Anda di halaman 1dari 7

Nama : Syahrul Hidayat

NPM : 260110170048

Resume Regulasi Penyalahgunaan NAPZA

A. Undang-Undang Narkotika
Berikut ini beberapa undang-undang yang mengatur tentang narkotika di Indonesia, antara
lain:
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
(2) Peraturan Menteri kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang perubahan penggolongan
narkotika
(3) Peraturan menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan penggolongan
narkotika

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika


Di dalam undang-undang ini tertulis definisi narkotika, yaitu: “zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke
dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.”
Selain itu, terdapat juga penggolongan narkotika pada pasal 6 ayat (1) UU RI No. 35
Tahun 2009. Berdasarkan pada potensi menyebabkan ketergantungan pada pasien,
narkotika terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu: Narkotika Golongan I (potensi sangat
tinggi menyebabkan ketergantungan), Narkotika Golongan II (potensi tinggi
menyebabkan ketergantungan), dan Narkotika Golongan III (potensi ringan menyebabkan
ketergantungan).
Narkotika Golongan I merupakan zat-zat narkotika yang dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan. Dalam pasal 7 ayat (2) disebutkan bahwa: “Dalam
jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.”
Narkotika Golongan I dilarang untuk diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan
iptek. Hal ini diatur dalam pasal 12 ayat (1).
Berikut ini zat-zat yang termasuk ke dalam Narkotika Golongan I, di antaranya:
(a) Reagensia diagnostik
(b) Reagensia laboratorium

Menurut UU No.35 Tahun 2009 tentang narkotika, terdapat 65 jenis Narkotika


Golongan I atau narkotika dengan potensi kecanduan sangat tinggi.
Narkotika Golongan II merupakan narkotika dengan khasiat terapi digunakan
sebagai pilihan terakhir terapi serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan undang-undang, Narkotika Golongan II terdiri dari 86 jenis.
Narkotika Golongan III merupakan narkotika dengan khasiat terapi dan banyak
digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. berdasarkan undang-undang,
Narkotika Golongan III terdiri dari 14 jenis zat.
Jadi, UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika mengatur tentang definisi,
penggolongan, jenis-jenis, produksi, penyalahgunaan, pengguna, dan seluruh aspek lain
yang berkaitan dengan narkotika.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang perubahan


penggolongan narkotika
Peraturan ini secara spesifik mengatur penggolongan narkotika. Berbeda dengan UU
No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang mengatur jenis-jenis ketiga golongan
narkotika, peraturan ini secara spesifik mengatur tentang penggolongan Narkotika
Golongan I (potensi kecanduan sangat tinggi). Pada peraturan ini, terdapat 82 jenis
Narkotika Golongan I.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan


penggolongan narkotika
Peraturan ini merupakan peraturan perbaharuan jenis-jenis zat yang terdapat pada
masing-masing golongan narkotika. Dalam peraturan ini, terdapat 114 zat dengan potensi
kecanduan sangat tinggi (Narkotika Golongan I), terdapat 91 zat dengan potensi
kecanduan tinggi (Narkotika Golongan II), dan 15 zat dengan potensi kecanduan rendah
(Narkotika Golongan III).
B. Psikotropika
Psikotropika di Indonesia diatur dalam peraturan-peraturan berikut ini:
(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
(2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015
(3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2017

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997


Di dalam undang-undang ini tertulis definisi psikotropika, yaitu: “Psikotropika adalah
zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.”
Peraturan ini dibuat untuk:
- Menjamin ketersediaan psikotropika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan.
- Mencegah penyalahgunaan psikotropika.
- Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan, di antaranya:
Golongan I
- 26 jenis zat
- Hanya mampu digunakan untuk ilmu pengetahuan. merupakan bahan terlarang.
- Dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi.
- Hanya dapat disalurkan pabrik obat dan PBF pada lembaga penelitian, lembaga
pendidikan, atau diimpor langsung oleh lembaga penelitian dan pendidikan
bersangkutan.
Golongan II
- 14 zat
- Untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan iptek.
Golongan III
- 9 zat
- Untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan iptek.
Golongan IV
- 60 zat
- Untuk pelayanan kesehatan dan iptek.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015
Merupakan bentuk keterbaruan dari UU No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika akibat
keberadaan obat keras dengan potensi ketergantungan tetapi bukan psikotropika.
Permenkes ini merupakan bentuk usaha pemerintah dalam meminimalisasi
penyalahgunaan.
Peraturan ini memuat golongan-golongan psikotropika sama halnya dengan UU No. 5
tahun 1997 Tentang Psikotropika namun pada peraturan ini terbapat pembaharuan pada
Psikotropika Golongan IV, yaitu: penambahan zolpidem pada Golongan IV sehingga
Golongan Iv terdiri dari 61 zat.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2017


Merupakan bentuk pembaharuan dari Permenkes No. 9 tahun 2015 dengan
penambahan Fenazepam pada Psikotropika Golongan IV karena fenazepam termasuk
obat keras dengan potensi ketergantungan sehingga Golongan IV terdiri dari 62 zat.
Permenkes No. 3 Tahun 2017 juga mengatur tentang obat keras berpotensi
ketergantungan namun belum tergolong narkotika. Selain itu, peraturan ini merupakan
bentuk pembaharuan dari UU No. 5 Tahun 1997 atas Psikotropika Golongan II yang
sebelumnya 14 jenis menjadi 3 jenis, yaitu: Amineptina, Metilfenidat, dan Sekobarbital.

C. Prekursor
Prekursor di Indonesia diatur alam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2010 tentang prekursor. Menurut peraturan ini, definisi prekursor adalah zat atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropik. Seluruh kegiatan pengadaan dan penggunaan prekursor di industri farmasi dan
nonfarmasi, serta pengembangan iptek diatur dalam peraturan ini.
Berdasarkan PP RI No. 44 Tahun 2010, terdapat 2 golongan prekursor, yaitu:
(1) Prekursor Tabel I
Bahan awal dan pelarut yang sering digunakan dengan pegawasan lebih ketat daripada
Prekursor Tabel II. Zat-zat yang termasuk Prekursor Tabel I antara lain:
a. Asetat anhidrida
b. Asam N-Asetilantranilat
c. Efedrin
d. Ergometrin
e. Ergotamin
f. Isosafrol
g. Asam lisergat
h. 3,4-Metilendioksifenil-2-propanon
i. Norefedrin
j. 1-fenil-2-propanon
k. Piperonal
l. Kalium permanganat
m. Pseudoefedrin
n. Safrol
(2) Prekursor Tabel II
a. Aseton
b. Asam antranilat
c. Etil eter
d. Asam hidroklorat
e. Metil etil keton
f. Asam fenilasetat
g. Piperidin
h. Asam sulfat
i. Toluena

D. Obat-Obat Tertentu
Obat-obatan tertentu di Indonesia diatur oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 7 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obatan Tertentu yang
Sering Disalahgunakan.

1. Perka BPOM No. 7 Tahun 2016


Definisi obat-obat tertentu terdapat pada pasal 1 yang berbunyi: “Obat-Obat Tertentu
yang Sering Disalahgunakan, yang selanjutnya disebut dengan Obat-Obat Tertentu,
adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan saraf pusat selain Narkotika dan
Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan
ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.”
Menurut peraturan ini, yang termasuk ke dalam golongan obat-obat tertentu antara lain:
1. Tramadol;
2. Triheksifenidil;
3. Klorpromazin;
4. Amitriptilin; dan/atau
5. Haloperidol

Obat-obatan tertentu hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau ilmu pengetahuan.

2. Perka BPOM No. 28 Tahun 2018


Hal yang membedakan Perka BPOM No. 28 Tahun 2018 dengan Perka BPOM No. 7
Tahun 2016 adalah kriteria obat-obat tertentu. Pada Perka BPOM No. 28 Tahun 2018, yang
termasuk ke dalam obat-obat tertentu adalah:
1. Tramadol;
2. Triheksifenidil;
3. Klorpromazin;
4. Amitriptilin;
5. Haloperidol; dan/atau
6. Dekstrometorfan

Akan tetapi, kedua peraturan ini memiliki persamaan, di antaranya: Kegiatan


pengelolaan obat-obat tertentu, sanksi administratif pada pelanggaran terhadap ketentuan
yang ada di dalam peraturan, dan sistematika pelayanan obat-obat tertentu.
Obat-obat tertentu yang dicantumkan pada kedua peraturan ini termasuk obat keras
yang pelayanannya harus dalam pengawasan lebih dan terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, seperti: jumlah obat yang akan diserahkan dan frekuensi penyerahan obat
pada pasien yang sama.
Seluruh dokumen yang berhubungan dengan obat-obat tertentu harus diarsipkan secara
terpisah. Dan obat-obat tertentu hanya dapat diserahkan dengan resep dokter atau salinan
resep.

E. Zat Adiktif Lainnya


Zat adiktif lainnya merupakan zat dengan pengaruh psikoaktif atau berpotensi
ketergantungan selain narkotika dan psikotropika, meliputi:
1. Minuman beralkohol: mengandung etanol dan memiliki pengaruh pada sistem saraf
pusat. Minuman beralkohol terbagi ke dalam 3 golongan.
Golongan A: Kadar etanol 1-5% (Contoh: Bir)
Golongan B: Kadar etabol 5-20% (Berbagai minuman anggur)
Golongan C: Kadar etanol 20-45% (Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker)
2. Inhalasi dan solven (pelarut organik yang mudah menguap yang dapat ditemui pada
berbagai alat rumah tangga, kantor, dan pelumas mesin. Contoh: lem, Time, penghapus
cat kuku, bensin.
3. Tembakau: mengandung nikotin
(Kurniawati, 2009)

Sumber:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2017
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 Tentang Prekursor
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Obat-Obatan Tertentu yang Sering Disalahgunakan.
9. Perka BPOM No. 28 Tahun 2018
10. Kurniawati, I. Y. 2009. Mengenal Zat Adiktif Makanan. Jakarta: Sinar Cemerlang.

Anda mungkin juga menyukai