Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Artefak Vol.9 No.

1 April 2021

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/7297

KOTA KOLONIAL HINDIA BELANDA 1800-1942: DITINJAU DARI


PERMASALAHAN SEJARAH PERKOTAAN

Dewi Ratih
Universitas Galuh, Indonesia
Email koresponden: dewiratih@gmail.com
Sejarah Artikel: Diterima 7 Maret 2022 Disetujui 18 April 2022 Dipublikasikan 30 April 2022

Abstrak
Studi mengenai sejarah perkotaan dewasa ini selalu dipertanyakan karena perspektif dan metodologi
yang tidak terikat oleh salah satu bidang keilmuan. Kota pada awalnya adalah sebuah wilayah biasa,
artinya sebuah wilayah kecil dengan berpenduduk sedikit dan biasa kita kenal dengan nama desa.
Namun lama-kelamaan desa mengalami perubahan secara terus-menerus dan konsep perkotaan mulai
lahir. Proses tersebut cepat atau lambat menghadirkan beberapa permasalahan karena setiap manusia
memiliki cara untuk mengikuti perubahan dan menyesuaikan diri. Perubahan antara desa dan kota tentu
mempunyai proses yang sangat berbeda, perubahan di desa dapat dikatakan lambat karena rangsangan
faktor eksternal yang ada tidak dapat diprediksikan. Sedangkan perubahan kota sangatlah cepat karena
dipicu oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat. Substansi permasalahan kota kolonial jika
ditinjau dari permasalahan sejarah perkotaan dapat dianalisis menggunakan paradigma Bergel, dimana
perubahan atau perkembangan suatu wilayah kecil atau desa berubah menjadi desa mengalami fase
evolusi dari desa hingga kota metropolis.

Kata Kunci: Desa, Sejarah Perkotaan, Kota Kolonial

Abstract
The study of urban history today is always questionable because of the perspectives and methodology
that are not bound by any of the fields of science. The city was originally an ordinary territory, meaning
a small area with few inhabitants and we used to know the name of the village. Over time, however, the
village experienced continuous change and the urban concept was born. The process sooner or later
presents some problems because every human being has a way to keep up with changes and adjust. The
change between the village and the city certainly has a very different process, the change in the village
can be said to be slow because the existing external factor stimuli can not be predicted. While the change
of the city is very fast because it is triggered by rapid technological developments. The substance of the
colonial city's problems in terms of urban history can be analyzed using Bergel's paradigm, where the
change or development of a small area or village turns into a village undergoing an evolutionary phase
from the village to the metropolis.

Keywords: Village, Urban History, Colonial City

PENDAHULUAN Peradaban di Mesir. Dengan ditemukan


Keberadaan kota di dunia telah muncul reruntuhan kuil-kuil, irigasi yang tersistematis
ketika awal peradaban manusia. Dibuktikan memperlihatkan konsep perkotaan awal. Sungai
dengan artefak yang ditemukan di Mesopotamia. besar Eufrat dan Tigris yang mengalir dengan
Peradaban ini lebih dahulu dibanding dengan muara terpisah ke Teluk Persia. Diantara kedua

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 47


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
sungai itulah orang-orang Sumeria membangun dalam berbagai segi. Beberapa karakteristik
kota-kota mereka. Eksistensi kota yang sudah pokok kota kecil adalah: mendominasi desa,
muncul sejak ribuan tahun lalu akhirnya memiliki derajat homogenitas yang hampir
mengalami perubahan yang berbeda. Beberapa menyerupaidesa sekitar dan ketatnya sistem
kota tetap ada dan eksistensinya masih hadir, pengawasan sosial, juga konservatisme yang
namun ada pula kota yang sudah punah. Kota ekstrem.
yang sudah punah ini hanya meninggalkan 3) City (kota besar), suatu permukiman
tinggalan-tinggalan dalam bentuk artefak yang perkotaan yang mendominasi sebuah
menjadi bahan atau sumber dari kajian keilmuan kawasan (region) yaitu pedesaan dan
untuk menelusuri peradaban manusia pada masa perkotaan. Dalam beberapa hal perbedaan
tersebut. Di Indonesia pada masa Hindu-Budha antara city dengan town bersifat gradual,
eksistensi kota kerajaan tertulis dengan artinya berbeda dalam jumlah tingkatan, city
gambaran megah didalam naskah-naskah yang lebih bersifat kompleks, memiliki tingkat
tertinggal, seperti eksistensi Trowulan kota diferensiasi yang tinggi.
bekas Kerajaan Majapahit atau Kawali kota 4) Metropolis (kota yang hidup), batasan
bekas Kerajaan Sunda Galuh. Melihat begitu Metropolis awalnya berdasarkan jumlah
pentingnya peran kota dalam perkembangan penduduk, kota yang berpenduduk lebih dari
peradaban manusia, maka kota sebagai objek 1.000.000 dan memiliki kualitas urban.
harus terus tumbuh dan berkembang. Namun kota besar lama-kelamaan serupa
Kota pada dasarnya merupakan sebuah dengan karakter metropolis, akhirnya
wadah dari berbagai aspek kehidupan yang Batasan perbedaan antara metropolis dengan
sangat kompleks. Dewasa ini teori tentang kota kota adalah arti internasional dan
terus-menerus bermunculan dibarengi dengan supranasional (Basundoro, 2012: 20-21).
perhatian berbagai hal yang ikut bergerak
bersama perkembangan kota tersebut. Secara Menurut Wiryomartono, berdirinya kota-
teori Bergel menjelaskan beberapa istilah yang kota di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
berkaitan dengan perkembangan desa menjadi proses terbentuknya permukiman-permukiman
sebuah desa. Beberapa istilah tersebut awal diberbagai tempat. Permukiman-
diantaranya adalah: permukiman ini ada yang menjadi kota dengan
1) Village (desa), pada umumnya desa diartikan berbagai dorongan dari unsur-unsur eksternal.
sebagai tempat permukiman para petani, Sebagian besar kota-kota di Indonesia tercipta
terlepas dari besar atau kecilnya daerah karena faktor dari luar (ekstren), khususnya
tersebut. Ciri utama dari desa adalah antara ketika era atau masa kolonialisme dan
desa satu dengan desa yang lain tidak saling imperialisme. Dibuktikan dengan pembangunan
mendominasi atau tidak menguasai satu sama infrastruktur yang memudahkan kepentingan
lain juga tidak saling mempengaruhi. ekonomi dan politik negara induk rel kereta api,
2) Town (kota kecil), Bergel menjelaskan bahwa perluasan dan pembuatan jalan juga jaringan
kota kecil telah mendominasi pedesaan hubungan air sungai dan pantai diubah oleh

48 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
pemerintah kolonial. Kota merupakan campuran 5. Kabupaten Ciamis
dari berbagai aspek kehidupan masyarakat yang E. Karesidenan Cirebon:
sangat kompleks, maka secara teoritis 1. Kabupaten Cirebon
penggambaran tentang kota sangat rumit. 2. Kabupaten Kuningan
Seperti, Bandung yang menjadi salah satu kota 3. Kabupaten Indramayu
kolonial dikarenakan ciri khas dari kota kolonial 4. Kabupaten Majalengka
adalah konsentrasi kekuatan sosial, ekonomi dan F. Kotapraja (stadsgemeente):
politik berada di tangan pemerintah kolonial. Hal 1. Batavia
ini dapat dilihat dari tinggalan bangunan 2. Messter Cornelis
kolonial yang berbaris dan tertata rapi di 3. Buitenzorg
beberapa daerah pusat kota Bandung (Wardani, 4. Bandung
2016: 29). 5. Cirebon
Kota Bandung pada masa pemerintah 6. Sukabumi (Herlina, 2013: 80-81).
kolonial menjadi salah satu gemeente
(pemerintah kota). Pada pertengahan abad ke-20 Menurut Lombard. (2008) ketika orang-
Provinsi Jawa Barat oleh pemerintah kolonial orang Eropa yang paling awal tiba di Indonesia
membentuk lima karesidenan dengan ibu kota Penjelasan ini merujuk kepada orang-orang
Batavia. Provinsi Jawa Barat pada masa Portugis dan Cornelis de Houtman orang
pemerintah kolonial abad ke-20 wilayahnya Belanda yang singgah ke pelabuhan Malaka dan
terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan Banten. Namun gambaran awal tentang
kotapraja (stadsgementen). topografi dan perdagangan di Asia semakin
A. Karesidenan Banten terdiri atas: jelas, ketika sejumlah pedagang Bataaf
1. Kabupaten Serang bergabung pada tahun 1602 dan mendirikan
2. Kabupaten Pandeglang “Sarekat Perseroan Hindia Timur” (Vereenigde
3. Kabupaten Lebak Oostinsdisch Compagnie) atau biasa disingkat
B. Karesidenan Batavia: dengan VOC. VOC merupakan badan yang kuat,
1. Kabupaten Batavia yang mengawasi perdagangan Belanda, tidak
2. Kabupaten Meester Cornelis hanya di Nusantara, tetapi juga di Srilanka dan
3. Kabupaten Karawang kawasan yang merentang dari Tanjung Harapan
C. Karesidenan Bogor: hingga Jepang. VOC dipimpin dari Amsterdam
1. Kabupaten Bogor oleh Dewan Persero, “de Heeren” atau Dewan
2. Kabupaten Sukabumi 17 (ke-17 tuan-tuan) hingga akhir abad ke 18,
3. Kabupaten Cianjur mereka tidak menemukan kawasan kosong tanap
D. Karesidenan Priangan: penghuni. Sebagian besar ketika orang Eropa
1. Kabupaten Bandung mendarat di kota-kota pinggir pantai sudah
2. Kabupaten Sumedang cukup maju dan ada kekuasaan secara formal di
3. Kabupaten Garut kawasan tersebut, yaitu para penguasa
4. Kabupaten Tasikmalaya tradisional. Kota kolonial pertama yang

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 49


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
dibangun oleh orang-orang Belanda adalah kota-kota di Indonesia, karena memulai sebuah
adalah Batavia pada tahun 1619, dan tahun itu tahap perkembangan yang cepat (Nas, 2007:
dianggap sebagai fase baru dalam perkembangan 304).

Gambar 1: Jan Pieterszoen Coen


Gubernur Jendral yang Membangung Batavia

Jan Pieterszoen Coen diangkat menjadi


Gubernur Jendral pada tahun 1618. Ia memilih Perkembangan Kota Kolonial
pelabuhan Batavia sebagai pusat jaringan Pada tanggal 30 Mei 1619 VOC yang
perdagangan Belanda di Asia. Di bandar Jawa dipimpin oleh Jan Pieteszoen Coen ini
Barat yang banyak dibicarakan oleh Tomé Pires menyerang dan menghancurkan kota Jayakarta.
dan cukup sering disinggahi oleh orang Portugis Penyerangan tersebut dilakukan karena
dan Cina. Pada tahun 1610 VOC mendirikan loji kedatangan pasukan Banten yang ingin mengusir
dan pada tahun 1619 garnisun kecil yang orang-orang Belanda, namun mereka (pasukan
menempati loji itu membebaskan diri dari Banten) yang dikalahkan dan terusir oleh orang-
perwalian Pangeran Jayakarta, yang sekurang- orang Belanda. Setelah sukses VOC melakukan
kurangnya secara nominal adalah bawahan penyerangan ke Jayakarta, kekuasaan di
Sultan Banten, lalu memusnahkan kota pribumi Jayakarta sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda.
yang ada beserta mesjidnya dan mendirikan kota VOC kemudian segera membangun kota
Batavia dengan membangun sebuah benteng tersebut sebagai koloni pertama mereka di pulau
(Lombard,2008: 61). Jawa. Beberapa sumber menyebutkan tidak ada

50 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
satupun bangunan yang tersisa pasca orang Belanda membangun benteng yang
penyerbuan, sehingga orang-orang Belanda dinamakan Benteng Batavia, yang
nyaris membangun kota baru pada tahun-tahun memperlihatkan bahwa pada waktu itu kota
sesudahnya sebagai kota yang bercirikan Eropa. tersebut merupakan kota didalam benteng.
Salah satu ciri kota yang dibangun oleh kolonial Tembok tebal mengelilingi kota Batavia dan
pada awal abad ke-17 adalah gaya bangunan dibeberapa titik dibangun bastion (Bangunan
Eropa yang mendominasi kawasan kota. yang digunakan untuk mengintai musuh.) dan
Tipologi arsitektur dan Bahasa perancangan diberi nama kota-kota yang berada di Belanda,
model Eropa yang memiliki empat musim seperti Bastion Amsterdam, Middelburg,
dicangkokkan langsung ke kawasan tropis di Rotterdam, Hollandia, Grimerbergen dan lain-
Indonesia (Basundoro, 2012: 88). lain (Blackburn, 2001: 21). Ciri lain dari kota
Beberapa bangunan yang memiliki kolonial ialah adanya perencanaan kota yang
tipologi Eropa antara lain: pos-pos perdagangan, cukup baik. Sehingga secara fisik kota-kota
benteng militer dan kota yang dilindungi oleh kolonial memiliki struktur yang lebih rapid an
benteng. Alasan kemudian orang-orang Belanda teratur. Sebelum Belanda membangun kota
segera membangun benteng di Batavia adalah Batavia, mereka mempersiapkan terlebih dahulu
ketakutan orang-orang Belanda sendiri kepada rencana kota Batavia dengan sebuah rancangan
penduduk pribumi, jika sewaktu-waktu akan yang sangat baik dan rancangan tersebut
menyerang orang-orang Belanda. Disana orang- diberinama plan de Batavia.

Gambar 2: Rencana (Desain) Awal Pembangunan Kota Batavia


Sumber: Campbell, 1915. Basundoro, (2012: 91)

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 51


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
Seiring dengan perkembangannya, ketika pemeriksaan mesin uap dan pemantauan
kongsi dagang VOC dibubarkan pada tahun penggunannya (stoomwezen, inclusief de
1799, tanah koloni Belanda di Indonesia inspectie van stoomwerktuigen en het toezicht op
akhirnya langsung dikelolah oleh pemerintah het gebruik ervan, telegraf (telegrafie), jawatan
Belanda. Perkembangan perencanaan kota kereta api (spoorwagen), pengurus pegawai
semakin baik pada awal abad ke-19. Raffles yang bekerja di semua jawatan itu (de zoorg voor
yang berkuasa dengan waktu yang relatif singkat het personeel dat bij al deze dienstonderdelen
dapat merubah tata kota kolonial di Hindia werkte) (Anrooij, 2014: 230).
Belanda. dengan dibentuknya Dinas Pekerjaan Puncak dari perencaan kota-kota di
Umum (Burgerlijke Openbare Werken) banyak Hindia Belanda pada masa kolonial setelah
melatih para arsitek sipil dan mengerjakan disahkannya undang -undang desentralisasi pada
berbagai pekerjaan sipil di perkotaan, terutama tahun 1903. Berdasarkan undang-undang
bangunan perkantoran dan sarana kepentingan tersebut dibentuklah kota-kota otonom yang
umum lainnya, seperti pasar, rumah sakit, menyelenggarakan pemerintahannya secara
sekolah, sarana olah raga, makam, mercusuar mandiri, tidak bergantung kepada pemerintah
dan lain-lain. Departemen Pekerjaan Umum pusat di Batavia. Kota-kota otonom tersebut
Sipil atau yang biasa disingkat BOW adalah diberi status gemeente dan berkembang
salah satu dari empat departemen urusan umum kemudian menjadi stadsgemeente, dengan status
yang didirikan berdasarkan Koninklijk Besluit baru tersebut maka pemerintah kota tersebut
tertanggal 21 September 1866 melalui lembaran diberi keleluasaan untuk mengembangkan
negara Hindia Belanda (Staatsblad. No. 127). kotanya (Basundoro, 2014: 93). Kebijakan
BOW adalah Badan Hukum kelanjutan desentralisasi pun berdampak kepada sistem
dari Bureau van Openbare Werken (Biro pemerintah kolonial secara politik. Beberapa
Pekerjaan Umum) yang didirikan pada tahun hirarkis kekuasaan di Hindia Belanda kemudian
1854. Sejalan dengan kebijakan sistem tanam terbagi dua. Satu hirarki pemerintah yang hanya
paksa (culturstelsel), sangat efektif, efisien dan dijabat oleh orang-orang Belanda dan
berhasil baik jika menggunakan penanganan merupakan korps dari Nederlandsch
professional infrastruktur di tingkat pusat. Binnenlands Bestuur (NBB) dan hirarkis
Beberapa tugas BOW adalah pengelilaan pemerintahan yang melibatkan penduduk
pengairan (waterstaat), jalan (wegen), pekerjaan pribumi, merupakan korps Inlandsche
umum sipil negara (‘s lands burgerlijke Binnenlandsch Bestuur (IBB).
openbare werken), sistem tenaga uap, termasuk

52 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
Bagan 1: Sistem Pemerintahan Hindia Belanda

Terdapat tiga ciri yang harus diperhatikan rekayasa desain kota seperti di negeri Belanda
untuk dapat memahami struktur ruang lingkup (Soekiman, 2011: 109).
sosial kota kolonial, yaitu budaya, teknologi dan
struktur kekuasaan kolonial. Kota-kota kolonial METODE PENELITIAN
yang besar seperti Batavia, Semarang, Surbaya
dan Bandung memiliki keterkaitan erat dengan Metode penelitian yang digunakan dalam
tiga aspek tersebut. Keterbukaan sebuah kota penulisan dan penelitian jurnal ilmiah ini adalah
dengan pusat pemerintahan dan perdagangan metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu
mengharuskan adanya perkembangan usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-
komunikasi dan teknologi pada masa fakta serta menyusun simpulan mengenai
pemerintahan kolonial. Dalam perjalanan peristiwa masa lalu. Tujuannya adalah untuk
kunjungan di berbagai kota pada tahun 1923, membuat rekontruksi masa lalu secara sistematis
Berlage menyebutkan bahwa kota Semarang dan objektif (Gottschalk, 2008. Garraghan,
adalah kota terbagus dan terbersih di Pulau Jawa. 1957: 34). Tahapan penelitian dalam metode
Hal ini tidak saja karena rencana perluasannya sejarah sendiri terbagi menjadi empat. Tahap
merupakan hasil karya Plate dan Kaarsten, tetapi pertama adalah heuristik. Heuristik adalah
juga desain bangunan-bangunan dibuatnya tahapan awal yang dilakukan setelah
dengan perubahan besar. Contoh, bangunan menentukan topik atau permasalahan penelitian.
perkantoran dan rumah yang bagus dan bergaya Heuristik sendiri adalah proses mencari,
indis, baik di luar maupun di pinggiran kota. menemukan dan menghimpun sumber-sumber
Dalam memperhatikan keserasian kota sejarah yang terkait dengan pokok
Semarang, Kaarsten berupaya menggunakan permasalahan. Tahap pencarian sumber
percobaan dengan ilham bangunan pedesaan. dilakukan terhadap sumber tertulis (studi
Semuanya diciptakan oleh Kaarsten dengan literatur), sumber benda dan lisan. Sumber
tertulis berupa arsip, sumber resmi tercetak,

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 53


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
dokumen, buku dan lain-lain. Arsip ditelusuri di penelitian jurnal ilmiah ini adalah interpretasi.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Interpretasi adalah proses menafsirkan berbagai
Pencarian sumber primer yang sezaman fakta menjadi sebuah rangkaian yang logis. Pada
berbentuk sumber resmi tercetak, surat kabar dan tataran oprasionalnya interpretasi dilakukan
buku dilakukan di beberapa perpustakaan, antara secara analitis yakni mengurai fakta dan
lain: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dilakukan secara sintesis yaitu menghimpun
(PNRI), Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah fakta. Pemahaman secara verbal tidak memadai
Provinsi Jawa Barat (BAPUSIPDA), untuk menginterpretasikan informasi yang
Perpustakaan Fakultas Ilmu Pendidikan dan terkandung di dalam sumber sejarah. Fakta yang
Ilmu Keguruan (FKIP) Universitas Galuh dan diperoleh diinterpretasikan baik secara verbal,
Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah teknis, logis, faktual dan psikologis. Dengan
di FKIP Universitas Galuh Ciamis. Di demikian, interpretasi yang dihasilkan dapat
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dipahami secara menyeluruh dan mendalam.
penelusuran sumber tertulis dikhususkan kepada Tahap selanjutnya adalah tahapan terakhir
pencarian sumber sezaman, seperti surat kabar. dalam penulisan sejarah menggunakan metode
Di perpustakaan BAPUSIPDA, FKIP historis, Historiografi. Historiografi adalah
Universitas Galuh dan Prodi Pendidikan Sejarah tahapan penulisan sejarah. Fakta yang telah
Universtias Galuh Ciamis dikhususkan kepada diinterpretasikan kemudian dituliskan dalam
pencarian sumber sekunder (buku-buku) penulisan yang sistematis dan kronologis.
pendukung penelitian sumber sejarah Historiografi yang akan dihasilkan dibagi
perekonomian pada masa kolonial. menjadi beberapa pembahasan, yang secara
Tahap kedua, adalah kritik sumber. Kritik keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh.
sumber dalam metode sejarah terbagi menjadi Dengan menggunakan metode sejarah, penulis
dua. Diantaranya adalah kritik ekstern dan kritik mendapat panduan bagaimana teknis penelitian
intern. Kritik ekstern bertujuan untuk jurnal ilmiah ini dapat dikerjakan secara efektif
menentukan otentisitas sumber dengan cara dan akurat. Efektif dalam pengertian tahapan
memberikan penilaian terhadap kondisi fisik demi tahapan dikerjakan dengan terperinci.
sumber tersebut, seperti jenis kertas yang Akurat dalam pengertian hanya sumber yang
digunakan, tinta, tulisan, huruf, watermark, telah menjadi fakta sejarah yang dapat dijadikan
stempel dan sebagainya. Kritik intern dilakukan bahan penulisan jurnal ilmiah ini. Selain itu,
dengan melakukan penilaian terhadap kondisi unsur diakronis yang menunjukan sejarah,
fisik sumber tersebut. Selain itu, akan dilakukan sebagai ilmu tentang berfikir dalam waktu
pula proses membandingkan data yang sudah sangat diperhatikan.
ada di dalam sumber tersebut dengan data yang
ada di dalam sumber tersebut dengan sumber
lainnya.
Tahap ketiga dalam metode penelitian
historis yang akan digunakan oleh penulis dalam

54 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
HASIL PENELITIAN DAN tekanan jumlah penduduk paling banyak
PEMBAHASAN
(Basundoro,2013: 11).
Idealnya jumlah penduduk dengan tata
Permasalahan Kota Kolonial
kota yang diharapkan pada masa kolonial
Beberapa kota besar di Indonesia harus
dirancang untuk kepentingan kolonial sendiri,
menanggung beban di Indonesia harus
bukan untuk kepentingan secara umum.
menanggung beban berat akibat kenaikan
Perkembangan di kota Bandung, memasuki awal
penduduk terutama yang disebabkan oleh arus
abad ke-20 perkembangan jumlah penduduk
migrasi. Hal ini disebabkan karena pada masa
semakin meningkat bersamaan dengan
pemerintah kolonial kota-kota yang berkembang
datangnya orang-orang Eropa. Kota Bandung
hanya sedikit. Sebagaimana telah dijelaskan
sendiri berubah ketika dimulainya Herman
sebelumnya hanya Batavia, Bandung, Semarang
Willem Daendels merencanakan pembangunan
dan Surabaya yang dapat dikatakan maju dan
jalan raya pos yang terbentang sepanjang Pulau
perkembang. Namun pada prinsipnya kondisi
Jawa. Sekitar 800 mil (1.100 kilometer)
kota tersebut tidak pernah dirancang untuk
dikerjakan oleh pemerintah kolonial. Tujuan
menampung lonjakan penduduk dalam jumlah
utama pembangunan jalan itu adalah untuk
yang demikian tinggi. Pada awal abad ke-20,
kelancaran hubungan pemerintah pusat dengan
para perancang kota bahkan merancang dan
pemerintah daerah melalui surat (hubungan pos),
mengangankan kota Batavia hanya untuk
maka jalan tersebut dikenal dengan nama Grote
900.000 jiwa (Pamungkas, 2001). Namun pada
Postweg atau jalan raya pos (Hardjasaputra,
kenyatannya rancangan kota yang diperuntukan
2002: 27) [ebook].
900 ribu jiwa tersebut tidak pernah terwujud.
Pemerintah kolonial tidak bisa menekan laju
urbanisasi masyarakat pedesaan ke Batavia.
Akhirnya Batavia menjadi kota yang mendapat

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 55


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
Gambar 3 : Topografi Bandung

Sumber: http:www.KITLV.net, diakses pada 16 Mei 2017 pukul 11.25

Kebiasaan orang-orang Eropa yang sebuah gedung baru di Waterlooplein pada tahun
dibawa dari negeri Belanda pun sangat terlihat 1889 (Lombard, 2008: 83). Menurut Brenda
ketika pemerintah kolonial membangun fasilitas Yeoh, kota kolonial menampung masyrakat
seperti jalan beraspal, penerangan, air, bersih, yang sangat beragam, heterogenitas di dalam tata
kendaraan, trem, kantor pos, rumah took, barak kota terbagi menjadi orang Eropa, penduduk
militer, gereja dan sebagainya. Selain pribumi dan para pendatang. Mereka hidup
kompleksitas, gaya hidup orang-orang Eropa menjadi satu di dalam satu kota, namun tempat
ikut terbawa sampai ke Hindia Belanda, seperti dan posisi mereka terkotak-kotak berdasarkan
contoh pada awal abad ke-19 orang-orang Eropa perbedaan rasa tau warna kulit (Yeoh, 1996: 1).
membuat suatu perkumpulan atau klub khusus Permasalahan ragam kota kolonial
yang diperuntukan orang-orang Eropa, klub akhirnya menimbulkan segregasi ras. Perbedaan
tersebut dinamai Concordia. Concordia adalah tempat tinggal yang didasarkan oleh warna kulit
klab (Societiet), sebuah perkumpulan para tersebut adalah sesuatu yang telah didesain oleh
pejabat tinggi militer. Pertama kali didirikan pemerintah kolonial, hal ini dilakukan karena
pada tahun 1830, dan kemudian ditempatkan di mereka memiliki kepentingan. Dengan terpecah-

56 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
pecahnya warga kota berdasarkan ras agar dapat adalah permukiman orang-orang Belanda. kedua
mengontrol mereka (penduduk pribumi), namun permukiman orang-orang Cina dan asing berada
dalih yang digunakan pemerintah adalah di barat rel kereta api yang melewati grote
menghindari konflik. Penduduk kota dibuat postweg dan permukiman penduduk pribumi
berlapis-lapis berdasarkan latar belakang ras, tinggal jauh dipinggiran kota Bandung.
bahkan etnis. Lapisan pertama adalah orang- Perkampungan penduduk pribumi di Surabaya,
orang Eropa seperti Belanda dan lainnya, lapisan Bandung dan Batavia sangat bertolak belakang
kedua adalah orang pendatang dari bangsa timur dengan kondisi permukiman masyarakat
asing (Cina, Arab, India, Jepang) dan lapisan Belanda dan Eropa, sehingga sumber
terakhir adalah penduduk pribumi. Pembagian permasalahan kota seperti masalah sanitasi,
tersebut merupakan hasil pemisahan yang keindahan kota, penyakit dan lain-lain selalu
dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda menghantui warga kota. Disinilah rakyat miskin
sebagaimana tercantum dalam Regering jelata tinggal dan menjadi simbol dari
Reglement tahun 1854 (Noordjanah, 2010: 11). pekembangan kota. Pemerintah kolonial, lebih
Penerapan dalam permukiman yang mengedepankan kepentingan golongan mereka
terpisah-pisah ini sengaja dan tidak (orang-orang Eropa), rakyat miskin bumiputra
diperbolehkan untuk membaur satu sama lain. menjadi korban pertama dalam sektor
Dengan kebijakan ini maka di kota-kota permukiman (Basundoro, 2012: 97)
terbentuklah kawasan khusus untuk orang-orang
Eropa, kawasan Pecinan yang dihuni oleh orang-
orang Cina, kawasan Kampung Melayu dan SIMPULAN
kawasan perkampungan Arab. Aturan mengenai
pemusatan permukiman tersebut adalah Lahirnya kemiskinan karena keterbatasan
Staatsblad yang terbit pada tahun 1871 No. 145. ruang kota pada masa kolonial melahirkan
Pemisahan permukiman berdasarkan ras permasalahan baru. Hal ini lebih kompleks
misalnya terjadi di Surabaya. Pertama, karena menyangkut ruang hidup penduduk
permukiman masyarakat Belanda dan Eropa pribumi yang menjadi korban. Kenyataannya
yang terletak di sekitar Jembatan Merah dan jika penduduk pribumi yang bisa bertahan hidup
Simpang. Kedua permukiman orang-orang Cina di pinggiran kota dan menjadi korban kebijakan
dan timur asing lainnya terletak di sebelah timur pengkotak-kotakan wilayah permukiman, dapat
kawasan jembatan merah dan ketiga, penduduk melahirkan beberapa solusi, pertama dengan
pribumi tinggal di antara tanah-tanah yang aksi merebut ruang kota seperti yang dilakukan
tersisa atau dibalik gedung-gedung milik orang oleh penduduk pribumi di Surabaya jika terjadi
Eropa (Basundoro, 2012: 96-97). Di Kota kerusuhan atau permasalahan sosial, aksi rakyat
Bandung penerapan permukiman yang terpisah- miskin di Surabaya serentak merebut ruang-
pisah berdasarkan ras terbagi menjadi tiga. ruang publik kota dan dikuasai oleh mereka.
Pertama, batas rel kereta api yang melintasi Kedua penduduk pribumi yang tidak dapat
grote postweg (jalan merdeka saat ini) ke utara

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 57


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
menahan beban permasalahan kota akan kembali Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah.
ke desa. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Akhirnya permasalahan kota pada masa Herlina. N, et al. (2013). Sejarah Kota-kota lama
kolonial adalah rakyat miskin yang didominasi di Jawa Barat. Bandung: Balai
oleh penduduk pribumi sendiri. Akhirnya Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan
permasalahan kota dapat dilihat dari dua sisi, Nilai Tradisional, Dinas Pariwisata dan
pertama kota dianggap menghasilkan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dan
sumber dari peradaban, disisi lain kota YMSI Cabang Jawa Barat.
melahirkan masyarakat yang dianggap kurang Lombard. D. (2008). Nusa Jawa Silang Budaya,
beradab atau tepatnya orang-orang kalah yang Jilid I: Batas-batas Pembaratan. Jakarta:
berjuang untuk bertahan hidup. Kota dianggap Gramedia Pustaka Utama dengan Forum
sebagai tempat yang aman dan nyaman jika Jakarta-Paris dan Ecole Francaise
didesa terjadi pergolakan atau kerusuhan, disisi d’Extreme-Orient.
lain kota dianggap kejam bagi orang-orang yang Nas. P.J.M. (2007). Kota-Kota Indonesia:
tidak bisa menaklukannya. Bunga Rampai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Noordjanah. A. (2010). Komunitas Tionghoa di
DAFTAR PUSTAKA Surabaya. Yogyakarta: Ombak.
Pamungkas, G & Adolf Heuken. (2001).
Arsip, Dokumen Resmi Tercetak Menteng: Kota Taman Pertama di
Staatsblad van Nederlandsch Indie. Jaar 1866. Indonesia. Jakarta: Yayasan Cipta Loka
No. 127. Caraka.
Wardani. T. (2016). Mengabarkan Gerakan:
Buku: Surat Kabar Anti Kolonialisme 1920-
Anrooij. Fv [terj: Nurhayu & Susi]. (2014). De 1926. Ciamis: Kentja Press.
Koloniale Staat, 1854-1942. Leiden. Yeoh, B. S.A. (1996). Contesting Space: Power
Nationaal Arcief. Realtions and the Urban Built
Basundoro. P. (2014). Pengantar Sejarah Kota. Environment in Colonial Singapore.
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Singapore: Oxford University Press.
Basundoro. P. (2013). Merebut Ruang Kota:
Aksi Rakyat Miskin Kota Surabaya 1900- Tesis/Disertasi:
1960. Tangerang: Marjin Kiri Hardjasaputra, S.A. (2002). “Perubahan Sosial
Blackburn. S. (2011). Jakarta 400 Tahun. di Bandung 1810-1906. Disertasi. Depok:
Jakarta: Masup. PPS Universitas Indonesia
Garrghan, G. J. S.J. (1957). A Guide to [ebook].
Historical Method Vol I & Vol II.
Fordham University Press: New York. Internet:
Foto Koleksi KITLV dalam:

58 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60
http://www.KITLV.net

Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. 59


Ratih, D. (2022). Kota Kolonial Hindia Belanda 1800-1942: Ditinjau Dari Permasalahan Sejarah Perkotaan.
Jurnal Artefak, 9 (1), 49 - 60

60 Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.

Anda mungkin juga menyukai