Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Praktik Biologi Terapan

Budidaya Tanaman Buah Naga dan Alpukat


Dengan Metode Stek Batang

Disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Praktik Biologi Terapan

Oleh:

VISCA MEIDUANA
17008104010048

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
DESEMBER, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan taufiq serta hidayahnya kepada kami semua, sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan mata kuliah Praktik Biologi Terapan yang
membahas “Budidaya Tanaman Buah Naga dan Alpukat Dengan Metode Stek
Batang”, Insya Allah dengan baik dan tepat waktu.
Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktik Biologi Terapan dan agar kami juga dapat memahami lebih jelas
tentang budidaya tanaman buah naga dan alpukat.
Dengan dibuatnya laporan ini, semoga dapat menambah wawasan kita
semua, bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penyusun pada
khususnya. Laporan yang kami buat memang jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam pembuatan laporan
selanjutnya.

Darussalam, 31 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Buah naga merupakan salah satu tanaman sejenis kaktus yang tergolong baru
bagi masyarakat Indonesia. Buah ini cukup populer karena rasanya yang manis
dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan. Buah ini merupakan hasil hutan
yang sudah lama dimanfaatkan oleh orang Indian, tetapi selama itu tidak pernah
diberitakan dalam media massa dunia (Winarsih, 2007).
Buah naga memiliki beragam jenis di antaranya buah naga berdaging putih,
berdaging merah, dan berdaging kuning. Buah naga berdaging merah adalah buah
yang paling disukai dibandingkan dengan lainnya karena rasanya yang manis dan
warna daging buahnya yang menarik (Lutfia et al., 2018). Buah naga atau dragon
fruit mempunyai kandungan zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh di antaranya
antioksidan (dalam asam askorbat, betakaroten, dan anthosianin) serta
mengandung serat pangan dalam bentuk pektin. Selain itu, dalam buah naga
terkandung beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, dan lain-lain. Vitamin
yang terdapat di dalam buah naga antara lain vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3,
dan vitamin C (Oktaviani, 2014).
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam. Hampir
semua tanaman dapat tumbuh subur di Indonesia. Salah satunya tanaman
hortikultura yaitu buah alpukat. Tanaman alpukat memiliki nama latin Persea
americana Mill dan merupakan tanaman pohon berkayu yang tumbuh menahun.
Alpukat merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki waktu panen
kurang lebih enam bulan. Buah alpukat merupakan salah satu tanaman yang dapat
dibudidayakan di iklim tropis dan subtropis (Tamalia et.al, 2017).
Tanaman dapat diperbanyak dengan menggunakan biji maupun stek. Petani
umumnya lebih memilih memperbanyak dengan stek karena menghasilkan bibit
dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan biji. Penyetekan merupakan
cara pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian - bagian vegetatif yang
dipisahkan dari induknya, sehingga mempunyai sifat yang sama dengan pohon
induk. Perbanyakan vegetatif yang digunakan dan terbukti berhasil pada tanaman
buah naga adalah dengan stek batang atau cabang (Hardjadinata, 2010).
Oleh karena itu, pentingya dilakukan praktikum ini agar praktikan memahami
bagaimana budidaya tanaman dengan metode stek batang.
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk memahami cara budidaya tanaman buah naga
dan buah alpukat dengan stek batang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TANAMAN BUAH NAGA


Tanaman buah naga (Hylocereus costaricensis) merupakan salah satu
tanaman dari family Cactaceae atau kaktus. Tanaman buah naga ada empat jenis
yaitu buah naga Daging Merah, buah naga Daging Putih, buah naga Daging super
red , dan buah naga Daging Kuning (Rukmana,1997). Kebutuhan buah naga di
Indonesia cukup besar. Namun kebutuhan tersebut belum mampu terpenuhi.
Widiastuty dan Hutamardi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan buah
naga di Indonesia masih mencapai 200-400 ton per tahun, namun kebutuhan buah
naga yang dapat di penuhi masih kurang dari 50%. Perbanyakan tanaman buah
naga menjadi upaya yang perlu dilakukan dalam usaha pembudidayaan. Hal ini
disebabkan karena penyediaan bibit yang baik masih kurang optimal dan sebagai
komoditas yang tergolong baru penyediaan bibit menjadi sangat penting.
Buah naga dapat diperbanyak secara generatif maupun secara vegetatif.
Perbanyakan secara generatif menggunakan biji jarang dilakukan karena
memerlukan waktu yang relatif lama untuk berbuah, yaitu membutuhkan waktu 1-
2 tahun. Salah satu cara perbanyakan yaitu secara vegetatif dengan menggunakan
stek batang. Salah satu keuntungan menggunakan stek adalah bibit yang
dihasilkan seragam, sama dengan induknya (true to type) dengan waktu berbuah
7-8 bulan setelah tanam. Pemilihan bagian stek yang digunakan pada perbanyakan
akan mempengaruhi percepatan pertumbuhan bibit suatu tanaman. Bahan stek
bisa berasal dari bagian ujung batang dan bisa berasal dari bagian tengah atau
bawah batang, akan tetapi percepatan dalam pertumbuhannya berbeda dikarena
kandungan auksin yang terdapat dimasingmasing bagian tanaman berbeda.
Auksin paling banyak terdapat dibagian ujung dari tanaman semakin kebawah
atau semakin jauh dari ujung tanaman maka kandungan auksin semakin
berkurang. Salah satu upaya dalam meningkatkan jumlah bibit buah naga yang
sudah siap tanam dapat dilakukan dengan penambahan zat pengatur tumbuh
(Widiastuty dan Hutamardi, 1985).
Menurut Zuryanisa (2006), salah satu usaha untuk meningkatkan
keberhasilan stek tunas adalah dengan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT)
yang tepat. Berdasarkan beberapa masalah yang ada maka perlu dilakukan
penelitian mengenai pengaruh bahan stek tanaman buah naga dan pemberian
konsentrasi zat pengatur tumbuh dalam hal ini hormon auksin yang terdapat
didalam Rooton F.
Berikut langkah-langkah cara menyetek buah naga:
1. Batang calon bibit buah naga di potong sepanjang 30-50 cm.
2. Ujung pangkal bawah buah naga di potong meruncing untuk merangsang
pertumbuhan akar.
3. Lalu dioleskan larutan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin Rooton pada
ujung pangkal bawah batang yang meruncing
4. Stek batang buah naga yang sudah disiapkan ditancapkan pada media
tanam.
5. Lubang galian yang sudah ditanam stek buah naga ditimbun kembali.
6. Ditunggu beberapa hari sampai bibit batang tadi mengeluarkan akar pada
pangkal ujung bawah batang.
2.2 TANAMAN BUAH ALPUKAT
Tanaman alpokat (Persea americana Mill.) merupakan tanaman introduksi,
diduga berasal dari Amerika Tengah dan Guatemala yang dibawa ke Indonesia
sekitar abad 18. Tanaman ini telah berkembang dan tersebar di berbagai daerah di
Indonesia. Tanaman alpokat tidak menghendaki persyaratan iklim yang ekstrim
sehingga hampir di seluruh kondisi iklim di Indonesia relatif sesuai untuk
pertumbuhan tanaman alpokat. Namun demikian, di pulau Jawa, sebagian
Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara masih mendominasi produksi alpokat
dibandingkan daerah lain di Indonesia (Sugiyatno, 2006).
Keberhasilan pengembangan tanaman alpokat selain ditentukan oleh
budidaya yang benar, juga ditentukan ketersediaan benih yang unggul. Benih
tanaman alpokat dapat dihasilkan melalui perbanyakan secara generatif, vegetatif
maupun kombinasi keduanya. Perbanyakan secara generatif, yaitu dengan biji
umumnya untuk penyediaan batang bawah sebagai pendukung batang atas. Jika
digunakan sebagai induk, tanaman asal biji akan menghasilkan pohon yang tinggi,
masa produksi lama, dan menghasilkan buah yang beragam (Sugiyatno &
Hanafiyah 2015).
Perbanyakan vegetatif pada alpokat dapat dilakukan secara okulasi
(penempelan) dan grafting (penyambungan). Tanaman hasil perbanyakan secara
vegetatif akan menghasilkan benih unggul dan akan berbuah sesuai dengan
induknya. Berdasarkan pengalaman, cara perbanyakan secara penyambungan
lebih disukai dan akan memberikan persen keberhasilan yang lebih tinggi, yaitu
diatas 90% jika dibandingkan dengan penempelan (Sugiyatno 2002).
Menurut Supriyanto & Tegopati (1986) dalam Sugiyatno & Hanafiyah
(2015) bahwa penyambungan pada alpokat dapat dilakukan secara sambung celah,
sambung siku, dan sambung samping. Walaupun cara sambung samping
menghasilkan persen keberhasilan yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya
dan sesuai kebiasaan serta pengalaman, cara sambung celah lebih banyak
diterapkan oleh penangkar atau petani karena kemudahan pelaksanaannya.
Saat ini, cara okulasi atau penempelan sudah banyak dilakukan oleh
penangkar buah-buahan di Indonesia. Selain mudah pelaksanaannya, cara tersebut
lebih efisien dalam menggunakan materi batang atas. Okulasi merupakan proses
pertautan antara batang atas/mata tempel varietas tertentu dengan batang bawah
terpilih, proses menggabungkan dua sifat yang berbeda antara batang atas dan
batang bawah. Hardiyanto et al. (2010) menyatakan bahwa keberhasilan okulasi
ditentukan oleh kondisi batang bawah, kualitas mata tempel, suhu, kelembaban,
dan kadar oksigen di sekitar bidang pertautan batang atas dan batang bawahnya.
Selain itu, keterampilan pelaksana okulasi di lapang dan ketajaman alat juga
memengaruhi keberhasilan okulasi.
Teknik okulasi dapat dilakukan secara okulasi biasa (forket modification
budding), okulasi T (T budding), dan okulasi irisan (chip budding). Dari ketiga
cara tersebut, teknik okulasi yang populer digunakan dalam perbanyakan benih
buah-buahan adalah okulasi irisan, yaitu cara sayatan yang dilakukan baik pada
semai batang bawah maupun ranting mata tempel dengan mengikutsertakan
sebagian kayu kemudian diikat dengan tali plastik. Cara tersebut paling disukai
para penangkar karena lebih cepat dan mudah. Keuntungan okulasi irisan adalah
dapat dilakukan kapan saja dan pada kondisi semai batang bawah sedang dorman
maupun sedang tumbuh tunas baru, dapat dilakukan pada ranting mata tempel
yang berukuran kecil, dan pertumbuhan mata tunas lebih cepat dibanding cara
okulasi kulit (Hardiyanto et al. 2010; Mulyanto 2010).
Adapun langkah-langkah okulasi pada tanaman alpukat :
1. Batang alpukat bagian bawah dipotong kurang lebih 20-40 cm dari
permukaan tanah.
2. Batang bagian bawah dibelah sekitar 2-3 cm dengan menggunakan pisau
cutter tepat ditengah sehingga kedua sisi nya sama.
3. Kemudian alpukat yang mau disambungkan disayat kanan kiri nya agar
membentuk lancip.
4. Sisipkan alpukat pada belahan batang bawah.
5. Lalu diikat menggunakan plastik es, sebelum mengkikat ditarik dulu agar
memanjang dan dibelah menggunakan pisau cutter.
6. Plastik es dililitkan mulai dari bagian bawah hingga sambungan tertutup
rapat, ikat kuat di bagian atas sambungan agar air hujan tidak masuk
mengenai sambungan.
7. Tutup alpukat dengan menggunakan plastik es, lalu diikat bawahnya untuk
menjaga kelembaban agar tidak kering.
8. Letakkan di area ang tidak terkena sinar matahari secara langung.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Hardiyanto, Supriyanto, A, Sugiyatno, A, Setiono & Mulyanto, H 2010, Panduan


teknis teknologi produksi benih jeruk bebas penyakit, Balai Penelitian
Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, 62 p.
Hardjadinata S. (2010). Budidaya Naga Super Red Secara Organik. Penebar
Swadana, Depok.
Lutfia, U., Rugayah, R., Hendarto, K. & Andalasari, T. D. (2018). Respons
pertumbuhan setek batang buah naga merah (Hylocereus costaricensis)
terhadap pemberian air kelapa. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan,
17(3), 149-156.
Oktaviani, E. P. (2014). Kualitas dan Aktivitas Anti-oksidan Minuman Probiotik
dengan Variasi Konsen-trasi Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus
polyrhizus). Doctoral dissertation, UAJY.
Rukmana, R. (1997). Buah naga Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta.
Sugiyatno, A 2002, ‘Teknologi penyambungan secara klonal pada tanaman
alpokat’, makalah disampaikan pada pemagangan petugas dan petani
Kabupaten Soe, NTT, 17 pp
Sugiyatno, A .(2006). Teknologi pembibitan alpokat, makalah pelatihan
pembibitan mpts dan tanaman hutan untuk mendukung pelestarian
lingkungan Batu, 3–7 April 2006, 15 p
Sugiyatno, A & Hanafiyah, A. (2015). Pengaruh penggunaan jumlah mata entris
yang berbeda pada perbanyakan alpokat secara sambung celah’,
Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Agronomi Indonesia
(PERAGI), Surakarta 13-14 November 2014, pp. 31–36.
Tamalia, D.I., Santoso, S,I., & Budiraharjo, K. (2017). Analisis Tingkat
Pendapatan Usahatani Alpukat di Kelompok Tani Kabupaten semarang.
Analisi Tingkat Pendapatan Usaha Tani, 14(1), 1-11.
Widiastuty dan Hutamardi. 1985. Pengaruh Penambahan IBA dan IAA terhadap
pertumbuhan stek Tanaman Soka. Jurnal Hortikultura. 2(2):21-33.
Winarsih, S. (2007). Mengenal dan Membudidayakan Buah Naga. Aneka Ilmu,
Semarang.
Zuryanisa. (2006). Pengaruh waktu dan persentase pemangkasan tunas terhadap
pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Jurnal Hortikultura. 4 (2):16-
20.

Anda mungkin juga menyukai