Anda di halaman 1dari 15

1.

Wali Kota DKI Jakarta

a. Suwiryo
Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, 17 Februari 1903, meninggal
di Jakarta, 27 Agustus 1967) adalah seorang tokoh pergerakan Indonesia.
Beliau juga pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI.
Beliau juga pernah menjadi Wakil Perdana Mentri pada Kabinet
Sukiman-Suwiryo.
Pendidikan dan Pekerjaan
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool
namun tidak tamat. Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik.
Kemudia ia bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian
memimpin majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor
asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.
Awal perjuangan
Di masa mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan
kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931, Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada
jaman kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai dan PUTERA.
Menjadi Wakil Walikota Jakarta
Proses Suwiryo menjabat sebagai walikota dimulai pada Juli 1945 di masa
pendudukan Jepang. Kala itu dia menjabat sebagai wakil walikota pertama Jakarta,
sedangkan yang menjadi walikota seorang pembesar Jepang (Tokubetsyu Sityo) dan wakil
walikota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Dengan kapasitasnya sebagai wakil
walikota, secara diam-diam Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan
kota.
Peralihan kekuasaan dari Jepang
Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di
kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja ditutup-tutupi. Tapi
Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang ini pada
masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan. Hingga demam kemerdekaan melanda Ibu Kota,
termasuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan.
Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo
ditunjuk jadi Walikota Jakarta tanggal 23 September1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah
salah seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung
Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tapi karena balatentara
Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman Bung Karno.
Rapat Raksasa di Lapangan IKADA
Suwiryo dari PNI pada 17 September 1945 bersama para pemuda ikut menggerakkan
massa rakyat menghadiri rapat raksasa di lapangan Ikada (Monas) untuk mewujudkan tekad
bangsa Indonesia siap mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Rapat raksasa di Ikada ini
dihadiri bukan saja oleh warga Jakarta tapi juga Bogor, Bekasi, dan Karawang.

1
Ditangkap NICA
Ketika pasukan Sekutu mendarat yang didomplengi oleh pasukan NICA (Nederlands
Indies Civil Administration), pada awal 1946, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden, Hatta
hijrah ke Yogyakarta. Suwiryo yang tetap berada di Jakarta menginstruksikan kepada semua
pegawai pamongpraja agar tetap tinggal di tempat menyelesaikan tugas seperti biasa. Pada 21
Juli 1947 saat Belanda melancarkan aksi militernya, Suwiryo diculik oleh pasukan NICA di
kediamannya di kawasan Menteng pada pukul 24.00 WIB. Selama lima bulan dia disekap di
daerah Jl Gajah Mada, dan kemudian (Nopember 1947) diterbangkan ke Semarang untuk
kemudian ke Yogyakarta.
Perjuangan di Jogja
Di kota perjuangan, wali kota pertama Jakarta ini disambut besar-besaran oleh
Panglima Besar Sudirman yang datang ke stasion Tugu. Di sana Suwiryo ditempatkan di
Kementrian Dalam Negeri RI sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-
1949). Pada September 1949, Suwiryo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah RI pada
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Perang Kemerdekaan
Pada 17 Februari 1950 Presiden RIS, Sukarno mengangkatnya kembali sebagai
Walikota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, Suwiryo diangkat jadi Wakil PM dalam Kabinet
Sukiman-Suwirjo (April 1951 - April 1952). Jabatan walikota diganti oleh Syamsurizal
(Masyumi). Setelah berhenti menjadi Wakil PM, kemudian Suwiryo diperbantukan beberapa
saat di Kementrian Dalam Negri. Setelah itu Suwiryo menjabat sebagai Presiden Direktur
Bank Umum merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian
dikenal dengan Bapindo. Suwiryo meninggalkan dunia perbankan setelah terpilih menjadi
Ketua Umum PNI. Lepas dari kegiatan partai, Suwiryo menjadi anggota MPRS dan
kemudian menjadi anggota DPA.

b. Syamsurizal
Sebelum menjadi Wali Kota Jakarta Raya, Sjamsuridjal menjabat Wali Kota Bandung
dan Solo. Kebijakan yang cukup terkenal pada masa kepemimpinannya adalah mengenai
masalah listrik. Walau begitu, ia juga memberi prioritas pada masalah air minum, pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan kebijakan atas tanah. Guna mengatasi masalah listrik yang sering
padam, Sjamsuridjal membangun pembangkit listrik di Ancol. Adapun untuk meningkatkan
penyediaan air minum, dia membangun penyaringan air di Karet, penambahan pipa,
peningkatan suplai air dari Bogor. Di bawah pemerintahan Sjamsuridjal, bidang pendidikan
juga mendapat perhatian. Ia mendukung pengembangan Universitas Indonesia. 

c. Sudiro
Sudiro menggantikan Sjamsuridjal. Ia memimpin pemerintahan Kota Praja Jakarta
Raya antara 1953-1960, di mana dari 1953 sampai 1958 ia menjabat walikota; ketika Jakarta
mendapat status administratif tingkat pertama, Sjamsuridjal sebagai gubernur dari 1958-
1960. 

2
Salah satu kebijakan yang sampai sekarang dipakai adalah pemecahan wilayah
terkecil, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian jadi rukun warga
(RW). Selain itu, ia juga memecah Jakarta sebagai satu kesatuan menjadi tiga wilayah
administratif yang disebut kebupaten dan dikepalai oleh seorang patih. Tiga wilayah tersebut
adalah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Sudiro punya keinginan yang
menggelora untuk melestarikan gedung-gedung bersejarah dan monumen. Ide membangun
Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah kepemimpinan Sudiro. Inisiatifnya berasal dari
Sarwoko. Presiden Soekarno pun mendukung gagasan tersebut. Adapun pelaksanaan
pembangunan dilakukan pada masa kepemimpinan Soemarmo. Pada Desember 1959, Sudiro
memutuskan tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai kepala pemerintahan Jakarta. 

2. Gubernur DKI Jakarta


a. Soemarno Sostroatmodjo
Dr. Soemarno Sosroatmodjo adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang
pernah menjabat dalam dua periode yaitu periode 1960 - 1964 dan periode 1965 - 1966.
Selain berasal dari militer beliau juga adalah seorang dokter. Pada masa kepemimpinannya
beberapa masalah menghadang, terutama berkaitan dengan pembebasan Irian Jaya dan
demonstrasi Ganyang Malaysia.
Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung
Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah
minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90
meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua
lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah
minimum dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok,
dan Bandengan Selatan.
Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat
sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk
Ngantung. Dalam masa inilah Soemarno merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam
Negeri dan Gubernur Jakarta atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Henk
Ngantung yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.
Sebelum zaman kemerdekaan, beliau pernah menjadi direktur Rumah Sakit
Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten
Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl.
Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl. Tambun Bungai No. 16 dengan
nama RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo

b. Henk Ngantung
Desain awal Tugu Selamat Datang diilhami oleh karya sketsa Henk yang akhirnya
dlpatungkan oleh perupa Edhi Sunarso pada tahun 1961. Tugu megah Itu menggambarkan
sepasang pria dan wanita melambaikan tangan menyambut orang datang ke Jakarta.Selain
seniman Henk memang juga seorang birokrat la menjadi Gubernur DK) pada periode tahun
1964-1965. Ini berarti DKI pernah memiliki gubernur seorang seniman. Henk memang
terlahir dengan bakat menggambar yang luar biasa. Berdarah Sulawesi Utara, ia lahir di
Bogor. Jawa Barat, pada 1 Maret 1921. dengan nama lengkap Hendrik Hermanus Joel
Ngantung.
3
Sebelum menjadi orang nomor satu di Jakarta, pada tahun 1960
hingga 1964, Henk terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI mendampingi
Soemarno. Penunjukan Henk sebagai wakil gubernur oleh Presiden
Soekarno, mendapat protes dari anggota dewan kota, yang melihat Henk
tidak memiliki kualifikasi memegang posisi tersebut. Namun presiden
menginginkan seseorang dengan bakat artistik mengambil alih kendali
pemerintahan Jakarta.
Tahun 1964, Henk menggantikan Soemarno sebagai gubernur. Soekarno
menginginkan Henk membuat Jakarta menjadi kota budaya. Namun Henk tidak dapat
memberikan hasil banyak pada periode singkat selama satu tahun. Justru ia lebih banyak
memberikan hasil sewaktu menjabat sebagai wakil gubernur, ketika ia merancang beberapa
monumen lewat goresan sketsa yang tetap menghiasi kota sampai saat Ini. Goresan sketsanya
yang fenomenal di antaranya sketsa Tugu Selamat Datang, sketsa lambang DKI. sketsa
lambang Kostrad, dan sketsa tugu Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng.
Henk merupakan putra seorang pegawai padapemerintah Belanda. Ia dibesarkan
dalam tradisi aristrokratis. Henk mendapatkan pendidikan berbahasa Belanda, serta lulus dari
sekolah lanjutan tingkat pertama (MULO). Henk mulai melukis pada usia 13 tahun (1934).
Pertama kali belajar melukis dari Bossardt dan pelukis Austria. Rudolf Welnghart di
Bandung.

c. Ali Sadikin
Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927 – meninggal di Singapura, 20
Mei 2008 pada umur 80 tahun) adalah seorang letnan jenderalKKO-AL (Korps Komando
Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada
tahun 1966. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut,
Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen
Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang
disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang
sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh
penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny.
Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.
Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam
mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern.
Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena
proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail
Marzuki,Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya
Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta
Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dll. Bang Ali juga mencetuskan pesta
rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek
budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng
Betawi, dsb.
Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota
Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut
dinamai Tangkiwood.

4
Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat itu lebih
dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri
barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri. Ali Sadikin berhasil
memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan
menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.
Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan
Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum
selama berkali-kali.
Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan
malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota
Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun
kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran. Di bawah kepemimpinannya pula
diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta.
Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan ia digantikan oleh
Letjen. Tjokropranolo. Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap
aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara
Indonesia. Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah
kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan
Presiden Soeharto.
Bang Ali meninggal di Singapura pada hari Selasa, 20 Mei 2008. Dia meninggalkan
lima orang anak laki-laki dan istri keduanya yang ia nikahi setelah Nani terlebih dahulu
meninggal mendahuluinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, anak sulung
mantan presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana turut hadir melayat.
Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

d. H. Tjokropranolo
Tjokropranolo (lahir di Temanggoeng, Jawa Tengah, 21
Mei 1924 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 22 Juli 1998 pada
umur 74 tahun) atau lebih akrab dengan panggilan Bang
Nolly adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta dan tokoh
militer dalam sejarah perjuangan Indonesia. Dia menjadi pengawal
pribadi Panglima Besar Soedirman di masa Revolusi Nasional
Indonesia melawan pendudukan Belanda. Dia turut meloloskan
Soedirman dari serangan maut tentara Belanda yang berkali-kali
melakukan percobaan pembunuhan terhadap Soedirman. Dalam
karier kemiliteran, ia tidak hanya terjun ke medan, tapi juga banyak terlibat dalam posisi
penting di balik layar, antara lain Asintel Siaga dan Kepala Intelijen dalam berbagai konflik,
dan sekretaris militer untuk presiden.
Tjokropranolo memperoleh pendidikan formalnya di bawah sistem pendidikan
kolonial Belanda, di sekolah ELS (Europeesche Lagere Scholen) di Temanggoeng, Jawa
Tengah dan di sekolah MULO (Meer Uitbebreide Lagere Onderwijs) di Ambarawa.

5
Karier Militer
Pendidikan dalam PETA
Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Tjokropranolo bergabung dalam
pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat, dimana dia mendapat
pelatihan militer dasar dari pasukan Jepang. Dia ditunjuk
menjadi komandan peleton (shodancho) dan kemudian mengikuti pelatihan lebih lanjut
dalam perang gerilya dengan organisasi Jepang Yugekitai di kota Salatiga, Jawa Tengah dari
April 1944 sampai Agustus 1945 (kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II).
Peran sebagai pengawal pribadi Jenderal Soedirman
Setelah terbentuknya BKR (Badan Keamanan Rakyat), Tjokropranolo bergabung
dengan BKR di kota Magelang, Jawa Tengah, dan menjadi komandan deputi penjaga markas
TKR. Kemudian dia menjadi pengawal pribadi Jenderal Soedirman di Yogyakarta tahun 1946
dengan pangkat kapten. Dia kemudian menjadi komandan dua batalyon, yaitu
komandan Corps Polisi Militer (CPM) tahun 1948 dan komandan pasukan pengawal pribadi
Jenderal Soedirman dari 1948-1949. Selama perang pembelaan kemerdekaan
Indonesia melawan Belanda, dia ikut terjun dalam kampanye perang gerilya bersama Jenderal
Soedirman dari awal sampai akhir, saat Jenderal Soedirman pulang ke Jogjakarta tanggal 10
Juli 1949.
Setelah Belanda menyerahkan kepulauan nusantara sebagai Republik Indonesia
Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Tjokropranolo mempersiapkan
pengaturan keamanan untuk kedatangan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad
Hatta, dan Jenderal Soedirman di Djakarta.

Peran dalam masa pertahanan Indonesia


Dalam masa pertahanan kesatuan Indonesia, dengan kedudukan Kepala Staf IV
(Operasi), Tjokropranolo menghentikan pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
pada tahun 1950 yang dimotori oleh Westerling, seorang kapten pasukan komando Belanda.
Tjokropranolo kemudian berangkat ke Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, dimana dia
menjabat sebagai Komandan CPM Detasemen VII/2 dalam meredakan pemberontakan Andi
Aziz dan pemberontakan Republik Maluku Selatan di Manado, Sulawesi Utara.
Tjokropranolo kemudian mengikuti pendidikan dalam Sekolah Staf dan
Komando TNI Angkatan Darat (1954-1955) dan Sekolah Staf Pertahanan India di New
Delhi tahun 1955. Dia bertugas di Jawa danKalimantan dalam posisi komandan dan
kemudian menjadi kepala departemen Intelijen dalam staf perwakilan Indonesia di Kota
Baru, Papua Barat selama periode 1961-1963 (kampanye Trikora).
Tahun 1963 Tjokropranolo menjabat menjadi Kepala Kesatuan dalam Kontingen
Garuda XI dari pasukan perdamaian PBB yang terjun ke Kongo, Afrika dengan
pangkat kolonel. Kemudian ia menjadiAsintel (Asisten Intelijen) yang terlibat di dalam
perundingan antara Indonesia, Singapura, dan Malaysia dalam akhir dari
[1]
peristiwa Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1966). 

6
Tjokropranolo banyak terlibat dalam operasi keamanan dalam negeri setelah
terjadinya pemberontakan G30S (Gerakan 30 September) tahun 1965, dimana dia menjabat
sebagai Kepala Staf Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat dan
sebagai Direktur di Departemen Pertahanan Republik Indonesia dengan pangkat brigadir.
Tjokropranolo akhirnya mengakhiri karier militernya saat dia pensiun dengan pangkat Letnan
Jenderal pada tahun 1977. Kemudian dia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode
1977-1982.
Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten
Gubernur Ali Sadikin. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai Gubernur Jakarta. Selama dia
menjabat gubernur, ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek
kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka. Usaha kecil
juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar ratusan tempat untuk puluhan ribu
pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal. Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan
kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang
mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah
terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.
Kehidupan Tjokropranolo tergolong cukup mapan, karena dia adalah anak bupati
Temanggung pada masanya. Tjokropranolo menikah dengan Soendari Tjokropranolo dan
mempunyai tiga orang anak lelaki dan satu anak perempuan. Setelah menanggalkan jabatan
gubernur DKI Jakarta tahun 1982, dia sempat aktif dalam bidang sosial, wiraswasta dan juga
menjadi anggota board direktur beberapa universitas di Indonesia. Tahun 1992 dia menulis
sebuah bukubiografi tentang Jenderal Soedirman berjudul Panglima Besar TNI Jenderal
Soedirman Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia, yang berisi sejarah
perjuangan Indonesia dan pengalaman pribadinya selama menjadi pengawal pribadi jenderal
besar tersebut.
Dia sempat diangkat menjadi Ketua Yayasan Rumah Sakit Bakti Yudha, Depok. Dia
meninggal pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Tentara di Jakarta tanggal 22 Juli 1998.

e. R. Soeprapto
R. Soeprapto Gubernur DKI Jakarta 1982-2987,
menggantikanTjokropranolo dan digantikan Wiyogo Atmodarminto. Kemudian,
Soeprapto menjadi Wakil Ketua MPR 1987-1992. Mantan Panglima Kodam XVI
Udayana, ini lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 September 1924 dan meninggal di
Jakarta, Jumat 25 September 2009.
R Soeprapto (85) meninggal sekitar pukul 01.00 di Rumah Sakit Abdi
Waluyo, Jakarta, karena sakit paru-paru. Jenazah dimakamkan di Pemakaman
Giritama, Tonjong, Parung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu 26 September 2009 setelah
disemayamkan di rumah duka di Jalan Imam Bonjol Nomor 26, Jakarta Pusat.
Karir militernya terbilang menonjol. Bertugas sebagai Danki (1945-1947), Kasi-I
Resimen (1947-1950), Wadanyon 428, 441 (1951-1955), Waas III Pers Staf Ter IV (1957-
1960) dan Komandan Resimen Taruna Akmil 1960-1964. Kemudian, dia menjabat Asisten
2/OPS Kodam VII Diponegoro (1964-1967), Kepala Staf Kodam XVII/Cendrawasih 1968-
1969 dan Panglima Kodam XVI/Udayana 1970-1972. Lalu menjabat Asisten V Renlitbang
Kasad (1972-1973) dan Asisten Perencanaan Umum Hankam 1973-1976.

7
Setelah itu, dia dipercaya menjabat Sekretaris Jenderal Depdagri (1976-1982) dan
Sekretaris Umum Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Setelah itu, terpilih menajbat Gubernur
Kepala DKI Jakarta 1982-1987. Dinilai sukses sebagai gubernur, Seprapto diangkat menjadi
Wakil Ketua MPR RI, 1987-1992.
Semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta, Soeprapto selain menangani masalah
stabilitas, keamanan dan ketertiban, juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode
1985 - 2005, yang kemudian dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana
Bahagian Wilayah Kota.
Semasa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dia antara lain
terlibat dalam berbagai pertempuran di Semarang, Jawa Tengah, baik ketika zaman Jepang
maupun ketika Belanda ingin berkuasa kembali.
Saat menjabat Komandan Kompi di bawah Pimpinan Jenderal Gatot Subroto, ia
mengahdapi serangan Belanda, lalu dengan taktik jitu menyingkir ke Gunung Lawu sampai
akhirnta tiba di Surabaya. Di Surabaya, ia terlibat perang dahsyat yang diagambarkan sebagai
pertempuran dimana semua pejuang diuji kesabaran dan sikap patriotismenya tanpa
memikirkan apa-apa kecuali kemerdekaan.
Setelah masa perjuangan berakhir, Soeprapto terus mengabdi di kemiliteran. Berbagai
tugas dan jabatan dia lakoni dengan baik, sampai menjabat Panglima Kodam XVI/Udayana
1970-1972, Asisten V Renlitbang Kasad (1972-1973) dan Asisten Perencanaan Umum
Hankam tahun 1976. Kemudian, dia pun tak menolak ketiga ditugaskan mengisi jabatan sipil.
Dimulai sebagai Sekretaris Jenderal Depdagri (1976-1982). Kemudian terpilih menjadi
Gubernur Kepala DKI Jakarta 1982-1987. Dia pun mengakhiri karir dalam dunia politik
sebagai anggota MPR dari Fraksi Utusan Daerah dan Wakil Ketua MPR RI, 1987-1992.
Setelah itu, terus aktif di Dewan Harian Nasional 45, sampai kemudian terpilih
menjabat Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45.

f. Wiyogo Amodarminto
Wiyogo Atmodarminto, (Letjen TNI Purnawirawan) (lahir 22 November 1922;
umur 87 tahun; lebih dikenal dengan panggilan Bang Wi) adalah Gubernur DKI
Jakartaperiode 1987 - 1992. Sebelumnya, ia bertugas sebagai Duta besar RI untuk Jepang.
Wiyogo pernah menjabat Panglima Kowilhan II (1981-1983) dan
Panglima Kostradantara Januari 1978 hingga Maret 1980. Wiyogo
merupakan salah satu pelaku sejarah pada peristiwa Serangan Umum
1 Maret di Yogyakarta.

Pada masa kepemimpinannya ia secara rutin berkunjung ke


berbagai tempat di Jakarta.Ia juga sering turun ke bawah mengunjungi
beberapa tempat. Dia pemimpin yang dekat dengan masyarakat,
kebapakan, terbuka dan berdisiplin. Di awal kepemimpinannya, dia
memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi,
berWibawa di Jakarta.

8
g. Soejardi Soedirdja
Letnan Jenderal (Purn.)Soerjadi Soedirdja (lahir di Jakarta, 11 Oktober 1938; umur 71
tahun) adalah salah satu tokoh militer dan politik Indonesia. Soerjadi Soedirdja juga
menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 1992-1997.
Di masa kepemimpinannya, ia membuat proyek pembangunan rumah susun,
menciptakan kawasan hijau, dan juga memperbanyak daerah resapan air. Adapun proyek
kereta api bawah tanah (subway) dan jalan susun tiga (triple decker) yang sempat didengung-
dengungkan di masanya belum terwujud. Yang jelas, ia menyaksikan selesainya pembersihan
jalan-jalan Jakarta dari becak, suatu usaha yang telah dimulai sejak gubernur sebelumnya
(Bang Wi). Selain itu Peristiwa 27 Juli 1996 terjadi pada masa Jakarta di bawah
kepemimpinannya.

Pendidikan
 Akademi Militer Nasional (1962)
 Seskoad (1974)
 Pendidikan militer di Perancis (1974)
 Seskogab (1979)
 Lemhannas (1991)

Karier
 Kasdam IV Diponegoro Jawa Tengah (1986-1988)
 Pangdam Jaya (1988-1990)
 Asisten Sospol ABRI (1990-1992)
 Gubernur DKI Jakarta (1992-1997)
 Menteri Dalam Negeri (1999-2001)
 Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (2000-2001)

Mantan Gubernur DKI Jakarta (1992-1997) Letnan Jenderal (Purn) Soerjadi Soedirdja
seorang tokoh yang sedikit bicara tapi banyak bekerja. Dia berhasil membebaskan jalan-jalan
di Jakarta dari beca dan membangun banyak fly over. Mantan Menteri Dalam Negeri (1999-
2001) dan Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (2000-2001), ini lahir di
Jakarta pada 11 Oktober 1938.

Di masa kepemimpinan sebagai Gubernur DKI Jakarta, mantan Kasdam IV


Diponegoro Jawa Tengah (1986-1988) dan Pangdam Jaya (1988-1990), ini berhasil membuat
proyek pembangunan rumah susun, menciptakan kawasan hijau, dan juga memperbanyak
daerah resapan air. Dia juga menggagas proyek kereta api bawah tanah (subway) dan jalan
susun tiga (triple decker) namun belum terwujud.
Namun pada masa kepemimpinan mantan Asisten Sospol ABRI (1990-1992) ini
sebagai gubernur, terjadi Peristiwa 27 Juli 1996.

9
h. Sutiyoso
Letjen TNI (Purn.) Dr. (HC) H. Sutiyoso (lahir di Semarang, 6
Desember 1944; umur 65 tahun) adalah seorang politikus dan mantan
tokoh militerIndonesia berbintang tiga. Ia adalah Gubernur Jakarta selama
dua periode, mulai 6 Oktober 1997 hingga 7 Oktober 2007, saat ia
digantikan Fauzi Bowo, wakilnya, yang memenangi Pilkada DKI 2007.
Sebagai gubernur, Sutoyoso adalah tokoh yang cukup menarik. Sepanjang
dua periode menjadi gubernur, ia sering mengundang kontroversi ketika
menggulirkan kebijakan. Kritikan terhadap proyek angkutan
umum busway, proyek pemagaran taman di kawasan Monas Jakarta Pusat, dan sejumlah
proyek lainnya. Pada 1 Oktober 2007, ia mengumumkan bahwa dirinya akan maju sebagai
calon presiden Indonesia pada Pemilu Presiden 2009.

Pendidikan dan Latar Belakang


Lahir di Semarang, Sutiyoso merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara. Ia
adalah putra pasangan Tjitrodihardjo dan Sumini. Setelah tamatSekolah Menengah
Atas (SMA) di Semarang pada 1963 dan sempat setahun kuliah di Jurusan Teknik
Sipil Universitas 17 Agustus, ia masuk Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang.
Lulus pada 1968, ia berpindah-pindah tugas di kesatuan militer.
Sutiyoso menikah dengan Setyorini pada tahun 1974 dan dikaruniai dengan dua orang
putri:
 Yessy Riana Dilliyanti, menikah dengan Yogie Sandi Nugraha
 Renny Yosnita Ariyanti

Karier
Periode 1988-1992, ia menjabat Asisten Personil, Asisten Operasi, dan Wakil
Komandan Jenderal Kopassus. Sosoknya mulai mencuat saat terpilih sebagai komandan
resimen terbaik se-Indonesia ketika menjabat Kepala Staf Kodam Jaya pada 1994. Prestasi
yang digenggamnya itu kemudian ikut menghantarkannya pada jabatan Panglima Kodam
Jaya. Semasa menjadi panglima itu, namanya kian dikenal terutama lewat acara Coffee
Morning. Lewat acara yang digelar sebulan sekali itu, Sutiyoso berdiskusi dengan sesepuh
dan tokoh masyarakat dalam kaitan dengan kemanan ibukota.
Posisinya sebagai panglima, kemudian merentangkan jalan menjadi gubernur. Gaya
kepemimpinannya disebut-sebut banyak meniru mantan Gubernur Ali Sadikin.

Periode pertama (1997-2002) sebagai Gubernur DKI Jakarta berlanjut pada periode
kedua (2002-2007). Jabatan lain yang dipegang oleh Sutiyoso ialah Ketua Ketua Umum
Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) periode 2004 - 2008. Ia juga terpilih secara
aklamasi sebagai Ketua Umum ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia ) untuk masa
bakti 2006 - 2011.

10
Sebagai Gubernur
Pada 15 Januari 2004, ia meluncurkan sistem angkutan massal dengan nama
bus TransJakarta atau lebih populer disebut Busway sebagai bagian dari sebuah sistem
transportasi baru kota. Setelah sukses dengan Koridor I, pengangkutan massal dikembangkan
ke koridor-koridor berikutnya. Ia juga mencetuskan mengembangkan sisten transportasi kota
modern juga segera melibatkan subwaydan monorel.
Keberadaan Busway yang semula ditentang beberapa pihak terutamanya pengguna
kendaraan pribadi karena mengurangi satu jalur jalan. Selain itu, pembangunan halte-
halte Busway juga mengakibatkan sebagian pepohonan yang berada di pembatas jalan
ditebang. Di lain pihak, Busway disambut baik penggunanya karena dianggap lebih nyaman
dari angkutan umum sejenis lainnya. Bukan hanya sebagai sarana transportasi perkotaan
modern untuk angkutan massal, tetapi juga dapat berfungsi sebagai
bus pariwisata kota. Busway yang melewati Koridor II menempuh berbagai fasilitas
pemerintah pusat terutama sisi barat Kompleks Sekretariat Negara, Jalan MH Thamrin,
Monumen Nasional, Kantor Pemerintah DKI Jakarta, bekas Kantor Wakil Presiden
Indonesia, Kedutaan Besar Amerika Serikat, dan Stasiun Gambir.
Peluncuran Koridor II yang dilakukan pada 15 Januari 2006 bersamaan
dengan Koridor III dengan rute Kawasan Harmoni hingga Terimal Kalideres (Jakarta Barat).
Koridor II sendiri menempuh ruteTerminal Pulo Gadung hingga Kawasan Hamorni (Jakarta
Pusat).
Mulai 4 Februari 2006, ia melarang siapapun yang berada di wilayah DKI merokok di
sembarang tempat. Larangan merokok dilakukan di tempat-tempat umum,
seperti halte, terminal, mall, perkantoran dan lain sebagainya. Meskipun program ini telah
diefektifkan sejak 6 April 2006 ternyata masih saja banyak orang yang tidak mengindahkan
larang merokok di sembarang tempat itu. Pengawasan yang kurang cermat dan tindakan yang
tidak tegas dari aparat serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok
menyebabkan peraturan pemerintah menjadi terhambat untuk direalisasikan.
Pada 22 Desember 2006, ia mencoba jalur Busway Koridor IV-VII yang
pengoperasiannya dilaksanakan pada 27 Januari 2007.
Setelah merealisasikan pelebaran Jalan MH Thamrin, ia menerapkan
pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 terutama Pasal 51 ayat 1 tentang
peraturan kendaraan bermotor melaju di sebelah kiri. Penertiban pengendara motor harus di
jalur kiri diberlakukan sejak 8 Januari 2007 di ruas Jalan Gatot Subroto hingga kawasan
Cawang, Jalan DI Panjaitan, Jalan MT Haryono,Jalan S Parman, Jalan Perintis Kemerdekaan,
dan Jalan Letjen Suprapto. Selain di kawasan itu, pemberlakukan sepeda motor melaju di
sebelah kiri juga ditetapkan di Jalan Margoda (Depok), Jalan Sudirman (Tangerang),
dan Jalan Ahmad Yani (Bekasi).
Saksi tilang bagi pengendara sepeda motor yang melaju di lajur tengah dan kanan
mulai diterapkan semenjak itu juga. Dasar wajib lajur kiri bagi pengendara sepeda motor
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan.
Dalam Bab VIII Pasal 51 ayat 1 dijelaskan tata cara berlalu lintas di jalan adalah mengambil
lajur sebelah kiri. Selain, karena masa ujicoba selama 13 hari sejak Desember 2006 yang
dapat menurunkan jumlah kasus kecelakaan hingga 30,7 persen.

11
Pada 9 Januari 2007 ditemukan sebanyak 952 pengendara sepeda motor ditilang dan
harus membayar denda Rp 20.000,- hingga Rp 40.000,- berdasarkan keputusan sidang di
tempat kejadian, karena terbukti melanggar batas lajur kiri. Jumlah total sejak 8
Januari 2007 tidak kurang 2923 orang.
Selain pelarangan pengendara sepeda motor melintas di kawasan Sudirman dan Jalan
Thamrin, jumlah sepeda motor juga direncanakan dibatasi di Jakarta.
Pada 27 Januari 2007, ia meluncurkan armada Transjakarta untuk Koridor IV, V, VI,
dan VII. Acara peluncuran yang dipusatkan di Komplek Taman Impian Jaya Ancol dihadiri
pejabat-pejabat negara dari pusat maupun daerah. Iringan-iringan rombongan yang terdiri
beberapa walikota se-Jakarta, beberapa artis, dan beberapa gubernur di Indonesia. Sebuah
armada Koridor V sempat terhalang separator di perempatan Jalan Matraman Raya untuk
beberapa saat ketika pengemudi yang baru tidak tepat mengarahkan kemudinya menyururi
jalan yang sedianya khusus diperuntukkan busway. Masyarakat tampak antusias menyambut
kehadiran armada baru ini.
Pada 17 Januari 2007, ia mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007
tentang peniadaan semua ternak unggas di permukiman. Ia memberi batas waktu bagi warga
Jakarta untuk menyingkirkan unggas dari lingkungan tempat tinggal pada 31 Januari 2007.
Pada 1 Februari 2007, ia berkeliling ke sejumlah wilayah untuk memastikan tidak ada lagi
unggas yang dipelihara secara liar. Ia meminta kepada warga masyarakat dapat memberikan
informasi kepada petugas jika tetangganya masih ada yang memelihara unggas yang dilarang
menurut Peraturan Gubernur No 15/2007, yaitu ayam, itik, entok, bebek, angsa, burung dara,
dan burung puyuh. Sampai pada 31 Januari 2007 sudah lebih dari 100.000 unggas di
permukiman dimusnahkan oleh warga dan petugas. Sedang, pemberian sertifikat telah
diserahkan kepada lebih dari 80 persen pemilik unggas hias dan berkicau. Proses sertifikasi
unggas berlanjut hingga akhir Februari 2007.
Hingga masa jabatannya berakhir, janji beliau untuk mengurangi kemacetan dan
banjir di Jakarta tidak dapat dipenuhi. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi gubernur
Jakarta selanjutnya.
Pusat layanan masyarakat
Pada 2 Maret 2007, ia membuka pusat layanan pesan singkat (SMS) untuk
menampung berbagai keluhan warga Jakarta. SMS Center dikelola Biro Humas dan Protokol
Pemprov DKI dijadikan bahan bagi gubernur dalam memperbaiki layanan publik dan kinerja
aparat pemerintah di bawahnya. Pusat layanan bersifat satu arah, sehingga pesan singkat yang
dikirimkan seorang warga tidak akan dibalas. Nomor pusat layanan itu adalah 0811-983899.
Insiden Sydney
Pada 29 Mei 2007, ia didatangi polisi New South Wales di kamar hotelnya dan
diminta untuk menghadiri sidang terkait dengan kasus terbunuhnya lima wartawan asing
di Balibo, Timor Timur pada tahun 1975. Dua polisi federal, yaitu Sersan Steve Thomas dan
detektif senior Constable Scrzvens menerobos masuk ke kamar hotel tempatnya menginap di
Hotel Shangri-La, Sydney.

12
Atas insiden itu, Sutiyoso menuntut Pemerintah Australia memberikan klarifikasi dan
meminta maaf atas pelecehan yang dilakukan polisi federal Australia. Sikap polisi yang
menerobos masuk ke dalam kamar hotel tempatnya menginap dan memaksananya
menandatangani surat panggilan dinilai tidak senonoh. Apalagi, ia berada di Australia sebagai
pejabat negara resmi atas undangan resmi.
Pada 31 Mei 2007, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menyampaikan
surat permintaan maaf dari Perdana Menteri Negara Bagian New South Wales
(NSW), Morris Iemma.

Penghargaan
Pada 15 Desember 2006, ia menerima penghargaan 2006 Asian Air Quality
Management Champion Award dari Clear Air Initiative for Asian Cities (CAI) bekerja sama
dengan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta atas prestasinya untuk Gagasan pembangunan Bus Rapid Transit (BRT)
terbesar di Asia melalui Busway Penerbitan Perda No.2 tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
Gelar pahlawan pengelolaan kualitas udara di Asia diberikan dengan pertimbangan
berhasil dalam mengembangkan akuntan umum TransJakarta (busway) yang mengurangi
emisi gas kendaraan bermotor di Jakarta. Pembentukan fasilitas umum busway meniru
sistem Bus Rapid Transportation (BRT) di Bogota (Kolombia) dan menjadi satu-satunya
provinsi di Indonesia yang mempunyai Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran
Udara (Perda No 2/2005).
Penghargaan serupa diberikan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Polusi
Departemen Lingkungan Hidup Thailand Supat Wangsongwatana, pengamat senior
Lingkungan Hidup Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia Sara Stenhammar,
dan seorang hakim di Lahore (Pakistan) Hamid Ali Shah.

i. Fauzi Bowo
Dr.-Ing. H. Fauzi Bowo (lahir di Jakarta, 10 April 1948; umur 62
tahun) adalah Gubernur Jakarta Periode 2007 - 2012 setelah sebelumnya
menjadi Wakil Gubernur Jakarta. Pada pilkada DKI Jakarta 2007, Fauzi
Bowo bersama Prijanto sebagai wakilnya mengungguli pasangan Adang
Daradjatun dan Dani Anwar.

Riwayat Hidup
Putra pasangan H. Djohari Bowo (meninggal pada 14 April 2010 di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta Pusat pada pukul 13.45 WIB) dan Nuraini binti Abdul Manaf ini
menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD St. Bellarminus. Kemudian beliau
melanjutkan jenjang pendidikan tingkat menengah dan atas di Kolese Kanisius Jakarta.
Setelah menamatkan pendidikan SMA, beliau mengambil studi Arsitektur bidang
Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universitat Braunschweig Jerman dan tamat
1976 sebagai Diplome-Ingenieur. Program Doktor-Ingenieur dari Universitas
Kaiserlautern bidang perencanaan diselesaikannya pada tahun 2000.

13
Fauzi Bowo memulai kariernya dengan mengajar di Fakultas Teknik UI. Ia bekerja
sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain
adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas
Pariwisata DKI Jakarta.
Sebagai birokrat, Fauzi telah menempuh Sepadya (1987), Sespanas (1989),
dan Lemhannas KSA VIII (2000). Ia adalah wakil gubernur Jakarta di masa kepemimpinan
Gubernur Sutiyoso.
Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada tanggal 10 April 1974. Hj. Sri
Hartati adalah putri dari Sudjono Humardani, kelahiran Semarang, 29 Agustus 1953. Dari
pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati dikaruniai 3 orang anak: Humar
Ambiya (Tanggal lahir: 20 Juli 1976, Esti Amanda (Tanggal lahir: 5 April 1979) dan Dyah
Namira (Tanggal lahir: 1 Februari 1983).

Pilkada 2007
Proses pencalonan gubernur
Fauzi Bowo mengungguli Agum Gumelar dan Mahfud Djailani dalam penjaringan
calon gubernur oleh PPP DKI Jakarta dengan 14 suara. Agum meraih lima suara, sedang
Djailani mendapat dua suara. Dua suara lain menyatakan abstain.
Namun, dalam skoring terhadap enam kandidat calon gubernur yang mengajukan diri
ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ia menempati urutan paling terakhir. Dalam
skoring itu, ia meraih 80 suara. Sedang, urutan teratas ditempati oleh Sarwono
Kusumaatmadja.
Fauzi Bowo dan Gubernur Sutiyoso dianggap sebagai orang yang paling bertanggung
jawab atas terjadinya Banjir besar di Jakarta di hampir seluruh wilayah ibukota DKI Jakarta,
dan mempengaruhi popularitas nama Fauzi Bowo.
Pada 22 Januari 2007, Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaikan hasil jajak
pendapat terhadap 700 responden pada minggu ketiga Desember 2006 dengan cara tatap
muka. Hasil jajak pendapat LSI untuk calon Gubernur DKI adalah Fauzi Bowo, Rano
Karno, Agum Gumelar, Sarwono Kusumaatmadja, Adang Daradjatun, dan Bibit Waluyo.
Ia mengikuti Konvensi Partai Golkar 2007. Ia adalah satu-satunya peserta konvensi
yang mengembalikan formulir pendaftaran dan satu-satunya peserta yang diusung untuk
jabatan gubernur. Ia juga menjadi salah satu calon gubernur yang dicalonkan Partai Bintang
Reformasi. Selain menerima dukungan secara khusus dari Din Syamsudin dan Partai Damai
Sejahtera.
Pada tanggal 16 Agustus 2007, pasangan Fauzi Bowo - Prijanto unggul dalam pilkada
pertama langsung di Jakarta ini dengan 57,87% suara pemilih. Fauzi Bowo
menggantikan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta periode 2007 - 2012 pada tanggal 7
Oktober 2007.

Dana kampanye
Menurut Majalah TRUST Fauzi Bowo harus mengeluarkan ratusan miliar untuk
mencari dukungan partai politik dan bernilai lebih dari Rp 200 miliar untuk tiap partai besar.
Tergantung jumlah kursi partai tersebut di DPRD Jakarta, namun pernyataan ini tidak
ditanggapi oleh pihak Fauzi Bowo.

14
Daftar Pustaka

http://bataviase.co.id/node/163775

http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Sadikin

http://id.wikipedia.org/wiki/Fauzi_Bowo

http://id.wikipedia.org/wiki/Henk_Ngantung

http://id.wikipedia.org/wiki/R._Soeprapto_(gubernur_Jakarta)

http://id.wikipedia.org/wiki/Soemarno

http://id.wikipedia.org/wiki/Soerjadi_Soedirdja

http://id.wikipedia.org/wiki/Sudiro

http://id.wikipedia.org/wiki/Sutiyoso

http://id.wikipedia.org/wiki/Suwiryo

http://id.wikipedia.org/wiki/Tjokropranolo

http://id.wikipedia.org/wiki/Wiyogo_Atmodarminto

http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/ngantung.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/04/01/nrs,20040401-01,id.html

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-sadikin/index.shtml

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/f/fauzi-bowo/index.shtml

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeprapto_r/index.shtml

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soerjadi-soedirdja/index.shtml

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sutiyoso/berita/index.shtml

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/w/wiyogo-atmodarminto/index.shtml

15

Anda mungkin juga menyukai