Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA


AMAN NYAMAN (NYERI KRONIS) PADA Tn. A DENGAN Dx MEDIS HNP

Dosen Pembimbing:
Ns. Fahmi Wardana, S.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Ahmad Rohimi
NPM : 19005

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKKES Dr. Sismadi Jakarta
Tahun 2021/2022
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA
AMAN NYAMAN NYERI KRONIS PADA Tn. S DENGAN Dx MEDIS HNP

A. Konsep Penyakit
1. Definisi HNP
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus
fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus
fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada
element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-
S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan
menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar
yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness pada
grup otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup otot (Lotke dkk, 2008).

Gambar 2.1 Hernia Nucleus Pulposus (Muttaqin, 2008)

2. Etiologi HNP

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan

meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur

dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena

digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal

dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013)

Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena


adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis

sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala

trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak

terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada

generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur

dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap

saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).

3. Patofisiologi / pathway

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.

Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar

dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya

menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat

diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu

terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya.

Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang

belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis

vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat

dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum

ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan

terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain

subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang

dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis

vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama- sama

dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika
penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis

mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan

(Muttaqin, 2008).

4. Manifestasi klinik/ Tanda dan gejala

Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri d punggung bawah

disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan

lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi

urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang

terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang

tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex

achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di

punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum

pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor

halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik

pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).

5. Pemeriksaan penunjang

a. Foto polos Lumbosacral


Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan untuk melihat
penyebab penyakit punggung, seperti adanya patah tulang, degenerasi, dan
penyempitan. Pada foto lumbosacral akan terlihat susunan tulang belakang yang
terdiri dari 5 ruas tulang belakang, sacrum dan tulang ekor (Maksum & Hanriko,
2016)

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan (CT Scan)
direkomendasikan pada pasien dengan kondisi yang serius atau deficit neurologis
yang progresif, seperti infeksi tulang, cauda equine syndrome atau kanker dengan
penyempitan vertebra. Pada kondisi tersebut keterlambatan dalam diagnosis dapat
mengakibatkan dampak yang buruk (Maksum & Hanriko, 2016)
c. Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)

Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam mengevaluasi gejala


neurologis dan atau deficit neurologis yang terlihat selama pemeriksaan fisik. Pada
pasien HNP dengan gejala dan tanda neuroligis EMG dan NCS dapat membantu
untuk melihat adanya lumbosacral radiculopathy, pepipheral polyneuriphathy,
myopathy atau peripheral nerve entrapment.

6. Penatalaksanaan medis

Menurut (Winata, 2014) untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas,


menghambat progresivitas penyakit, dan mengurangi kecacatan. Penatalaksanaan HNP
yaitu:

1. Terapi konservatif meliputi tirah baring disertai obat analgetik dan obat
pelemas otot. Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal, pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke
aktivitas biasa
2. Terapi non-medikamentosa berupa fisioterapi, diatermi, kompres panas
dingin, korset lumbal maupun traksi pelvis
Menurut (Kesumaningtyas, 2010) metode yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan HNP antara lain:
1. McKenzie Cervical Exercise
Metode yang dikembangkan oleh Robin Mc. Kenzie yaitu
merupakan sebuah latihan yang spesifik untuk tulang belakang. Spekulasi
dari metode ini adalah bahwa arah lentur berpusat pada rasa sakit yang
justru sesuai dengan arah dimana isi nucleus pulposus telah berpindah
untuk menghasilkan gejala mekanis yang merangsang annulus
2. Tancutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Dari pelaksanaan metode ini adalah untuk menurunkan nyeri pada
pasien HNP. Manfaat akhir metode ini yaitu mengurangi penggunaan
obat-obatan, modulasi respon nyeri penderita, dapat meningkatkan
aktifitas fisik dan memodifikasi perilaku nyeri, hasil dari penatalaksanaan
nyeri dapat berupa perubahan dalam penggunaan obat-obatan, jarak ketika
berjalan, kekuatan otot, kelenturan otot, toleransi ketika duduk, berdiri dan
berjalan, perilaku sakit dan performance dalam pekerjaan.
3. Shortwave Diathermy (SWD)
SWD yaitu medan elektromagnrtik frekuensi tinggi yang
bersosialisasi untuk memanaskan area. Teknik ini lebih efektif dalam
memanaskan masa otot besar dan mengakibatkan otot menahan panas
lebih lama Dengan pemberian SWD akan memberi efek berupa
pengurangan nyeri dan memberi dampak rileksasi pada jaringan otot
dengan adanya pengurangan spasme otot terutama pada punggung bawah

7. Referensi:
1. American Chiropractic Association (2014). “What is Chiropractic” Tersedia:
http://www.acatoday.org/level2_css.cfm?T1ID=13&T2ID=61
2. Peterson, D. H. & Bergmann, T.F. Chiropractic Technique: Principles and
Procedures (2nd ed.). St. Louis, MO: Mosby.
3. Kuusisto, L., Ph.D., The University of Minnesota Driven to Discover. “What
Happens at the Chiropractor?” Tersedia: http://www.takingcharge
.csh.umn.edu/explore-healing-practices/chiropractic/what-happens-chiropractor

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Sesuai Judul)


1. Definisi kebutuhan Rasa Aman Nyaman nyeri akut

Nyeri pada punggung bawah merupakan suatu keluhan yang mengganggu


bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang bagian bawah
adalah Hernia Nukleus Pulposus (HNP), yang sebagian besar kasusnya terjadi
pada segmen lumbal. Nyeri bagian pinggang bawah hanyalah merupakan suatu
symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui faktor penyebabnya
agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi
karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya (Jennie, 2010).
Masalah yang sering muncul adalah nyeri pada punggung bawah akibat
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yang sering dihubungkan dengan trauma.
Kurang olahraga dan bekerja melebihi batas wajar merupakan faktor risiko yang
signifikan untuk munculnya nyeri pada HNP. Intensitas nyeri yang berat serta
kuat dengan sensasi yang terus menerus sering dikeluhkan oleh penderita dengan
nyeri punggung bawah akibat herniasi diskus (Pinzon, 2012).

2. Anatomi fisiologi HNP

a. Sistem Tulang Vertebra

Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut

vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang

rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm.

seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang

terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.

Vertebra dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang ditempatinya,

tujuh vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima vertebra lumbalis,

lima vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus (Pearce, 2009). Susunan

tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen vertebrale, foramen

intervertebrale, processus articularis superior dan inferior, processus transfersus,

spina, dan discus intervertebralis.

Korpus
Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas

dan bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok vertebra, columna vertebra

lumbalis merupakan columna yang paling besar dan kuat karena pusat

pembebanan tubuh berada di vertebra lumbalis (Bontrager dan Lampignano,

2014). Arcus Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari:

b. Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang berjalan kea rah bawah dari

corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen

intervertebrale.

c. Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke arah belakang

dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan.

- Foramen vertebrale

Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan,

pediculus di bagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang.

- Foramen intervertebrale

Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang

berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.

- Processus Articularis Superior dan Inferior

Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di atas

dan di bawahnya.

- Processus Transversus

Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.


- Discus Intervertebralis

Merupakan cakram yang melekat pada permukaan korpus

dua vertebrae yang berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin

jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus,

zat semi-cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup di dalam

annulus fibrosus.

3. Ligament Vertebrae

Banyak studi mengenai spinal ligament menetapkan bermacam

tingkat support pada spine. Termasuk interspinous ligament,

ligamentum flavum, anterior dan posterior longitudinal ligament,

capsular ligament,dan lateral ligament.

- Interspinous ligament

Merupakan ligament tambahan yang tidak begitu penting pada

sebuah tulang melalui spinous process,penggunaannya pada saat

gerakan significant flexion melawan gaya pada spine. Perlu

diperhatikan bahwa interspinous ligament tidak terdapat pada


L5/S1 dan terdapat sedikit pada L4-L5.

- Ligamentum Flavum

Merupakan ligament yang kompleks dan kuat, namun kurang

resistance untuk gerakan flexion karena lebih menahan gerakan

kearah ventral.

- Anterior Longitudinal Ligament

Merupakan ligament yang relative kuat melekat pada tepi

vertebral body (dan tidak begitu melekat pada annulus fibrosus)

pada setiap segmental dari spine.ligament ini berfungsi untuk

menahan gerakan kearah ekstensi.

- Posterior Longitudinal Ligament

Ligament ini tidak sekuat anterior longitudinal ligament.

Ligament ini sebagian besar dempet dengan diskus (annulus

fibrosus).

- Capsular ligament

Merupakan ligament yang berperan penting untuk kestabilan

vertebra. Tidak begitu banyak gerakan, namun relative kuat.

4.Sistem Otot

Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara

langsung atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otot- otot

tersebut adalah m. erector spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.

1) M. Erector Spinae

Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista

iliaca, permukaan dorsal sacrum dan processus spinosus vertebrae

lumbalis kaudal, dan ligament supraspinale.


Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis; serabut

melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc. transversus

vertebrae cervicalis.

M. longissimus: thoracis, cervicis dan capitis; serabut melintas

kranial ke costae antara tuberculum costae dan angulus costae, ke

proc. Spinosus di daerah thorakal dan cervical, dan proc.

Mastoideus ossis temporalis.

M. spinalis: thoracis, cervicis dan capitis: serabut melintas kranial

ke proc. Spinosus di daerah torakal kranial dan cranium.

Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna vertebralis dan

kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangatur

gerakan dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap;

bekerja unilateral: laterofleksi columna vertebralis.

2) M. Psoas Major

Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus vertebrae

T12-L5 dan discus intervertebralis.

Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur.

Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus mengadakan

fleksi paha; kontraksi bagian kaudal megadakan laterofleksi

columna vertebralis; berguna untuk mengatur keseimbangan

batang tubuh seaktu duduk; kontraksi bagian kaudal bersama m.

illiacus mengadakan fleksi batang tubuh.

3) M. Rectus Abdominis

Origo: Symphysis pubica dan crista pubica

Insertion: Proc. Xiphoideus dan cartilagines costales V-VII


Fungsi: fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.

5. Sistem Saraf

Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari

medulla spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan

permukaan ventral medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar

ventral (radix anterior) dan akar dorsal (radix posterior). Dalam radix

posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan subkutan

dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari serabut

eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah

sebagai berikut: 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5

pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus

coccygeus.

6. Biomekanik

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan

arthrokinematik. Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang

berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan

gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi. Sedangkan gerak


arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi

pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau

glide terjadi pada permukaan persendian.

1) Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada

sagital plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri

terjadi pada transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65o-

85o, gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25o-40o, dan untuk

gerakan lateral fleksi 25o, sedangkan gerakan rotasi dengan sudut

normal yang dibentuk adalah 45o (Reese dan bandy, 2010).

2) Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus

intervertebralis tertekan pada bagian anterior dan menggelembung

pada bagian posterior dan terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi.

Pada saat lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi

terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan

discus intervertebralis tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara

bersamaan discus intervertebralis sisi kanan menjadi menegang. Pada

level lumbal spine, jaringan collagen pada setengah dari lamina

mengarah pada arah yang berlawanan (kira- kira 120o) dari jaringan

setengah lainnya. Setengah jaringan itu lebih mengarah ke kanan akan

membatasi rotasi kekiri.

Pada biomekanik, spine mempertimbangkan kinematic chain.

Ini menggambarkan model pola deskripsi sederhana dari gerak.

Misalnya pada gerakan fleksi normal dari lumbal spine superior


vertebra akan bergerak pada vertebra dibawahnya.L1 akan bergerak

pertama pada L2, L2 selanjutnya akan bergerak pada L3, dan L3

selanjutnya akan bergerak pada L4, begitu seterusnya. Pada keadaan

ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan dari inferior facet

dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra. Superior

vertebra slide ke anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga

facet joint terbuka pada fleksi dan tertutup pada ekstensi (Schenck,

2005)

7. Fisiologi proses terjadinya nyeri


Mekanisme nyeri pada HNP sangat kompleks dan belum sepenuhnya

diketahui. Hipotesis yang banyak dianut oleh para ahli adalah interaksi antara faktor

kompresi mekanik, inflamasi, dan respon imun.21

1. Kompresi mekanis

Nyeri neuropatik pada HNP dahulu dianggap hanya disebabkan oleh

faktor kompresi mekanis oleh diskus intervertebralis yang menekan saraf

iskhiadikus. Namun, akhir-akhir ini banyak penelitian yang membuktikan

bahwa kompresi mekanis lebih berperan pada terjadinya defisit neurologis

daripada nyeri. Faktor inflamasi dan respon imun lebih berperan penting dalam

proses terjadinya nyeri.


Penekanan radiks saraf iskhiadikus diasumsikan menyebabkan nyeri

neuropatik sehingga diharapkan nyeri akan menghilang bila penekanan tersebut

dihilangkan. Namun, pasien HNP simptomatis ternyata dapat mengalami

perbaikan klinik yang nyata tanpa perubahan pada kelainan kelainan patologi

diskusnya, sedangkan tindakan yang menghilangkan diskus dan penyebab lain

yang menekan akar saraf tidak selalu menghilangkan nyeri. Korelasi positif

ditemukan pada hubungan antara kompresi dan defisit neurologi preoperasi. Hal

ini menunjukkan bahwa kompresi lebih berperan terhadap gangguan fungsi

dibandingkan nyeri.

2. Faktor inflamasi

Hasil pemeriksaan histologi pada akar saraf posterior saat laminektomi

yang menunjukkan adanya proses inflamasi mendukung teori bahwa inflamasi

lebih berperan sebagai sumber nyeri radiks saraf daripada faktor kompresi

mekanis.25 Teori ini didukung oleh fakta bahwa penyuntikan autologous nukleus

pulposus ke dalam ruang epidural anjing merangsang reaksi inflamasi yang

hebat pada dura dan radiks saraf dengan tanda-tanda fibrosis epidural.

Nukleus pulposus adalah mediator inflamasi utama yang poten yang

berperan pada stadium awal dari HNP. Pada model binatang coba, nukleus

pulposus menyebabkan reaksi inflamasi pada radiks saraf yang ditunjukkan

dengan demielinisasi, penurunan aliran darah ke ganglia dorsalis, peningkatan

tekanan endoneural, dan penurunan kecepatan hantar saraf. Pada proses

inflamasi, banyak mediator inflamasi yang berperan antara lain Tumor Necrosis

Factor-α (TNF-α), Interleukin-1β (IL-1β), Interleukin-6 (IL-6), Phospholipase

A2 (PLA2), Prostaglandin, Nitric Oxide (NO), dan lain-lainnya, dimana TNF-α

mempunyai peran yang sangat penting dalam terjadinya nyeri neuropatik.


3. Faktor sistem imun

Nukleus pulposus juga mensekresi substansi yang dapat menginduksi

reaksi autoimun pada herniasi diskus, terutama diskus yang mengalami

ekstrusi. Reaksi inflamasi dalam keadaan normal merangsang terjadinya

respon imun, tetapi pada HNP terjadi respon imun abnormal

dimana terbentuk antibodi terhadap jaringan saraf normal, hal tersebut

berhubungan dengan skiatika kronik. Glycosphingolipid (GSL) terdapat pada

berbagai sel dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat. Antibodi terhadap GSL

meningkat pada 71% pasien dengan skiatika akut, 61.9% pada follow up 4

tahun dan 54% pada pasien yang mengalami operasi disektomi. Mekanisme

nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus noksious pada jaringan.

Nosiseptor adalah serabut saraf aferen primer dengan terminal perifer

(reseptor) yang mempunyai respons berbeda terhadap rangsang noksious

(rangsang yang mempunyai potensi merusak jaringan) yang berupa faktor

kompresi mekanik, mediator inflamasi, atau respon sistem imun.Rangsang

noksious tersebut kemudian dirubah menjadi potensial aksi. Tahap awal dari

mekanisme nyeri ini dinamakan tranduksi atau aktivasi reseptor. Tahap kedua

disebut transmisi, merupakan konduksi impuls dari neuron aferen primer ke

kornu dorsalis medula spinalis. Pada kornu dorsalis tersebut, neuron aferen

primer bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron

tersebut akan naik ke atas di medula spinalis menuju batang otak dan thalamus.

x Tahap ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan untuk

mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu di sistem saraf pusat yang

secara selektif menghambat transmisi nyeri di medula spinalis. Proses terakhir

adalah persepsi, dimana pesan nyeri ditransmisikan menuju ke otak.


8. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyeri yang dialaminya dengan alasan
nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima, sedangkan anak kecil
yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyerinya.
2. Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan
mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana
seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya sangat berpengaruh pada individu
dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diajarkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka
4. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu
5. Pengalaman sebelumnya
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut
akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang. Seseorang
yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah
mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman
sedikit tentang nyeri.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas
yang dirasakan oleh seseorang seringkali meningkatkan presepsi nyeri,
akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
7. Dukungan keluarga dan sosial
8.
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,
bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga lain.

9. Gangguan Rasa aman nyaman


Menurut Price & Wilson (2009), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau
sumber, antara lain :
1. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Yaitu nyeri kulit berasal dari struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis.
Nyeri somatik sering dirasakan sebagai penyengat, tajam maupun seperti
terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat
nyeri menjadi berdenyut.
2. Nyeri somatik
Merupakan nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentu, tulang, sendi, arteri
3. Nyeri visera
Merupakan nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh, terletak di dinding otot
polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera
adalah adanya peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ,
iskemia dan peradangan.
4. Nyeri alih
Merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi yang dirasakan
terletak didaerah lain.
5. Nyeri neuropati
Merupakan nyeri yang sering memiliki kualitas seperti perih atau biasanya seperti
tersengat listrik. Nyeri ini akan bertambah parah apabila seseorang tersebut stres,
emosi, atau kedinginan maupun kelelahan, dan bisa mereda apabila seseorang
tersebut bisa relaksasi (Judha ,2012)
C. Proses Keperawatan pada Gangguan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Nyeri Akut
dengan HNP
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan

1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
HNP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan
pekerjaan atau aktivitas berat (mengngkat barang berat atau mendorong
benda berat).
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan pendekatan
PQRST.
o Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat)
o Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang terus-
menerus.
o Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
o Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri.
o Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis falasid, parestesia, dan
retensi urin. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra
bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh
kesemutan (parastesia) atau bual bahkan kekuatan otot menurun sesuai
dengan distribusi persyaratan yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi,
adneksitis dupleks kronik, yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung
bawah yang keluhan hampir mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat
diperlukan agar penegakan masalah klien lebih komprehensif dan
memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB
tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik
(osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
herniasi nukleus pulposus(HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari
komplikasi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan
diabetes melitus.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari- harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan,
rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya
perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi
yang berbeda pada setiap klien mengalami gangguan tulang belakang dan
HNP. Semakin lama klien menderita paraparese bermanifestasi pada koping
yang tidak efektif.

b. Pengkajian kebutuhan dasar


nyaman nyeri

a. Keadaan Umum

Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.


Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang
menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas
karena adanya paraparese.
b. B1 (Breathing)

Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya didapatkan: pada


inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi
pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
perkusi, terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak
terdengar bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)

Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi
jantung tambahan.
d. B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di


bandingkan pengkajian pada sistem lainnya
e. Keadaan Umum

Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya ungulus, pelvis


miring/asimetris, muskulatur paravetrebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan
tungkai selama bergerak
f. Tingkat Kesadaran

Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.

g. Pengkajian Fungsi Serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,


ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama
menderita HNP biasanya status mental klien mengalami perubahan.
h. Pengkajian Saraf Kranial

Penkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :

1. Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
3. Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isekor.
4. Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak di dapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6. Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI. Tidak ada otrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi tidak ada
fasikulasi. Indara pengecapan normal
a. Pengkajian Sitem Motorik

b. Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungaki bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi
dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula
dengan membandingkan anggota tubuh kanan kiri. Fakulasi (kontraksi
involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.

c. Pemeriksaan penunjang.

1. Rontgen foto lumbosakral


Tidak dapat didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis,
menunjang tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus
intervertibralis
2. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika secara klinis
tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan
kontraks dapat dilakukan untuk melihat drajat gangguan pada diskus
vertebralis.
3. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontraksi melalui tindakan
lumbal fungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui adanya
penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasi terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.

2. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri yang berhubungan dengan penyempitan saraf pada diskus


intervertebralis, tekanan di area distribusi ujung saraf
2. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,
kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai.
3. GangguanADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
himepereses/hemiplagia
4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lam
5. Koping tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis kondisi sakit,
program pengobatan, tirah baring lama.

3. Perencanaan

NYERI AKUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPRESI SARAF TEKANAN


DI DAERAH DISTRIBUSI UJUNG SARAF
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau beradaptasi.
Keiteria: secara subjektif melaporka nyeri berkurang atau dapat beradaptasi. Dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala 0-1 atau teradaptasi.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4. Nyeri merupakan respons subjektif yang
bisa dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
Bantu klien dalam identifikasi faktor pencetus. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih,
dan berbaring lama.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri nonfamakologi dengan tekhnik relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
kiropraktik. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Memeriksa kontraindikasi kiropraktik Memastikan pasien aman dilakukan terapi

Memeriksa tempat sensitif dilakukan


Membuat nyaman saat di lakukan terapi
penekanan
Memeriksa lokasi yang bermasalah Memastikan pasien tepat di terapi
kiropraktik

Tentukan lokasi yang akan di kiropraktik Memastikan lokasi terapi bagai pasien tepat
Jelaskan manfaat terapi kiropraktik Menambhan pengetahuan pasien tentang
kiropraktik.

HAMBATAN MOBILITAS FISIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KERUSAKAN NEUROMOSKULAR
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemapuannya.
Kriteria: klien dapat ikut serta dalam progran latihan. Tidak terjadi kontraktur sendi,
bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara melakuka aktifitas
teratur fungsi motorik.
Ubah posisi klien setiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia
jaringan akibat sirkulasidarah yang jelek
pada daerah yang terkenah.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
gerak aktif pada ekstrmitas yang tidak sakit. kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernaapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang Otot volunter akan kehilangan tonus dan
sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Inspeksi kulit bagian diatas setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
Pantau kulit dan membran mukosa terhadap hilangnya sensasi isiko tinggi kerusakan
iritasi, kemerahan, atau lecet. integritas kulit kemungkinan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
perawatan dari sesuai toleransi kemampuan.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalalam mobilisasi
latihan fisik klien ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapis.

Terapi komplementer:

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan
Nyeri Kronis Setelah Pengobatan herbal: 1. Memastikan
dilakukan 1. Menanyakan kondisi aman
asuhan riwayat alergi bagi pasien
keperawatan 2. Jaga privacy 2. Memastikan
komplementer pasien obat yang di
pasien mampu: 3. Menyiapkan obat pilih tepat
sesuai otder 3. Memberi dan
1. Rasa nyeri 4. Jika obat meningkatkan
dapat berbentuk tablet / pengetahuan
berkurang kapsul bantu pasien
menuangkan obat
ke dalam tempof
op St
5. Jika obat
berbentuk air
maka membuka
tutup botol dan
meletakkan tutup
botol dengan
posisi label berada
di sebelah atas.
Memegang
obat/sendok obat
pada posisi sejajar
mata, Mengatur
posisi
6. pasien duduk atau
posisi miring atau
memasang lap/tisu
7. Memberikan obat
yang telah
dipeisiapkan/
membantu pasien
untuk memioum
obat.
8. Memberikan buah
yang menyegarkan
9. Mengobservasi
adanya aiergi pada
pasien.
10. Merapikan klien
11. Jelaskan manfaat
herbal
12. Jelaskan cara
mengkonsumsi
herbal yang baik
dan benar

Anda mungkin juga menyukai