Anda di halaman 1dari 10

Taman Makam Batu Layang

1/2

Taman Makam Batu Layang – Pontianak

Taman Makam Batu Layang – dari namanya saja sudah bisa terlihat kalau tempat ini merupakan
tempat pemakaman. Lantas, apa yang membuatnya istimewa di Kota yang akrab dengan sebutan
Bumi Khatulistiwa ini? Makam ini menjadi istimewa karena merupakan kompleks pemakaman dari
Sultan-sultan di Pontianak beserta beberapa keluarga Sultan, sehingga menjadi salah satu tempat yang
sering di datangi wisatawan ataupun penduduk lokal.

Lokasi dan Akomodasi

Letak Taman Makam Batu Layang ini berada sekitar 7 km dari pusat kota Pontianak atau tepatnya 2
km dari lokasi Tugu Khatulistiwa. Lokasi makam ini berada di kelurahan Batu Layang, Pontianak.
Tentunya untuk menuju lokasi pemakaman ini anda bisa menggunakan beberapa alternatif kendaraan,
baik kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi.

Jika anda menggunakan kendaraan pribadi dan belum tahu rute yang harus di ambil, ambillah start
perjalanan anda dari Jalan Tanjung Pura, dari sini ikuti jalan utama hingga anda menemukan simpang
tiga. Lalu belok kiri menuju Jalan Perintis Kemerdekaan dan menyebrangi sungai Kapuas.

Jalan lurus, hingga anda memasuki Jalan Sultan Hamid 2 dan dilanjutkan dengan belok kiri memasuki
Jalan Gusti Situt Mahmud dan Jalan Khatulistiwa, anda akan melewati Tugu Khatulistiwa, tinggal 2
km lagi dari sini dan anda akan melewati Jalan Mempawah-Pontianak dan belok ke kiri, sekitar 220
meter belok ke kanan. Sekitar 40 meter anda akan melihat belokkan pertama ke kanan, ambil jalan
situ dan anda sudah bisa melihat pendopo dari Taman Makam Batu Layang ini.

Jika anda ingin menggunakan angkutan umum, anda bisa menggunakan angkutan darat maupun
melalui sungai Kapuas dengan alat transportasi air, karena letak Taman Pemakaman yang berada di
tepian sungai Kapuas. Jika anda ingin menikmati perjalanan di atas sungai Kapuas, anda bisa naik
perahu berupa sampan dari pelabuhan kota di Pontianak dengan ongkos sebesar Rp 10.000,- saja dan
bisa langsung mengantar anda ke area Taman Pemakaman Batu Layang.

Tapi, jika anda ingin menggunakan kendaraan darat, anda bisa naik angkot dengan jurusan atau rute
Sungai Raya yang berwarna kuning. Ketika anda naik angkot ini, anda harus berhenti di sepanjang
Jalan Imam Bonjol atau awal-awal memasuki Jalan Adi Sucipto, karena anda harus menyambung
angkutan umum berupa bis jurusan BLKI yang akan datang dari arah Jalan Abdurrahman Saleh.

Ketika anda memasuki Jalan Pontianak-Mempawai lihat sisi kiri jalan untuk melihat tulisan petunjuk
area Taman Makam Batu Layang, berhenti di tempat itu dan anda bisa melanjutkan perjalanan dengan
jalan kaki. Ongkos angkot dan bis adalah Rp 2.500,- jadi walaupun agak repot tetapi ongkos yang
anda keluarkan lebih hemat yakni dengan ongkos total Rp 5.000,-. Selanjutnya terserah anda untuk
menentukan alat transportasi yang anda inginkan.

Wisata

Ketika anda tiba di Taman Makam Batu Layang, suasana warna kuning dan emas sangat
mendominasi, baik dari gerbang masuk, pagar pendopo, dinding bangunan, bahkan warna
pemakamannyapun identik dengan warna kuning dan emas. Hal ini tak lain karena warna kuning dan
emas merupakan ciri khas dari warna kebudayaan melayu yang memang menjadi karakteristik
kesultanan Kadriah.

Selain bernuansa Melayu, Taman Pemakaman ini juga memiliki nuansa Islami yang kental karena,
bisa dilihat dari ukiran-ukiran kayu yang tampak di nisan maupun di makam yang ada di Taman
Makam Batu Layang. Ukiran-ukiran tersebut bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini cukup
membuktikan bahwa, pada masanya Kesultanan Kadriyah memiliki percampuran antara budaya
Melayu dan Islam atau dengan kata lain budaya arab.

Ketika kita memasuki area pemakaman, kita diharuskan melepas alas kaki, karena Taman pemakaman
ini merupakan tempat yang sangat dijaga kebersihannya. Selain itu, untuk memasuki Taman
Pemakaman Batu Layang, anda tidak perlu merogoh saku anda, karena tidak dipungutnya biaya
masuk. Sehingga cukup menghemat biaya wisata anda. Keunikan lain dari pemakaman ini adalah, ada
beberapa makam yang tingginya melebihi tinggi orang dewasa.

Dalam Taman Makam Batu Layang ini, ada tujuh buah makam sultan, selebihnya merupakan makam
dari keluarga sultan seperti Permaisuri dan keluarga Sultan lainnya. Ketujuh Sultan yang dimakamkan
disini berdasarkan urutan dari sultan pertama hingga ketujuh adalah Sultan Syarif Abdurrahman Al-
Kadri selaku pendiri Kesultanan Kadriah, Sultan Sayid Kasim Al-Kadri, Sultan Syarif Oesman Al-
Kadri, Sultan Syarif Hamid I, Sultan Syarif Yusuf Al-Kadri, Sultan Syarif Muhammad Al-Kadri dan
terakhir Sultan Syarif Hamid II.

Di antara makam-makam yang ada di sini, makam Sultan Syarif Abdurahman Al-Kadri lah yang
menjadi pusat pemakaman ini, karena dibuatkan tempat atau ruangan khusus di tengah-tengah
bangunan komplek pemakaman. Ruangan tersebut agak mirip seperti bungker dan ketika kita akan
memasuki ruangan ini, jarak dinding langit-langit cukup rendah sehingga sewaktu memasuki ruangan
ini kita harus membungkuk.
Hal ini bukan tidak ada maknanya, ketika kita membungkuk melambangkan rasa hormat pada Sultan
yang menjadi pendiri dari Kesultanan Kadriah Pontianak. Ada sebuah cerita yang berkembang di
masyarakat sekitar, jika kita berfoto di dekat makam Sultan, terkadang jika anda beruntung, di foto itu
muncul sosok sang Sultan.

Alasan dari area pemakaman ini dinamakan batu layang adalah, adanya gundukan batu-batu besar di
luar area pemakaman. Batu-batu ini dicat dengan warna hijau, konon ceritanya, batu ini dulunya
berada di seberang pulau, tetapi berpindah dengan sendirinya ketempat yang sekarang, maka dari itu
dinamai Batu Layang. Di dekat gundukkan batu ini, anda bisa melihat benda yang di cat dengan
warna kuning yang merupakan sebuah meriam.

Banyak penduduk atau wisatawan lokal yang datang mengunjungi Taman Pemakaman Batu Layang
ini untuk berziarah dan mendoakan para Sultan dan keluarga. Selain berdoa di area pemakaman, ada
juga yang berdoa sembari beribadah di Surau yang ada di dekat area pemakaman.

Tips
1. Jika anda tergolong penakut, sebaiknya jangan berfoto di dekat batu layang, atau tak perlu tau mitos
yang berkembang. Karena, di sekitar sini sering ada cerita mistik, terutama di sekitar Batu Layang.

2. Sebaiknya gunakan angkutan air berupa sampan jika anda tidak ingin repot, karena anda tidak perlu
berjalan untuk menuju area Taman Pemakaman.

3. Bagi anda yang muslim, cukup mendoakan saja. Jangan sampai mengikuti perbuatan musyrik jika
anda melihat beberapa orang yang berlaki demikian.

4. Datanglah pada hari-hari besar Islam, karena pada saat itu biasanya Makam Batu Layang, ramai
dikunjungi.

Bagi anda pecinta sejarah dan kebudayaan, terutama kerajaan-kerajaan melayu, Taman Makam Batu
Layang ini bisa menjadi sumber pengetahuan anda. Karena, jika anda memang ingin berniat
mengetahui cerita tentang Sultan, anda bisa bertanya pada juru kunci makam.

Jadi, anda bisa menelusuri kisahnya serta mendapatkan pengalaman baru. Selain itu, anda bisa
menikmati keindahan sungai Kapuas karena letak Taman Pemakaman yang ada di tepian sungai
Kapuas dan selamat berwisata ke tempat yang menjadi cikal bakal kota Pontianak ini.
Sejarah Pemakaman Kesultanan Kadriah Pontianak, Batu Layang edisi Ziarah
WaliyuaAllah Kalimantan Barat

Gapura Pintu Masuk Makam Kesultanan Pontianak

Pontianak adalah kota yang terkenal dengan sebutan kota katulistiwa. Kota multi
etnis dengan penduduk asli yang beragam yaitu suku Dayak, Melayu dan
Tionghoa. Kota Pontianak saat ini ramai dikunjungi wisatawan dan pedagang,
dilihat dari  disediakannya 5x penerbangan untuk rute penerbangan dari Jakarta
ke Pontianak. Sejarah kota Pontianak berawal dari jasa seorang wali Allah yang
bernama, Syarif Abdurrahman Alkadrie.  Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah
waliyuallah yang membuka kota Pontianak dan menjadikan Pontianak sebagai
kota pelabuhan dan perdagangan. 

14 Rajab 1185 H atau 23 Oktober 1771, Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka


pertama kota Pontianak. Rombongan waliyuallah Pontianak, Syarif Abdurrahman
Alkadrie membuka hutan di persimpangan tiga sungai yaitu Sungai Landak,
Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas. Syarif Abdurrahman Alkadrie kemudian
mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat tersebut diberi
nama Pontianak. Pada Bulan Syaban di tahun 1185 H, tahun yang sama dengan
dibukanya kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie, dinobatkan sebagai
Sultan pertama Kerajaan Pontianak.
Makam Sultan Kadriyah pertama, Syarif Abdurrahman Alkadrie

Pentingnya peran Syarif Abdurrahman Alkadrie di kota Pontianak ini, membuat


penulis merasa wajib untuk mengunjungi makam Beliau di kawasan Batu Layang
yang letaknya berdekatan dengan tugu katulistiwa (15 menit berkendaraan).
Bangunan megah yang berada di kawasan Batu Layang adalah kompleks
pemakan sultan dan keluarganya dari kesultanan Kadriah. Terdapat makam dari
Sultan Kadriah pertama yaitu, Syarif Abdurrahman Alkadrie, pembuka kota
Pontianak hingga sultan terakhir Sultan Hamid II Alkadrie, perancang lambang
negara Indonesia (Garuda Pancasila). 

Sejarah Batu Layang, daerah tempat makam raja atau sultan Pontianak
berkaitan erat dengan pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie.
Kawasan Batu Layang ditemukan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie
dalam perjalanan membuka  Kota Pontianak. Syarif Abdurrahman Alkadrie hijrah
dari Kerajaan Mempawah beserta saudara-saudaranya untuk mencari tempat
bermukim yang baru. 
Makam pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie

Berangkat pada pukul 14.00, Jumat, 9 Rajab tahun 1185H atau 1771M, setelah
sembahyang Jumat dengan dua kapal besar dan 14 kapal kecil beserta awak
kapal lengkap dengan peralatan tidur, makanan dan minuman untuk dua bulan
serta lengkap dengan senjata dan meriam. Awak kapal cukup banyak terdiri dari
pengikut setia dan orang-orang Benggali yang berasal dari kapal-kapal Perancis
yang dikalahkan Syarif Abdurrahman Alkadrie.

Setelah empat hari perjalanan sampailah rombongan Syarif Abdurrahman


Alkadrie ke sebuah pulau kecil yang dinamai Batu Layang yang terletak 15 km
dari muara Sungai Kapuas atau 5 km dari kota Pontianak. Tempat inilah yang
kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga Kesultanan Kadriah hinga
sekarang.
Makam Raja Batu Layang Pontianak Kalimantan Barat

Makam Kesultanan Pontianak di Batu Layang merupakan aset ketiga warisan Kesultanan Pontianak
sesudah Istana Kadriah dan Mesjid Sultan Abdurrahman. Konon ketiga lokasi ini mempunyai letak
dengan garis lurus dari istana, mesjid dan makam dari arah timur ke barat. Komplek pemakaman ini
khusus bagi para Sultan Pontianak dan keluarganya dan bukan untuk umum.

Terletak dipinggir sungai Kapuas, pada masa dahulu makam ini hanya dapat dicapai dengan perahu
melalui sungai. Kini makam itupun dapat dikunjungi melalui jalan darat pada sisi jalan menuju
Jungkat, kira kira 200 meter dari jalan raya. Selain ramai dikunjungi para peziarah, banyak pula
wisatawan mengunjungi makam ini untuk mengetahui lebih lengkap tentang riwayat para Sultan
Pontianak, dengan segala bukti keberadaannya.

Pada awalnya makam ini sebagai makam Sultan Abdurrahman yang wafat pada tahun 1808. Sultan
dan kerabatnya telah memilih makam mereka di pinggir sungai Kapuas didaerah Batu Layang. Tidak
jelas alasan yang kuat mengapa dipilih tempat pemakaman para Sultan itu dipinggir sungai Kapuas.
Kebiasaan raja-raja Jawa atau Sumatera membuat tempat pemakaman disuatu bukit atau disekitar
mesjid. Mungkin Sultan Syarif Abdurrahman mempunyai makna khusus yang bernilai sejarah
baginya. Pada awal kedatangannya menelusuri muara sungai Kapuas tahun 1771, ia menemukan
sebuah pulau ditengah sungai yang kemudian disebut pulau Batu Layang. Ketika ia berhenti di pulau
itu, disinilah ia mulai diganggu oleh para “hantu” (Kuntilanak atau Pontianak) menurut dongeng.
Tetapi sesungguhnya ia telah diganggu oleh para bajak laut dan perompak yang menghalangi
perjalannya memasuki muara sungai Kapuas. Lima malam lamanya ia melawan dan menembaki para
bajak laut itu dan akhirnya ia berhasil mengalahkan para bajak laut dan mendarat ditempat dimana
kemudian ia mendirikan kerajaan Pontianak. Ditempat awal dimana ia berhasil menghalau gangguan
musuhnya bajak laut ditempat bersejarah itu pulalah ia ingin dimakamkan yaitu di komplek Batu
Layang.
Mengapa di sebut “Batu Layang” belum di dapat keterangan yang jelas. Mungkin waktu Syarif
Abdurrahman diganggu perompak ada batu yang dilepar melayang ke perahunya. Di depan Batu
Layang terdapat sekelompok batu warna kuning yang konon selalu tumbuh dan menjadi besar.

Sampai sekarang kedelapan Sultan Pontianak dimakamkan di Batu Layang. Begitupun beberapa
keluarganya, yaitu isteri, anak dan cucunya.

Makam Sultan Syarif Abdurrahman terbuat dari kayu belian bertingkat dua. Diukir dengan motif
tumbuhan bersulur yang selalu ditutupi dengan kelambu berwarna terang. Makam Sultan yang sudah
berusia hamper 200 tahun itu telah banyak mendapat perbaikan dan perubahan. Disampingnya
terdapat makam isterinya Puteri Utin Chandramidi yang wafat tahun 1246 H atau tahun 1830.

Makam Sultan Syarif Kasim yang wafat tahun 1819 berpagar kayu dan berkelambu kuning.
Disampingnya terdapat makam seorang isteri dan anaknya. Begitupun makam Sultan Syarif Usman
yang wafat ahun 1860, dimakamkan bersama isteri dan keluarganya. Makam Sultan Syarif Usman
dalam satu ruang berpagar khusus. Nisan para Sultan yang berbentuk gada, menunjukkan bahwa itu
adalah makam seorang lelaki. Nisan keluarga perempuan bebrbentuk pipih.
Demikian pula dengan makam Sultan Hamid I, Sultan Syarif Yusuf, Sultan Syarif Muhammad, Sultan
Syarif Thaha dan Sultan Hamid II dalam kelompok tersendiri. Makam Sultan Syarif Muhammad yang
naik tahta tahun 1895, wafat sebagai akibat keganasan tentara pendudukan Jepang bersama dengan
Sultan dan Panembahan di Kalimantan dan puluhan ribu pemuka dan rakyat Kalimantan Barat tahun
1944. la ditangkap Jepang tanggal 24 Juni 1944. Setelah disiksa. Dikuburkan dipemakaman Kristen
dekat gereja Katholik ( Jl. Kartini sekarang ) Pontianak. Baru pada tahun 1945, puteranya Sultan
Hamid II memindahkan jenazahnya ke pemakaman Batu Layang. Di samping makam Sultan Syarif
Muhammad dimakamkan isterinya Syecha Jamilah binti Mahmud Syarwani bergelar Maha Ratu Suri
yang meninggal tanggal 14 April 1977. Terdapat pula makam Syarifah Fatimah binti Syarif
Muhammad bergelar Ratu Anom Bendahara.

Sultan Syarif Thaha Alkadri bin Syarif Usman bergelar Pangeran Negara wafat pada hari Kamis 27
September 1984. Disebelahnya makam isterinya Raden Ajeng Sriyati bergelar Ratu Negara yang
wafat hari Sabtu 12 Juni 1982.

Sultan Hamid II yang wafat tanggal 30 Maret 1978 di Jakarta juga dimakamkan di pemakaman Batu
Layang. Inilah prosesi pemakaman Sultan Pontianak terakhir. Semua upacara pemakaman para Sultan
Pontianak dilakukan dengan upacara kebesaran oleh rakyat Pontianak. Kebesaran seorang Sultan
dimakamkan dengan penuh upacara dengan perarakan perahu Lancang Kuning melalui sungai
Kapuas.

Anda mungkin juga menyukai