Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satu indikatornya adalah
laju pertumbuhan pendapatan. Agar laju pertumbuhan pendapatan dapat ditingkatkan maka
investasi mempunyai arti penting. Ketersediaan dana investasi secara formal tersalurkan
melalui lembaga perantara finansial (lembaga keuangan), baik bank maupun lembaga –
lembaga keuangan bukan bank lainnya. Untuk memperoleh pembiayaan dana dan
permodalan maka terdapat suatu lembaga untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya
Pembiayaan Konsumen merupakan suatu kredit atau pinjaman yang diberikan oleh
suatu perusahaan untuk debitur guna pembelian barang atau jasa yang akan langsung
digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan distribusi atau produksi.
usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan
Berhubung pembiayaan dengan sistem ini tidak dilakukan oleh bank, maka banyak
ketentuan dan kebijaksanaan yang harus diperhatikan, khususnya dalam pemberian kredit,
berhubung pembiayaan dengan sistem ini dilakukan oleh lembaga finansial seperti kredit
kredit kendaraan bermotor kepada nasabah/ masyarakat yang membutuhkan, dengan jaminan
1
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. 2008. Halaman 23
2
Peraturan Mentri Keuangan nomor 84/PMK.012/2006 Pasal 2
yang diberikan oleh konsumen diawal dan kendaraan tersebut dapat digunakan oleh
konsumen.
disebut leasing. Sayangnya pada waktu menandatangani perjanjian kredit tersebut tidak
banyak konsumen yang secara cermat meneliti isi dari perjanjian tersebut. Konsumen
berlakunya perjanjian leasing tersebut, di mata hukum konsumen belumlah menjadi pemilik
pembiayaan (kreditur). Konsumen hanyalah sebagai peminjam atau pemakai saja. Kendaraan
Masalah baru muncul ketika pembayaran angsuran tertunda. Seringkali tanpa surat
surat kuasa penarikan, meskipun angsuran tinggal beberapa kali saja. Kedudukan konsumen
menjadi sangat lemah, karena tidak jelas nasib sejumlah besar uang muka dan semua
telah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan atas penarikan kendaraan, perhitungan
hasil penjualan kendaraan yang ditarik, potongannya serta jumlah utang atau sisa hutang
bunga dan biaya-biaya lainnya, termasuk denda dan biaya penarikan dan penjualan kembali
kendaraannya.4
Banyaknya perjanjian standar atau perjanjian baku dalam masyarakat pada umumnya
dilakukan oleh kalangan yang memiliki keunggulan ekonomi yang dominan, dalam hal ini
antara kedua pihak yang cakap untuk bertindak (pemenuhan syarat subjektif) untuk
melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku,
3
Yusuf Shofie, 2003:221
4
Ibid: h.222
kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas
(pemenuhan syarat objektif). Namun terkadang kedudukan dari kedua belah pihak tidak
seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan
bagi pelaku usaha sering muncul dalam bentuk perjanjian baku dan/atau klausula baku karena
format dan isinya telah ditentukan sebelumnya secara sepihak. Perjanjian seperti ini
umumnya dicantumkan dalam setiap dokumen perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak
yang lebih dominan dari pihak lainnya. Dikatakan bersifat baku karena baik perjanjian
maupun klausula tersebut tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan oleh pihak lainnya.6
Dengan kekuatannya tersebut dalam setiap hubungan hukum, mereka secara sepihak
menentukan isi dan luas perjanjian dan tidak jarang mereka juga mencantumkan kalusula
Klausula eksonerasi adalah syarat yang secara khusus membebaskan pengusaha dari
tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari pelaksanaan perjanjian.
Klausula eksonerasi dapat berasal dari rumusan pengusaha secara sepihak, dapat juga berasal
pembuktian pada konsumen, bahwa konsumen tidak bersalah dan inilah yang menyulitkan
masyarakat tersebut boleh dikatakan tak terbilang banyaknya dan tidak jarang perjanjian
Klausula eksonerasi ini sesungguhnya diatur dalam KUK Persada, yaitu pada 1493
dan pasal 1494 KUH Perdata. Pasal 1493, menyatakan bahwa kedua belah pihak, denagn
5
Barkatullah, 2008: 95
6
Ibid: Hal. 96
ditetapkan oleh Undang – Undang ini dan bahkan mereka penjual tidak wajib menanggung
sasuatu apapun. Pasal 1494 kemudian memberikan pembatasan, yaitu bahwa penjual tidak
akan menanggung sesuatu apapun, ia tetap bertanggungjawab atas akibat dari suatu perbuatan
yang dilakukannya, segala persetujuan yang bertentangan dengan hal ini adalah batal. Jelas
bahwa KUH Perdata pun, klausula yang isinya berupa pelepasan tanggungjawab tidak boleh
Dipilihnya perjanjian baku, karena perjnjian semacam itu dipandang lebih ekonomis
dan praktis dalam segi waktu tenaga dan biaya yang dikeuarkan. Meskipun demikian,
perjanjian baku menimbulkan persoalan yang tidak sedikit yaitu konsumen tidak memiliki
akses informasi yang memadai tentang isi perjanjian. Kurangnya informasi yang diperoleh
karena perjanjian baku itu sendiri secara apriopri isinya sudah ditentukan secara sepihak oleh
salah satu pihak (pelaku usaha). Karena isinya sudah ditentukan oleh salah satu pihak maka
pihak lawan (konsumen) tentu saja tidak mempunyai daya tawar untuk itu. Konsumen tidak
hanya dihadapkan pada pilihan menerima atau menyetujuinya (take it or leave it) perjanjian
Apabila terjadi demikian, konsumen menjadi pihak yang sangat dirugikan akibat
menerima sejumlah klausula baku di dalam perjanjian yang isinya merugikan konsumen.
sebagai pengguna barang dan jasa semestinya mendapatkan perlindungan yaitu segala upaya
Karena itu, oleh sementara kalangan berpendapat bahwa perjanjian standar yang
perjanjian yang sifatnya menekan pihak yang lemah. Karena sifatnya yang menekan pihak
yang lemah tersebut maka perjanjian standar tidak jarang dapat disalahgunakan dan bahkan
kerap dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi pihak lainnya (konsumen).
Berdasarkan dari latar belakang tersebut dalam outline ini dapat dirumuskan