DISUSUN OLEH :
NIM : E11.2007.00220
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah –
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Pengembangan Kawasan Kota Lama Semarang Sebagai Tempat Wisata Budaya.
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan, pastinya di dalam karya
tulis ini ada kesalahan dan kekurangan. Penulis memohon maaf atas kesalahan
dan kekurangan di dalam karya tulis ini. Kami akan sangat berterima kasih atas
segala tegur sapa, kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat dan sebagai sumber inspirasi bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap kota di Indonesia pasti mempunyai keunikan dan ciri khas yang
berbeda-beda. Salah satunya adalah Ibukota Provinsi Jawa Tengah yaitu Kota
Semarang dan sebagai warga kota Semarang yang cinta akan budaya dan
keunikan kota Semarang pastinya kita mempunyai perhatian khusus terhadap
kota kita ini.
Oleh karena itu, dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis akan
membahas mengenai pengembangan daerah kota lama di Semarang sebagai
tempat wisata budaya dan dampak sosialnya.
Perumusan masalah yang dapat diangkat dari penulisan karya ilmiah ini
adalah :
Gagasan Kreatif yang ingin diangkat dari penulisan karya ilmiah ini
adalah :
1. Bagi Akademik
2. Bagi Penulis
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Berada di kawasan Kota Lama Semarang seperti ada magnet lain yang
akan menarik kita di dalam masa kejayannya. Magnet itu begitu kuat manakala
bangunan tua membentang ke manapun mata memandang. Bangunan yang
tersebar itu tampak relatif masih terawat, masih berbentuk bangunan, meskipun
ada di antara bangunan itu yang bentuknya sudah setengah roboh. Secara
keseluruhan, kawasan lama yang dijuluki Little Netherland.
Banyak orang yang sudah mengenal Kota Lama Semarang harus berpikir
sejenak apabila mendengar istilah kampung Eropa. Sebenarnya sudah semenjak
abad yang lalu kedua pengertian ini, Outstad dan Europeschebuurt, dipakai di
kalangan masyarakat untuk menyebut kawasan yang sama. Kawasan tersebut
mencakup koloni yang semula berbenteng, tempat bermukim orang Belanda dan
bangsa Eropa lainnya yang mempunyai kegiatan utama sebagai pedagang.
Kawasan koloni tersebut dikelilingi oleh tembok yang dibuat bersegi lima yang
disebut de Vijfhoek.
Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia
masa kolonial Belanda lebih dari 2 abad, dan lokasinya berdampingan dengan
kawasan ekonomi. Ditempat ini ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri
dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang. Kota Lama
Semarang ini adalah daerah yang bersejarah dengan banyaknya bangunan kuno
yang dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata
budaya.
Untuk menjadi suatu kawasan wisata budaya, kawasan Kota Lama butuh
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Perhatian ini berupa suatu
upaya untuk melestarikan kembali bangunan-bangunan tua yang berada di
kawasan ini. Walaupun banyak bangunan yang masih utuh dan tetap berdiri kokoh
tetapi apabila dilihat secara keseluruhan, banyak juga bangunan-bangunan tua
yang dibiarkan kosong terbengkalai begitu saja dan tidak terawat. Masalah tidak
berhenti pada tidak terawatnya bangunan-bangunan tua, masih banyak masalah-
masalah yang terjadi yang harus di benahi agar kawasan ini benar-benar layak
menjadi suatu kawasan wisata budaya.
Sebagai kawasan konservatif, ada baiknya jika ornamen atau bentuk asli
bangunan yang berarsitektur kolonial tetap dipertahankan. Salah satu solusi
alternatif agar tidak menghilangkan ciri kawasan yang berwajah kolonial, nama
jalan akan dibuat dua versi, yaitu versi Indonesia seperti yang sudah ada sekarang
dan versi Belanda (nama aslinya).
BAB III
METODE PENULISAN
Sumber-sumber data yang terdapat di dalam karya tulis ini berasal dari
buku, artikel dan jurnal dari internet. Penulis menggunakan buku “Semarang
Sepanjang Jalan Kenangan” yang diterbitkan atas kerja sama pemerintah kota
Semarang dengan penerbit Aktor Studio, artikel dan jurnal dari internet yang
penulis ambil dari artikel-artikel dari beberapa surat kabar di internet dan dari
website maupun blog dari masyarakat.
Sebenarnya Kota Lama bisa menjadi potensi wisata budaya bagi Kota
Semarang. Pemerintah Kota Semarang dan masyarakat harus bekerja sama
untuk melestarikan kawasan ini dan menjadikan Kota Lama kembali pada
masa kejayaannya.
Sebuah sejarah tidak akan lepas dari perkembangan suatu kota, tak
terkecuali kota Semarang, sebagai salah satu kota besar di Indonesia tak lepas dari
sejarah keberadaan Belanda (VOC) sebagai salah satu kota dengan potensi yang
sangat diunggulkan dari beberapa aspek, seperti perdagangan dan pertahanan.
Benteng yang terletak di sisi barat kota lama ini di bongkar dan dibangun
benteng baru yang melindungi seluruh kota lama Semarang. Pada dinding sebelah
barat terletak di sepanjang jalan Mpu Tantular (dahulu “Wester-wal-Straat”) dan
Kali Semarang. Dinding sisi Utara terletak di sepanjang jalan Merak (dahulu
“Norder-wal-Straat”). Tembok timur terletak di jalan Cendrawasih (“Ooster-wal-
Straat”) dan tembok sisi selatan terletak di jalan Kepodang, yang dahulu bernama
“Zuider-wal-Straat”. Benteng ini memiliki tiga Gerbang di sisi Barat, Timur dan
Selatan. Gerbang barat bernama “de Wester Poort” atau “de
Gouvernementspoort”, karena terletak dekat dengan daerah pemerintahan VOC.
Gerbang selatan bernama “de Zuider Poort” dan Gerbang timur bernama “de
Oost Poort”.
Bukanlah hal yang mudah pula melakukan konservasi pada kawasan ini
untuk di perbaiki, dari usia bangunan yang menua, bahan bangunan serta
gangguan dari luar seperti kendaraan yang lalu lalang, menimbulkan getaran yang
dapat memper pendek usia bangunan. Seharusnya ada revitalisasi dengan
perubahan fungsi kawasan seiring dengan pembenahan kawasan, misalnya pada
kawasan kota lama ini kendaraan tidak diperkenankan untuk melewati jalan-jalan
ini, kawasan ini hanya pejalan kaki atau alat transportasi ringan seperti sepeda
atau becak, dan kawasan ini berfungsi sebagai city walk area. Namun hal ini perlu
pemikiran matang terkait dengan keberadaan penduduk dan perkantoran, perlu
ada pemecahan khusus masalah perparkiran, penyelesaian sirkulasi untuk menuju
ke dalam kawasan dan didalam kawasan. Selain itu harus dipikirkan kegiatan
wisata dengan memfungsikan kembali bangunan – bangunan tua yang kosong
dengan mengisi kegiatan di dalamnya.
“Untuk mengoptimalisasikan Kota Lama, perlu ada tim khusus agar dapat
mempromosikan wisata Kota Lama, baik ke dalam maupun ke luar negeri,” kata
Djunaidi, juru bicara Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) dalam
pemandangan akhir fraksinya.
Oleh karena itu, ornamen atau bentuk asli bangunan yang berarsitektur
kolonial tetap dipertahankan. Agar tidak menghilangkan ciri kawasan yang
berwajah kolonial, nama jalan akan dibuat dua versi, yaitu versi Indonesia seperti
yang sudah ada sekarang dan versi Belanda atau nama aslinya.
Usaha pemerintah dalam mengatasi rob dan banjir di kawasan Kota Lama
yaitu dengan membangun polder tawang pada tahun 1999. Setidaknya dengan
pembangunan kolam besar itu banjir dan rob di kawasan ini dapat sedikit teratasi.
Air dari beberapa wilayah, seperti dari Kota Lama, Rejomulyo, Tawang, dan
sekitarnya ditampung dalam kolam retensi. Selanjutnya, air tersebut dibuang ke
laut melalui sistem pompa, antara lain di Kali Baru.
Di tempat itu terdapat delapan pompa besar dan kecil yang setiap saat bisa
difungsikan. Pompa tersebut meliputi enam pompa berkekuatan 400 liter/detik,
satu pompa berkapasitas 550 liter/detik, dan satu pompa kecil berkekuatan 100
liter/detik. Pengoperasian pompa-pompa tersebut disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada saat rob tetapi tidak hujan, pompa dioperasikan hanya 2-3 unit. Namun, pada
saat rob disertai hujan deras, seluruh pompa dioperasikan. Dengan demikian,
sistem penanggulangan banjir melalui pompa dan Polder Tawang efisien. (Suara
Merdeka,19/12)
Lokasi ini akan dilengkapi dengan tempat parkir, taman, warung, dan kios-
kios jajanan khas Semarang. ''Pada sisi selatan polder, dalam konsep yang kami
sodorkan, dibuat semacam open stage untuk menggelar pertunjukan atau
kesenian,'' jelasnya. Ditanya tentang kondisi Polder Tawang yang kurang terkelola
saat ini, Farchan mengatakan, hal itu justru menjadi tantangan bagi Pemkot. Kalau
kawasan itu dijadikan city walk area, tentu saja Polder Tawang tak boleh
dibiarkan seperti sekarang.(Suara Merdeka,19/12)
Kota Lama Semarang yang juga dijuluki Little Netherland mulai berbenah.
Kawasan yang selama ini ‘terkesan’ mati, mulai menampakkan wajah baru. Resto
ikan bakar Cianjur dan sate kambing “29” yang terkenal enak telah memanfaatkan
bangunan kuno di kawasan tersebut. Kehidupan baru Kota Lama pun menarik
perhatian. Kini sebuah gedung cagar budaya di kawasan Kota Lama, bekas pabrik
Limun Fresh di Jalan Taman Srigunting 5-6 mulai direnovasi untuk dijadikan
galeri seni. “Ini menjadi upaya kami untuk turut serta menghidupkan kembali
kawasan yang dijuluki Little Netherland ini,” papar pemilik Galeri Semarang,
Chris Dharmawandi Semarang,(Kedaulatan Rakyat).
Menurut Chris, seperti di luar negeri, galeri biasa dibangun di gedung
cagar budaya dan ini sangat tepat. Pemilihan lokasi baru ini juga diakui untuk
merangsang Kota Lama untuk dihidupkan kembali. Untuk memperbaiki bangunan
pun Chris tidak bisa seenaknya. Sebagai bangunan cagar budaya, katanya, untuk
merenovasinya membutuhkan izin yang lebih ketat dibanding bangunan biasa.
Seperti syarat agar pemilik bangunan tidak mengubah bentuk aslinya. “Izinnya
sudah keluar, semua pihak mendukung upaya revitalisasi ini. Semua tetap dibuat
seperti aslinya, seperti lantai yang dipertahankan memakai kayu,” katanya.
Pengamat heritage yang juga Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jateng,
Widya Wijayanti ketika dihubungi Kedaulatan Rakyat, Jumat (7/12) menyambut
positif upaya tersebut. “Upaya ini merupakan kerja yang harus dipilih untuk
melakukan revitalisasi Kota Lama. Jadi bukan sekadar mengumpulkan pedagang
kakilima (PKL) dan menjadi rombongan PKL di kawasan itu,” papar Widya.
Perintis revitalisasi Kawasan Pecinan Semarang ini mengaku untuk
menghidupkan Kota Lama yang memiliki sejarah sangat panjang, harus dilakukan
dengan usaha yang nyata. Jika ada kegiatan bisnis, orang akan masuk ke situ dan
akan memunculkan kegiatan.
Seperti di Kota Lama, setelah ada ikan bakar dan sate kambing yang enak
dan harganya terjangkau, respons positif memang muncul bahkan upaya
membangun hotel pun telah ada. Ini memang bukan pekerjaan mudah, tanpa ada
kecintaan luar biasa dari investor. “Investor dalam negeri tidak selalu lebih
melarat dari investor asing. Bahkan yang lokal ini sering masih ada kecintaan dan
tahu apa yang dibutuhkan Kota Semarang,” ujar Widya. (Kedaulatan Rakyat)
BAB V
5.1 Kesimpulan
Sebuah sejarah tidak akan lepas dari perkembangan suatu kota, tak
terkecuali kota Semarang, sebagai salah satu kota besar di Indonesia tak lepas
dari sejarah keberadaan Belanda (VOC) sebagai salah satu kota dengan
potensi yang sangat diunggulkan dari beberapa aspek, seperti perdagangan
dan pertahanan. Daerah yang ditempati oleh Belanda menjadi embrio
perkembangan kota Semarang pada masa selanjutnya, bermula dari Oudestad
van Samarang yang lebih dikenal sebagai ”Kota Lama” menjadi pusat
pemerintahan kota setelah pusat pertahanan militer dan kantor dagang VOC,
dari kondisi inilah pemerintah Belanda membuat benteng pada kawasan kota
lama ini yang digunakan sebagai pertahanan juga sebagai pemisah antara
permukiman orang-orang Eropa, Jawa serta Tionghoa.
Bukanlah hal yang mudah pula melakukan konservasi pada kawasan ini
untuk di perbaiki, dari usia bangunan yang sudah tua. Seharusnya ada
revitalisasi dengan perubahan fungsi kawasan seiring dengan pembenahan
kawasan, misalnya pada kawasan kota lama ini kendaraan tidak
diperkenankan untuk melewati jalan-jalan ini, kawasan ini dibuat hanya untuk
skala manusia berjalan kaki atau alat transportasi ringan seperti sepeda atau
becak, kawasan berfungsi sebagai citywalk.
Pemerintah Kota Semarang telah bertekad mengembangkan kawasan
Kota Lama sebagai kawasan wisata budaya. Untuk itu, penataan ruang dan
pengembangan kawasan tersebut akan diarahkan menyerupai aslinya, baik
bentuk bangunan maupun nama jalan akan dikembalikan seperti pada masa
pemerintahan Belanda. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda)
Kota Semarang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama. Dalam rapat paripurna yang
dipimpin Ketua DPRD Kota Semarang Ismoyo Soebroto, Selasa (28/10)
malam, DPRD Kota Semarang menyetujui Rancangan Perda RTBL Kawasan
Kota Lama tersebut menjadi Perda.
5.2 Saran