Anda di halaman 1dari 2

VERBATIM – AHLI HUKUM – LAPUT EDISI 48

Dr. Ahmad Sudiro, M.H, M.Kn, M.M – Dekan fakultas Hukum Universitas Tarumanagara

... ... ...

Apa sebetulnya deponering itu? Dan apa latar belakang munculnya hak Prerogatif Jaksa
Agung itu?

Jaksa Agung diberikan satu hak prerogatif untuk melakukan deponering berdasarkan ketentuan
yang ada, tentunya, berdasarkan kajian dan evaluasi yang harus menyeluruh, komprehensif,
dan itu semata-maya untuk kepentingan umum, kepentingan yang lebih besar yang di mana
bila kasus itu diteruskan akan berdampak kepada ketertiban umum yang kurang baik. Dan itu
pernah beberapa kali dilakukan oleh Jaksa Agung. Semata-mata pertimbangannya adalah
kepentingan umum. Sejarahnya, kalau kita lihat, karena deponering itu muncul dari satu proses
yang tentunya ada keinginan dalam proses-proses pemidanaan, proses dalam satu tindakan
pidana yang melihat hal ini akan berdampak kurang baik pada ketertiban umum, sehingga
pemerintah melalui Jaksa Agung diberikan hak untuk mengentikan kasus yang akan berdampak
buruk pada ketertiban umum. Tentunya itu tidak serta-merta oleh Jaksa Agung tetapi melalui
satu tim yang melakukan kajian dan evaluasi, tim internal, dengan melihat plus minusnya bila
kasus ini dilakukan. Maka kemudian tim ini akan merekomendasikan kepada Jaksa Agung. Tim
ini akan melihat usulan dari berbagai pihak, mendengar desakan dari berbagai pihak, seperti
misalnya kasus Cicak dan Buaya. Kalau di kepolisian kan namanya SP3, kalau di Jaksa Agung
namanya deponering.

Berdasarkan pengamatan anda sebagai akademisi, berapa banyak deponering yang sudah
dikeluarkan oleh Jaksa Agung semenjak Republik ini berdiri?

Itu jumlahnya tidak terlalu banyak karena harus selektif juga. Jangan kemudian memudahkan
untuk mengeluarkan deponering juga, karena itu kurang bagus. Di bawah sepuluh kasus.
Jumlahnya tak terlalu banyak, karena tak boleh juga diobral. Biasanya adalah kasus-kasus yang
menjadi sorotan publik yang akan menimbulkan kegoncangan.

Bagaimana publik mengontrol penggunaan hak Prerogatif Jaksa Agung ini? Mengingat
kewenangan Jaksa Agung ini hampir menyamai kewenangan Presiden di dalam hukum?

Memang masyarakat harus melakukan mekanisme evaluasi kontrol tiap kejagung memberikan
deponering pada suatu kasus, dengan melakukan kajian juga, semacam untuk pembanding atas
kajian atau evaluasi yang sudah dilakukan oleh tim Kejagung, apakah itu sudah sesuai menurut
pertimbangan hukum atau belum.

Artinya kajian yang mendasari deponering itu harus terbuka atau transparan?
Iya dong, harus dibuka. Harus jelas alasan-alasannya, tidak semata berdasarkan subyektifitas
dari Jaksa Agung. Dasar pertimbangannya harus jelas, seperti majelis hakim dalam memvonis
kan ada pertimbangannya. Itu yang harus dikaji.

Jika perkara seseorang dideponering oleh Jaksa Agung, apakah statusnya sebagai tersangka
atau terdakwa langsung hilang atau hanya perkaranya saja yang tidak dilanjutkan ke
pengadilan?

Tidak menutup kemungkinan kasus deponering itu diangkat lagi kalau ditemukan bukti baru
atau novum baru kalau kejaksaan menyimpulkan kalau dengan novum baru ini bisa dilanjutkan.
Sebenarnya dalam kasus deponering bisa saja dari bukti-bukti kuat dilanjutkan, tapi bisa jadi
ada sisi di mana menimbulkan kegaduhan dan kegoncangan, maka tim melakukan kajian dan
evaluasi dan memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung. Kalau statusnya, ya status
tersangkanya hilang, ia bersih kembali.

Apa syarat deponering bisa dibatalkan oleh Jaksa Agung sebagai pemegang Hak Prerogatif?

Kalau saya lihat, kalau itu terjadi, maka Jaksa Agung ada inkonsistensi terhadap putusanntya
sendiri kalau sampai ada revisi atas putusan sebelumnya. Itu harus dilakukan kajian lagi karena
keluarnya deponering itu kan dari hasil kerja tim yang melakukan kajian dan evaluasi. Maka kalu
itu kemudian mau direvisi, maka itu harus melalui proses kajian dan evaluasi lagi. Kalau itu mau
dibuka lagi, harus ada kajioan evaluasi yang sangat kuat untuk membantah kajian evaluasi
sebelumnya. Ya itu dimungkinkan, walaupun belum pernah terjadi.

Apa bedanya orang yang mendapat status hukuman percobaan dengan orang yang menerima
deponering?

Beda. Kalau hukuman percobaan itu sudah ada putusan dari majelis hakim. Sudah masuk ke
ranah pengadilan. Kalau deponering kan belum masuk, masih di ranahnya kejaksaan. Kalau
hukuman percobaan, sudah jadi terdakwa, dan sudah diputus majelis hakim dengan hukuman
percobaan, biasanya yang tuntutan di bawah setahun. Misalnya satu tahun hukuman
percobaan, dia tak perlu dipenjara, tetapi dalam satu tahun itu dia tidak boleh melakukan
tindakan pidana yang sama, kalau ia melakukan itu, tak perlu diproses langsung dipidana. Ia
melakukan percobaan serupa di masa percobaan itu.

Jika seorang penerima deponering melakukan kesalahan apakah hukuman yang dituduhkan
kepadanya bisa langsung diterapkan?

Tidak bisa. Itu harus dimulai dari awal prosesnya. Kalau hukuman percobaan itu bisa langsung
dihukum, kalau deponering, tak bisa. Ia harus ulang prosesnya dari awal.

Anda mungkin juga menyukai