Anda di halaman 1dari 14

 

PERKEMBANGAN MORFOLOGI KOTA CIREBON


DARI MASA KERAJAAN HINGGA
AKHIR MASA KOLONIAL
Eko Punto Hendro
Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang
jursej-undip@lycos.com

ABSTRACT ABSTRAK

This research analyze development of Cirebon Penelitian ini menguraikan perkembangan mor-
morphology. Morphology of the city, it is a ex- folgi kota di Cirebon. Morfologi kota adalah sua-
planation model that relationship with expres- tu model penjelasan yang berhubungan dengan
sion and existence of space at the city. which can ekspresi dan eksistensi tata ruang kota. Cirebon
be observed from appearance physically. Cirebon adalah suatu pemukiman yang terencana pada
was a planned settlement at the early growth awal pertumbuhannya dengan konsep kota kos-
with concept of the cosmic city. And then at mis. Namun demikian setelah VOC datang ke
VOC period, Cirebon was called the fort city and Cirebon berangsur-angsur orientasi pusat kota
as unplanned settlement. At Colonial period the Cirebon berpindah dari keraton ke pelabuhan.
XIX Century, Cirebon had great harbor which Perkembangan pelabuhan Cirebon dan kota Cire-
influenced to development of the city. At early bon banyak dipengaruhi oleh potensi daerah hin-
the XX Century, Cirebon was called gemeente terland-nya yang luas dan subur termasuk yang
which had more of autonomy with a planned ada di daerah Priangan. Pada tahun 1926 kota
settlement Cirebon ditetapkan sebagai stadgemeente. Aki-
batnya, pembangunan-pembangunan sarana
Key Word : morphology, city, colonial prasanana kota semakin gencar, dan mulai ada
pengembangan kota dengan desain perencanaan
yang lebih matang

Kata kunci: morfologi, kota, kolonial

PENDAHULUAN da pola jalan yang sejajar dengan garis


pantai, pola pemukiman yang erat
Cirebon, sebagai sebuah kota, ten- dengan budaya lokal.
tu tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi Cirebon bukanlah kota seperti Ja-
melalui sebuah proses yang panjang. karta, Semarang ataupun Surabaya,
Oleh karena itu sangat mungkin banyak yang tumbuh besar yang sebagian besar
faktor yang mempengaruhi, dan me- bagiannya dirancang pada zaman
nyebabkan Cirebon muncul sebagai ko- pemerintahan kolonial Belanda. Jauh
ta dengan ciri-ciri khasnya. Secara fisik, sebelum orang-orang Belanda datang ke
tampak sekali bahwa pertumbuhan Ko- Indonesia, kota ini sudah ada, sebagai
ta Cirebon sangat alamiah, artinya bah- pusat kerajaan Cirebon dan istana-
wa kondisi lingkungan dan budaya san- istananya masih ada sampai sekarang,
gat berpengaruh pada morfologi kota. yaitu Kraton Kasepuhan, Kraton Ka-
Hal ini dapat dilihat misalnya pada pa- noman dan Kraton Kacirebonan. Oleh

Paramita Vol. 24 No. 1 - Januari 2014 [ISSN: 0854-0039]  17


Hlm. 17—30
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

karena itu sistem perencanaan kota Semua data yang telah dikumpul-
yang dikembangkan oleh pemerintah kan melalui berbagai pendekatan di atas
kolonial harus mengakomodasi unsur- selanjutnya akan diklasifikasikan, di-
unsur lokal-tradisional tersebut, dan hal hubung-hubungkan atau diakumu-
inilah yang sangat menarik untuk dia- lasikan antara data satu dengan yang
mati dan diteliti. lainnya, dikaitkan dengan sumber-
sumber pustaka atau sumber sekunder,
METODE PENELITIAN sebagai suatu bentuk interpretasi dan
Studi pustaka merupakan langkah ditulis untuk disajikan secara deskriptif
yang paling awal dalam penelitian, un- sebagai laporan hasil penelitian. Seperti
tuk menperoleh konsep, teori ataupun telah dijelaskan di atas tentang model
data awal yang sangat diperlukan da- pendekatan masalah, hasil penelitian
lam penelitian. Konsep ataupun teori ataupun penjelasan-penjelasan yang
perancangan kota (urban design) misal- disajikan berfokus pada interpretasi atas
nya, merupakan teori yang sangat di- makna-makna terhadap data yang
perlukan dalam penelitian. Pencarian dapat dijaring.
data seperti arsip, naskah dan peta-peta
kuno, juga merupakan bagian dari studi
pustaka. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan pengumpulan data yang
dilakukan meliputi pengumpulan data Kota Kosmis Masa Kerajaan
arkeologis (sisa peninggalan) melalui
observasi dan pengukuran (bila diper- Semenjak berdirinya sebuah kera-
lukan) terhadap bangunan, artefak, ton di Cirebon, yaitu keraton
toponim, lingkungan, ataupun elemen Pakungwati yang didirikan oleh Sunan
kota lainnya, untuk mengetahui pola Gunung Jati, maka sejak saat itu berang-
tata ruang, bentuk dan karakteristik tata sur-angsur Cirebon berkembang men-
ruang maupun arsitektur bangunan. jadi sebuah kota, tentu saja merupakan
Wawancara juga dilakukan terhadap sebuah kota awal atau kota praindustri.
tokoh-tokoh masyarakat yang menge- Apapun namanya sebuah kota, maka
tahui dan memahami fenomena- kompleksitasnya cukup tinggi diban-
fenomena tertentu yang diperlukan se- ding desa. Menurut Sjoberg (1960), hal
bagai data, misalnya untuk mengetahui ini didorong oleh teknologi yang cukup
sejarahnya, fungsi teknis, fungsi sosial maju, serta ditunjang oleh stuktur
ataupun arti simbolik suatu benda atau kekuasaan yang berkembang dan ling-
bangunan. kungan yang menunjang. Kekuatan
Data sejarah yang berupa doku- politik yang ditunjang oleh agama dan
men-dokumen (arsip-arsip surat, peta- hirarki kekuasaan yang sangat lebar pa-
peta, gambar, peraturan, dan se- da kota pra industri, hal ini sangat ber-
bagainya) dan berita surat kabar, kronik pengaruh terhadap perkembangan kota,
atau naskah-naskah juga diperlukan se- yang kemudian kota juga menjadi ber-
bagai data pendukung. Sumber-sumber bentuk hirarkhis-konsentris.
tersebut diteliti secara kritis kondisi, Keraton atau istana raja yang
keaslian maupun kredibilitasnya, dilengkapi dengan alun-alun dan
kemudian diinterpretasikan dan dikait- bangunan suci merupakan pusat kota
kan dengan sumber-sumber pustaka yang dikelilingi oleh pemukiman
(sekunder), untuk disintesakan. penduduk yang cenderung juga ter-
susun secara hirarkis, semakin ke pusat

18
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

(dekat keraton) ditempati oleh pejabat- terkenal itu. Kota pada masa ancient
pejabat tinggi kerajaan, sedangkan se- world tersebut juga berada dalam kon-
makin ke pinggiran kota ditempati oleh sep kosmologi, kesatuan antara
pemukim yang jabatan ataupun kekuatan alam (kosmos) dan Tuhannya
kedudukannya semakin rendah. dengan kehidupan manusia yang
Susunan kota seperti ini memang tam- dilambangkan dalam bentuk tata ruang,
pak bermuatan politis, dan di masa lam- bangunan dan bentuk-bentuk morfologi
pau aspek politis ini sangat kuat kota.
pengaruhnya di berbagai bidang di ko- Pada era Renaissance di Eropa,
ta, termasuk bidang tata kota. kekuatan raja telah menggeser kekuatan
Struktur kota kuno Cirebon seper- gereja, maka desain lingkungan mencip-
ti di atas dikaitkan dengan pemikiran takan taman-taman yang dilakukan oleh
Kostof (1991) kota tersebut termasuk kaum borjuis hingga skala kota dan
dalam jenis cosmic city, yaitu kota yang alam seperti istana raja Louis 14 Cha-
bersifat hirarkis-konsentris, dan terma- teau de Versailles. Aspek lambang, es-
suk pula planned settlement atau kota tetika, kesehatan lingkungan, sustaina-
yang direncanakan, walaupun tidak ber- bilitas dan monumental menjadi kesatu-
bentuk geometris. Dalam seja rah an ide dalam kota taman yang
perkotaan, kota-kota di masa awal per- menyatukan peradaban manusia dan
tumbuhannya biasanya direncanakan alam (Soetomo, 2009: 190-217).
dengan baik, yaitu sebagai suatu upaya Di keraton Kasepuhan Cirebon
manusia untuk menata lingkungan tem- terdapat bangunan yang bernama
pat tinggalnya menjadi lebih baik. Di Balekambang, yang berdiri di tengah
Eropa dikenal dengan konsep garden city kolam, dan sebuah bukit yang bernama
dengan pola geometris atau grid, dan di bukit Indrakila. Hal ini tentu saja mem-
kawasan Asia dikenal dengan konsep pertegas adanya konsep kota yang di-
cosmic city dengan pola konsentris. rencanakan (planned settlement) dengan
Kota pada jaman keemasan suatu konsep cosmic city di kota Cirebon terse-
masyarakat pada jaman dahulu but, yang melukiskan adanya gunung
dirancang untuk menciptakan suatu sebagai pusat alam semesta dalam ben-
“ideal world” dengan tatanan taman tuk mikrokosmos. Dalam kesempatan
yang indah. Oleh karena itu istilah gar- ini Sultan akan menuntut rakyatnya
den berasal dari kata garde of eden, yang agar mentaati konsep cosmic city secara
artinya suatu taman eden (surga) yang ketat, dan rakyat sering menganggap
berpagar atau dijaga. Kota-kota pertama rajanya sebagai wakil Tuhan yang harus
pada jaman dahulu banyak muncul di dipatuhi semua perintahnya.
wilayah tropis kering, maka untuk men- Di Indonesia konsep kota kosmis
ciptakan ruang yang sejuk, sehat dan (cosmic city) ini diperkirakan sudah
indah serta aman merupakan dambaan berkembang sejak masa Indonesia Hin-
raja-raja. Kota Babilonia dibangun di du, namun demikian memang sangat
atas bukit dikelilingi sungai yang sedikit kota-kota yang ditemukan kem-
dikembangkan mengelilingi kota untuk bali dari periode ini, sehingga cukup
fungsi keamanan, transportasi, air mi- sulit untuk melihat konsep-konsep kota
num dan kesejukan. Bukit-bukit dibuat dari masa itu. Negarakertagama me-
berteras yang dipenuhi taman-taman lukiskan konsep kota kosmis pada kota
dalam pot karena tanahnya keras dan Majapahit yang berpusat pada keraton
berbatu, maka jadilah taman gantung Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih
“the hanging garden of Babylon” yang Gajah Mada bagaikan matahari dan bu-

 19
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

lan (Pigeaud, 1960). Robert Von Heine Bukit Indrakila di dalam keraton
Geldern dapat menerapkan konsep cos- Kasepuhan di Cirebon melukiskan kera-
mic city di beberapa tempat di kawasan ton sebagai pusat dari cosmic city Kota
Asia Tenggara yang dikaitkannya Cirebon. Keraton Kasepuhan ini
dengan konsepsi kesejajaran mikro dan dibangun di antara dua sungai di Cire-
makrokosmos. Perwujudan konsep cos- bon, yaitu Sungai Sipadu di depan kera-
mic city pada beberapa kota dan kera- ton dan Sungai Kasunean di belakang
jaan di kawasan Asia Tenggara di an- keraton. Berbagai perhitungan tentunya
taranya dapat dilihat pada kota Angkor dilakukan baik yang bersifat rasional
Thom di Kamboja, Sri Khsetra dan Man- maupun spiritual untuk memilih lokasi
dalay di Myanmar (Burma). keraton.
Pada masa perkembangan Islam Pemilihan lokasi keraton Kase-
di Indonesia sekitar abad ke-15 hingga puhan di antara dua sungai merupakan
abad ke-18, citra pikiran kosmis ini pilihan yang cukup strategis baik secara
masih berkembang untuk melegitimasi- ekonomis maupun politik. Sungai ini
kan kondisi sosial budaya masyarakat. prasarana untuk memenuhi kebutuhan
Di Demak misalnya, di situs bekas pusat akan air di keraton, prasarana transpor-
kerajaan Demak masih dijumpai gam- tasi air dan prasarana politik pertahan-
baran cosmic city, yaitu pada Masjid an. Namun demikian sungai ini juga
Agung Demak yang arsitekturnya ber- dapat dilihat secara spiritual
atap tumpang dan dikelilingi parit t r a n s e de n t a l , ya i t u d i h u b u n g k a n
(sekarang sudah hilang), serta di bagian dengan unsur-unsur kosmomagis, se-
belakang situs bekas keraton Demak bagai gambaran dari lautan yang
masih dijumpai toponimi balekambang. mengelilingi Gunung Meru.
Semua ini menggambarkan adanya Dalam cosmic city Kota Cirebon,
gunung Meru yang dikelilingi oleh laut permukiman penduduk cenderung
dalam konsep kosmologi Hindu. Ada- mengelompok secara konsentris dalam
pun gambaran yang lebih jelas lagi tam- klaster-klaster toponimik di Kota Cire-
pak di situs bekas keraton Kartosuro, bon kuno atas dasar jabatan, etnik,
juga keraton Surakarta dan keraton Yog- profesi dan agama, yang terwujud da-
yakarta. Nama balekambang selalu ada di lam pola perkampungan. Tatanan seper-
keraton-keraton ini, berbentuk kolam ti ini juga mencerminkan sebuah kota
dengan bangunan pendopo di tengah- pra-industri sebagai berikut: (1) Klaster
nya, untuk melegitimasikan keraton dan atas dasar jabatan antara lain, Keprabo-
raja secara kosmis. Di keraton Yogya- nan, Kademangan, Kejaksan, Sarabau,
karta di jumpai Benteng Baluwarti yang Pulasaren, Jagabayan, Ketandan, Kri-
berdenah segi empat dikelilingi oleh yan, Kemangunan, Jagasatru; (2) Klaster
parit yang disebut jagang. Di dalam ke- atas dasar etnik, seperti Kejawaan
raton sebagai pusatnya terdapat (orang Mataram), Pecinan, Bugisan; (3)
bangunan yang bernama Gedong In- Klaster atas dasar agama misalnya Kau-
drakila dan Ngendrasana yang melukis- man dan Pekalipan; (4) Klaster atas da-
kan bahwa keraton merupakan istana sar profesi, seperti Pajunan (gerabah),
Dewa Indra, raja para dewa yang ber- Pesayangan (kuningan, emas), Pe-
ada di puncak Gunung Meru, gunung kalangan (tukang bangunan) Pagongan,
yang dikelilingi oleh samudera itu Panderesan, Kolektoran dan Pekawatan;
(Hendro, 2001). (5) Klaster berkenaan dengan sesuatu,
Dari gambaran di atas, maka seperti Pegajahan, Perujakan, Pasu-
jelaslah bahwa adanya balekambang dan ketan, Kebumen, Lemahwungkuk,

20
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

Gambar 1. Peta Kota Cirebon sekitar Abad ke 16-17 (Sumber : Lombard, 2005)

Peklutukan, Pegambiran, Lawanggoda. mang sering terjadi pada kota-kota pra-


Kemlatenan, Pertateyan, Kedrunan, industri, dan setelah terjadinya industri-
Pasindangan, Pamitran, dan Pekiringan. alisasi pada kota-kota di Indonesia,
Pengelompokan atas klaster- maka institusi perkampungan tersebut
klaster tersebut juga merupakan suatu berangsur-angsur hilang tinggal nama,
bentuk segregasi sosial yang akan selalu sebab kebutuhan akan barang dan jasa
terjadi di lingkungan sosial perkotaan telah dipenuhi oleh pabrik-pabrik dan
lama. Konsep konsentris-kosmis sering industri layanan masyarakat.
mewarnai bentuk segregasi sosial pada Klaster atau perkampungan terse-
kota-kota lama, maka hierarki sosial but di atas mencerminkan suatu tatanan
akan tampak jelas, yaitu raja dan ista- simbolis-struktural, namun juga bersifat
nanya akan cenderung menjadi pusat fungsional untuk mendukung ke-
pada struktur kota, dikitari oleh pem- hidupan kota. Di sini tampak aspek
ukiman para pejabat di bawahnya dan struktural dan fungsional dalam proses-
penduduk lainnya yang semakin jauh proses sosial masyarakat kota Cirebon
lokasinya akan semakin rendah pada masa itu. Aspek struktural tampak
kedudukannya dalam hirarki sosial ter- pada kecenderungan tatanan kota bersi-
sebut. Adanya pengelompokan sosial fat konsentris, sedangkan aspek
dalam institusi perkampungan di kota- fungsionalnya tampak pada masing-
kota kuno ini, khususnya bagi para masing elemen kota khususnya perkam-
pengrajin, kelompok etnik ataupun pungan-perkampungan tersebut ber-
pemegang profesi, agar mereka dapat peran dalam memenuhi segala kebu-
lebih intens dalam berinteraksi dan tuhan kota, baik yang bernuansa sosial,
berkomunikasi antar anggota kelompok ekonomi, politik maupun budaya. Oleh
untuk memproduksi dan memenuhi karena itu, terciptanya klaster-klaster
kebutuhan barang dan jasa di kota yang perkampungan di kota itu secara
cukup tinggi. Keadaan seperti ini me-

 21
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

Gambar 2 Lokasi Benteng De Beschertmigh dan pusat kegiatan VOC di tepi muara
Kali Sukalila Cirebon awal abad ke-18.
Sumber: Atlas of Mutual Heritage koleksi Universiteit Bibliotheek Leiden

ekonomis untuk efektifitas pemenuhan 1931: 9).


kebutuhan barang dan jasa di kota. Seiring dengan semakin
memudarnya pengaruh politik keraton
terhadap rakyatnya sebagai akibat dari
Kota Benteng Masa VOC tekanan politik sejak pemerintah VOC
hingga pemerintah kolonial Belanda,
Pada akhir abad ke-17 VOC mem- maka berangsur-angsur pula terjadi per-
bangun benteng di kawasan pelabuhan ubahan di Kota Cirebon dari planned
Cirebon yang diberi nama De Besch- settlement yang berbentuk cosmic city ke
ertmigh. Sebagaimana di kota-kota arah unplanned settlement. Hal ini terjadi
pelabuhan lainnya pada periode ini, seiring dengan bergesernya kekuasaan
pusat aktivitas orang-orang Belanda di politik di Kota Cirebon, juga karena
Cirebon berada dalam benteng tersebut. VOC tidak membuat perencanaan atas
Hingga pertengahan abad ke-19 di da- kota Cirebon dengan baik, sehingga ko-
lam benteng ini Residen Cirebon, ta ini berkembang tidak terencana dan
sekretaris dan para pegawai lainnya, terjadi perubahan struktur kota mengi-
para perwira dan prajurit Belanda ber- kuti pergerakan arah kegiatan ekonomi
tempat tinggal, sebelum mereka dan perdagangan yang dikembangkan
kemudian terpaksa harus tinggal di luar oleh VOC pada waktu itu. Dalam kondi-
benteng karena benteng terbakar pada si seperti ini diperkirakan berangsur-
tahun 1835. Di dekat benteng yang angsur orientasi pusat kota Cirebon ber-
dikelilingi parit dan dilengkapi dengan p i n d a h d a r i k e r a t on ke k a w a s a n
kanon ini didirikan gudang dan penjara pelabuhan sebagai pusat kegiatan
(Gedenkboek der Gemeente Cheribon 1906-

22
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

perdagangan (ekspor-impor) yang Pada tahun 1793 hanya ada tujuh


dikembangkan oleh VOC. penduduk Belanda di pusat kota Cire-
Muara Kali Baru atau Kali Sukalila bon, serta kurang lebih 100 pegawai dan
ini sejak lama sudah digunakan oleh tentara Belanda yang semuanya ada di
VOC sebagai pelabuhan ekspor seperti dalam benteng (Gedenkboek der Gemeente
tampak pada gambar di atas, dan Cheribon 1906-1931: 24).
kemudian semakin membesar menjadi Dari peta di atas dapat diprediksi
pelabuhan ekspor dan impor sejak adanya perubahan pusat orientasi kota
jaman kolonial pertengahan abad ke-19 dari kawasan keraton-keraton ke kawas-
hingga abad ke-20. Demikian pula an benteng VOC yang dimulai sejak
gudang-gudang semakin banyak abad ke-18, sebab di samping sebagai
dibangun di kawasan pelabuhan, teruta- pusat kegiatan politik dan militer, di
ma di bekas lokasi benteng VOC yang sekitar benteng juga dibangun gudang-
terbakar, dan akhirnya pelabuhan ini gudang untuk kegiatan perdagangan.
menjadi pusat perekonomian kota. Dari peta awal abad ke-18 tersebut tam-
Munculnya pusat perdagangan pak sungai masih memegang peran se-
baru di sekitar pelabuhan Cirebon di bagai prasarana transportasi kota dan
dekat benteng De Beschertmigh, maka jalan-jalan kota juga sudah mulai tam-
kota Cirebon lama yang berpusat di ker- pak sebagai prasarana transportasi kota.
aton semakin jauh dari aktivitas Dari peta tersebut juga tampak bahwa
ekonomi perdagangan yang mulai pola grid dan radial sebenarnya juga
bergeser ke arah daerah pelabuhan tem- sudah mulai muncul di Kota Cirebon
pat VOC memusatkan aktivitasnya. sejak awal abad ke-18. Selama kondisi
Demikian, pula karena faktor sanitasi di dan kontur kawasan memungkinkan,
kota yang dipandang kurang sehat, pola ini sebenarnya memang sangat ala-
maka orang-orang Belanda enggan ber- miah, sebab ruas-ruas jalan menjadi
tempat tinggal menetap di luar benteng. pendek memudahkan dan efisien untuk
mobilitas. Saat itu peran benteng sangat
penting, tentu saja kemudian menjadi
landmark kota pada saat itu.
Di Eropa pada tahun 500-600
masehi perancangan sistem kisi sudah
meluas, dan bentuk ini sering dikenal
dengan “bastides cities” (kota benteng).
Bagian-bagian kotanya dibagi
sedemikian rupa menjadi blok-blok segi
empat dengan jalan-jalan yang pararel
longitudinal dan transversal memben-
tuk sudut siku-siku (Yunus, 2000: 150).
Di kota Cirebon pada akhir abad ke-17
VOC sudah membuat blok-blok segi
empat untuk berbagai fungsi kawasan
serta jalan-jalan yang membentuk pola
grid a la kota benteng di Eropa, yang
Gambar 3. Peta Kota Cirebon awal abad tentu saja akan merubah pola cosmic city
ke-18 (Sumber: Atlas of Mutual Heritage yang sudah ada sebelumnya yang ber-
koleksi Universiteit Bibliotheek Leiden.) pusat di keraton Kasepuhan dan Ka-
noman.

 23
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

Kota Kolonial Abad Ke-19 dan rel kereta api merupakan wujud
pembangunan sarana transportasi un-
Modernisasi khususnya terhadap tuk mengangkut barang-barang ekspor
kota-kota di Indonesia sangat di- utamanya antar kota ataupun dari
pengaruhi oleh kedatangan orang-orang pedalaman ke suatu pelabuhan, di
asing Eropa ke Indonesia di masa lam- samping sarana transportasi sungai
pau, di awali dengan kedatangan VOC yang tetap berperan aktif.
yang membawa kebudayaan modern Dengan berkembangnya sistem
hingga jaman pemerintah kolonial Be- transportasi massal, maka jarak tidak
landa. Secara konseptual, modernisasi lagi menjadi masalah untuk pendistri-
berkaitan dengan revolusi industri di busian barang, dan justru kelimpahan
Eropa, yaitu terjadinya industrialisasi barang harus cepat didistribusikan.
terhadap perekonomian di Eropa Barat. Masyarakat juga tampak membangun
Dampak dari revolusi industri adalah perkantoran maupun rumahnya di
kelimpahan barang dan jasa yang pinggir jalan raya dari pusat ke luar ko-
kemudian mendorong munculnya ta sebagaimana halnya kompleks per-
kegiatan perdagangan dan pasar bebas mukiman maupun perkantoran yang
di Eropa. Kegiatan perdagangan antar terdapat di sekitar jalan raya dari Cire-
negara dan antar benua juga menjadi bon menunju ke Indramayu. Bahkan
semakin intensif, dan dampak beri- pada tahun 1835 Belanda sendiri mulai
kutnya adalah eksploitasi lingkungan mempelopori pembangunan pe-
dan tenaga kerja. Kegiatan tanam paksa rumahan yang terletak di desa Tangkil
yang muncul pada awal abad ke-19 di di pinggir utara kota Cirebon. Pada
kawasan hinterland Cirebon, adalah se- waktu itu perkembangan Kota Cirebon
buah model dari eksploitasi lingkungan sudah tidak mengarah ke keraton, tetapi
dan tenaga kerja itu. mengarah ke pelabuhan dan ke utara
Adapun dampak dari melim- atau ke arah Indramayu (Gedenkboek der
pahnya barang dan jasa di era industri- Gemeente Cheribon 1906-1931: 51).
alisasi ini adalah penyediaan sarana dan Dari zaman kerajaan, infrastruktur
prasarana transportasi baik di darat jalan di Cirebon yang utama adalah dari
maupun di laut, untuk menyalurkan daerah pedalaman ke kota, sebab infra-
ba ra ng-bara n g da n ja sa ters ebut. struktur jalan merupakan jalur suplai
Berkembangnya sarana-prasarana trans- dari daerah hinterland ke kota dan
portasi di Cirebon sejak awal abad ke-19 pelabuhan. Sungai memang merupakan
untuk menunjang kegiatan jalur utama sistem transportasi, namun
perdagangan dan industralisasi, hal ini sungai tidak dapat menjangkau seluruh
telah mendorong berkembangnya Cire- daerah pedalaman yang potensial, maka
bon sebagai kota modern. Oleh karena dibuatlah jalan darat dari pedalaman
itu, sejalan dengan adanya modernisasi hingga ke pelabuhan. Hingga jaman
kota Cirebon, maka berangsur-angsur VOC berkuasa atas Kota Cirebon, maka
peran perkampungan sebagai tempat- jalur-jalur jalan utama di kota ini masih
tempat pemukiman penduduk kota kian mengarah ke pedalaman, sebab fungsi
menyurut, dan sebalik-nya elemen jalan utama infrastruktur jalan adalah untuk
(raya) menjadi semakin penting peranan menyalurkan hasil-hasil perkebunan
dan kedudukannya di kota. Modernisasi dari pedalaman (hinterland) untuk di-
yang dijalankan oleh pemerintah koloni- ekspor melalui pelabuhan. Pada saat itu,
al sangat kuat pengaruhnya terhadap karena kasultanan Cirebon masih me-
perkembangan transportasi. Jalan raya megang penuh kontrol pemerintahan,

24
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

maka pola pemukiman penduduk juga pengaruhnya terhadap perkembangan


masih mengikuti pola lama yang ber- kota-kota. Dengan adanya jalan Daen-
pusat secara konsentris ke keraton. dels, maka perkembangan kota tidak
Setelah VOC menyerahkan lagi hanya bertumpu pada kawasan hin-
kekuasaannya kepada pemerintah ko- terland-nya saja, tetapi juga didorong
lonial Belanda pada akhir abad ke-18, oleh adanya jaringan dengan kota-kota
maka kekuasaan asing bertambah kuat lainnya.
di Kota C i re bon. Se jak Daen dels Bersamaan dengan bergesernya
berkuasa sebagai Gubernur Jenderal pa- pusat perkembangan kota Cirebon dari
da awal abad ke-19, kota-kota di Jawa pinggiran, yaitu komplek benteng,
mulai berubah sebagai titik-titik simpul menuju pedalaman khususnya kantor
jaringan transportasi dan komunikasi residen dan kemudian fungsi benteng
yang sangat efektif untuk kepentingan itu juga semakin berkurang. Potensinya
militer dan ekonomi. Dibangunnya jalan sebagai kekuatan militer mulai
raya oleh Daendels yang dikenal se- menurun seiring dengan bergesernya
bagai Grote Postweg dari Anyer ke strategi pertahanan dari pertahanan
Panarukan sepanjang tidak kurang dari maritim ke pertahanan teritorial.
1000 kilometer, merupakan salah satu Setelah perang Daendels berkuasa
infrastruktur penting perkembangan di Hindia Belanda, sistem pertahanan
kota-kota modern di Jawa. Karena jalan kolonial tidak lagi terpusat di benteng-
Daendels ini ada yang menyusur pantai benteng tetapi bergeser di barak-barak
utara Jawa, maka kota-kota di pesisir militer. Sistem ini dianggap lebih efektif
utara Jawa terhubung semakin intensif, untuk melakukan ekspedisi militer ter-
dan tentu saja juga sangat signifikan hadap raja-raja pribumi yang tidak

Gambar 4. Jaringan Jalur Laut P. Jawa Abad ke 17-18 (atas) dan Jaringan jalan Grote
Post Weg Daendels dari Anyer sampai ke Panarukan 1811 (Sumber: Lombard, 2005:
136)
 25
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

patuh terhadap pemerintah kolonial. tai. Sampai sekarang pola grid (grid pat-
Hal ini disebabkan oleh strategi ofensif tren) masih terlihat di kota Cirebon, wa-
yang diterapkan pemerintah Belanda laupun pada awal kemunculannya di
daripada strategi defensif seperti yang masa lampau tidak melalui proses
digunakan oleh raja-raja pribumi. perencanaan dengan baik.
Dengan strategi ofensif pasukan lapang- Walaupun jalur jalan tumbuh
an, fungsi benteng VOC yang masih dengan baik hingga membentuk grid
berdiri hingga awal abad ke-19 semakin pattern namun pada pertengahan abad
berkurang. ke-19 diberitakan bahwa kota Cirebon
Hingga akhir abad ke-19 hampir merupakan kota yang kotor dan berbau.
semua kota-kota di Jawa sudah dihu- Pada saat itu orang-orang asing
bungkan oleh jaringan lalu lintas kereta (Belanda) lebih suka tinggal di kawasan
api dan jalan raya. Pelabuhan- pelabuhan, karena kota Cirebon tidak
pelabuhan yang ada di kota-kota pantai sehat untuk ditinggali. Walaupun pada
pulau Jawa merupakan ujung jaringan masa itu ada pula bangunan-bangunan
transportasi baik kereta api maupun kolonial yang didirikan, termasuk kan-
jalan raya, sebab pada dasarnya produk- tor residen, namun kondisi kota tetap
produk perkebunan yang dikelola oleh belum tertata dengan baik. Baru pada
orang-orang Belanda tersebut akhir abad ke-19 mulai dilakukan pem-
disalurkan untuk diekspor terutama ke benahan dan penataan kota secara lebih
negeri Belanda melalui pelabuhan- baik, dan pada awal abad ke-20 seiring
pelabuhan. Dengan hadirnya dengan berubahnya status kota Cirebon
pelabuhan-pelabuhan besar di kota, menjadi kota praja (gemeente) maka
maka kemudian jaringan komunikasi dibuat perencanaan kota secara lebih
dan transportasi kota tidak hanya professional oleh para arsitek perencana
dengan desa dan kota-kota lainnya, teta- kota.
pi juga antar negara, dan kota itu sendiri Adanya permasalahan sanitasi,
akan berkembang pesat menjadi kota kebersihan, sampah, wabah penyakit
modern (Wiryomartono, 1995: 142-145). dan drainase di kota Cirebon pada akhir
Selama politik culturstelsel (tanam abad ke-19, akhirnya juga mendorong
paksa) dijalankan oleh pemerintah ko- upaya-upaya awal penataan kota yang
lonial Belanda antara tahun 1830-1870, dilakukan oleh pemerintah kolonial
pelabuhan Cirebon memang berkem- Belan-da untuk mengatasi persoalan-
bang pesat, sebab hampir semua hasil persoalan kota tersebut. Pembangunan
perkebunan di daerah hinterland Cire- saluran kali Bacin, sungai Sipadu dan
bon yang cukup bagus, diekspor me- sungai Silayar pada akhir abad ke-19,
lalui pelabuhan Cirebon. Oleh karena adalah untuk mengatasi adanya rawa-
itu pula diperkirakan dengan sendirinya rawa, genangan air dan banjir di kota
terbentuklah jalur transportasi jalan un- Cirebon.
tuk menyalurkan hasil perkebunan dari
kawasan hinterland di pedalaman ke ka-
wasan pelabuhan Cirebon yang memo- Kota Praja (Gemeente)
tong kawasan perkotaan. Sebelumnya
jalan Daendels sudah dibangun sebagai Pembangunan saluran air ini ter-
jalur militer yang menyusur kawasan nyata berlanjut hingga awal abad ke-20
pantai kota Cirebon, maka terjadilah dan hal ini sangat wajar karena kota ini
perpotongan jalan dari pedalaman termasuk kota pantai yang landai, se-
dengan jalur jalan yang menyusur pan- hingga memerlukan penataan saluran

26
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

air (drainase) yang baik, utamanya un- Pada abad ke-19 para pedagang pribumi
tuk mencegah banjir dan menanggulan- masih menguasai pasar, tetapi lambat
gi genangan air kotor yang erat kai- laun sejak awal abad ke-20 pasar
tannya dengan aspek sanitasi dan dikuasai oleh para pedagang Cina. Pada
kebersihan kota. Dengan adanya pena- tahun 1930 para pedagang Cina di Cire-
taan saluran air (air bersih maupun air bon telah menguasai perdagangan ka-
kotor) berangsur-angsur kota menjadi cang tanah, bawang merah dan batik,
bersih, dan akhirnya orang-orang asing yang semula dikuasai oleh pedagang
(Eropa) yang semula bermukim di ka- pribumi (Sulistiyono, 1994: 163). Hal ini
wasan pelabuhan mau pindah ke kota. semua tentu saja telah mendorong tum-
Sejak saat itu pula berangsur-angsur buh kembangnya kota Cirebon manjadi
kota Cirebon tumbuh menjadi kota be- kota modern, yang didukung oleh
sar, dan pada tahun 1906 ditetapkan kegiatan perdagangan serta tumbuhnya
menjadi gemeente, yaitu kota praja atau industri jasa dan barang.
kota otonom. Dengan status yang baru Seiring dengan tumbuhnya kota
ini kota Cirebon semakin berupaya ber- Cirebon menjadi kota modern dimulai
benah diri, antara lain terhadap masalah sejak awal abad ke-20, industri trans-
sanitasi, kebersihan kota dan pembe- portasi dan berbagai kegiatan layanan
rantasan wabah penyakit. Sejak akhir publik juga tumbuh dengan pesatnya.
abad ke-19 hingga awal abad ke-20 ge- Pada saat itu semua kota di pulau Jawa
dung-gedung besar berciri kolonial sudah terhubung dengan jalan raya dan
milik pemerintah maupun swasta ber- rel kereta api, dan kota Cirebon dengan
munculan di kota Cirebon, yang menun- pelabuhannya pada saat itu termasuk
jukkan Cirebon tumbuh menjadi kota kota besar yang turut mendorong per-
besar modern dengan ciri keeropaan- tumbuhan kota-kota lainnya di pulau
nya. Jawa. Sekolah-sekolah dan rumah sakit
P em ba ng una n be sa r–b e s a ra n umum juga dibangun di kota ini, terma-
pelabuhan Cirebon dilaksanakan pada suk pula lermbaga pemasyarakatan,
t a h un 1 9 1 9 b e r s a m a a n w a k t u n y a yang semuanya merupakan fasilitas-
dengan meningkatnya nilai ekspor dan fasilitas kota modern.
impor baik untuk pelabuhan Cirebon Pada tahun 1926 kota Cirebon
sendiri maupun pelabuhan–pelabuhan ditetapkan sebagai stadgemeente, yang
lainnya. Sejak dicanangkannya artinya kota besar dengan otonomi yang
pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan lebih luas. Pada masa itu tentu saja pem-
ekspor dan impor pada pertengahan bangunan-pembangunan sarana
abad ke-19, sampai awal abad ke-20 prasanana kota semakin baik, dan yang
banyak perusahaan-perusahaan dagang cukup penting adalah adanya pengem-
dan jasa yang berdiri di kota Cirebon. Di bangan kota dengan disain perencanaan
samping itu pemerintah Gemeente Cheri- yang lebih matang, yang ditangani oleh
bon juga mengelola 10 pasar, antara lain arsitek/planolog profesional. Seorang
pasar Kanoman, pasar Kasepuhan, arsitek yang diangkat sebagai penasehat
pasar Balong, pasar Kejaksan, pasar Pe- perencanaan atas kota Cirebon pada
kiringan, pasar Pagi, pasar Talang, pasar waktu itu adalah Herman Thomas
ikan Kesambi, pasar Kanggraksan, dan Karsten. Dia adalah seorang arsitek/
pasar Lawanggada. Di pasar-pasar planolog yang diangkat oleh
inilah ada pedagang grosir (wholesaler), pemerintah kolonial Belanda untuk
pedagang perantara (large-scale trader), membuat perencanaan kota-kota di In-
dan pedagang kecil (peddler dan vendor). donesia (Hindia Belanda) pada waktu

 27
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

itu, termasuk kota Cirebon. keruangan kenampakan kota (Zaidulfar,


Di kota Cirebon, sungai dan alun- 2002 : 21; Yunus, 2000: 130-132).
alun tetap dipertahankan di tengah kota Perkembangan kota Cirebon dapat
sebagai ruang publik, dipadukan dimasukkan ke dalam bentuk linear ber-
dengan jalan raya yang sudah ada di- simpul multi, walaupun di masa kera-
perlebar. Di samping itu pemukiman jaan mungkin berbentuk konsentris ber-
eksklusif yang memisahkan penduduk simpul multi atau konsentris terserak.
atas dasar kelompok etnik (ras) tidak Potensialnya daerah hinterland Cirebon
ada lagi, tetapi pemukiman penduduk dan banyaknya sungai yang mengalir
dikelompokkan atas dasar kelas (status dari daerah pedalaman telah menarik
sosial) ekonomi. Pada sekitar tahun 1930 perkembangan kota Cirebon di masa
-an, Karsten juga merancang kompleks awal memanjang ke arah daerah peda-
perumahan kota taman modern (modern laman. Namun perkembangannya pada
garden city) yang dipadukan dengan masa kemudian, seiring dengan mun-
perkampungan di belakang Pasar Pagi culnya jalan-jalan raya dari kota-kota
Cirebon seperti di kompleks perumahan lain, maka kota Cirebon juga tertarik
Candi Baru Semarang. memanjang linear dengan jalan-jalan
Morfologi sebagai suatu pendekat- tersebut, maka sungai dan jalan raya
an berkaitan langsung dengan ekspresi telah membentuk kota Cirebon seperti
ruang kota, yang diamati dari penampi- di gambar 5.
lan kota secara fisik. Eksprersi keru- Peta-peta di bawah merupakan
angan kota dapat digolongkan menjadi peta perkiraan ekspresi perkembangan
empat macam kenampakan utama dan kota Cirebon dari masa awal kemuncu-
enam kenampakan kombinasi, yaitu lannya hingga akhir masa kolonial. Di
bentuk konsentris (uni nodal concentric), masa awal (stadium 1) sungai dan jalan
bentuk simpul multi (constellstion multy), dari pedalaman ke kawasan pantai me-
bentuk memanjang (linear), bentuk megang peranan penting hingga masa
terserak (dispersed), bentuk konsentris VOC akhir abad ke-18 (stadium 2).
bersimpul multi, bentuk konsentris me-
manjang, bentuk konsentris terserak,
bentuk memanjang bersimpul multi,
bentuk bersimpul multi terserak, dan
bentuk linear terserak. Hal ini sebagian
terjadi melalui proses tertentu yang di-
pengaruhi oleh faktor fisik dan nonfisik.
Faktor fisik berkaitan dengan keadaan
topografi, geomorfologi, perairan, dan
tanah. Faktor nonfisik antara lain
berkaitan dengan penduduk kota, yaitu
jumlahnya, kegiatannya (politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi),
tingkat urbanisasi, perencanaan tata ru-
ang, zoning dan peraturan pemerintah.
Selain itu, sirkulasi sarana trans-portasi,
pusat-pusat perrtumbuhan dengan
fungsi khusus (industri dan perumah- Gambar 5. Peta-peta Prakiraan Perkem-
an) mempunyai peranan yang besar pu- bangan Kota Cirebon
la dalam membentuk variasi ekspresi

28
  Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro 

Kemudian pada awal abad ke -19 kolonial Belanda untuk mengatasi per-
dibangun jalan Daendels yang me- soalan-persoalan kota tersebut. Pada
nyusur pantai berpotongan dengan tahun 1926 kota Cirebon ditetapkan se-
jalan dan sungai dari pedalaman bagai stadgemeente, yang artinya kota
(stadium 3). Sejak saat itu pula baik jalur besar dengan otonomi yang lebih luas.
dari pedalaman maupun yang me- Pada masa itu pembangunan-
nyusur pantai kuat sekali pengaruhnya pembangunan sarana prasanana kota
terhadap perkembangan kota (stadium semakin gencar, dan yang cukup pent-
4), dan proses ini juga telah memperte- ing adalah adanya pengembangan kota
gas pola grid pada jalan-jalan yang dengan disain perencanaan yang lebih
berkembang di kota. Kalau dari ekspresi matang, yang ditangani oleh arsitek/
keruangan bentuk perkembangan kota planolog profesional.
Cirebon termasuk jenis linear bersimpul
multi. Pusat-pusat simpulnya seperti
keraton-keraton, benteng, rumah bupati DAFTAR PUSTAKA
dan rumah-rumah pejabat Belanda,
yang dikitari oleh kawasan perkampun- Abdurahman, Paramita R. 1982. Cerbon. Ja-
gan penduduk kota. karta: Yayasan Mitra Budaya dan Si-
nar Harapan.
Hadinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsi-
tektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870
SIMPULAN -1940. Yogyakarta : LPM Universitas
Kristen PETRA Surabaya dan Pen-
Pada masa awal pertumbuhannya erbit Andi.
kota Cirebon berbentuk kota kosmis Koztof, Spiro. 1991. The City Shape. London :
(cosmis city), yaitu suatu kota yang Thames Hudson Ltd.
disusun secara konsentris. Pusatnya Lynch, Kevin. 1990. City Sense City Design.
adalah istana raja atau keraton London : MIT Press.
(Kasepuhan), masjid dan alun-alun yang Nas, Peter J.M. 1995. “The Image of Den
dikelilingi oleh perkampungan Pasar: About Urban Symbolism be-
tween Tradition and Tourism”, dalam
penduduk secara berkelompok (klaster)
Peter J.M. Nas (ed). Issues in Urban
menurut jabatan, profesi, etnik dan aga- Development: Case Studies From Indone-
ma. Namun demikian setelah VOC da- sia. Leiden: CNWS.
tang ke Cirebon, maka dengan Rapoport. 1977. Human Aspect of Urban Form.
kekuatannya berhasil merebut Oxford : Perganon Press.
hegemoni politik kota Cirebon, sehing- Sidiq, Sharon. 1977. Relics of the Past? A Soci-
ga berangsur-angsur orientasi pusat ko- ological Study of the Sultanates of Cire-
ta Cirebon juga berpindah dari keraton bon, West Java.
ke pelabuhan, sebab VOC membangun Sjoberg, Gideon. 1960. The Pre-industrial City:
Past and Present. New York-London:
benteng dan pusat kegiatan
The Free Press
perdagangan di kawasan pelabuhan
Tjahjono, Gunawan. 1989. “Cosmos, Center
Cirebon. Perkembangan kota dan and Duality in Javanese Architecture
pelabuhan Cirebon yang pesat pada Tradition: The Symbolic Dimension of
akhir abad ke-19 telah menyebabkan House Shape in Kota Gede and Sur-
munculnya masalah sanitasi, kebersi- roundings”. Dissertation. Doctor of
han, sampah, wabah penyakit dan Philosophy in Architecture in The
drainase di kota Cirebon, yang akhirnya Graduate Division of The University
mendorong upaya-upaya awal penataan of California at Berkeley.
kota yang dilakukan oleh pemerintah Tjandrasasmita, Uka. 1985. “Kota Pem-
ukiman Masa Pertumbuhan Kerajaan-

 29
Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 

kerajaan Pengaruh Islam di Indonesia Bandar Jalur Sutra. Jakarta : Dep. Pen-
(Penerapan Arkeologi dan Konsep- didikan & Kebudayaan.
konsep Ilmu Sosial)”. Proceeding Per- Wiryomartono, A Bagoes P. 1995. Seni
temuan Ilmiah Arkeologi III, Jakarta Bangunan dan Seni Binakota di Indone-
Puslit Arkenas, hlm. 760 – 775. sia: Kajian Mengenai Konsep, Struktur
Trisulistiyono, Singgih. 1996, “Dari Lemah- dan Elemen Fisik Kota sejak Peradaban
wungkuk hingga Cheribon : Pasang Hindu-Buddha, Islam hingga Sekarang.
Surut Perkembangan Kota Cirebon Jakarta : Gramedia.
Sampai Awal Abad XX”. Kumpulan
Makalah Diskusi Ilmiah, Cirebon Sebagai

30

Anda mungkin juga menyukai