Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN

Diabetes Mellitus

Disusun oleh : HG (Home Group) 1


Kelas :C

Anindya Fitriana Sari (1206248571)


Hasna Fauziyah (1206218921)
I Gusti Ayu Made P. (1206254385)
Indri Choiryah (1206218902)
Syifa Fauziyah (1206237725)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Home Group ini dengan
baik. Makalah Home Group ini dibuat untuk memenuhi salah satu kriteria penilaian
dalam Mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan (IDK). Makalah berjudul “Diabetes
Mellitus” ini kami susun berdasarkan Lembar Tugas Mandiri masing-masing anggota
Home Group kami. Selama penulisan Lembar Tugas Mandiri dan penyusunan
makalah, anggota Home Group kami mendapatkan banyak wawasan dan pengetahuan
yang baru. Adapun isi dari makalah ini meliputi definisi DM, manifestasi klinis DM,
patofisiologis DM, pencegahan DM serta farmakologi DM.
Penyelesaian makalah ini tidaklah luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, kelompok kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa, ibu Riri Maria S.Kp., MANP., selaku fasilitator kami, dan semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu kami dalam penyusunan
makalah ini. Tidak lupa kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca guna memperbaiki makalah ini.

Depok, 15 November 2013

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN………………………………...………………………………. i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………............................. 1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………...…. 2
1.4 Metode Penulisan……………………………………………………………...… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Diabetes Mellitus………………………………………………...…….. 3
2.2 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus………………………………………...…. 4
2.3 Patofisiologi……………………………………………..…………………….... 6
2.3.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe I (IDDM–Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)…………………………………………………….............. 7
2.3.2 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM–Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus)………………………………………............… 7
2.4 Pencegahan Diabetes Mellitus…………………………………………….......… 8
2.4.1 Pencegahan Primer……………………………..………………………...... 8
2.4.2 pencegahan Sekunder……………………………………………...…….… 8
2.4.3 Pencegahan Tersier…………………………………………………...…... 10
2.5 Terapi Farmakologi……………………………………………………….….… 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………... 16
3.2 Saran………………………………………………………………………..…... 16
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik deng
an karakteristik kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang terjadi karena k
elainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya. Diabetes mellitus merupak
an penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup dan dapat memicu terjadinya ko
mplikasi serius dan berujung pada kematian. Diabetes Melitus juga merupakan penya
kit yang tidak dapat disembuhkan. Klasifikasi utama DM yaitu Insulin Dependent Dia
betes Mellitus (IDDM/DM tipe 1) dan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NI
DDM/DM tipe 2).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan angka ins
iden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai belahan dunia. Diabetes mellitus tipe 2 mel
iputi 90% kasus DM di negara-negara berkembang dan merupakan kasus terbesar pad
a beberapa negara berkembang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang D
M dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 di Indones
ia. Hasil penelitian terakhir menunjukkan adanya peningkatan prevalensi di Indonesia
. Penelitian di Jakarta melaporkan bahwa prevalensi DM 1,7% oada tahun 1982 menj
adi 5,7% pada tahun 1993 dan menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban J
akarta. Diperkirakan pada tahun 2030 akan ada 194 juta penduduk yang berusia di at
as 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta di d
aerah rural. Menurut survey yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan
ke-4 terbesar dalam jumlah penyandang DM, sedangkan urutan diatasnya yaitu India,
China, dan Amerika Serikat. Temuan tersebut semakin membuktikan bahwa penyakit
DM merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas mengenai DM berikut pencegahan dan pengobatannya.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi, tipe dan penyebab DM?
1.2.2 Apa manifestasi klinis dari DM?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari DM?
1.2.4 Bagaimana cara yang efektif untuk mencegah DM?
1.2.5 Bagaimana pengobatan yang tepat dan efektif untuk penderita DM?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi, tipe, dan penyebab DM
1.3.2 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari DM
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi DM
1.3.4 Untuk mengetahui, memahami dan menjalankan program pencegahan DM yang
efektif
1.3.5 Untuk mengetahui, memahami dan menjalankan pengobatan DM secara tepat

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah problem based
learning dan penelusuran sumber-sumbernya terpercaya baik melalui text book maup
un internet yang memiliki keterkaitan dengan topik dan kasus. Hasil penelusuran ters
ebut dijadikan sebagai bahan diskusi dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam p
emicu.
BAB II
ISI
2.1. Definisi Diabetes Mellitus
Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu.
Kata Diabetes Mellitus adalah gangguan kronik yang ditandai dengan hiperglikemia
(gula darah tinggi), yang disertai abnormalitas utama pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein akibat kelaianan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau
keduanya. Pasien diabetes memiliki kecenderungan mengalami penyakit ginjal,
ocular,neurologi, dan penyakit kardiovaskular prematur.
Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu DM tipe I (DM tergantung
insulin=DMTI) dan DM tipe II (DM tidak tergantung insulin/DMTTI)
1. DM tipe I
Kelompok ini adalah penderita DM yang sangat tergantung pada suntikan
insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak gemuk. Gejala
biasanya timbul pada anak-anak dan puncakya pada usia akil balik. Begitu
penyakitnya terdiagnosis, penderita langsung memerlukan suntikan insulin
karena pankreasnya sangat sedikit atau sama sekali tidak membentuk insulin.
Umumnya penyakit berkembang kearah ketoasidosis diabetic yang
menyebabkan kematian.
Tipe ini disebabkan kerusakan sel Beta (insulitis) karena pancreas tidak bisa
memproduksi insulin akibat reaksi auto imun.
Penderita DMTI tergantung pada terapi insulin dan tidak dianjurkan
mengonsumsi obat antidiabetik oral. Penderita tidak dapat disembuhkan dan
tergantung pada injeksi insulin selama hidupnya. DMTI juga dapat muncul
dari diabetes tipe II jika obat antidiabetika oral sudah tidak mampu lagi
menurunkan kadar gula darah pasien.
2. DM tipe II
Kelompok diabetes mellitus tipe II tidak tergantung insulin. Kebanyakan
timbul pada penderita berusia di atas 40 tahun. Penderita DM tipe II inilah
yang terbanyak di Indonesia. Pada tipe ini, insulin normal, tetapi jumlah
reseptor kurang (misalnya insulin adalah kunci pintu, maka lubang kunci
pintu yang masuk ke sel adalah reseptornya), akibatnya gula hanya sedikit
yang masuk ke dalam sel sehingga gula darah meningkat, keadaan ini disebut
resisten insulin. Penyakit DM tipe II biasanya dapat terkendali dengan
menurunkan obesitas. Pengobatan diutamakan dengan perencanaan menu
makanan yang baik dan latihan jasmani secara teratur. Obat semacam oral
hipoglikemik dan suntikan insulin kadang menjadi kebutuhan bagi penderita
tipe ini. Bagi penderita yang sudah kronis, penurunan kadar gula darah harus
dibantu dengan injeksi insulin. DMTTI disebabkan oleh faktor genetis dan
dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat, tetapi munculnya terlambat. Dengan
pola hidup modern saat ini, prevalensi DMTTI semakin meningkat dengan
penderita berusia dibawah 40 tahun. Proses penuaan juga menjadi penyebab
akibat penyusutan sel-sel beta yang progresif sehingga insulin semakin
berkurang dan kepekaan reseptornya semakin menurun. Penyebab lain diduga
akibat inveksi virus sewaktu muda. DM tipe II dibagi lagi menjadi dua, yaitu
penderita tidak gemuk (non-obese) dan penderita gemuk (obese).
Selain DM tipe I dan DM tipe II, DM dapat dibagi lagi menjadi DM terkait
malnutrisi (DMTM) dan DM pada kehamilan (gestational DM).

2.2. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita
Diabetes Melitus, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Polyuria (peningkatan volume urin)
Penyakit Diabetes Melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urin
(Price,1995).
2. Polydipsia (peningkatan rasa haus)
Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polyphagia (peningkatan rasa lapar)
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat,
lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan
(Price,1995)
4. Rasa lelah dan kelemahan otot
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Penurunan berat badan juga menjadi dapat menjadi gambaran DM tipe 2 ini,
tetapi penurunan berat bada ntersebut tidak ekstrem bahkan mungkin tidak
diperhatikan. Sebagian besar penyandang yang baru didiagnosis mengalami DM tipe
2 mengalami kelebihan berat badan (Brooker, 2008). Gejala Somnolen juga akan
terlihat pada penderita yang mengalami DM tipe 2, dimana terjadi penurunan
kesadaran, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur (Price, 2006).

b) Gejala lain yang muncul:


1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2. Adanya kelainan kulit seperti gatal-gatal, bisul.
3. Kelainan ginekologis seperti keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
4. Kesemutan, rasa baal akibat neuropati.
5. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal.
6. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar
utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
7. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun
karena kerusakan hormon testosteron.
8. Terjadi pengaburan atau kehilangan penglihatan karena katarak atau gangguan
refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
9. Kelemahan tubuh

2.3. Patofisiologi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gejala yang timbul pada individu
disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat jumlah insulin
yang abnormal (Arjatmo, 2002). Insulin diproduksi oleh kelenjar ludah perut
pancreas pada bagian yang disebut pulau-pulau Langerhans. Terdapat beberapa jenis
sel utama dari pulau-pulau Langerhans, meliputi: (a) sel A [Alpha], berperan untuk
memproduksi glikogen yang menjadi factor hiperglikemik; (b) sel B [Beta], berperan
untuk memproduksi insulin; dan (c) sel D [Delta], berperan untuk membuat
somatostatin.
Pada pulau-pulau Langerhans tersebut terdapat islet cells yang berfungsi
dalam pembuatan insulin. Pengaturan dalam sekresi insulin ini dipengaruhi oleh efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pancreas. Apabila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/ 100mL darah maka sekresi insulin dapat meningkat cepat.
Sedangkan, apabila kadar glukosa normal atau dalam kondisi rendah maka produksi
insulin akan menurun. Maka, disimpulkan bahwa hubungan antara jumlah glukosa
darah dengan jumlah produksi insulin berbanding sejajar.
2.3.1. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe I ( IDDM – Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
Islet cells pada penderita DM I menghasilkan insulin dengan jumlah yang
tidak mencukupi atau bahkan sama sekali tidak memproduksi insulin pada saat
glukosa diserap ke dalam aliran darah. Insulin yang berperan untuk mengubah
glukosa menjadi glikogen (gula simpanan), apabila terdapat dalam jumlah yang
sedikit akan menyebabkan gula darah menumpuk dalam aliran darah karena tidak
bekerjanya proses metabolisme. Hal ini menyebabkan kadar gula darah meningkat
dan tidak sebanding lagi dengan jumlah hidrat arang yang dikonsumsi (dari makanan).
Maka dari itu, untuk mengimbangi kekurangan produksi insulin tersebut,
penderita harus mendapatkan terapi insulin secara subkutan sebelum makan (± 1 jam).
Pemberian insulin ini dilakukan satu jam sebelum makan agar proses kerja insulin
dapat berkoordinasi dalam melakukan pengikatan dengan glukosa yang diasup dari
makanan. Sehingga fungsi insulin sebagai pengubah glukosa menjadi glikogen dapat
bekerja sesuai dengan perannya.
2.3.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II (NIDDM – Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
Pada penderita DM Tipe II, insulin bekerja untuk memengaruhi sel-sel sasaran
(sel-sel otot dan lemak) dimana hal ini tidak berfungsi dengan baik. Sel-sel tersebut
menolak mengambil glukosa dari dalam darah dengan bantuan insulin. Sehingga gula
akan tetap berada dalam darah dan terjadi penumpukan sehingga jumlah gula tersebut
akan terus meningkat. Kadar gula yang tinggi ini akan merangsang islet cells untuk
memproduksi lebih banyak insulin. Diingatkan lagi pada hubungan antara jumlah
glukosa darah dengan jumlah produksi insulin yang berbanding sejajar. Insulin
Mempengaruhi sel-sel sasaran (sel-sel otot & lemak) Menolak bantuan insulin
Penumpukan gula darah dalam aliran darah Kadar gula darah meningkat Merangsang
islet cells Produksi insulin berlebih ‘Keletihan awal’ islet cells Produksi insulin
berkurang Pemberian obat-obatan Membantu dalam peningkatan insulin
2.4. Pencegahan diabetes mellitus
2.4.1. Pencegahan Primer
Tujuan untuk mencegah terjadinya diabetes mellitus. Untuk itu, faktor-faktor
yang dapat menyebabkan diabetes mellitus perlu diperhatikan, baik secara genetic
maupun lingkungan. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan primer:
- Pola makan seimbang dan tidak berlebihan
- Genetik konseling
- Identifikasi kelompok resiko tinggi
- Edukasi
- Olahraga secara teratur dan tidak banyak berdiam diri
- Usahakan berat badan dalam batas normal
- Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes mellitus
(diabetogenik),misalnya dueretika, kortikosteroid, glucagon, adrenalin,
ekstraktiroid, dan obat kontrasepsi hormonal.
2.4.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah agar penyakit diabetes
Mellitus yang sudah timbul tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain,
menghilangkan gejalan, dan keluhan penyakit diabetes Mellitus. Pencegahan
sekunder meliputi seteksi dini penderita diabetes mellitus, terutama bagi kelompok
yang berisiko tinggi terkena diabetes mellitus. Bagi yang dicurigai terkena diabetes
mellitus, perlu diteliti lebih lanjut untuk memperkuat dugaan adanya diabetes mellitus.
Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan sekunder:
- Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat
Diet dilakukan pada penderita diabetes mellitus bertujuan untuk
menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh menggunakannya.
Dengan kata lain, tubuh tidak diperkenankan untuk menumpuk makanan
yang tidak digunakan dan penderita dapat mencapai keadaan fisiologis
yang normal untuk melakukan pekerjaar sehari-hari. Dalam
merencanakan diet bagi penderita diabetes, terdapat beberapa syarat yaitu:
 Jumlah kalori ditentukan menurut umur,jenis kelamin, berat badan,
aktivitas, sushu tubuh, dan kelainan metabolik
 Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh
menggunakan (gula murni tidak diperbolehkan)
 Makanan cukup protein, mineral, dan vitamin
 Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang
diberikan. Makan selingan puku l 10.00 dan pukul 21.00 diambil
dari porsi makanan pagi dan sore
Pedoman perencanaan diet yang dapat dipakai oleh penderita diabetes
mellitus

Terapi diet yang diberikan kepada penderita diabetes mellitus


terbagi menjadi tiga tipe.
1. Diet rendah kalori
Untuk menurunkan berat badan penderita diabetes mellitus yang
kegemukan (obesitas) yang kemudaian diikuti dengan diet untuk
mempertahankan berat badan agar tidak naik.
2. Diet bebas gula
Diet tipe ini digunakan untuk penderita yang lanjut usia dan tidak
tergantung pada insulin. Tidak memakan gula dan makanan yang
mengandung gula. Mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat sebagai
bagian dari keseluruhan hidangan secara teratur.
3. Sistem penukar
Sistem penukar memungkinkan terjadinya variasi makanan
sehingga penderita tidak merasa bosan, tetapi tatap dalam jumlah kalori
yang telah ditentukan. Misalnya nasi ditukar dengan roti, kentang atau
lainnya. Terapi ini bersifat lebih fleksibel dan bervariasi namun akan
menjadi lebih rumit karena harus mengetahui kadar kalori suatu makan
yang dapat menggantikan makanan yang lainnya. Berikut daftar bahan
makana dalam tiap golongan mempunyai nilai gizi sama dan jumlah
kalorinya.

- Menjaga berat badan dalam batas normal


- Usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi diabetes
mellitus
- Olahraga teratur sesuai dengan kemampuan fisik dan umur
2.4.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untu mencegah kecacatan lebih lanjut dalam
komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Berikut pencegahan yang harus dilakukan:
- Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang pembuluh darah mata
- Mencegah gagal ginal kronik jika menyerang pembuluh darah ginjal
- Mencegah stroke jika menyerang pembuluh darah otak
- Mencegah terjadinya gangrene jika terjadi luka.
Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting adalah senam
kaki diabetes. Penderita diabetes lebih tinggi beresiko mengalami masalah kaki
karena sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun. Tidak dapat dipungkuri
bahwa penderita diabete mellitus memiliki gangguan pembuluh darah. Pembuluh
darah pada tungkai menurun akan lebih sulit untuk tersampaikan. Selain itu
berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf). Pada periode awal,
gangguan iniseperti kesemutan yang kelamaan akan terasa baal pada kaki.
Berkurangnya daya tahan tubuh penderita diabetes mellitus terhadap infeksi juga
menyebabkan gangguan pada kaki.
Terdapat beberapa cara dalam melakukan senam kaki, contohnya sebagai
berikut:
- Duduk secara benar di atas kursi dengan meletakkan kaki di lantai.
- Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan
ke atas lalu dibengkokkan kembali sebanya sepuluh kali
- Tumit kakidiletakkan di lantai bagian depan kaki di angkat ke atas dan
buat putaran 360° dengan pergerakan kaki sebanyak sepuluh kali
Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap
bagian organ tubuh yang rentan terhadap komplikasi dan kecacatan.
Strategi pencegahan pada penderita diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena insulin tidak dapat berfungsi dan
merangsang reseptor. Biasanya setelah umur 40 tahun, khususnya dengan obesitas
atau tinggi BMI (Body Mass Index) akan meningkatkan risiko terserang resisten
insulin dan diabetes mellitus tipe 2.
Untuk mencegah terjadinya resisten insulin dan diabetes mellitus tipe 2
terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan. Strategi yang paling utama
dilakukan adalah mengubah gaya hidup. Namun metode gaya hidup ini sangat sulit
dilakukan pada kehidupan sebenarnya saat ini. Hal ini karena semakin majunya
teknologi dan segala tuntutan profesi dan pekerjaan.
Strategi pertama dan paling mendasar adalah mengidentifikasi faktor risiko.
Proses identifikasi ini dilakukan agar mengetahui perkembangan penyakit pada
kelompok risiko tinggi. Kelompok risiko tinggi diabetes merupakan individu berusia
50-60 tahun, mengalami obesitas dan memiliki gaya hidup tidak sehat. American
Diabetes Assosiation (ADA) mengklasifikasikan individu yang memiliki nilai
toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tidak seimbang dengan
pradiabetes. Individu yang telah masuk pada pradiabetes haruslah menjaga gaya
hidupnya agar tidak menjadi diabetes positif.
Perubahan gaya hidup dapat dilakukan pada beberapa tingkatan populasi.
Tingkatan populasi ini dapat diartikan sebagai setting atau tempat populasi tersebut
biasa berkumpul contohnya seperti tempat berbisnis, sekolah, pelayanan kesehatan
dan keluarga dengan risiko diabetes. Perubahan gaya hidup yang ditampilkan pada
setiap tingkatan akan berbeda sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan berpikir
mereka.
Mengontrol berat badan. Sebagai indikator dari asupan makanan yang di
dapat dan yang digunakan, berat badan harus dikontrol. Secara tidak langsung,
dengan mengontrol berat badan berarti individu telah mengatur diet dan olahraganya.
Diet dan olahraga adalah suatu hal yang wajib dilakukan bukan hanya untuk
kelompok risiko tinggi. Untuk laki-laki kebutuhan kalori per minggu adalah berkisar
2.445 kalori dan untu wanita adalah 3.293 kalori. Selain memperhatikan jenis
kelamin, tahapan perkembangan individu juga harus diperhatikan. Pada tahapan
perkembangan tertentu, terdapat perilaku yang harus diubah demi mengontrol berat
badan. Contohnya saja pada remaja yang lebih suka meminum minuman bersoda dan
makanan siap saji dan anak-anak yang suka makan makanan yang manis seperti
permen dan cokelat.

2.5. Terapi Farmakologi


Terapi farmakologi (pengobatan) untuk penderita Diabetes Melitus, ada dua
yaitu dengan pemberian obat-obatan hipoglikemik oral dan terapi insulin. Obat-
obatan hipoglikemik oral biasa diberikan kepada pasien penderita DM tipe II, karena
pada pasien DM tipe 2 terdapat resistensi insulin dan defisiensi insulin relative dan
dapat ditangani tanpa insulin. Namun, sebagian kecil penderita DM tipe 2 atau sekitar
20-25% juga dapat diatasi dengan pemberian terapi insulin. Pasien-pasien DM tipe 2
dini dapat mempertahankan kadar glukosa normal hanya dengan menjalankan
rencana diet dan latihan fisik saja, tetapi juga dapat diberikan obat-obatan oral-oral
hipoglikemik oral. Terdapat dua jenis obat-obatan hipohlikemik oral, yaitu pensensitif
insulin dan sulfonilurea. Terdapat dua tipe pensensitif insulin, yaitu metformin dan
tiazolidinedion. Metformin merupakan suatu golongan biguanid, dapat diberikan
sebagai terapi tunggal pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari. Metformin berfungsi
untuk menurunkan produksi glukosa hepatic, meningkatkan kepekaan insulin, dan
menurunkan absorbsi glukosa pada usus. Metformin tidak meningkatkan berat badan
seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada penderita obesitas.
Sedangkan tiazolidinedion berfungsi untuk meningkatkan kepekaan insulin perifer
dan menurunkan produksi glukosa hepatic. Efek obat-obatan kelihatannya menjadi
perantara interaksi dengan proliferator peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan
reseptor gamma. Terdapat dua jenis tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dosis 4-
8 mg/hari dan pioglitazon dengan dosis 30-45 mg/hari. Obat-obatan ini dapat
menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan
gagal jantung kongestif.
Sulfonylurea, berfungsi merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh
sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pancreas masih dapat
berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-
senyawa sulfonylurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar
pancreas. Sulfonilurea terbagi menjadi dua, yaitu sulfonylurea generasi pertama dan
kedua. Sulfonylurea generasi pertama terdiri dari: (1) tolbutamid, masa kerjanya
relative singkat dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam. Dalam darah, tolbutamid
terikat protein plasma; (2) asektoheksamid, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Dalam
tubuh, obat ini diubah menjadi 1-hidroksilheksamid yang lebih kuat efek
hipoglikemia nya daripada asetoheksamid itu sendiri; (3) klorpropamid, masa paruh
kira-kira 36 jam, cepat diserap oleh usus, dimetabolisme di dalam hati dan dalam
darah, terikat dengan albumin; (4) tolazamid, masa paruh sekitar 7 jam, diserap
lambat di usus dan efek glukosa darah tidak segera tampak setelah beberapa jam
pemberian obat. Sulfonylurea generasi kedua terdiri dari: (1) gliburid, khasiatnya 100
kali lebih kuat dari tolbutamid, risiko hipohlikemia lebih besar dan sering terjadi.
Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekskresi melalui urin dan
sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal; (2) glipizid, memiliki waktu paruh 2-4
jam, 90% dimetabolisme di hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan
tanpa perubahan melalui ginjal; (3) glimepride, waktu paruh 5 jam, dapat mencapai
penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua sulfonylurea, dan
dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif.
Terapi insulin diberikan kepada penderita diabetes tipe 1 karena pasien
dengan diabetes tipe 1 adalah defisiensi insulin dan selalu membutuhkan terapi
insulin. Insulin ini serupa dengan insulin manusia dan disiapkan dengan teknik
rekombinan asam deoksiribonukleat (DNA). Perubahan rangkaian struktur kristalin
dan asam amino dalam molekul insulin mengakibatkan waktu kerja preparat yang
berbeda yang dapat digunakan untuk memodifikasi pengobatan insulin dengan
kebutuhan khusus pasien. Insulin diklasifikasikan menjadi 3 menurut waktu yang
digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma yang maksimal, yaitu: (1)
masa kerja pendek atau singkat, mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa
menit hingga 6 jam setelah penyuntikkan dan digunakan untuk mengontrol
hiperglikemia postprandial, untuk pengobatan intravena dan penatalaksanaan pasien
dengan ketoasidosis diabetic; (2) masa kerja sedang, mencapai kerja maksimal antar 6
hingga 8 jam setelah penyuntikkan dan digunakan untuk pengontrolan harian pasien
dengan diabetes; (3) masa kerja panjang, mencapai kerja maksimal dalam waktu 14-
20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada pasien-
pasien diabetes.
Agen-Agen Hipoglikemik Oral
Agen Waktu Frekuensi Dosis Dosis Toksisitas Ukuran
paruh pemberian awal rumatan tablet
(jam) (mg) (mg)
Glipizid 2-4 Dua kali 1,5 5-40 Gastrointerstisial, 5, 10
sehari kulit,
hematologik
Gliburid 10 Sekali atau 5 2,5-20 Gastrointerstisial, 1,25-5
dua kali kulit,
hematologik
Metformin 1,3-4,5 Tiga kali 1000 1500- Asidosis laktat 500,
sehari 1700 850
Rosiglitazon Sekali 4 4-8 Edema 4
sehari
pioglitazon Sekali 30 30-45 Edema 30
sehari

Insulin
Efek terhadap glukosa darah (dalam
Tipe Keterangan jam sesudah pemberian)
Awalan Puncak Akhir
Masa kerja singkat
1. Lispro Jernih Segera 30-90 3-5
2. Regular Jernih 30 menit menit 6-8
2-4
Masa kerja sedang Keruh, suspensi
NPH* insulin seng Kristal, 2-3 4-8 13,8
50% jenuh dengan
protamin
Masa kerja panjang
3. Ultralente Keruh, suspense 6 16-18 24
insulin Kristal, kadar
4. Glargine seng tinggi tanpa - Tidak ada 22,8
protamin
Nilai isoelektrik 7,
penurunan solubilitas
pada pH fisiologis,
membentuk
mikropresipital dalam
jaringan subkutan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) adalah keluaran (banyak dan sering) air seni yang
manis (mengandung glukosa). DM disebabkan karena terdapatnya penumpukan gula
darah (glukosa) sehingga terjadi peningkatan kadar gula hingga melebihi batas nilai
normal, yaitu diatas 100 mg% dalam keadaan puasa dan 140 mg% saat dua jam
sesudah makan. Pengelompokkan pada penderita DM ini berdasarkan pada kebutuhan
akan adanya insulin, maka dari itu terbagi dalam dua jenis, yaitu DM Tipe I dan DM
Tipe II.
Manifestasi klinis dari penderita DM terbagi dalam dua kelompok, gejala awal
dan gejala lanjut. Gejala awal berupa adanya peningkatan poliuria, polidipsia,
poliphagia, serta rasa lelah dan kelemahan otot. Untuk itu, agar penderita DM dapat
mengurangi penderitaan yang dialami, maka dapat melakukan terapi farmakologi DM,
terdiri dari obat-obatan hipoglikemik oral dan terapi insulin.

3.2. Saran
Diabetes Mellitus diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu DM Tipe I dan DM
Tipe II. Apabila penderita DM Tipe II tidak mendapatkan perawatan yang baik, maka
berisiko berlanjut menjadi DM Tipe I. Oleh karena itu, penderita DM Tipe II ini
sebaiknya lebih banyak melakukan kegiatan aktivitas fisik serta menjaga pola hidup
sehari-hari (pola makan, pola tidur, dsb). Hal ini agar glukosa yang diubah menjadi
energi dapat dimanfaatkan dengan tepat-guna. Sehingga, menghindari dari
kemungkinan terjadinya penumpukan glukosa dalam aliran darah. Dianjurkan juga
untuk pemilihan makanan yang akan dikonsumsi memiliki kadar index glukosa yang
rendah (Low GI) sehingga dalam proses pemecahan makanan tersebut berjalan lebih
lambat. Kegiatan lainnya juga dapat berupa penerapan pola diet makanan rendah
karbohidrat dan kalori, serta kaya protein. Hal ini semua dikembalikan pada diri
individu kembali dalam menjaga kesehatan dirinya agar terhindar, mengurangi,
maupun menjalankan perawatan yang sesuai-efektif.
DAFTAR PUSTAKA

BB Tripathy et all. (2012). RSSDI Textbook of Diabetes Mellitus. New Delhi: Jaype
Brothers Medical Publisher
Brashers, V. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologis: Pemeriksaan & Manajemen.
Jakarta: EGC.
Brooker, Chris.(2008).Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta: EGC.
Engram, B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Hartono, A. (1995). Diet Penyakit Gula. Jakarta: Arcan.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menangulangi, dan Mencegah Komplikasi Ed 1. Jakarta: Pustakan Populer Obor
Nadesul, H.(2009). Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Price & Wilson (2006).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
EGC.
Price S. A., Wilson L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 6th Ed. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin.(2008).Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Schwarz, Peter & Reddy, Prasuna. (2013). Prevention of Diabetes. UK: Wiley
Blackwell
Sutedjo, A.Y.. (2010). 5 Strategi Penderita Diabetes Mellitus Berusia Panjang.
Jakarta: Kanisius
Wijayakusuma, Hembing. (2004). Bebas Diabetes Mellitus ala Hembing. Jakarta:
Puspa Swara

iii

Anda mungkin juga menyukai