Anda di halaman 1dari 7

Reaksi antigen-antibodi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Beberapa faktor yang lebih umum


adalah:
Suhu

Suhu optimal untuk reaksi antigen-antibodi akan tergantung pada sifat kimiawi epitop, paratope, dan
jenis ikatan yang terlibat dalam interaksinya. Sebagai contoh, pembentukan ikatan hidrogen cenderung
eksoterm. Ikatan ini lebih stabil pada suhu yang lebih rendah dan mungkin lebih penting ketika
berhadapan dengan antigen karbohidrat.
pH

Efek pH pada konstanta kesetimbangan kompleks antigen-antibodi terletak pada kisaran pH 6,5 dan 8,4.
Di bawah pH 6,5 dan di atas pH 8,4, reaksi antigen-antibodi sangat terhambat. Pada pH 5,0 atau 9,5,
konstanta kesetimbangan 100 kali lipat lebih rendah dari pada pH 6,5 - 7,0. Dalam kondisi pH ekstrim,
antibodi dapat mengalami perubahan konformasi yang dapat menghancurkan komplementaritas
dengan antigen.
Kekuatan ionik

Pengaruh kekuatan ionik pada reaksi antigen-antibodi sangat penting dalam serologi golongan darah. Di
sini reaksi secara signifikan dipengaruhi oleh ion natrium dan klorida. Misalnya, dalam larutan salin
normal, gugus Na + dan Cl− di sekitar kompleks dan sebagian menetralkan muatan, berpotensi
mengganggu ikatan antibodi terhadap antigen. Ini bisa menjadi masalah ketika antibodi afinitas rendah
digunakan. Telah diketahui dengan baik bahwa, ketika terpapar dengan kekuatan ionik yang sangat
rendah, γ-globulin berkumpul dan membentuk kompleks yang dapat dibalikkan dengan lipoprotein dari
sel darah merah, yang menyebabkan sedimentasi.

Mekanisme Masuknya Antigen dalam Tubuh

Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang

bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia

melekat pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen

tersebut dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier

respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk

dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.

Contoh hapten diantaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat (seperti

penisilin), dan zat kimia lainya yang dapat membawa efek alergik.
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel

limfosit B. Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel

plasma. Sel plasma kemudian akan membentuk antibodi yang mampu berikatan dengan

antigen yang merangsang pembentukan antibodi itu sendiri. Tempat melekatnya

antibodi pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada

antibodi disebut variabel.

Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut:

 Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, injeksi,

atau kontak langsung.

 Antigen berikatan dengan antibody.

 Histamine keluar dari sel mast dan basofil

 Timbul manifestasi alergi

Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:

1. Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi

pada situs identik yang kecil, bernama epitop.

2. Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

a. Netralisasi

Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan

effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody

mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.


b. Aglutinasi

Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang

tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan

c. Presipitasi

Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,

sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya

mengendap.

d. Fagositosis

Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat

reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang

mengandung antigen tersebut.

e. Sitotoksis

Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel

pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell

kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat

dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.

3. Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-

antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh

menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan

lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan

defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.


4. 1. Mekanisme reaksi antigen-antibodi
5. Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis
6. limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Sistim kebal atau imun terdiri dari dua
macam,
7. yaitu sistim kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim
kebal
8. humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi
sel
9. plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di
lepas ke
10. darah sebagai bagian dari fraksi - globulin. Antibodi humoral ini memerangi
bakteri dan
11. virus di dalam darah.
12. Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di
13. dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah
menjadi
14. limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak dilepaskan
ke
15. dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan.
16. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan terangsang dan
17. memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai respon imun primer. Respon
ini
18. memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak limfosit dan membentuk
ingatan
19. imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Kalau antigen
yang
20. sama memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh berupa respon
imun
21. sekunder. Respon ini muncul lebih cepat , lebih kuat dan berlangsung lebih lama
daripada
22. respon imun primer.
23. INTI:
24. Cara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat macam. Prinsipnya adalah
25. terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya antigen yang telah
diikat
26. antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini adalah cara pengikatan antigen
oleh
27. antibodi.
28. 1) Netralisasi
29. Antibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian tertentu antigen.
30. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian tertentu virus pada sel
inang.
31. Dengan terjadinya netralisasi maka efek merugikan dari antigen atau toksik dari
patogen
32. dapat dikurangi.
33. 2) Penggumpalan
34. Penggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan karena struktur antibodi yang
35. memungkinkan untuk melakukan pengikatan lebih dari satu antigen. Molekul
antibodi
36. memiliki sedikitnya dua tempat pengikatan antigen yang dapat bergabung dengan
37. antigen- antigen yang berdekatan. Gumpalan atau kumpulan bakteri akan
memudahkan sel
38. fagositik (makrofag) untuk menangkap dan memakan bakteri secara cepat.
39. 3) Pengendapan
40. Prinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan, tetapi pada pengendapan
41. antigen yang dituju berupa antigen yang larut. Pengikatan antigen-antigen tersebut
42. membuatnya dapat diendapkan, sehingga sel-sel makrofag mudah dalam
menangkapnya.
43. 4) Aktifasi Komplemen
44. Antibodi akan bekerja sama dengan protein komplemen untuk melakukan
45. penyerangan terhadap sel asing. Pengaktifan protein komplemen akan
46. menyebabkan terjadinya luka pada membran sel asing dan dapat terjadi lisis.
47. Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. 2009. Biologi Kelas XI untuk SMA
48. dan MA. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 386.
49. 2. Spesifitas reaksi antigen-antibodi
50. Respons imun spesifik dimulai ketika reseptor pada limfosit mengenali antigen.
51. Limfosit B dan T mengenali jenis antigen yang berbeda. Reseptor di limfosit B yaitu
antibodi
52. yang terikat di membran (membrane-bound antibody) dapat mengenali berbagai
53. makromolekul (protein, polisakarida, lipid, dan asam nukleat) serta bahan-bahan kimia
kecil
54. yang terlarut atau terdapat di permukaan sel. Sebaliknya, limfosit T hanya dapat
mengenali
55. fragmen peptida dari antigen protein, dan hanya jika peptida tersebut dipresentasikan
oleh
56. molekul tertentu di sel pejamu.
57. Sebagian besar limfosit T mengenali antigen peptida yang terikat dengan
58. molekul major histocompatibility complex (MHC) yang terdapat di antigen-presenting
59. cell (APC). Sifat sel T ini disebut sebagai restriksi MHC (MHC restriction). Setiap sel
T
60. mempunyai spesifisitas ganda. Hal ini berarti T cell receptor(TCR) mengenali peptida
antigen
61. dan juga mengenali molekul MHC yang membawa peptida tersebut. Antigen protein
dari
62. mikroba yang memasuki tubuh akan ditangkap oleh APC, kemudian terkumpul di
organ
63. limfoid perifer dan dimulailah respons imun. Antigen mikroba yang memasuki epitel
akan
64. ditangkap oleh sel dendrit dengan cara fagositosis (untuk antigen partikel) atau
pinositosis
65. (untuk antigen terlarut).
66. 3. Reaktivitas silang (cross reactivity) antigen-antibodi
67. Reaktivitas silang adalah reaksi antara antibodi dan antigen yang berbeda dari
68. imunogen tersebut.Kadang-kadang juga disebut sebagai crossimmunity atau
lintaspelindung
69. kekebalan
70. [1]
71. Beberapacontoh
72. reaktivitas
73. silang
74. telah
75. dikonfirmasi
76.
77. pada
78. manusia,
79. salah
80. satunya
81. melibatkan
82. virus
83. influenzaspesifik
84. CD8
85. sel
86. +
87. T
88. dan
89.
90. hepatitis
91. C antigen
92. virus
93. [2]
94. 4. Mekanisme kematian fetus intrauterin pada kasus rhesus
incompatibility akibat reaksi antigen-antibodi Inkompatibilitas rhesus terjadi apabila
ibu golongan Rh negatif dan
janin dengan Rh positif.
(3)

Penyakit hemolitik karena inkompatibilitas Rh


jarang terjadi pada kehamilan pertama, tetapi risikonya menjadi lebih
tinggi pada kehamilan berikutnya. Penyebab hemolisis tersering pada
neonatus adalah pasase transplasental anti bodi maternal yang merusak
eritrosit janin. Inkompatibilitas Rhesus adalah penyakit hemolitik isoimun
yang menyebabkan anti bodi IgG melawan anti gen sel darah merah
fetus.
(5)

Proses terjadinya hemolisis pada penyakit isoimun akibat


inkompatibilitas Rh adalah sebagai berikut;
(3.6)

1) Ibu golongan Rh negatif,


2) Fetus golongan Rh positif, 3) Masuknya eritrosit fetus ke sirkulasi
maternal melalui proses perdarahan fetomaternal, 4) Terjadi sensitisasi
maternal oleh antigen D dari eritrosit fetus, 5) Terbentuk anti D maternal
sebagai respon terhadap anti gen D fetus, 6) Kemudian anti D maternal
secara transplasental masuk kedalam sirkulasi fetus, 7) Anti bodi tersebut
melekat pada eritrosit fetus dan 8) Menyebabkan aglutinasi kemudian
1. eritrosit tersebut menjadi lisis.

Anda mungkin juga menyukai