantai di mana sirkulasi air terbatas.

F. Faktor Fisika Kimia Air


1. Suhu (temperatur)
Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen. Populasi termal pada
organisme air terjadi pada suhu tinggi. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa
akinat sebagai berikut :
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun
b. Kecepatan reaksi kimia meningkat
c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu
d. Jika batas suhu mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati
(Fardiaz, 1992).
Jika suhu air naik, maka kandungan oksigen dalam air menurun sehingga
menyebabkan laju metabolisme hewan air naik dan selanjutnya menaikkan kebutuhan
oksigen.
Organisme sungai khususnya beberapa makroinvertebrata memiliki reaksi terhadap
suhu yang berbeda-beda antara 280 C sampai 340 C. Suhu mungkin berbeda untuk tiap
anggot dalam suatu species tertentu, sehingga pengaruh termal menimbulkan pengertian
median batas toleransi. Jika species tertentu mempunyai media batas toleransi24 jam 30
derajat celcius, maka 50 % mati dalam 24 jam jika suhu 30 derajat (Sastrawijaya, 1991).
2.Derajat Keasaman (pH)
Konsentrasi ion hidrogen (H+) sebagai petunjuk mengenai reaksi air, air
limbah/selkan. Konsentrasi-konsentrasi ion hidrogen hampir secara praktis tetap pada 20
derajat celcius, sama dengan 10-14. Skala pH mempunyai nilai pH kurang dari 7,
sedangkan larutan-larutan yang mengandung alkali (basa) mempunyai nilai pH yng lebih
tinggi dari 7 (Mahida, 1993).
Kebebasan air ialah suatu kapasitas air untuk menetralkan asam. Hal ini
disebabkan ada basa atau garam basa yang terdapat di dalam air. Misalnya NaOH2,
Ca(OH)2, dan sebagainnya. Garam basa yang sering dijumpai ialah Karbonat logam-
logam natrium, kalsium, magnesium dan sebagainya (Sastrawiaya, 1991).
Keasaman air ialah kemampuan untuk menetralkan basa. Keasaman yang tinggi
belum tentu mempunyai pH rendah. Suatu asam lemah dapat mempunyai keasaman yang
tinggi, artinya mempunyai potensi untuk melepaskan hidrogen (Sasrawijaya, 1991).
Perubahan pH yang sangat asam maupun sangat basa akan mengganggu kelangsungan
hidup organisme aquatik karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi (Mahida, 1993).

G. Metode Pengukuran Produktivitas Primer


Produktivitas primer dapat diukur dengan teknik botol gelap dan terang. Selain itu
teknik tersebut juga dapat memberikan titik awal untuk menentukan aliran energi. Sampel
air dari kedalaman yang berbeda-beda diletakkan dalam botol-botol yang berpasangan
yaitu botol gelap dan terang. Kemudian rangkaian botol-botol tersebut dibenamkan hingga
sampel-sampel air berada pada kedalaman pengambilannya. Pada akhir waktu tertentu
(dalam praktikum kali ini selama 2 jam), rangkaian botol diangkat dan konsentrasi oksigen
di dalam tiap sampel botol dan dibandingkan dengan konsentrasi semula.
Metode ini didasarkan pada prinsip estimasi pelepasan oksigen oleh produsen dan
selama itu pula oksigen juga digunakan untuk respirasi. Oksigen yang terlarut diukur
secara titrametrik dengan metode Winkler, atau secara elektronik dengan satu dari
beberapa tipe elektroda oksigen dan percobaannya tergantung pada satu siklus dari 24
jam/kurang. Konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dan oksigen hasil fotosintesis
ditambahkan pada oksigen yang sudah ada. Di bawah kondisi normal, oksigen yang
dihasilkan dari fotosintesis dikonsumsi oleh hewan atau bakteri atau masuk ke atmosfer.
Cara perhitungan produktivitas primer dengan botol tertutup dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Fotosintesis – Respirasi (botol bening) + Respirasi (botol gelap) = Produksi kotor
Produksi bersih diperoleh dari botol bening termasuk respirasi tumbuh-tumbuhan,
hewan dan bakteri. Jumlah oksigen yang dihasilkan di dalam botol terang dan oksigen
yang digunakan dalam botol gelap merupakan produksi oksigen total. Hal tersebut dapat
dilihat pada rumus:
Respirasi = Kadar oksigen awal eksperimen – Kadar oksigen akhir eksperimen (botol
gelap)
Produktivitas Primer Kotor = Kadar O2 di botol terang awal eksperimen – Kadar O2 di
botol gelap akhir eksperimen
Produktivitas Primer bersih = Produktivitas primer kotor – Respirasi Nilai akhir dari
hasil perhitungan adalah kadar oksigen dalam mg karbon/m3 unit waktu.
Ahmad T. 1998. Budidaya Bandeng secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Asih, F. W. 2002. Studi Pemetaan terhadap Hubungan Sebaran Klorofil a dengan Unsur Hara
di Perairan Cirata, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Behferld, M.J. dan P.G Fawkolsky. 1997. A Comsumer’s Guide to – Phytoplankton Primary
Productivity Models. Limnology and Occanography Journal. Vol. 42 (7).
Boyd. Calude E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientifiv
Public Co.
Cholik, F. 1988. Pengaruh Mutu Air terhadap Produksi Udang Tambak. Seminar Satu Hari.
Jakarta.
Gerking, S.D. 1978. Ecology of Freshwater Fish Production. Yogyakarta: Kanisius.
Kasijan, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Kaswadji, R. F. 1976. Studi Pendahuluan tentang Penyebaran dan Kelimpahan Fitoplankton
di Delta Ujung Sumatra Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Kordi, 1997. Budidaya Air Payau. Semarang: Dahara Prize.
Mahida, 1993. Observasi Pengaruh Enso terhadap Produktivitas Primer dan Potensi
Perikanan dengan Menggunakan Data Satelit di Laut Banda. Jurnal Globe. Vol. 10(2):
97-107.
Nybakken. J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekkatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia.
Odum, Eugene. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Oktora, A.D. 2000. Kajian Produktivitas Primer Berdasarkan Kandungan Klorofil pada
Perairan Tambak Berbakau dan Tidak Berbakau di Desa Grinting Kabupaten Brebes.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sasrawijaya. 2000. Pengaruh Intensitas Cahaya pada Berbagai Waktu Inkubasi terhadap
Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Hurun. Tesis. Program
Pascasarjana. Institusi Pertanian Bogor. Bogor.
Sukresno, Bambang dan Suniada. Komang Iwan. 2008. Observasi Pengaruh Enso terhadap
Produktivitas Primer dan Potensi Perikanan dengan Menggunakan Data Satelit di Laut
Banda. Jurnal Globe. Vol. 10(2): 97-107.
Widowati, Lestari Lakhsmi. 2004. Analisis Kesesuaian Perairan Tambak di Kabupaten
Demak Ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh.
Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai