Anda di halaman 1dari 10

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang merupakan ruptur anulus
fibrosusus sehingga nukleus pulpus menonjol (bulging) dan menekan ke arah kanalis spinalis
prevelensi berkisar antara 1-2 % populasi (Pinzon R, 2012). Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
merupakan penyakit degenerasi spinal yang paling sering menjadi penyebab nyeri punggung
bawah (Foster, 2017). Sedangkan kasus insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar di
dunia pada akhir 2007 sekitar 700.00 operasi hernia yang dilakukan tiap tahun. Indonesia kasus
hernia menempati urutan kedelapan dengan jumlah 291.145.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) memilik ciri khas yaitu pasien mengalami nyeri pinggang
belakang sampai tungkai kaki pasien juga mengalami perut mual pusing jika beraktivitas nyeri
akan semakin bertambah. Menurut Donally dan Dulebohn (2017) lebih dari 90% kasus HNP
terjadi pada diskus diantara lumbal 4 dan lumbal 5 (L4-L5) atau lumbal 5 dan sakral 1 (L5-S2)
yang berarti akan menyebabkan penekanan pada saraf L4 dan L5 dan S1 sehingga menimbulkan
nyeri lokal di daerah punggung bawh dan nyeri radikular di tungkai bawah, tepatnya pada
posterior tungkai bawah dan dorsal kaki.
2. ETIOLOGI
Penyebab Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terjadi karena perubahan degeneratif yang
mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus yang ditandai dengan adanya
peningkatan usia. Annulus fibrosa akan mengalami perubahan karena digunakan secara terus
menerus. Akibatnya, annulus fibrosa biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah
(Yusuf, 2017)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) timbul karena sobeknya annulus fibrosus yang dipicu oleh
suatu trauma derajat sedang dan terjadi secara berulang mengenai discus intervertebralis. Gejala
trauma yang dialami pasien pada umumnya bersifat singkat, dan gejala yang disebabkan oleh
cidera pada diskus tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam 5 beberapa tahun.
Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin
rupture dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf
spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012)
Menurut (Herliana, Yudhinono , & Fitriyani, 2017) bahwa hal-hal yang menyebabkan
penyakit HNP antara lain :
a) Aktivitas mengangkat benda berat dengan posisi awalan yang salah seperti posisi
membungkuk sebagai awalan
b) Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang sangat lama. Hal ini sangat
berpengaruh pada tulang belakang ketika kita sedang membungkuk dalam posisi duduk
yang kurang nyaman
c) Melakukan gerakan yang salah baik disengaja maupun tidak yang sangat berpengaruh
pada tulang dan menyebabkan tulang punggung mengalami penyempitan sehingga
terjadi trauma
d) Kelebihan berat badan (obesitas)
3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Yusuf, 2017) gejala yang sering ditimbulkan akibat HNP adalah:
a) Nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku atau tertarik pada punggung bawah
b) Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang dirasakan dari
bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian saraf mana
yang terjepit, rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan
c) Kelemahan anggota badan bawah/tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot
tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan archilles (APR), bils
mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi, dan fungsi
seksual.
Bila stress vertical yang kuat mengenai kolumna vertebra maka nucleus pulposus dapat
menonjol keluar melalui annulus fibrosus. Peregangan annulus fibrosus, yang berbentuk cincin
dan kaya inervasi nosiseptor, menyebabkan nyeri yang sangat hebat sebagai nyeri punggung
bawah yang terlokalisir. Sementara itu, karena perengangan yang sangat kuat, annulus fibrosus
bisa ruptur atau pecah sehingga material diskus akan ekstrusi dan dapat menekan radiks saraf
menimbulkan nyeri dirasakan sebagai nyeri radikuler (Jennie, 2010)
4. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama terjadinya penyakit HNP karena adanya cedera yang diawali dengan
terjatuh atau trauma pada daerah lumbal, tetapi lebih sering terjadi karena posisi menggerakkan
tubuh yang salah. Pada posisi gerakan yang tidak tepat inilah, sekat tulang belakang dan
terdorong ke satu sisi sehingga pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar maka
akan terjadi perobekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari nucleus pulposus dan
mendorongnya merosot keluar ( JS, 2013).
Melengkungnya punggung kedepan akan menyebabkan menyempitnya atau merapatnya
tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang sehingga nucleus
pulposus akan terdorong ke belakang. Hanya prolapsus discus intervertebralis yang terdorong ke
belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf
spinal beserta akarnya, dan apabila sampai tertekan 6 oleh prolapsus discus intervertebralis akan
menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang bahkan juga dapat menyebabkan
kelumpuhan anggota bagian bawah ( JS, 2013)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Foto polos Lumbosacral
Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan untuk melihat penyebab penyakit
punggung, seperti adanya patah tulang, degenerasi, dan penyempitan. Pada foto
lumbosacral akan terlihat susunan tulang belakang yang terdiri dari 5 ruas tulang belakang,
sacrum dan tulang ekor (Maksum & Hanriko, 2016)
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan (CT Scan)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan (CT Scan)
direkomendasikan pada pasien dengan kondisi yang serius atau deficit neurologis yang
progresif, seperti infeksi tulang, cauda equine syndrome atau kanker dengan penyempitan
vertebra. Pada kondisi tersebut keterlambatan dalam diagnosis dapat mengakibatkan
dampak yang buruk (Maksum & Hanriko, 2016)
c) Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)
Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam mengevaluasi gejala neurologis dan
atau deficit neurologis yang terlihat selama pemeriksaan fisik. Pada pasien HNP dengan
gejala dan tanda neuroligis EMG dan NCS dapat membantu untuk melihat adanya
lumbosacral radiculopathy, pepipheral polyneuriphathy, myopathy atau peripheral nerve
entrapment.

6. PENATALAKSANAAN
Menurut (Winata, 2014) untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas, menghambat
progresivitas penyakit, dan mengurangi kecacatan. Penatalaksanaan HNP yaitu:

a) Terapi konservatif meliputi tirah baring disertai obat analgetik dan obat pelemas otot. Tujuan
tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, pasien dilatih secara
bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
b) Terapi non-medikamentosa berupa fisioterapi, diatermi, kompres panas dingin, korset lumbal
maupun traksi pelvis.
Menurut (Kesumaningtyas, 2010) metode yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan HNP
antara lain:
a) McKenzie Cervical Exercise
Metode yang dikembangkan oleh Robin Mc. Kenzie yaitu merupakan sebuah latihan yang
spesifik untuk tulang belakang. Spekulasi dari metode ini adalah bahwa arah lentur berpusat
pada rasa sakit yang justru sesuai dengan arah dimana isi nucleus pulposus telah berpindah
untuk menghasilkan gejala mekanis yang merangsang annulus.
b) Tancutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Dari pelaksanaan metode ini adalah untuk menurunkan nyeri pada pasien HNP. Manfaat
akhir metode ini yaitu mengurangi penggunaan obat-obatan, modulasi respon nyeri
penderita, dapat meningkatkan aktifitas fisik dan memodifikasi perilaku nyeri, hasil dari
penatalaksanaan nyeri dapat berupa perubahan dalam penggunaan obat-obatan, jarak ketika
berjalan, kekuatan otot, kelenturan otot, toleransi ketika duduk, berdiri dan berjalan, perilaku
sakit dan performance dalam pekerjaan. 3. Shortwave Diathermy (SWD) SWD yaitu medan
elektromagnrtik frekuensi tinggi yang bersosialisasi untuk memanaskan area. Teknik ini
lebih efektif dalam memanaskan masa otot besar dan mengakibatkan otot menahan panas
lebih lama Dengan pemberian SWD akan memberi efek berupa pengurangan nyeri dan
memberi dampak rileksasi pada jaringan otot dengan adanya pengurangan spasme otot
terutama pada punggung bawah.

B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas :
b. Keluhan utama
1) Nyeri pinggang yang menyebar ke bokong, selangkangan, tungkai.
2) Kelemahan otot tungkai dan jari kaki.
3) Rasa baal/kesemutan di pinggang sampai kaki.
4) Hilangnya sensori Paralisis
5) Kelemahan ekstreminitas
6) Kehilangan kontrol dari kandung kemih
c. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian dapat dilakukan dengan menanyakan
pasien gejala dan penyebab (provokatif) seperti lokasi yang mempengaruhi, apa yang dirasakan
pasien (nyeri,kelemahan otot dll) dan berapa lama mempengaruhi kondisi fisik pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
penyakit yang pernah dialami, pengobatan/tindakan yang dilakukan, pernah dirawat/dioperasi,
lama dirawat, alergi.
e. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit HNP, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi, jantung.
f. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya nyeri, kelemahan otot tungkai, rasa kesemutan dipinggang
sampai kaki, kurang istirahat, gangguan control kandung kemih, gangguan mobilisasi.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, DM, jantung
3) Respirasi : nyeri yang hebat bisa mempengaruhi respirasi pasien seperti merasa sesak saat
nyeri timbul.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : gangguan pola kontrol kandung kemih (inkotinensia urin)
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap dan tingkah
laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah Nilai normalnya : Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg Nilai rata-
rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau takikkardi)
c) Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit Pada pasien : respirasi
meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun
3) Head to toe examination :
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : apakah terdapat asites, nyeri tekan, kandung kemih penuh?
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, kekuatan otot, edema
j) Pemeriksaan thoraks/dada
1) Inspeksi thoraks : Simetris kiri dan kanan?
2) Pernafasn (frekuensi, irama) : jumlah pernapasan /menit, irama napas teratur tau
tidak.
3) Tanda kesulitan bernafas : apakah terdapat pernafasan cuping hidung, retraksi
dada, dan pengguanan otot bantu nafas?
K) Pemeriksaan paru
1) Palpasi getaran suara : Getaran dada teraba kiri dan kanan.
2) Perkusi : apakah suara perkusi normal (sonor atau hipersonor)?
3) Auskultasi :apakah Suara vesikuler, ronchi, wheezing, yang terdengar di seluruh
lapangan paru dan tidak ada suara tambahan?
L) Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : kaji ada memar atau tidak.
2) Palpasi : Teraba pulsasi.
3) Perkusi : Suara dullness.
4) Auskultasi : Suara jantung normal.
4) Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos Lumbosacral
Foto polos Lumbosacral dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan (CT Scan)
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra
dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi
c. Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan nervus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
a. Nyeri akut
Definisi ; pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab ;
1) agen pencedera fisiologis (missal inflamasi, neoplasma)
2) agen pencedera fisik (missal trauma, latihan fisik berlebihan, mengangkat
berat)

Batasan karakteristik
Kriteria mayor :
1) Subjektif ; mengeluh nyeri
2) Objektif ;
i. Tampak meringis
ii. Bersikap protektif (missal waspada, posisi menghindari nyeri)
iii. Geilsah
iv. Frekuensi nadi meningkat
v. Sulit tidur

Kriteria Minor
1) Subjektif ; mengeluh nyeri
2) Objektif ;
i. Tekanan darah meningkat
ii. Pola napas berubah
iii. Napsu makan berubah
iv. Proses berpikir terganggu
v. Menarik diri
vi. Berfokus pada diri sendir
vii. Diaphoresis
b. Gangguan mobilitas fisik
Definisi ; keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas seacara mandiri
Penyebab ;
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolism
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekuatan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan muskuluskeletal
12) Gangguan neuromuskular
13) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Nyeri.
Batasan karakteristik
Kriteria Mayor
1) Subjektif ; mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Objektif ;
i. Kekuatan otot menurun
ii. Rentang gerak (ROM) menurun
Kriteria Minor
1) Subjektif ;
i. Nyeri saat bergerak
ii. Enggan melakukan pergerakan
iii. Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif ;
i. Sendi kaku
ii. Gerakan tidak terkoordinasi
iii. Gerakan terbatas
iv. Fisik lemah
c. Inkontinensia urin berlanjut
Definisi ; pengeluaran urin tidak terkendali dan terus menerus tanpa distensi atau
perasaan penuh pada kandung kemih.
Penyebab ;
i. Neuropati arkus refleks
ii. Disfungsi neurologis
iii. Kerusakan refleks kontraksi detrusor
iv. Trauma
v. Kerusakan medulla spinalis
vi. Kelainan anatomis (mis. Fistula)
Batasan Karakteristik
Kriteria mayor ;
1) Subjektif ;
i. Keluarnya urin konstan tanpa distensi
ii. Nokturia lebih dari 2 kali sepanjang tidur
2) Objektif ; (tidak tersedia )
Kriteria minor
1) Subjektif ;
i. Berkemih tanpa sadar
ii. Tidak sadar inkontinensia urin
2) Objektif ; (tidak tersedia )

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Nyeri akut berhubungan Tujuan :  Identifikasi
dengan sobeknya Setelah dilakukan lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
annulus fibrosus yang tindakan keperawatan kualitas,intensitas nyeri
dipicu oleh suatu diharapkan nyeri  Identifikasi skala nyeri
trauma berkurang.  Identifikasi respon nyeri non verbal
Kriterian hasil :  Identifikasi faktor yang memperberat dan
Nyeri terkontrol, mampu memperingan nyeri
mengenali onset nyeri,  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengenali penyebab mengurangi nyeri (relaksasi dan distraksi)
nyeri, keluhan nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur
berkurang.  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik Tujuan :  Monitor kemampuann dan perkembangan
berhubungan dengan Setelah dilakukan latihan
gangguan neuromuscular tindakan keperawatan  Monitor tanda vital dalam setiap latihan
diharapkan ROM  Motivasi untuk mandiri dalam beraktivitas
membaik.  Sediakan lingkungan yang aman dan
Kriteria hasil : nyaman untuk mencegah cedera
Tidak ada nyeri, cemas  Latih ROM aktif dan pasif
hilang, tidak ada kaku  Ajarkan penggunaan alat bantu jika
sendi, lebih baiknya diperluka
gerakan terkoordinasi,  Kolaborasi dengan rehabilitasi medik, jika
tidak ada gerakan perlu
terbatas, tidak ada
kelemahan fisik.
3 Inkontinensia urin Tujuan :  Identifikasi penyebab inkontinensia urin
berlanjut berhubungan Setelah dilakukan  Identifikasi perasaan dan persepsi terhadap
dengan disfungsi tindakan keperawatan inkontinensia urin
neurologis diharapkan kemampuan  Sediakan pakaian dan lingkungan yang
berkemih normal. mendukung program inkontinensia urin
Kriteria hasil ;  Ambil sampel urin untuk pemeriksaan urin
Tidak adanya enuresis lengkap
(ngompol), tidak adanya  Diskusikan program inkontinensia urin
dribbling (urin menetes), (jadwal minum dan berkemih,)
Frekuensi berkemih  Latihan penguatan otot-otot perkemihan
normal, adanya sensasi
berkemih,  Kolaborasi dengan medis dan fisioterapis
untuk mengatasi inkontinensia urin

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya (Padila, 2012). Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Menurut (Asmadi,
2008)
Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan
respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan tercapai/masalah teratasi
b. Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
c. Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi.
Daftar pustaka
A Muri Yusuf. 2017. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana.
Donally dan Dulebohn. 2017. Keperawatan Medical Bedah.Jakarta :Buku Kedokteran EGC
Foster,Thomas,2013. Managing Quality :Integrating the Supply Chain. Harlow:Person
Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika.
Herliana, A., Yudhinono , N. F., & Fitriyani.2017. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Hernia Nukleus
Pulposus Menggunakan Forward Chainning Berbasis Web. Kajian Ilmiah, 17.
Jennie, M.2010. Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis In Nyeri Pinggang Bawah. Kedokteran Universitas
Diponegoro
JS, L. 2013. Hernia Nukleus Pulposus Lumbal Ringan Pada Janda Lanjut Usia Yang Tinggal Dengan
Keponakan Dengan Usia Yang Sama. Medula
Kesumaningtyas, A.2010.Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah Dalam Assesmen. NPB.
Maksum, M., & Hanriko, R.2016. Hernia Nukleus Pulposus Lumbosacral. Medula Unila
Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinzon R, 2012, Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Bawah Akibat Hernia Nucleus Pulposus. CDK
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta
Selatan.
Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Winata, S. D 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah dari Sudut Pandang
Okupasi. J. Kedokt Meditek

Anda mungkin juga menyukai