Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan
ruptur analusu pulposus (cincin luar diskus) sehingganucleus pulposus
menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal,
menimbulkan nyeri dan mungkin deficit neurologis. Sebagian besar
terjadi anatara L4 dan L5, menekan akar saraf L5 atau antara L5 dan
S1, menekan akar saraf S1 (amin Huda Nurarif&Hardih Kusuma,
2015).

1.2 Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus
mengalami perubahan karena digunakan terus-menerus. Akibatnya,
annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau
pecah (Moore dan Agur, 2013).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) kebanyakan juga disebaqbkan oleh
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai
discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus
fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan
gejalaini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun (Helmi, 2012).

1.3 Tanda dan gejala


Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa n yeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas
HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis
flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral
bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada
punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang
tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensu jari kelima kaki berkurang
dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat,
tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m.
gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis
longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit
sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara
dkk, 2014).

1.4 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya btraumatic yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah
terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma
nerikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya
traumatik ketika hendak menengakkan badan waktu terpeleset,
mengangkatbenda berat dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung
ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke
dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal
sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada
annulus fibrosus diskus intervetebralis berikut dengan terbentuknya
nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri pinggang
tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya
nucleus pulposus ke kanalis vetebralis berarti bahwa nucleus pulposus
menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi
lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis mengalami
lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan
(Muttaqin, 2008).

1.5 Pemeriksaan penunjang


a. Labolatorium
b. Foto polos lumbosakral
Dapat memperlihatkan penyempitan sendi
c. CT scan lumbosakral
Dapat memperlihatkan letak disk protusion
d. MRI
Dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak
divertebra serta herniasi
e. Myelogram
Dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaskan pemeriksaaan
fisik sebelum pembedahan
f. Elektromyografi
Dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagianakar saraf spinal
g. Epidural venogram
Menunjukkan lokasi herniasi
h. Lumbal functur
Untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebrospinal

1.6 Komplikasi
a. Kelemahan dan atrofi otot
b. Trauma serabut saraf dan jaringan lain
c. Kehilangan kontrol sphinter
d. Paralis/ketidakmampuan pergerakan
e. Perdarahan
f. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HNP dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik:
a. Tidur selama 1-2 jam di atas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi
saraf
c. Terapi obat-obatan (muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi
drug dan analgetik)
d. Terapi panas dingin
e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral
brace atau korset
f. Terapi diet untuk mengurangi BB
g. Traksi lumbal
h. Transcutaneus Elektrikal Nerve Simulation (TENS)
2) Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri
menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh
dan adanya gangguan neurology utamaseperti inkontenensia usus
dan kandung kemih serta foot droop. Laminectomy adalah suatu
tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina
tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memeprbaiki luka
pada spinal.
2. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama,suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit,
nomor registrasi, diagnosis medis. HNP terjadi pada umur pertengahan,
kebnyakan pada jenis kelamin pria dan pekerja atau aktifitas berat
(mengangkat benda berat atau mendorong benda berat).
Keluhan utama yang sering alas an klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda
berat).
Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran
nyeri. Apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered
pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul,semakin lama
semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktoe
pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengedan,
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas posisi
berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke
bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah
bila ditekan 𝐿2 -𝑆1(Garis antara dua Kristal iliaka).
R : letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri dengan
setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meradakan rasa
nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa
nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu, dan gerakan yang
mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgesic,
berapa lama klien menggunakan obat tersebut.
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri
pinggang bawah intermiten ( dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun).
Riwayat penyakit saat ini :
Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda
yang berat. Pengkajian yang didapat keluhan paraparesis flasid,
parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah,
ditengah-tengah area pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki.
Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang
terlibat.
Pengkajian riwayat mentruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bisa
menimbulkan nyeri panggung bawah yang keluhannya hampir mirip
dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan untuk menegakkan
masalah klien lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap
intervensi keperawatan selanjutnya.
Riwayat penyakit dahulu :
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah
menderita tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma
multipleks), dan metabolik (osteoporosis) yang semua penyakit ini
sering berhubungan dengan kejadian dan meningkatkan risiko herniasi
nucleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang, diabetes militus, dan penyakit jantung.
Pengkajian ini berguna sebagai data untuk melakukan tindakan lainnya
dan menghindari komplikasi.
Riwayat penyakit keluarga :
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat, dan respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti
ketakutan akan kecacatan , rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan
pada tulang belakang. Semakin lama klien menderita paraparese
tersebut,maka mungkin akan bermanifestasi pada koping yang tidak
efektif.
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien
mengalami kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidak
mampuan dalam status ekkonomi. Pola persepsi dan konsep diri yang
ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji
apakah keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien,
karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Pengobatan HNP yang memerlukan biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga. Hal
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubunganya
dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi klien dengan gangguan neurobiologis di dalam dukungan sistem
individu.
c. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan
klien , pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
dan terarah (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan dengan keluhan klien.
d. Keadaan umum
Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya
paraparese.
B1 (BREATHING)
Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem saraf spinal thoracal
(T1-T12), maka akan terjadi gangguan pada system pernafasan dan
biasanya yang ditemukan pada pemeriksaan:
Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi pernafasan meningkat.
Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan (pada klien yang
mengalami asma bronchial akibat gangguan pada saraf spinal thorakal).
B2 (BLOOD)
Gangguan kardiovaskular dan perubahan tekanan darah dapat terjadi pada
kasus HNP yang mengenai saraf spinal thoracal (T1-T12) dan saraf spinal
cervikal atas (C1-C2).
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainya.
Inspeksi umum, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,
adanya angulus, pelvis yang miring atau
asimetris,muskulaturparavertebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung. Pelvis dan
tungkai selama bergerak.
e. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, biasanya juga terjadi
penurunan kesadaran apabila yang terkena saraf spinal cervical atas (C1
Dan C2) yang menuju pada area CNS.
f. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik. Status
mental klien yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami
perubahan.
g. Pemeriksaan saraf cranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Klien bisanya tidak mengalami gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
4) Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisi pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan ada
fasikulasi, indra pengecapan normal
h. Sistem motorik
1) Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari, dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi
dan ekstensi blalju menahan gerakan tersebut.
2) Ditemukan atropi otot pada pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan kiri.
3) Fakulasi (konraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
i. Pemeriksaan refleks
1) Refleks Achilles pada HNP L4-L5.
2) Refleks lutut/patella pada HNP lateral L4-L5.
j. Sistem sensorik
Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam, dan rasa
getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu sehingga
dapat ditentukan pula radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus
dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak tidak
membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan rasa
nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri.
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk
berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Gangguan pada
sistem perkemihan biasa terjadi jika terkena pada saraf spinal lumbal.
B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang
kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian
ada tidak nya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah.hal ini dapat
menunjukkan adanya dehidrasi. Gangguan sistem pencernaan dapat
terjadi jika terkena saraf spinal thorakal (mempersarafi usus kecil) dan
lumbal (usus besar). Jika area sakral dan koksigeal yang yang mengalami
hernia, biasanya akan menimbulkan gangguan pada sphinkter karena saraf
spinal ini mempersarafi otot-otot disekitarnya termasuk sphinkter ani
eksternal.
B6 (BONE)
Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan karna
adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah lelah
menyababkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Inspeksi, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring serta asimetris, maskulatur paravertebral atau
bokong yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Adanya kesulitan
atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak. Palpasi, ketika meraba kolumna vertebralis, cari
kemungkinan adanya deviasi kelateral atau anteroposterior. Palpasi pada
daerah yang ringan, rasa nyerinya kearah yang paling terasa nyeri.

Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
intervertebralis, tekanan didaerah distribusi ujung saraf.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
oleh klien.
Kriteria hasil: secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
Intervensi:
1) Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
R/Nyeri merupakan respons subjektif yang bias dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan skala nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
2) Bantu klien dalam identifikasi factor pencetus
R/Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih, dan berbaring lama.
3) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non-invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
4) Ajarkan relaksasi : Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan oksigen
oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
5) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
R/ Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan.

b. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,


kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis,
dan tungkai.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapt ikut serta dalam prongram latihan, tidak terjadi
kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan
tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Kaji mobilitas yang ada observasi peningkatkan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivtas.
2) Ubah posisi klien tiap 2 jam.
R/ Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstrimitas
yang sakit.
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
4) Lakukan gerakan pasif pada ekstrimitas yang sakit
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.
5) Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau adanya iritasi,
kemerahan, atau luka pada kulit dan membran mukosa.
R/ Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi
risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.

3. Daftar Pustaka
Anonim A. http://minepoems.blogspot.com/2009/07/pregabalin.html.

Anonim B. http://belibis-a17.com/2009/11/17/hernia-nukleus-pulposus-hnp-
lumbalis/.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasiikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.

Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan


dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.
Banjarmasin, 3 Desember 2018

Preseptor Klinik, Ners Muda,

(Andi Jaya, S. Kep., Ns) (Anita Febriani)

Banjarmasin, 8 November 2018

Preseptor Akademik, Ners Muda,

(Yurida Olviani, Ns., M. Kep) (Anita Febriani)

Anda mungkin juga menyukai