Anda di halaman 1dari 7

Profil – Edisi 52

Drs. Tumbur Naibaho, MM, FSAI – Pendiri Koperasi Simpan Pinjam Makmur Mandiri

Menyebar Bantuan Lewat Koperasi


Ruangan itu berbentuk persegi empat. Dengan pintu di pojok sebelah kanan, di seberangnya terdapat
sebuah meja untuk sang empunya ruangan. Masih di sisi yang sama, pada pojok yang satunya juga
terdapat sebuah meja untuk sang istri. Di seberang meja sang istri, yang artinya berada di satu sisi yang
sama dengan pintu, terdapat seperangkat sofa dan meja dengan minuman dan makanan kecil di
atasnya. Para tamu biasanya diterima dan dipersilakan duduk di sofa itu.

Dinding ruangan itu berwarna putih, dengan banyak bingkai tergantung di sisi-sisinya. Di salah satu
dinding, terdapat sejumlah bingkai yang menarik perhatian. Tak seperti bingkai-bingkai lain yang dipakai
untuk memajang foto-foto keluarga, bingkai-bingkai itu berisi sertifikat-sertifikat penghargaan. Salah
dua dari sertifikat-sertifikat itu adalah sertifikat yang bertuliskan “100 Koperasi Terbesar.” Sertifikat
satunya bertuliskan “Koperasi Terbaik.” Semua sertifikat itu merupakan penghargaan yang diberikan
untuk koperasi.

Ruangan itu berada dalam sebuah bangunan ruko dalam komplek Ruko Sun City, sebuah komplek ruko
di Bekasi, Jawa Barat. Di komplek itu, tak sulit mencari bangunan tempat koperasi ini berkantor. Terletak
tak jauh dari tikungan dari jalan raya, bangunan ruko koperasi ini berdiri dengan ukurannya yang besar
dan dengan tulisan yang berukuran besar pula. Dengan warna cerah, tulisan “KOPERASI SIMPAN PINJAM
MAKMUR MANDIRI” yang berada di bagian atas sebelah depan ruko itu terlihat mencolok. Di dalam
ruangan itu pula, Tumbur Naibaho, sang pendiri koperasi, sehari-hari berkantor.

Salah satu yang membedakan Koperasi Makmur Mandiri dengan kebanyakan koperasi lainnya adalah
gedung kantornya yang besar, dan pilihan untuk menjalankan operasional koperasi dalam gedung
kantor yang besar tidak dilakukan Tumbur dengan tanpa alasan. Bagi pria berdarah Batak ini, memilii
gedung kantor yang baik adalah salah satu upaya untuk memperbaiki citra koperasi.

Tumbur merasa prihatin dengan citra koperasi yang menurutnya masih kurang bila dibandingkan
dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Hal itu, menurutnya, disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu di antaranya, adalah kesan tak serius yang melekat pada koperasi.

Kesan itu muncul menurutnya disebabkan oleh banyaknya koperasi yang memang dijalankan dengan tak
serius. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya pengurus koperasi yang menganggap koperasi
sebagai pekerjaan sampingan saja.

“Ini hanya menjadi pekerjaan sampingan, artinya tidak dikerjakan secara full. Dikerjakan full saja
hasilnya belum tentu maksimal. Itu yang sering kita lihat sehingga nilainya jelek,” katanya mengawali
pembicaraan di kantornya, Senin, 5 Agustus 2019 lampau.
Tak seperti mereka, Tumbur menjalankan koperasi secara serius. Saat ditemui di kantornya, ia
menggunakan setelan seperti pemimpin perusahaan pada umumnya. Kemeja putih dibalut jas hitam
dengan dasi berwarna cerah. Para pekerja di kantornya pun berseragam rapi, dengan kemeja putih dan
celana bahan berwarna hitam. Tak lupa, sepatu-sepatu yang mengkilap hitam. Para pekerja yang
menyambut ramah menambah kesan elegan.

Tumbur ingin merombak ulang citra negatif yang selama ini melekat pada koperasi. Tumbur ingin
menunjukkan bahwa koperasi adalah lembaga keuangan yang seharusnya tak kalah dengan lembaga
keuangan lainnya, seperti bank dan perusahaan asuransi. Dan itu dilakukannya dengan serius, sejak
2009 yang lalu.

Tumbur mendirikan koperasi dengan modal awal pengalaman bekerja di lembaga keuangan selama
belasan tahun. Bekerja di PT Bumi Asih Jaya sejak tahun 1990, saat mendirikan Koperasi Makmur
Mandiri, ia sudah memegang pengalaman selama sembilan belas tahun.

Di awal-awal berdirinya Koperasi Makmur Mandiri, Tumbur masih bekerja di perusahaan sebelumnya.
Setelah koperasi yang didirikannya berjalan dengan baik, pada tahun keempat, koperasinya memiliki
delapan buah cabang. Saat itulah ia akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri keluar dari
perusahaan sebelumnya, tepatnya pada tahun 2013.

Dalam menjalankan koperasi, Tumbur memfokuskan koperasinya untuk menjangkau orang-orang


dengan tingkat ekonomi rendah. Di Indonesia, kata Tumbur, masih banyak pekerja yang hidup dengan
gaji sesuai standar upah minimum. Bahkan, tak sedikit pula yang mendapat gaji di bawah standar yang
telah ditetapkan. Umumnya, mereka tak tersentuh oleh bank. Biasanya, mereka akan kesulitan bila ingin
meminjam di bank, sebab bank biasanya akan memberikan pinjaman pada mereka yang sudah bekerja
di atas tiga tahun. Belum lagi, peminjam dikenakan agunan.

Para peminjam itu, kata Tumbur lagi, tentu akhirnya tak dapat meminjam pada bank karena faktanya
kebanyakan mereka tak punya apa-apa yang bisa diagunkan pada bank. Belum lagi, banyak juga yang
masa kerjanya belum mencapai tiga tahun. Mereka tak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi
peminjam di bank. Akan tetapi, toh mereka tetap membutuhkan pinjaman itu untuk alasan-alasan
tertentu. Orang-orang itulah yang kemudian dirangkul oleh Koperasi Makmur Mandiri.

“Bank kasih pinjaman harus ada agunan, sementara mereka nggak punya. Kita memberikan pinjaman
pada anggota yang bank biasanya tak mau kasih pinjaman. Agunannya paling surat seperti BPJS. Mereka
motor masih kredit, rumah masih ngontrak, tak ada aset,” kata Tumbur menerangkan.

Meski tanpa agunan, Tumbur memiliki kebijakan dalam memberikan pinjaman. Koperasi makmur
Mandiri hanya akan meminjamkan seseorang sejumlah uang tak lebih dari 25% dari penghasilan orang
tersebut perbulan. Alasannya sederhana. Ia ingin para peminjam tak merasa berat bila nanti harus
mengembalikan uang pinjamannya. Bagaimanapun, tujuan koperasi ini toh untuk membantu.

Para peminjam juga secara otomatis menjadi anggota koperasi. Dan mereka berhak atas keuntungan
koperasi.
“Koperasi ini azasnya kekeluargaan, gotong royong. Makanya kita fokusnya di kalangan mikro ke bawah.
Membantu anggota-anggota yang ekonominya sangat lemah,” kata Tumbur.

Membantu kelompok ekonomi lemah diterjemahkan Tumbur bukan hanya dengan memberikan
bantuan pinjaman pada anggota. Lebih dari itu, ia melihat bahwa koperasi yang dijalankannya dapat
menjadi cara sendiri untuk mencapai tujuan yang sama. Tumbur melihat, kurangnya ketersediaan
lapangan kerja menjadi problematika tersendiri di masyarakat. Oleh sebab itu, membangun koperasi
bagi Tumbur sama artinya dengan membuka kesempatan kerja yang lebih luas.

Tumbur lantas menyebut tanah kelahirannya di Samosir, Sumatra Utara. Menurutnya, tingkat
pengangguran di Samosir cukup tinggi. Hal itu disebabkan oleh rendahnya kemampuan ekonomi para
orangtua untuk mampu melanjutkan pendidikan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi seusai lulus dari
pendidikan tingkat SMA. Hanya setengah dari mereka yang dapat melanjutkan ke bangku kuliah.
Sisanya, harus terima nasib menjadi pengangguran, sebab ketersediaan lapangan kerja yang terbatas.

Itulah alasan mengapa di banyak kantor cabang koperasi Tumbur sebagian besar diisi oleh pekerja
dengan kesukuan tertentu. Meskipun terkesan etnosentristik, Tumbur punya alasan tersendiri. Selain
alasan pertama yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pengangguran di tanah kelahirannya, para
pekerja dari tanah kelahirannya juga merupakan orang-orang yang bersedia ditempatkan di mana saja.

“Dan mereka ini kebanyakan mau ditempatkan di mana saja. Di Sulawesi siap, di Kalimantan siap.
Karena banyak pekerja yang bagus tapi dipindahkan ke Kalimantan tak bersedia, maunya di sini saja.
sementara bisnis kita ini maunya tersebar di semua provinsi. Karena kita ekspansinya ke seluruh
wilayah, mau tak mau kita harus siapkan SDM yang mau bersedia dikirimkan ke daerah-daerah
tertentu,” terang Tumbur.

Saat ini, koperasi milik Tumbur memang sudah tersebar di banyak wilayah di Indonesia. Sepuluh tahun
sejak berdirinya pada tahun 2009, Koperasi Maju Bersama sudah tersebar di 20 provinsi di Indonesia
dengan total 131 kantor cabang. Dari keseluruhan 131 kantor cabang, 50 di antaranya berada di Jawa
Barat, dan 25 kantor di Sumatera Utara. Sisanya tersebar di 18 provinsi lain.

Dan masih dalam rangka menyediakan lapangan kerja, Koperasi Makmur Mandiri miliknya ini memiliki
kebijakan tersendiri soal penyerapan tenaga kerja. Di setiap daerah yang menjadi lokasi pendirian kantor
cabang, separuh dari jumlah kebutuhan pekerja yang akan dipekerjakan di kantor tersebut diserap dari
warga setempat. Di seluruh kantor cabang yang telah berdiri, Koperasi Makmur Mandiri telah
mempekerjakan sekitar 1.200 orang.

Dalam mendirikan kantor-kantor cabangnya pula, Tumbur tetap menjaga misi khususnya, yaitu
memperbaiki citra koperasi. Koperasi-koperasinya selalu ditempatkan di kantor yang layak. Para
pimpinan cabang pun diberikan masing-masing satu unit mobil operasional. Hal-hal itu dilakukannya
bukan tanpa alasan. Pimpinan cabang harus mendapatkan penghargaan di mata para bawahannya.

“Pimpinan-pimpinan cabang harus dikasih mobil supaya ada citranya sebagai lembaga keuangan. Banyak
koperasi hanya kasih motor untuk pimpinan cabangnya, jadi penghargaan untuk pimpinan kurang. Kalau
pimpinan nggak bisa bawa mobil, bagaimana anak buahnya bisa berambisi jadi pimpinan? Ini cost-nya
besar, tapi citranya makin bagus,” katanya lagi, menerangkan.

Selain di mata para bawahan, citra yang baik juga penting di mata masyarakat. Tujuannya satu, guna
menimbulkan kepercayaan masyarakat. Sebab, selama ini, kepercayaan masyarakat terhadap koperasi
sudah rusak akibat ulah para rentenir yang menyebut diri mereka koperasi, padahal bukan. Selain itu,
tak jarang pula justu koperasi-koperasi itu yang justru merusak kepercayaan masyarakat pada mereka
sendiri.

Tumbur berkisah, pernah pada saat ia hendak mendirikan cabang di salah satu daerah di Sumatra Utara,
koperasinya sulit mendapatkan penerimaan dari masyarakat, karena sebelumnya ada koperasi yang
melarikan uang masyarakat sekitar.

Itu pula alasan Tumbur selalu mengundang pemerintah daerah setempat dalam peresmian kantor-
kantor cabangnya. Sebagai semacam jaminan pada masyarakat bahwa koperasi yang ia dirikan
mendapat dukungan dari pemerintah. Semacam penegasan bahwa koperasinya bukanlah koperasi abal-
abal.

Bagaimanapun, Tumbur menyadari koperasinya mungkin tak akan bisa menjadi koperasi yang paling
besar di Indonesia. Menurutnya, sudah ada koperasi-koperasi yang lebih dulu berdiri dan sudah memiliki
kebesarannya sendiri. Meski demikian, koperasi ini tak akan berhenti melebarkan sayapnya. Dalam tiga
tahun ke depan, sarjana matematika Universitas Sumatera Utara (USU) ini menargetkan koperasinya
akan memiliki cakupan ke seluruh provinsi yang ada di Indonesia dengan 200 kantor cabang.

Masih dalam melaksanakan misi memperbaiki citra koperasi, Koperasi Makmur Mandiri saat ini juga
tengah terlibat dalam sebuah proyek yang di dalamnya melibatkan banyak koperasi besar, untuk
merevitalisasi Tugu Koperasi yang saat ini terlihat kumuh. Tugu Koperasi sendiri didirikan 74 tahun yang
lalu.

“Ditunjuk koperasi-koperasi besar untuk membantu mengangkat ini. Kita ada di dalamnya,” ujarnya.

Proyek revitalisasi Tugu Koperasi ini disebut Tumbur merupakan proyek yang diinisiasi Menteri Koperasi
dan UKM RI Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga. Selain terlibat dalam proyek yang diinisiasi Mentyeri
Puspayoga, Koperasi makmur Mandiri juga kerap menyambut program-program pemerintah lainnya
yang dinilainya memiliki tujuan menggerakkan ekonomi rakyat.

Misalnya, setiap kali Presiden Jokowi membuka kawasan industri baru, maka Tumbur akan
menyambutnya dengan membuka kantor cabang di wilayah tersebut.

Pada dasarnya, Tumbur memang melihat bahwa pemerintahan Jokowi memiliki perhatian khusus pada
dunia koperasi di Indonesia. Tolok ukurnya, kata Tumbur, adalah dengan adanya menteri khusus yang
mengurusi urusan-urusan yang berkaitan dengan koperasi. Ia juga menilai bahwa mengurus perizinan
untuk mendirikan koperasi di Indonesia juga relatif mudah dan tak dipersulit.
Koperasi Tumbur sendiri mendapatkan apresisasi dari pemerintahan Jokowi. Pada tahun 2017, Koperasi
Makmur Mandiri mendapat penghargaan Seratus Koperasi Terbaik. Tahun berikutnya, koperasi ini
dinobatkan sebagai Koperasi Terbaik. Hingga akhirnya pada 2019, Koperasi Makmur Mandiri
mendapatkan penghargaan Bhakti Koperasi dari pemerintah.

Menghargai pengalaman masa lalu.

Mendapatkan penghargaan dari pemerintah barangkali adalah satu titik pencapaian dalam sebuah garis
perjalanan yang tentu tak singkat. Pada garis itu, di ujung pangkalnya, ada satu titik lain yang menandai
dimulainya perjalanan itu. Di antara dua titik itu, ada kisah tentang bagaimana Tumbur dapat menjalani
segenap perjalanan yang telah ia lalui.

Tumbur lahir sebagai anak keenam dari dua belas bersaudara. Orangtuanya adalah sepasang petani
dengan penghidupan yang sederhana. Meski bekerja sebagai sepasang petani, anak-anak mereka dapat
menempuh pendidikan hingga ke tingkat pendidikan tinggi, kecuali kakak Tumbur yang paling tua.

Tumbur kuliah di jurusan matematika di Universitas Sumatra Utara (USU). Sebagai anak keenam dari
duabelas bersaudara dengan jarak usia yang cenderung berdekatan, saat Tumbur kuliah semester lima,
adiknya masuk kuliah semester satu. Pada saat itulah kemudian Tumbur harus berusaha mencari
pemasukan sendiri untuk membiayai kuliahnya.

“Kita selalu setiap dua tahun ketemu di kuliah. Saya masuk semester lima, adik masuk semester satu.
Maka kemudian orang tua membiayai adik, saya dilepas. Maka harus cari ngajar-ngajar, les privat,”
kenang Tumbur.

Lulus kuliah tahun 1989, Tumbur langsung merantau ke Jakarta. Ia kemudian melamar sebagai PNS. Saat
itu, ia kemudian diterima sebagai PNS di dua institusi. Satu di Badan Pusat Statistik (BPS), satu di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Waktu itu, ia memilih BPS sebab penempatan kerjanya di
Tarutung, Sumatra Utara, sedangkan LIPI meminta ia bekerja di Manado, Sulawesi Utara.

“Pilih di Tarutung lah, karena pacar kan di Medan,” kata Tumbur sembari tertawa.

Kala itu Tumbur sedang berpacaran dengan Josniar Boru Simbolon, perempuan yang kelak menjadi
istrinya. Saat itu Josniar sedang menempuh pendidikan perawat di kota Medan. Pekerjaan Tumbur di
Tarutung tak seberapa jauh dengan tempat Josniar sekolah.

Namun, Tumbur tak menjadi PNS untuk waktu yang lama. Karena menurutnya menjadi PNS waktu itu
belum seenak sekarang, ia hanya mendapat gaji yang saat itu ia nilai tak cukup.

“Karena gaji kecil, nggak bisa bantu orang tua, balik ke Jakarta dan banting stir masuk asuransi,” kata
Tumbur.

Ia kembali ke Jakarta tahun 1990 dan mulai bekerja di Bumi Asih Jaya. Waktu itu, Josniar diterima
bekerja sebagai perawat di RS Carolus, Jakarta Pusat. Menikah tahun 1992, akhirnya mereka hidup
bersama di sebuah rumah kontrakan di bilangan Paseban.
Pada tahun 1996, bertepatan dengan peristiwa pembakaran kantor PDIP, mereka pindah dari Paseban
ke Tambun, Bekasi. Pada tahun itu pula anak ketiga mereka lahir. Tumbur kemudian meminta istrinya
tak lagi bekerja agar lebih fokus mengurus anak-anak mereka. Jadilah Tumbur sendiri menopang hidup
keluarga.

Tinggal di Tambun, setiap hari Tumbur pulang pergi ke Jakarta untuk bekerja. Saat itu pula ia tengah
menempuh pendidikan Magister Manajemennya. Jadi, setiap hari ia bekerja, kemudian pergi kuliah,
menempuh perjalanan Tambun-Jakarta dengan kereta api atau bus kota. Hingga bertahun-tahun
kemudian, Tumbur masih bekerja di tempat yang sama, sebelum memutuskan mengelola koperasinya
secara penuh pada tahun 2013.

Kini, Tumbur tak perlu lagi melakoni adegan-adegan tersebut. Ia dan istrinya juga dikaruniai empat
orang anak, yang tiga di antaranya mengikuti jejak sang ayah berkuliah di bidang ilmu matematika.
Koperasi yang ia dirikan tersebar di mana-mana.

Namun, meskipun ia telah berhasil meraih capaian-capaian itu, bukan berarti ia lantas menghentikan
perjuangannya membenahi koperasi di Indonesia. Setidaknya dengan memperbaiki citra koperasi
seperti yang selalu ia lakukan hingga saat ini. Dan cita-citanya tetap sama. Ia ingin koperasinya ada di
seluruh wilayah di Indonesia, dengan cakupan yang lebih luas, agar semakin banyak pula orang yang bisa
terbantu oleh koperasinya itu.

“Karena harapan saya koperasi ini mungkin tidak bisa menjadi yang terbesar, tapi tersebar,” tegas
Tumbur.
Biodata

Nama : Drs. Tumbur Naibaho, MM, FSAI

Tempat/Tanggal Lahir : Sumatra Utara, 29 Januari 1965

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah (1 isteri & 4 orang anak)

Pendidikan Formal :

1. SMA Negeri Pangururan – Samosir Tahun lulus 1984

2. S1 Matematika – FMIPA USU Medan Tahun lulus 1989

3. S2 Magister Managemen – STIM LPMI Jakarta Tahun lulus 2004

Pendidikan Non Formal :

1. Kursus/ Pelatihan Dana Pensiun Tahun lulus 1996

2. Kursus/ Pelatihan Pasar Modal Tahun lulus 1998

3. Kursus/ Pelatihan Pengurus/Pengawas Koperasi Tahun lulus 2008

4. Ujian Profesi Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) Tahun lulus 2000

Anda mungkin juga menyukai