Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep HNP (Hernia Nukleus Pulposus)


2.1.1 Definisi HNP
Penyakit Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan
dimana sering mengalami rasa sakit pada ruas-ruas tulang belakang. HNP
terjadi karena adanya nucleus pulposus (bahan pengisi berupa zat yang
kenyal seperti gell) yang keluar dari diskus intervertebralis atau sendi
tulang belakang (Herliana, Yudhinono , & Fitriyani, 2017).
Nyeri punggung bawah merupakan suatu gejala yang berkaitan
dengan lebih dari 60 kondisi medis. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
lumbal merupakan penyakit degenerasi spinal yang paling sering
menyebabkan 30% hingga 80% dari kasus terjadi pada semua diskus
intervertebralis. Namun yang paling sering terjadi adalah di segmen
lumbosakral, tepatnya di diskus intervertebralis L5 – S1 (Nova, Octaviani,
& Julianti, 2016)

2.1.2 Etiologi
Penyebab Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terjadi karena
perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya
nucleus pulposus yang ditandai dengan adanya peningkatan usia. Annulus
fibrosa akan mengalami perubahan karena digunakan secara terus
menerus. Akibatnya, annulus fibrosa biasanya di daerah lumbal dapat
menyembul atau pecah (Yusuf, 2017)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) timbul karena sobeknya annulus
fibrosus yang dipicu oleh suatu trauma derajat sedang dan terjadi secara
berulang mengenai discus intervertebralis. Gejala trauma yang dialami
pasien pada umumnya bersifat singkat, dan gejala yang disebabkan oleh
cidera pada diskus tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam

4
5

beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong ke


arah medulla spinalis, atau mungkin rupture dan memungkinkan nucleus
pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat
muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012)
Menurut (Herliana, Yudhinono , & Fitriyani, 2017) bahwa hal-hal
yang menyebabkan penyakit HNP antara lain :
1. Aktivitas mengangkat benda berat dengan posisi awalan yang salah
seperti posisi membungkuk sebagai awalan
2. Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang sangat
lama. Hal ini sangat berpengaruh pada tulang belakang ketika kita
sedang membungkuk dalam posisi duduk yang kurang nyaman
3. Melakukan gerakan yang salah baik disengaja maupun tidak yang
sangat berpengaruh pada tulang dan menyebabkan tulang punggung
mengalami penyempitan sehingga terjadi trauma
4. Kelebihan berat badan (obesitas)

2.1.3 Patofisiologi
Penyebab utama terjadinya penyakit HNP karena adanya cedera
yang diawali dengan terjatuh atau trauma pada daerah lumbal, tetapi lebih
sering terjadi karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi
gerakan yang tidak tepat inilah, sekat tulang belakang dan terdorong ke
satu sisi sehingga pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar
maka akan terjadi perobekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang
melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar ( JS,
2013).
Melengkungnya punggung kedepan akan menyebabkan
menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan
bagian belakang merenggang sehingga nucleus pulposus akan terdorong
ke belakang. Hanya prolapsus discus intervertebralis yang terdorong ke
belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra
terdapat serabut saraf spinal beserta akarnya, dan apabila sampai tertekan
6

oleh prolapsus discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat


pada bagian pinggang bahkan juga dapat menyebabkan kelumpuhan
anggota bagian bawah ( JS, 2013)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut (Yusuf, 2017) gejala yang sering ditimbulkan akibat HNP
adalah:
1. Nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku atau tertarik
pada punggung bawah
2. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan
sampai kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit, rasa nyeri
sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan
3. Kelemahan anggota badan bawah/tungkai bawah yang disertai dengan
mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon
patella (KPR) dan archilles (APR), bils mengenai konus atau kauda
ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi, dan fungsi seksual.
Bila stress vertical yang kuat mengenai kolumna vertebra maka
nucleus pulposus dapat menonjol keluar melalui annulus fibrosus.
Peregangan annulus fibrosus, yang berbentuk cincin dan kaya inervasi
nosiseptor, menyebabkan nyeri yang sangat hebat sebagai nyeri punggung
bawah yang terlokalisir. Sementara itu, karena perengangan yang sangat
kuat, annulus fibrosus bisa ruptur atau pecah sehingga material diskus
akan ekstrusi dan dapat menekan radiks saraf menimbulkan nyeri
dirasakan sebagai nyeri radikuler (Jennie, 2010)

2.1.5 Penatalaksanaan HNP


Menurut (Winata, 2014) untuk mempertahankan dan meningkatkan
mobilitas, menghambat progresivitas penyakit, dan mengurangi kecacatan.
Penatalaksanaan HNP yaitu:
7

1. Terapi konservatif meliputi tirah baring disertai obat analgetik dan


obat pelemas otot. Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri
mekanik dan tekanan intradiskal, pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktivitas biasa
2. Terapi non-medikamentosa berupa fisioterapi, diatermi, kompres
panas dingin, korset lumbal maupun traksi pelvis
Menurut (Kesumaningtyas, 2010) metode yang dapat digunakan
untuk penatalaksanaan HNP antara lain:
1. McKenzie Cervical Exercise
Metode yang dikembangkan oleh Robin Mc. Kenzie yaitu
merupakan sebuah latihan yang spesifik untuk tulang belakang.
Spekulasi dari metode ini adalah bahwa arah lentur berpusat pada rasa
sakit yang justru sesuai dengan arah dimana isi nucleus pulposus telah
berpindah untuk menghasilkan gejala mekanis yang merangsang
annulus
2. Tancutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Dari pelaksanaan metode ini adalah untuk menurunkan nyeri
pada pasien HNP. Manfaat akhir metode ini yaitu mengurangi
penggunaan obat-obatan, modulasi respon nyeri penderita, dapat
meningkatkan aktifitas fisik dan memodifikasi perilaku nyeri, hasil
dari penatalaksanaan nyeri dapat berupa perubahan dalam penggunaan
obat-obatan, jarak ketika berjalan, kekuatan otot, kelenturan otot,
toleransi ketika duduk, berdiri dan berjalan, perilaku sakit dan
performance dalam pekerjaan.
3. Shortwave Diathermy (SWD)
SWD yaitu medan elektromagnrtik frekuensi tinggi yang
bersosialisasi untuk memanaskan area. Teknik ini lebih efektif dalam
memanaskan masa otot besar dan mengakibatkan otot menahan panas
lebih lama Dengan pemberian SWD akan memberi efek berupa
pengurangan nyeri dan memberi dampak rileksasi pada jaringan otot
dengan adanya pengurangan spasme otot terutama pada punggung
bawah
8

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto polos Lumbosacral
Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan
untuk melihat penyebab penyakit punggung, seperti adanya patah
tulang, degenerasi, dan penyempitan. Pada foto lumbosacral akan
terlihat susunan tulang belakang yang terdiri dari 5 ruas tulang
belakang, sacrum dan tulang ekor (Maksum & Hanriko, 2016)
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan
(CT Scan)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered
Tornografi Scan (CT Scan) direkomendasikan pada pasien dengan
kondisi yang serius atau deficit neurologis yang progresif, seperti
infeksi tulang, cauda equine syndrome atau kanker dengan
penyempitan vertebra. Pada kondisi tersebut keterlambatan dalam
diagnosis dapat mengakibatkan dampak yang buruk (Maksum &
Hanriko, 2016)
3. Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)
Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam
mengevaluasi gejala neurologis dan atau deficit neurologis yang
terlihat selama pemeriksaan fisik. Pada pasien HNP dengan gejala dan
tanda neuroligis EMG dan NCS dapat membantu untuk melihat adanya
lumbosacral radiculopathy, pepipheral polyneuriphathy, myopathy
atau peripheral nerve entrapment.

2.2 Konsep Nyeri Pada HNP (Hernia Nukleus Pulposus)


Nyeri pada punggung bawah merupakan suatu keluhan yang
mengganggu bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri
pinggang bagian bawah adalah Hernia Nukleus Pulposus (HNP), yang
sebagian besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri bagian pinggang
bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting
adalah mengetahui faktor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan
9

yang tepat. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan
jaringan sekitarnya (Jennie, 2010).
Masalah yang sering muncul adalah nyeri pada punggung bawah
akibat HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yang sering dihubungkan dengan
trauma. Kurang olahraga dan bekerja melebihi batas wajar merupakan faktor
risiko yang signifikan untuk munculnya nyeri pada HNP. Intensitas nyeri
yang berat serta kuat dengan sensasi yang terus menerus sering dikeluhkan
oleh penderita dengan nyeri punggung bawah akibat herniasi diskus (Pinzon,
2012).

2.2.1 Jenis-Jenis Nyeri


Menurut Price & Wilson (2009), mengklasifikasikan nyeri
berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain :
1. Nyeri somatik superfisial (kulit)
Yaitu nyeri kulit berasal dari struktur superfisial kulit dan jaringan
subkutis. Nyeri somatik sering dirasakan sebagai penyengat, tajam
maupun seperti terbakar, dan apabila pembuluh darah ikut berperan
menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.
2. Nyeri somatik
Merupakan nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentu, tulang,
sendi, arteri
3. Nyeri visera
Merupakan nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh, terletak di
dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang
menimbulkan nyeri visera adalah adanya peregangan atau distensi
abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.
4. Nyeri alih
Merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah tubuh tetapi yang
dirasakan terletak didaerah lain.
5. Nyeri neuropati
Merupakan nyeri yang sering memiliki kualitas seperti perih atau
biasanya seperti tersengat listrik. Nyeri ini akan bertambah parah
10

apabila seseorang tersebut stres, emosi, atau kedinginan maupun


kelelahan, dan bisa mereda apabila seseorang tersebut bisa relaksasi
(Judha ,2012)

2.2.2 Klasifikasi Nyeri Menurut Durasi


1. Nyeri akut
Merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang di akibatkan karena adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau bisa digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa. Nyeri tersebut terjadi secara tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Nanda, 2011).
2. Nyeri kronis
Merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang diakibatkan karena adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa, nyeri tersebut terjadi secara tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
dan berlangsung lebih dari 6 bulan (Nanda, 2011).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nyeri Menurut (Judha, 2012)


1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyeri yang dialaminya dengan alasan
nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima, sedangkan anak
kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan
dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa
nyerinya.
2. Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan
11

bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam


ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam
waktu yang sama.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya sangat berpengaruh pada
individu dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka
4. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dirasakan seseorang akan
meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping
individu
5. Pengalaman sebelumnya
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri
yang dialaminya, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan
individu tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa
mendatang. Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih
siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang
mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,
ansietas yang dirasakan oleh seseorang seringkali meningkatkan
presepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan
ansietas.
7. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan
dukungan, bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga lain.

2.2.4 Pengkajian Nyeri


Walaupun nyeri masih di dirasakan dalam melakukan pengkajian
nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri
12

yang dialami pasien, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan


adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah
nyata (Prasetyo, 2010)
Karakteristik Nyeri (metode P, Q, R, S, T ).
1. Faktor pancetus (P : provacate)
Perawat dalam mengkaji tentang penyebab atau rangsangan
nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan
observasi kepada bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat
harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-
perasaan apa saja yang menyebabkan nyeri (Prasetyo, 2010)
2. Kualitas (Q : quality)
Kualitas nyeri merupakan suatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan dalam
kalimat-kalimat: seperti tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah
seperti tertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain.. Dimana setiap pasien
berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan
(Prasetyo, 2010)
3. Lokasi (R: region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat harus meminta
klien menunjukan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak
nyaman oleh klien. Dalam mendokumentasikan hasil pengkajian
tentang lokasi nyeri, perawat hendaknya menggunakan bahasa anatomi
atau istilah yang lebih deskriptif, contohnya pernyataan “nyeri
terdapat di bagian kepala kanan” adalah pernyataan yang lebih spesifik
dibandingkan “klien menyatakan bahwa nyeri terasa pada bagian
kepala” (Prasetyo, 2010)
4. Keparahan (S: severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan
karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta
untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan,
sedang dan berat (Prasetyo, 2010). Dalam melakukan pengukuran
13

nyeri kepada pasien, maka dapat menggunakan skala pengukur nyeri


NRS Merupakan skala yang digunakan untuk pengukuran nyeri pada
dewasa.Dimana 0 tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang,
7-9 nyeri berat, dan 10 sangat nyeri
5. Durasi (T: time)
Perawat menanyakan pada klien menentukan durasi, dan
rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan “kapan nyeri dirasakan?,
apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap
hari?, seberapa sering nyeri kambuh? (Prasetyo, 2010)

2.3 Konsep Perubahan Peran


2.3.1 Definisi Perubahan
Perubahan merupakan sifat dari dasar masyarakat yang mengubah
metafor “kehidupan sosial” seperti kehidupan sosial pada individu itu
sendiri. Indikasi beberapa perihal dalam hal intensitas tertentu yang terjadi
dalam kurun waktu tertentu merupakan gagasan umum dari suatu
perubahan (Ruswanto, 2010)
Perubahan dapat mencakup berbagai aspek dari yang sempit
maupun yang luas. Aspek yang sempit meliputi aspek perilaku dan pola
pikir individu itu sendiri. Sedangkan aspek yang luas dapat berupa
perubahan dalam tingkat struktur masyarakat maupun keluarga yang
nantinya dapat mempengaruhi perkembangan dimasa yang akan datang
(Ruswanto, 2010)

2.3.2 Definisi Peran


Peran adalah suatu tempat atau kedudukan sosial yang dikenakan
pada individu berupa seperangkat harapan-harapan (Rochaningtyas, 2014)
Peran adalah suatu aspek dinamis kedudukan (status) yang apabila
dijalankan hak dan kewajibannya maka ia akan dikatakan melakukan suatu
14

peranan yang dapat dilakukan oleh orang, badan, atau lembaga yang
menempati suatu posisi (Rochaningtyas, 2014)

2.3.3 Peran Dalam Keluarga


(Rochaningtyas, 2014) menyebutkan bahwa peran dalam keluarga
menggambarkan hubungan dengan individu dalam situasi dan posisi
tertentu yang berpengaruh pada pola perilaku interpersonal, sifat dan
kegiatan. Adapun macam-macam peranan dalam keluarga antara lain:
1. Peran Ayah
Sebagai suami dari seorang istri serta ayah dari anak-anaknya,
ayah berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, pencari
nafkah, serta pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya. Selain itu juga
sebagai anggota dari kelompok sosial nya serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungan dimana dia bertempat tinggal.
2. Peran Ibu
Sebagai istri dari seorang suami serta ibu dari anak-anaknya,
dimana peran ibu sangatlah penting dalam keluarga antara lain sebagai
pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya, sebagai pelindung dari
anak-anaknya di saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus
keperluan rumah tangga, serta kadang juga seorang istri juga dapat
berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu, ibu juga ikut berperan
sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosial dan juga
sebagai anggota masyarakat di lingkungan dimana dia bertempat
tinggal.
3. Peran Anak
Peran anak adalah melaksanakan peranan psikososial sebagai
tingkat perkembangan fisik, mental, sosial maupun spiritual
15

2.4 Konsep Dampak Nyeri Terhadap Perubahan Peran


Nyeri akut dan kronik akan menimbulkan masalah dalam kehidupan.
Setiap persepsi nyeri yang timbul akan membuat tubuh merespons
rangsangan nyeri tersebut, yang kemudian akan mempengaruhi aktivitas dan
peran pada pasien tersebut. Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita,
tidak mampu bergerak, susah tidur, tidak enak makan, cemas, gelisah, putus
asa karena tidak mampu menjalankan kegiatan lainnya. Keadaan seperti ini
sangat berdampak terhadap kehidupan sehari-hari bahkan terhadap perannya,
mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk hidup
mandiri layaknya orang sehat. Penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya tidak
tertuju pada mengurangi rasa nyeri namun untuk menjangkau peningkatan
mutu kehidupan pasien, sehingga dapat menikmati kembali kehidupannya.
Sementara kualitas hidup pasien menurun karena tidak dapat beristirahat,
beraktivitas dan bahkan tidak menjalankan perannya sehari-hari (Nova,
Octaviani, & Julianti, 2016).
Keluhan nyeri yang dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam
berproduktivitas kerja, ketidaknyamanan akibat nyeri dapat berakibat pada
pergeseran peran seperti pekerjaan, kegiatan sehari-hari dirumah seperti
seorang kepala keluarga maupun ibu rumah tangga yang biasa dilakukan.
Dampak dari nyeri yang berkepanjangan tersebut akan mempengaruhi afek
terhadap diri sendiri sehingga dapat melumpuhkan peran seseorang terhadap
suatu pekerjaan yang dilakukannya. (Sitepu, 2014)
Menurut penelitian Vendrusculo-Fangel et al. (2019) bahwa menjadi
pekerja membawa nilai-nilai yang terkait dengan fungsi sosial sebagai
sumber pendapatan dan rezeki manusia, dukungan sosial, dan cara
menghubungkan pekerjaan dengan aspek kehidupan lainnya. Nyeri kronis
yang terjadi dapat mempengaruhi individu dalam usia kerja produktif dan
dapat menetapkan batasan yang cukup besar dalam kapasitas fungsional.
Wanita dengan nyeri kronis memiliki perubahan dalam peran sebagai pekerja
bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami nyeri kronis. Dalam
hal ini peran sebagai peekerja adalah peran yang paling gagal dilakukan oleh
wanita. Sebagian besar wanita mengklarifikasikan peran tersebut sebagai
16

tingkat kepentingan yang paling tinggi. Namun, peran pekerjaan pengasuh,


tugas-tugas rumah tangga, dan anggota keluarga digolongkan sebagai peran
berkelanjutan meskipun dalam keadaan mengalami nyeri.

Anda mungkin juga menyukai