Oleh :
Dini Rosmalia
(Peserta Program Doktor, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, Bandung /
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, dinirosmalia@univpancasila.ac.id)
Abstrak
Lanskap budaya perkotaan merupakan suatu bentuk bentangan alam yang unik dan bersejarah, serta
bernilai heritage. Menjaga warisan ini, berarti menjaga kelangsungan warisan untuk generasi mendatang.
Lanskap budaya perkotaan merupakan topik yang dianggap penting pada akhir dekade ini, karena kota
sebagai bukti dari intervensi manusia, melalui budayanya, terhadap bentangan alam. Selain itu kota juga
merupakan bentuk fisik dari peradaban manusia yang paling maju. Salah satu bentuk lanskap budaya
perkotaan di Indonesia yang memiliki keunikan yang khas dan bersejarah, yaitu Kota Cirebon. Keunikan
lanskap Kota Cirebon dapat terlihat dari elemen fisik kebudayaan kraton-kraton Cirebon yang tersebar di
Kota Cirebon. Elemen-elemen fisik ini merupakan warisan Kerajaan Cerbon dari masa Syekh Syarif
Hidayatullah yang hingga saat ini masih aktif digunakan sebagai tempat ritual kebudayaan masyarakat
Cirebon. Elemen fisik tersebut terbagi dalam empat bentuk yaitu artefak, badan air, vegetasi, dan kawasan,
yang tersebar di seluruh pelosok Kota Cirebon, sehingga berpotensi membentuk identitas kota. Akan tetapi
potensi yang bernilai heritage ini ternyata kurang disadari oleh Pemerintah Kota Cirebon. Hal ini terlihat
dari ‘Rencana Tata Ruang Kota Cirebon’ yang kurang mengakomodasi potensi tersebut. Untuk itu makalah
ini, bertujuan mengidentifikasi elemen fisik Kraton yang ada di Kota Cirebon, dan mengungkapkan
bagaimana elemen tersebut sebagai pembentuk ruang lanskap budaya Kota Cirebon. Metode penyajian
makalah berupa deskripsi kualitatif, dengan teknik analisis data menggunakan metode interpretasi. Dari
hasil penelitian terungkap bahwa persebaran kramat, yang merupakan elemen fisik kraton, rata-rata berada
di wilayah pesisir. Pada umumnya, kramat-kramat tersebut berupa bangunan masjid dan makam yang
memiliki keterkaitan yang kuat dengan sejarah keberadaan Kerajaan Cerbon dari masa Syekh Syarif
Hidayatullah.
Kata kunci : elemen fisik kraton, Kraton-kraton Cirebon, lanskap budaya kota
memiliki nilai heritage berarti menjadi bentuk kramat tersebut berupa bangunan,
warisan bangsa untuk generasi mendatang. makam, badan air, dan benda-benda artefak.
Keunikan lanskap budaya perkotaan Kramat-kramat kraton yang jumlahnya
terbentuk dari elemen-elemennya, baik yang cukup banyak dan tersebar di seluruh penjuru
bentuk fisik maupun non fisik, seperti yang Kota Cirebon, sebenarnya memiliki potensi
dikatakan oleh O, Donnell (2010). Beliau baik dalam meningkatkan citra kota. Hal ini
menambahkan bahwa kedua elemen tersebut karena kramat-kramat tersebut masih
sebagai pencetus spirit masyarakatnya. digunakan masyarakat Kota Cirebon dan
Elemen fisik berfungsi sebagai alat bantu dan sekitarnya sebagai tempat ritual tradisi
wadah masyarakat saat melakukan aktifitas kebudayaan. Ritual-ritual tradisi kebudayaan
budaya (elemen non fisik), dan juga sebagai ini telah menjadi bagian dari kehidupan
penanda ruang. Selanjutnya menurut masyarakat kota yang tanpa disadari telah
O'Donnell (2008), bentuk elemen fisik pada membentuk identitas Kota Cirebon saat ini.
lanskap budaya perkotaan berupa organisasi Akan tetapi, potensi yang unik dan bernilai
ruang, topografi, penggunaan lahan, sistem heritage ini ternyata kurang disadari oleh
sirkulasi, kombinasi dari struktur bangunan, Pemerintah Kota Cirebon. Hal ini terlihat dari
vegetasi, badan air, dan visual lanskap. ‘Rencana Tata Ruang Kota Cirebon’ yang
Kota Cirebon merupakan salah satu kurang mengakomodasi potensi tersebut
kota bersejarah yang memiliki keunikan yang (Gambar 1). Pada rencana Kawasan Strategis
khas. Pada kota ini terdapat tiga kraton Kota (KSK), ruang budaya hanya ditentukan
pecahan dari Kerajaan Cerbon yang pernah berdasarkan letak fisik kompleks kratonnya
berjaya pada abad ke-15 hingga abad ke-18 saja, sedangkan posisi kramat sebagai wadah
(Sulendraningrat, 1972; Sunardjo, 1983). ritual tradisi kebudayaan kurang mendapat
Ketiga kraton tersebut, yaitu Kraton perhatian. Perencanaan ruang hanya
Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. memperhitungkan aspek fisik saja tanpa
Disamping kompleks kraton itu sendiri, mempertimbangkan aspek non fisik, aktifitas
masing masing kraton juga memiliki berbagai ritual tradisi kebudayaan yang ditampung
jenis elemen fisik yang masih terkelola pada kawasan ini.
dengan baik hingga kini. Pada umumnya Ruang budaya merupakan ruang yang
elemen fisik tersebut berbentuk kramat1 atau terbentuk tidak hanya karena adanya elemen
dikenal juga sebagai kramat. Sebagian besar fisik kebudayaan, tetapi juga karena adanya
kramat-kramat ini yang berasal dari periode aktifitas yang ditampungnya. Aktifitas
Kerajaan Cerbon (Abad ke-15 – ke-18) dan kebudayaan tersebut meluber atau lebih luas
sebagian kecil dibangun setelah Kerajaan dari wadahnya itu sendiri. Hal ini seperti yang
Cerbon terpecah (Abad ke-18 – ke-19). Pada disampaikan oleh Sudaryono (2006), bahwa
perkembangannya, kramat-kramat ini ada deliniasi suatu ruang yang didalamnya
yang diakui sebagai milik bersama, dan ada mengandung keunikan tidak hanya ditentukan
yang dimiliki oleh salah satu kraton. Bentuk- oleh hal-hal yang bersifat fisik saja, tetapi
batas deliniasi dapat terbentuk justru dari hal- meruang yang dialami seseorang sesaat
hal yang bersifat non fisik, seperti rasa sebelum memasuki suatu lokasi.
Gambar 1
Rencana Tata Ruang Kota:
Kawasan Strategis Kota Cirebon Tahun 2011-2031
Sumber Bapeda Kota Cirebon (2011)
Untuk itu makalah ini bertujuan yang merupakan bagian dari lanskap budaya
mengidentifikasikan kramat-kramat kraton Kota Cirebon.
yang merupakan elemen fisik kebudayaan
sebagai elemen pembentuk ruang lanskap KOTA CIREBON SEBAGAI KOTA
budaya Kota Cirebon. Identifikasi elemen KRAMAT BUDAYA
fisik Kraton dilakukan dengan studi literatur, Kota Cirebon merupakan kota budaya,
wawancara dengan narasumber kunci, dan dimana kebudayaannya berpusat pada 3 (tiga)
observasi ke lokasi ritual dan kramat. Kraton. Wujud Kebudayaan Kraton-kraton
Selanjutnya, dianalisis bagaimana elemen Cirebon ini berbagi dalam tiga bentuk, seperti
fisik tersebut membentuk pola ruang heritage yang disampaikan oleh Koentjaraningrat
(2000), yaitu sistem pengetahuan dan filosofi Kramat-kramat tersebut yang terbagi
dari adat istiadat Cirebon. Sultan sebagai dalam 4 (empat) kelompok berdasarkan
pemimpin dan pemangku adat istiadat bentuk, yaitu 26 kramat berupa bangunan, 1
bertanggung jawab menjaga dan (satu) kramat berupa taman, 3 (tiga) kramat
melestarikannya. Bentuk kedua, berupa berbentuk badan air (sumur), dan 1 (satu)
aktifitas kebudayaan. Aktifitas ini diwujudkan buah berupa benda (pedati). Adapun kramat
dalam beragam bentuk, seperti ritual, festival, yang berbentuk bangunan terbagi menjadi 5
ziarah, upacara, kesenian, dan sebagainya. (lima) bentuk berdasarkan fungsinya, yaitu 4
Kegiatan kebudayaan ini dilakukan oleh (empat) kompleks bangunan kraton, 7 (tujuh)
Sultan hingga warganya, tergantung waktu masjid, 12 makam bangunan, 2 (dua)
dan peristiwanya. Bentuk terakhir dari petilasan, dan 1 (satu) bangunan pintu
kebudayaan Cirebon, yaitu wujud fisik, yang gerbang.
berupa kramat, vegetasi, bentukan alam, dan Sebagaian besar Posisi ke-31 kramat
sebagainya. kraton berada disepanjang pesisir Kota
Salah satu bentuk yang paling kongkrit Cirebon. Hal ini sesuai seperti yang
dari wujud kebudayaan adalah kramat. disampaikan oleh Adeng, et.al. (1998) bahwa
Kramat merupakan salah satu bentuk kramat pada masa Kerajaan Cerbon, pusat kota
artefak, hasil karya dari warga Kraton. Dari berada di sepanjang pesisir. Wilayah pesisir
hasil identifikasi dari berbagai sumber dan ini sebagai pusat pemerintahan,
observasi di lapangan, diketahui bahwa perkembangan perdagangan, agama dan
kramat-kramat yang berada di wilayah Kota kebudayaan. Sebagai pusat perdagangan Kota
Cirebon berjumlah 31 kramat (Tabel 1). Cirebon pernah menjadi bagian dari jalur
Kramat-kramat berada dibawah pengelolaan perdagangan internasional, jalur sutra. Posisi
Kraton Kasepuhan, Kanoman, dan ini menunjukan bahwa pada masa lalu
Kacirebonan. Sebagian besar kramat-kramat wilayah pesisir ini selain menjadi pusat kota
Kraton tersebut dibangun antara abad ke-15 juga sebagai pusat kebudayaan Cirebon
hingga abad ke-18, yaitu pada masa Kejayaan (Gambar 3).
Kerajaan Cerbon.
Tabel 1
Jenis dan Lokasi Kramat
LOKASI
JENIS
NO. NAMA KRAMAT DESA /
KECAMATAN KRAMAT
KELURAHAN
1 Kraton Kacirebonan Lemahwungkuk Lemahwungkuk Bangunan Kraton
2 Kraton Kanoman Lemahwungkuk Lemahwungkuk Bangunan Kraton
3 Kraton Kaprabonan Lemahwungkuk Lemahwungkuk Bangunan Kraton
4 Kraton Kasepuhan Lemahwungkuk Kasepuhan Bangunan Kraton
5 Lawang Sanga Lemahwungkuk Kasepuhan Bangunan Pintu
6 Makam Jabang Bayi, Kesambi Kesambi Drajat Bangunan Makam
7 Makam Kejawaan Lemahwungkuk Pegambiran Bangunan Makam
8 Makam Pangeran Sapujagat Lemahwungkuk Kasepuhan Bangunan Makam
9 Makam Pangeran Suryanegara Harjamukti Harjamukti Bangunan Makam
10 Makam Panjang Sipung Simaja Kesambi Drajat Bangunan Makam
11 Makam Rambut Syekh Magelung Lemahwungkuk Panjunan Bangunan Makam
Gambar 3
Posisi Kramat-kramat Kraton di Kota Cirebon.
Sumber: Hasil olahan (Rosmalia, 2013)
Hingga saat ini, kramat-kramat kraton tersebut pada umumnya terkait dengan
yang berada di Kota Cirebon ini masih kebudayaan Islam, walau bukan merupakan
berfungsi sebagai tempat ritual tradisi, baik kegiatan ibadah. Adapun Muhaimin (1995)2
untuk ritual budaya, maupun untuk ritual menyatakan bahwa ritual-ritual yang
ibadah. Penyelenggaraan ritual-ritual tradisi diselenggarakan di kramat-kramat tersebut
oleh disebut sebagai ritual tambahan, yaitu pada kramat Kraton dilaksanakan pada waktu
bukan ritual ibadah seperti yang tetapkan yang variatif, yaitu setiap bulan, setiap tahun,
dalam rukun Islam (syahadat, shalat, zakat, dan ada juga yang diselenggarakan pada
puasa, dan haji). Penyelenggaraan ritual-ritual kondisi tertentu (Tabel 2).
Tabel 2
Jenis dan Waktu Ritual derdasarkan Jenis Kramat Kraton
Dari 4 (empat) kategori kramat seperti dikategorikan sebagai kramat utama dan pusat
yang ditunjukan pada Tabel 2, terlihat bahwa dari Kebudayan Cirebon.
bangunan kraton merupakan kramat yang Disamping kraton yang merupakan
paling penting. Dikarenakan, kraton selain kramat utama, ada kramat lainnya yang
sebagai tempat tinggal sultan juga sebagai merupakan kramat pendukung. Kramat-
tempat pengembangan dan pelestarian budaya. kramat tersebut berupa masjid, makam,
Untuk itu ritual yang diselenggarakan di petilasan, taman, sumur, dan benda. Pada awal
kraton lebih beragam dan dilaksanakan secara berdirinya, kramat-kramat pendukung ini
rutin, dan juga saat penyelenggaraannya berfungsi sebagai penanda teritori Kerajaan
hampir selalu melibatkan peserta yang cukup Cerbon. Akan tetapi sejalan dengan
besar. Para peserta ritual yang terlibat mulai perkembangan jaman dan perubahan
dari sultan, kerabat sultan hingga warga kekuasaan, selain sebagai penanda teritori
kraton. Warga kraton yang hadir berasal dari masing-masing kraton, juga sebagai tempat
berbagai wilayah di dalam dan luar Kota pelaksanaan ritual. Adapun keterhubungan
Cirebon. Oleh karena itu kraton dapat antara kramat pendukung dan kramat utama
(Kraton Kasepuhan, Kanoman, Kacirebon), bentuk, warna, dan material Masjid Panjunan,
selain dari cerita sejarah, dongeng, dan mitos, Masjid Sang Cipta Rasa, dengan Kraton
dapat juga kesamaan ritual dan peserta yang Kasepuhan dan Kraton Kanoman. Penggunaan
terlibat dalam penyelenggaraan ritual tradisi, batu bata ekspos pada pagar keliling, dan
serta adanya kemiripan fisik pada bangunan bentuk candi bentar (gerbang masuk), serta
kramat-kramat tersebut. Kemiripan fisik ornamen piring yang ditempel pada dinding
antara kraton dan kramat lainnya, terlihat dari menjadi penanda keterhubungan antara
bentuk fisik, material, dan warna yang kramat masjid dengan kraton-kraton (Gambar
digunakan pada bangunan-bangunan tersebut. 4).
Salah satu contohnya adalah kesamaan
Gambar 4
Kemiripan Fisik Kramat dengan Kraton
Sumber: Kraton Kasepuhan (2010); Kraton Kanoman (2010); Rosmalia (2012)
Selain itu, keterhubungan antar kramat ngunjung atau ziarah, yang mereka lakukan
juga dapat dilihat dari ritual yang sebelum atau sesuadah mereka caos1 dan
diselenggarakannya. Salah satu contohnya matur bekti2 ke sultan di kraton yang
yaitu ritual kliwonan. Pada umumnya, setelah diikutinya.
melakukan ritual kliwonan di kraton-kraton, Keterhubungan antara kramat Kraton
para pelaku ritual yang merupakan kerabat sebagai kramat utama dengan kramat-kramat
dan warga kraton, kemudian melanjutkan lainnya, yang termasuk dalam kramat
ritual tersebut kramat-kramat lainnya seperti pendukung, membentuk suatu ruang yang
masjid, makam, serta petilasan yang mereka disebut sebagai heritagescape. Menurut Singh
inginkan dan dianggap penting. Kegiatan ini
1
dilakukan secara berurutan dari satu tempat ke Caos yaitu silahturahmi kepada sesepuh atau orang
yang dianggap sebagai panutan.
2
tempat lainnya dalam malam Jumat Kliwon. Matur bekti merupakan bentuk penyataan pengabdian
warga terhadap sultannya, yaitu dengan membawa hasil
Hal yang sama juga berlaku untuk ritual bumi untuk diberikan kepada sultan dan keluarganya
saat caos atau silahturami dengan sultan
(2010), suatu ruang yang didalamnya terdapat Zona ini disebut juga sebagai ruang pusat
situs-situs yang bersifat sakral dan kebudayaan. Selanjutnya, zona pendukung
mengandung nilai spiritual, dapat disebut merupakan kawasan tempat kramat-kramat
sebagai ruang sakral. Untuk itu ruang yang kraton berada. Kramat-kramat ini berfungsi
bernilai heritage ini harus dijaga dan sebagai pendukung kebudayaan. Posisi zona
dilestarikan keberadaannnya. pendukung mengelilingi zona utama, yang
Pada kota Cirebon, ruang heritage berfungsi sebagai penyanggah kebudayaan.
memiliki hirarkhi yang terbagi menjadi dua Beberapa kegiatan kebudayaan
zona, yaitu zona utama dan zona pendukung diselenggarakan pada zona utama terkadang
kebudayaan keraton Cirebon. Zona utama melebar hingga ke kawasan yang merupakan
merupakan lokasi kraton-kraton sebagai zona pendukung. Gambaran posisi kedua zona
kramat utama berada, meliputi Kelurahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Kasepuhan, Lemah Wungkuk, dan Pekalipan.
Gambar 5
Ruang Budaya Kota Cirebon
Sumber: Hasil olahan (Rosmalia, 2014)
Kedua zona, zona utama dan zona aktifitas yang ditampungnya. Ruang-ruang ini
pendukung kebudayaan menunjukan bahwa dapat menjadi gambaran kehidupan
ruang kebudayaan kraton membentang di masyarakat kota Cirebon saat ini, dan juga
sepanjang pesisir Kota Cirebon. Pola ruang menjadi saksi sejarah kejayaan Kerajaan
yang terbentuk tidak hanya berdasarkan posisi Cerbon pada masa lalu. Oleh karena itu ruang-
kramat saja tetapi juga berdasarkan pola ruang tersebut perlu dilestarikan
Endnote
1
Kramat atau situs adalah daerah tempat temuan benda-
benda purbakala (jaman kuno)
(http://m.artikata.com/arti-346473-purbakala.htm
2
Ritual yang diselenggarakan di Cirebon terbagi dalam 2
(dua), ritual ibadah dan ritual adat. Ritual ibadah, ritual
yang yang dilakukan dalam rangka pengabdian diri
terhadap Allah SWT sesuai ajaran Agama Islam. Ritual
adat, merupakan ritual tambahan diluar dari lima pilar
(syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji) aktifitas ibadah
yang diatur dalam kitab suci Al-Quran (Muhaimin,
1995).
3
Kalender Aboge, penggabungan sistem penaggalan
Jawa (Saka) dengan sistem penanggalan Islam
(Hijriyah). Penanggalan ini mulai diselenggarakan pada
jaman Sultan Agung, pada tanggal 8 Juli 1633 Masehi.