Anda di halaman 1dari 3

Therefore, science educators have focused on designing effective learning environments that

student-centered inquiry practices into the classroom (Simon, Erduran, & Osborne, 2006). More
inquiry based instructions have been suggested by the recent educational reforms in science
classes (NRC, 2005; Walker, Sampson, & Zimmerman, 2011). In brief, constructivist learning
strategies suggest to use inquiry based activities because inquiry based activities improve
students’ problem solving skills, critical thinking and understanding of concepts in learning
science (Chiappetta & Adams, 2004). Further, inquiry could be embedded in various
instructional methods such as learning cycle or conceptual change (Keys & Bryan, 2000).

When the students construct their own concepts, their constructions about a concept or their pre-
existing knowledge sometimes could not be consisted with the conceptions that are scientifically
accepted. These ideas are named as misconceptions (Nakhleh, 1992), alternative conceptions
(Niaz, 2001; Palmer, 2001; Taber, 2001), naive beliefs (Pulmones, 2010; Schommer, 1990),
children’s ideas (Osborne & Wittrock, 1983), and preconceptions (Driver & Easley, 1978 as
cited in Nakhleh, 1992).

Kemampuan berpikir merupakan salah satu modal yang harus dimiliki siswa sebagai bekal dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang ini.
Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh
kemampuan berpikirnya, terutama dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya (Ibrahim, 2007). Selain itu, kemampuan berpikir juga sebagai sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu memecahkan masalah taraf tingkat tinggi
(Nasution, 2008: 173).

Kemampuan berpikir merupakan salah satu modal yang harus dimiliki mahasiswa sebagai bekal
dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang ini.
Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh
kemampuan berpikirnya, terutama dalam memecahkan masalahmasalah kehidupan yang
dihadapinya (Ibrahim, 2007). Selain itu, kemampuan berpikir juga sebagai sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu memecahkan masalah taraf tingkat tinggi
(Nasution, 2008:173). Kemampuan berpikir yang dikaji dalam penelitian ini meliputi
kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sebab keduanya merupakan kemampuan berpikir yang
saling melengkapi dalam pandangan holistik tentang kemampuan berpikir (Koes, 2003:37).

Disamping itu, menurut Hassoubah (2002:44) kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat
penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, yaitu kemampuan untuk membuat
keputusan dan penyelesaian masalah. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal
dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang, selain itu menurut Penner
dalam Ibrahim (2007) kemampuan ini merupakan bagian yang fundamental dalam kematangan
manusia. Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan (Hassoubah, 2002:85).

Berpikir kritis merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakan secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke
arah yang lebih sempurna. Proses mental ini menganalisis ide dan informasi yang diperoleh dari
hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Penelitian Yulianti, dkk (2006) pada
siswa SMP, penerapan PBI dapat meningkatkan hasil belajar dan mengembangkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Orang yang berpikir kritis akan mengevaluasi dan kemudian menyimpulkan
suatu hal berdasarkan fakta untuk membuat keputusan. Menurut Hassoubah (2002:111) salah
satu ciri orang yang berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara
masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan. Kategori berpikir
kritis menurut Carin & Sund, yaitu : 1) mengklasifikasi; 2) mengasumsi; 3) memprediksi dan
hipotesis; 4) menginterpretasi data, mengiferensi atau membuat kesimpulan; 5) mengukur; 6)
merancang sebuah penyelidikan; 7) mengamati; 8) membuat grafik; 9) meminimalkan kesalahan
percobaan; 10) mengevaluasi; dan 11) menganalisis (Carin & Sund 1998:160).

According to Driver et al. (1994), learning science requires students’ active participation by
thinking, talking and writing by interpreting and evaluating the scientific phenomenon,
experiments and explanations. Moreover, from the perspective of constructivist theories,
construction of knowledge related to the interaction with environment also involves to engage
critical thinking and problem solving skills (Driver et al., 1994).
It is clearly necessary in finding flaws to criticize whether the information really supports the
argument or not. In addition, critical and creative thinking are two types of thinking that most of
the time cannot be separable from each other (Paul, 1987). In order to detect flaws, components
of creative thinking might be necessary along with critical thinking such as considering
numerous ideas (fluency), assessing the argument from various angles (flexibility) and
approaching the argument in unorthodox ways (originality). For example, Laius and (2007)
determined that there exists a significant on the other hand, found that the antilogos skill, which
refers to the critical assessment of whether specific information can or cannot support different
arguments, requires critical and creative thinking.
BACA KADAYIFCIA JURNAL BU NENI

Berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau
menemukan ide atau hasil yang asli (orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan
pandangan, konsep, yang penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya
dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan
perspektif asli pemikir. Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir
untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan, berpikir
kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1)
fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-
ide yang bervariasi), (3) originality (kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya
tidak ada), dan (4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide
sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa
kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap,
pembawaan atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.

Baer, J. 1993. Craetivity and Divergent Thinking: A Task Spesific Approach. London: Lawrence Elbaum
Associates Publisher.
Parkins, D.N. 1995. What Creative Thinking Is. Costa, A.L. (Ed). Developing Minds A Resource Book for
Teaching Thinking. (hlm. 58-61) Alexandra, Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum
Development (ASCD).

Anda mungkin juga menyukai