Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana


seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat
antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung,
tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke,
kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat
darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran
maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan.
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto
(2007), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon
dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya
membawa pasien ke rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan
segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat
oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi
yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007).
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia
adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang
disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme
atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung racun. Makanan
dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau seng yang
menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga

1
beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah keracunan makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, virus, dan
parasit.
Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi
baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat
keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari
seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010
menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat
di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan
berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM
angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit
Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di
Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa rasio antara
kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi
sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk
negara berkembang.
Di tahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
ada 1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11
meninggal dunia. Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan
bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan
kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan
(20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%).
Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan
pada saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa
mikroorganisme ada yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak
berbahaya. Namun, bakteri-bakteri tertentu yang berkembang biak dalam
makanan bisa menghasilkan racun penyebab penyakit. Bakteri Staphylococcus
menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam
setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium

2
botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih serius bahkan seringkali
fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan
ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang
tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan
tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap
keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah
konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala
baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan
menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan
ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan penanganan
segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang
benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi
karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut.
Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut
patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan
faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada
kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain,
khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia,
bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta
gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat
fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana patofisiologi terjadinya keracunan makanan dan langkah
pengkajian survei primer dan sekunder dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan?

3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa/ (i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir
secara ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Patofisiologi keracunan makanan dan bahan makanan.
2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan.
3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan terkait
penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan
bahan makanan.
1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan dalam
terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan
dan bahan makanan.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan proses
keperawatan terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kasus


2.1 Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel
dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang
terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi
(2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau
makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi
tubuh disebut sebagai keracunan makanan.
Perez (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang
terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit,
virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.
Jenis keracunan lainnya :
a. Keracunan Gas
Gas beracun yang sering terinhalasi adalah karbonmonoksida.
Disamping sejumlah zat inhalasi dari uap yang berlebihan (seringkali
mematikan), ada banyak peningkatan jumlah orang yang menderita akibat
keracunan karbonmonoksida sehubungan dengan kesalahan pemakaian gas
dirumah. (Skeet, Mauriel,1993)
Keracunan gas dapat merupakan suatu kecelakaan atau tindakan
bunuh diri dan dapat merupakan komplikasi dari efek obat-obat tidur. Gas
yang ditemukan dapat dihasilkan oleh alam maupun pabrik-pabrik.
Penggunaannya kemudian sangat dikuarangi. Gas alam relative rendah
tingkat toksisitasnya dan dapat menyebabkan asfiksia dengan mengurangi

5
persediaan oksigen tetapi tidak berefek terhadap hemoglobin darah.( Skeet,
Mauriel,1993)
Pencegahan Dan Penanggulangan Keracunan Gas Karbonmonoksida
1) Pencegahan
a. Jangan menggunakan generator di dalam ruangan atau ruangan yang
tertutup sebagian / penuh, seperti garasi dan ruangan bawah tanah.
Pintu dan jendela yang dibuka dapat mencegah akumulasi karbon
monoksida. Pastikan generator mempunyai jarak minimal 1 meter
pada ruangan yang terbuka di segala sisinya untuk memastikan
ventilasi yang memadai.
b. Jangan menggunakan generator diluar ruangan, jika peletakannya
dekat dengan pintu, jendela atau lubang ventilasi yang dapat
mengakibatkan CO masuk dan berakumulasi pada ruangan yang
terhuni oleh manusia.
c. Jika menggunakan pemanas ruangan dan tungku, pastikan bahwa
peralatan tersebut bekerja dalam kondisi yang baik untuk mencegah
timbulnya CO dan jangan pernah menggunakannya pada ruangan
tertutup atau dalam ruangan.
d. Pertimbangkan untuk mengganti peralatan yang berbahan bakar
bensin dengan peralatan yang dijalankan oleh listrik atau udara
bertekanan, jika tersedia.
e. Periksa sistem pembuangan pembakaran mobil dan sistem pendingin
udara anda setahun sekali, kebocoran dalam system kecik tersebut
dapat mengakibatkan masuknya CO ke dalam mobil f) Jika anda
mengalami gejala keracunan CO, segera keluar untuk mendapatkan
udara segar dan cari bantuan dari poliklinik terdekat.
2) Penatalaksanaan.
a. Perawatan sebelum tiba di rumah sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan
terapi oksigen dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting.
Intubasi diperlukan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan

6
untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap peningkatan kadar
HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan inhalasi
asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih
akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien.
Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk
melakukan pemeriksaan pemeriksaan tersebut. Jika mungkin
perkirakan berapa lama pasien mengalami paparan gas CO.
Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering kematian
pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab
utama dari kecacatan(Rasat, Sjofjan. 1991).
b. Perawatan di unit gawat darurat
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak
menunjukkan gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun
dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami gangguan jantung dan
paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi pemberian
oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen
100% yaitu 30 - 90 menit.
Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi
oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya
gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak
membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan
tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit hiperbarik. Edema
serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan
darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian
hiperventilasi sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat
dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK.
Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi
oksigen.
c. Terapi oksigen hiperbarik.
Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi
dalam penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi

7
HbCO jelas terjadi, pada beberapa penelitian terbukti dapat
mengurangi dan menunda defek neurologis, edema serebri, perubahan
patologis sistem saraf pusat. Secara teori HBO bermanfaat untuk
terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat
mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah, meningkatkan
transportasi oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi
neutrofil dan dapat mengurangi peroksidase lipid.
Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus
keracunan gas CO masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai
terapi HBO adalah untuk mencegah defisit neurologis yang tertunda.
Suatu penelitian yang dilakukan perkumpulan HBO di Amerika
menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien koma, riwayat
kehilangan kesadaran , gambaran iskemia pada EKG, defisit
neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO
diatas 40%, kehamilan dengan kadar HbCO >25%, dan gejala yang
menetap setelah pemberian oksigen normobarik.
d. Lanjutan
1) Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat
ke wajah.
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas
dengan udara bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit
bila bernafas dengan oksigen 100%. Terapi oksigen sebaiknya
tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar COHb < 10%
a) Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus
takikardi dan perubahan segme ST)
b) Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada
metabolik asidosis (pH darah arteri < 7)
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit,
analisa gas darah dengan kadar COHb, EKG 12 lead

8
b) Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera
inhalasi yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema
paru)
c) Terapi antidotum Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Weaver, dkk (2002) menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen
hiperbarik yang dilakukan dalam 24 jam berhasil menurunkan
resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif dalam waktu 6
minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO. Keuntungan
dari terapi oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh gas CO bukan menghilangkan gas
tersebut.

b. Keracunan Zat-Zat Kimia


1) Alkohol
a. Sifat alcohol
(1) Mudah terbakar
(2) Mudah tercampur dan terlarut dalam air
(3) Alkohol dengan jumlah atom karbon sebanyak satu sampai empat
berupa gas atau cair
b. Gejala klinis
(1) Hilang kesadaran
(2) Dapat menyebabkan buta mendadak( pada keracunan spiritus)
(3) Kematian terjadi kelumpuhan pernafasan
c. Penanggulangan
(1) Usahakan agar muntah
(2) Pembilasan lambung dengan larutan soda kue (1 sendok teh
dalam segelas air), setiap satu jam.
(3) Kopi pekat diminumkan atau dimasukan lewat dubur.
(4) Pernafasan buatan dan elimuti tubuh penderita.

9
2. Sianida
a. Sifat
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari
sitokrom oksidase yang mencegah pengambilan oksigen untuk
pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung dengan
hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound
methemoglobin. Sianida cukup korosif diantara alkali lainnya, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan setempat yang tidak berhubungan
dengan keracunan yang lebih umum melalui inhibisi enzim.
b. Gejala klinis
(1) Nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar,
selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak
segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian,
(2) Tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan
garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung,
vertigo, danhypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis
(kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV
nodus.
(3) Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia
kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian.
(4) Tanda orang mengalami keracunan Sianida dapat kita ketahui
dengan mencium aromanya yang seperti “bitter almond”-nya.
Namun tidak semua manusia bisa mengetahui aroma dari racun
ini. Kemungkinan hanya 20% manusia yang dapat mengetahui
aromanya.
c. Penanggulangan
(1) Ungsikan pasien ke udara bersih (kalau sianida yang terhirup
berupa gas);
(2) Jika sianida tertelan sedangkan korban masih sadar, usahakan
korban muntah;

10
(3) Beri antidotum. Antidotum yang dapat digunakan pada keracunan
sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi
selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana cara
penggunaannya belum diketahui dengan pasti.
3. Arsen
a. Gejala klinis
(1) Perut dan tenggorokan terasa terbakar
(2) muntah dan berak seperti cucian beras
(3) mulut kering, nafas dan kotoran berbau bawang
(4) kejang otot
(5) sakit kepala
(6) tangan dan kaki dingin pernafasan mendesis
(7) kejang-kejang, pingsan.
b. Penanggulangan
(1) Pembilasan lambung dengan mempergunakan 30 gram soda kue
dalam setengah gelas air, boleh juga dengan larutan arang (norit)
(2) Usahakan agar muntah.
(3) Berikan putih telur dan susu.
(4) Kirim ke rumah sakit.
4. Asam borat
a. Sifat
Boorwater adalah larutan asam borat dengan kadar 3%
b. Gejala klinis
Mual, muntah, menceret, sakit kepala, keringat dingin, sesak nafas,
kulit keluar merah-merah, pingsan.
c. Penanggulangan
(1) Usahakan agar muntah.
(2) Pembilasan lambung dengan air garam atau air biasa sebanyak
mungkin dan muntahkan.
(3) Bila terjadi kejang-kejang atau shock, bawa ke rumah sakit.

11
5. Asetanilid
a. Sifat
(1) Phenacetin (obat penurun panas).
(2) Anilin (zat warna untuk batik atau tinta).
b. Gejala klinis :
(1) Bibir dan ujung-ujung membiru (berwarna kebiru-biruan)
(2) Sesak nafas, pusing kepala, sakit didaerah dada
(3) Timbul bintil-bintil merah di kulit (pada kercunan phenacetin).
Kematian terjadi kelumpuhan pernafasan.
c. Penanganan
(1) Pembilasan lambung dengan larutan soda kue, dan usahakan agar
dimuntahkan.
(2) Penderita iselimuti dan dikirim ke rumah sakit.
6. Asetol (Asetosal, Aspirin, Aspro, Naspro, Bufferin)
a. Gejala:
Lambung rasa perih, keringat bercucuran, kuping berdenging, sakit
kepala, gelisah, pucat, sesak nafas.
b. Penanganan
(1) Cuci lambung dengan larutan soda kue melalui mulut dan dubur.
(2) Usahakan agar dimuntahkan.
(3) Kirim ke rumah sakit.

c. Keracunan Gigitan Ular


Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari

12
bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif
yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor
letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
Penatalaksanaan Medik :
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-
satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman
secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi
sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan
insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi,
dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan
tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi
ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman,
bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah
dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan
elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya
bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.

13
2.2 Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang
hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada
udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh
pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
a. Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai
pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan
yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b. Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia
galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin,
serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam
bongkrek.

14
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota
suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala
intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis,
strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
c. Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
d. Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan
makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah.
e. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun
tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi
ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia
dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di
pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
f. Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu
oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam

15
setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun
sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
g. Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau
parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
bakteri:
1) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau
kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa
inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan
bertahan kurang dari 7 hari.
2) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau
daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya. Masa
inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung selama
4-7 hari.
3) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang
tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu.
Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
4) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti isi
dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita hamil
harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena berisiko
menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius lainnya. Masa
inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya
akan selesai dalam waktu tiga hari.
5) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari
setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu.
Bakteri ini menyebabkan disentri.

16
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit,
yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica
bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala
bisa bertahan hingga berbulan-bulan.

Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:


a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini
menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang terkontaminasi,
dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi adalah 1-2 hari dan
gejala akan hilang dalam dua hari.
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah
mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6 hari.

2.3 Manifestasi Klinis


Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf
dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi
pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat
menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah
adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot
pernafasan (Arisman, 2009).

17
2.4 Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang
akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat
memasuki tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang
masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya
muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh
yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka
lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-
tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan
kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan
mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan

18
Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara
penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
b. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat
yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat
hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis
metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan
karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
c. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang
menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur
dan dilakukan urinalisis.
d. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
e. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
f. CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

2.6 Penatalaksanaan Medis


Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan

19
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok
teh garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai
antibakteria karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah
senyawa fenolik yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan
kadar yang berbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai
antiseptik dan mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya
pengaruh fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan
adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah
dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM,
2012).
Cairan elektrolit dapat diperoleh dari air kelapa. Air kelapa murni tanpa
tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi, sedangkan air kelapa yang
ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi. Penyebab banyaknya
menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang tinggi, sehingga
absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
a. Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
b. Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan
dan nadi. Berikan cairan intravena, oksigen, hisap lendir dalam saluran
pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalau perlu

20
respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut
ke mulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.
Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
c. Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi
harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan
tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan
infus.
d. Pemberian norit/zat karbon aktif
Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa
kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke
korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu
menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar
dalam darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga
menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu,
saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih
untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.
AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg
(maksimal 50 gram) pada anak-anak.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
1) Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter
sebelum mengonsumsi jenis obat ini.

21
2) Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki
lubang pada sistem pencernaan.
3) Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
4) Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
5) Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
6) Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
7) Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang
bersamaan.
8) Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.

Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu
memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar
dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.
e. Kumbah Lambung
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil
paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.
f. Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
1) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
2) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).

22
3) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
4) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
g. Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan
oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti
diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus.
Beberapa jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya,
berikut beberapa terapi yang sering diberikan oleh dokter:
1) Ciprofloxacin (Cipro)
2) Norfloksasin (Noroxin)
3) Trimetoprim / sulfametoksazol
4) Doxycycline
5) Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
h. Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan, ialah:
1) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai
2) Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
3) Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
4) Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik

23
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan
fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil,
keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.
i. Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.

Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk


memancing muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of
Poison Control Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi
mendukung penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang
telah menelan pil atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik
yang membuktikan efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya
seringkali lebih berbahaya.

Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:


a. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
b. Pantaulah tanda vital secara berkala.
c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi dan kejang.
f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan
kepalanya ke samping.
g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri
di perut dan kecenderungan untuk muntah.

24
b. Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena
harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah
harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan
dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel
otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan
tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya
dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya
sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien
alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular
untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.

25
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis
0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi
sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk
mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat
depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan
saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi.
Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila
terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas
secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang,
dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

2. Survei Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai
evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus
dicari dan diobati.

26
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang
ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan
anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil
paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana
kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong,
produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang
kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat
darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke
arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan
mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang
esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia
adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin,
dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran
karakteristik dan takar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan
beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan
antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat
adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat,
karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis
metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat
simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang
menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat
disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik,
fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan
pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga.
Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika,
klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat

27
kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat obat sedatif.
Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain,
LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal
dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan
obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi
kesan yang kuat keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia
merupakan gambaran karakteristik dari botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat
zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan
alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin perlu
dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa
pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofosfat
telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan
dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan
ditemukan pada keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-
obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau
methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis
hati akibat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas
pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif.
Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah urnum
terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan
A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.
Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural
(seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati
toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas
pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif
lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada
metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat

28
simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh takar lajak
antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan
tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma
yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin
menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses,
lengkap) tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus
keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung
yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol,
disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya
aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia,
nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah,
hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

II. Diagnosa
1. (00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. (00032) Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak
adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. (00027) Defisit volume cairan b/d muntah, diare.
5. (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
6. (00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

29
III. Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan 1x 24 jam komprehensif termasuk lokasi, durasi
diharapkan nyeri berkurang, frekuensi, karakteristik, kualitas dan
menghilang dengan kriteria hasil: faktor presipitasi
Pain level, dibuktikan dengan 2) Observasi reaksi nonverbal dari
respon nonverbal pasien ketidaknyamanan
menunjukkan tidak ada nyeri, 3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
tanda vital dalam batas normal, dan menemukan dukungan
tidak ada masalah pola tidur, 4) Kontrol lingkungan yang dapat
pasien melaporkan nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
berkurang. ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Pain control, dibuktikan dengan 5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
pasien dapat melakukan teknik 6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
nonfarmakologis untuk menentukan intervensi
mengurangi nyeri. 7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri:
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign


keperawatan 1x 24 jam 2) Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas

30
diharapkan pola nafas menjadi buatan
efektif dengan kriteria hasil: 3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
NOC : Status Pernapasan : ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4) Monitor status respirasi: adanya suara
terganggu dibuktikan dengan : nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV 5) Kolaborasi dengan tim medis: pemberian
menjadi normal, pernafasan oksigen
menjadi normal yaitu tidak
mengalami nafas
Dangkal
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output makanan/cairan
keperawatan selama 1 x 24 jam dan hitung masukan kalori perhari sesuai
pemenuhan nutrisi dapat kebutuhan
adekuat/terpenuhi dengan kriteria 2) Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
hasil: 3) Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
Status Gizi Asupan Makanan 4) Bantu pasien memilih makanan yang
dan Cairan ditandai pasien nafsu lunak dan lembut
makan meningkat, mual dan 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai
muntah hilang, pasien tampak batas diet yang dianjurka
segar 6) Kolaborasikan pemberian anti emesis
Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi sesuai indikasi
dibuktikan dengan BB meningkat,
BB tidak turun
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output, karakter serta
keperawatan selama 1x24 jam jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering berlebihan dan
terpenuhi dengan kriteria hasil: membran mukosa, penurunan turgor kulit
a. Tidak adanya tanda-tanda 3) Anjurkan klien untuk meningkatkan
dehidrasi asupan cairan per oral
b. Vital sign dalam batas normal 4) Kolaborasi pemberian cairan paranteral

31
sesuai indikasi

5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan sendi dan


keperawatan selama 1x24 jam efeknya terhadap fungsi sendi
diharapkan kemampuan mobilitas 2) Monitor lokasi dan kecenderungan adanya
fisik meningkat dengan kriteria nyeri dan ketidaknyamanan selama
hasil: pergerakan/aktivitas
a. Kekuatan otot meningkat 3) Lakukan latihan ROM pasif atau ROM
b. Tidak ada kaku sendi dengan bantuan, sesuai indikasi
c. Dapat bergerak dengan 4) Jelaskan pada pasien atau keluarga
mudah manfaat dan tujuan melakukan latihan
sendi
5) Dukung pasien untuk melihat gerakan
tubuh sebelum memulai latihan

6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan klien dalam


keperawatan selama 1x24 jam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang menyebabkan
kebutuhan dirinya dengan kriteria kelelahan
hasil: 3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang
a. Ketidaknyamanan setelah adekuat
beraktivitas berkurang 4) Bantu klien dalam memenuhi
b. Dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya
sehari-hari Bantu klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis
dan cara pemberiannya. Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan,
dan lama kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau dapat juga berlangsung
dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat darurat.
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.

3.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta didik
lainnya.

33

Anda mungkin juga menyukai