Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yusan Damara Putri

Nim : F1D018051
Mata kuliah : Ruang dan Politik Perkotaan
REVIEW ARTIKEL
MEMAHAMI SEJARAH KOTA SEBUAH PENGARUH (artikel 1)

 Pengertian kota secara leksikografi dan keilmuan

Kota dalam Bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti, yaitu dinding/ Tembok yang
mengelilingi benteng (tempat pertahanan) daerah perkampungan yang terdiri atas bangunan
rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dan berbagai lapisan masyarakat; dan daerah
yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan. Di Indonesia yang
menggunakan kata kota atau kuta, misalnya Kutaraja (Banda Aceh) dan Kutarenon di
Lumajang. Sedangkan dalam bahasa Sansekerta, kuta berarti benteng atau kubu pertahanan.
Kuta dalam bahasa Jawa Kuna berarti benteng “warnan tingkah ikan puradbhuta kutanya
bata ban umidar” artinya gambaran susunan kediaman raja, mengagumkan, bentengnya dari
bata merah, mengelilingi. Pengertian ini dipandang secara leksikografi yang mempunyai
pengertian mendasar berdasarkan budaya dan geografis yang berkembang pada awal abad
terjadinya pembentukan kota. Pada sisi lain sudut pandang lebih universal memberikan
pemahaman sebagai pandangan keilmuan dalam menterjemahkan pengertian mengenai kota.
Pengertian kota berdasarkan bidang keilmuaan. Menurut Sirjamaki Kota adalah permukiman
yang permanen relatif luas, penduduknya padat serta heterogen, dan memiliki organisasi-
organisasi politik, ekonomi, agama, dan budaya. Ditegaskan pula oleh Hamblin, kota adalah
tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu kelompok yang lebih besar dari suatu klen.
Di kota terjadi suatu pembagian kerja, yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok sosial
dengan diferensiasi fungsi, hak, dan tanggung jawab. Dengan pengertian ini, Jones
menegaskan bahwa kota tercakup unsur keluasan wilayah, kepadatan penduduk yang bersifat
heterogen dan bermata pencaharian non pertanian, serta fungsi administratif-ekonomi-
budaya. Istilah kota dalam bahasa Arab ‘madina’ berarti suatu kota suatu permukiman luas
tempat terjadi konsentrasi fungsi-fungsi keagamaan, politik, ekonomi, dan fungsi-fungsi
lainnya. Suatu ‘madina’ pada prinsipnya adalah suatu ibukota administratif, selalu merupakan
ibukota suatu nahiyyah atau rustaaq distrik . Dari sudut ekonomi, kota adalah suatu
permukiman di mana penduduknya lebih mengutamakan kehidupan perdagangan dan
komersial dari pada pertanian. Kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-
individu yang heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat menempati areal tanah yang
terbatas berbeda halnya dengan apa yang disebutkan desa-desa, kampung-kampung dan
tempat-tempat permukiman lainnya. Namun MAJ Beg menekankan sebagai permukiman
dengan aspek kependudukan yang padat, heterogen termasuk tentunya kelompok yang telah
mengenal tulisan yang biasanya berada dalam masyarakat non-agraris.

 Kraton dan alun-alun sebagai bagian kota

Sebagai pusat dari kota tradisional ialah kraton. Di sekitar kraton dapat dibangun rumah-
rumah para sentana dan abdi dalem, tempat ibadah, dan pasar. Kadang-kadang kraton juga
merupakan benteng dengan tembok yang melingkar, lengkap dengan lapangan dan tempat
ibadah. Bahkan kota-kota administrative di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Surakarta
menunjukkan pola yang sama di masa lampau. Nama-nama kampong dalam kota sering
disesuaikan dengan abdi dalem yang tinggal di kampong itu. Dalam tata ruang kota
keberadaan alun-alun sebagai ruang terbuka di antara kraton, masjid agung dan pasar dapat
ditinjau dari beberapa aspek:

1. Dari aspek filosofis-religius, alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk


menampung luapan jamaah dari masjid agung, dan rangkaian upacara
Garêbêg.
2. Dari aspek politis, upacara tersebut (GarêbêgMulud) merupakan acara
seba tahunan bagi para penguasa daerah untuk menunjukkan
ketaatan dan kesetiaan kepada raja (Ricklefs, 1993:9).
3. Dari aspek ekonomis, karena pasar berada di dekatnya, atau di
pinggirnya.
4. Dari aspek kultural, yaitu untuk pelaksanaan acara rampog macan (van
Goens dalam Graff, ed, 1956:87-89).

Alun-alun Surakarta dan Yogyakarta masing-masing ber-jumlah dua, Alun-alun Lor dan
Alun-alun Kidul, yang mengapit kraton. Behrend , berpendapat bahwa tata ruang kedua alun-
alun dan gapura-gapura di kraton Yogyakarta dan Surakarta menggambarkan tata ruang yang
skematis makrokosmos, serta menekankan pentingnya sumbu utara- selatan sebagai sumbu
seremonial. Alun-alun di sebelah utara kraton dalam beberapa hal dapat disetarakan dengan
agora di kota-kota Yunani dan Romawi , serta maydan di beberapa kota Islam kuno di Asia
Barat . Kesetaraan itu terutama dalam hal bentuk, yakni baik alun-alun, agora, maupun
maydan berupa ruang terbuka, berbentuk segi empat. Oleh karena itu, sejarah kota di
Indonesia tidak dimulai pada waktu yang sama. Ancar-ancar bahwa kota muncul sebagai
sebuah kategori dalam sejarah Indonesia pada awal abad ke-20 semata-mata didasarkan lebih
pada sudut pandang sosio-kultural daripada ekologis . Pertama, sektor kota tradisional yang
ditandai dengan pembagian spatial yang jelas berdasarkan status sosial dan dekatnya
kedudukan pemukim dengan kraton. Keempat sektor kelas menengah pribumi yang kadang-
kadang mengelompok dalam kampong-kampung tertentu, seperti Kauman di Kota
Yogyakarta dan Surakarta, atau di bagian lain.

 Pemahaman Mengenai Kota Kuno di Jawa

Benteng mula- mula didirikan mengelilingi istana saja, bahkan ada istana yang tidak
berbenteng sama sekali. Pada kota-kota yang memiliki benteng istana, kegiatan ekonomi
berlangsung di luar benteng tersebut. Kemudian mulai ada penguasa -terutama di Jawa- yang
memerintahkan membangun benteng kota, yang mungkin mencontoh kebiasaan orang Eropa
dan sebagai jawaban atas ancaman militer Belanda. Dalam paham kosmos Jawa, pembagian
wilayah tersebut di atas merupakan pencerminan alam semesta. Selain itu usaha untuk
menciptakan kesejajaran antara makro dan mikrokosmos juga dapat dilihat dalam organisasi
desa-desa menjadi mancapat dan mancalima. Pengelompokan ini berarti pengaturan tata
ruang desa-desa ke dalam pola segi empat dengan satu desa disetiap arah mata angin utama,
dan satu arah di tengah.

 Perbedaan Kota dan Desa

Lalu bagaimana perbedaan dengan desa. Di kota juga berkembang tradisi besar yang dengan
penuh kesadaran ditumbuhkan di pusat-pusat pembelajaran, seperti sekolah, pesantren, dan
tempat-tempat peribadatan. Di sisi lain di pedesaan sebetulnya juga tumbuh tradisi kecil,
yang bias disebut budaya rakyat. Kota bersifat nonagrikultural, sehingga untuk keperluan
penyediaan makanan harus dibina hubungan antara kota dan desa. Meskipun ada perbedaan-
perbedaan antara kota dengan desa, namun kota tak dapat dipisahkan dengan desa sebagai
bagian dari suatu sistem yang lebih luas. Demikian juga Weber berpendapat, bahwa salah
satu ciri pokok kota ialah, sebagai pusat kegiatan perekonomian.

SEJARAH PERKOTAAN: MEMBAYANGKAN KOTA DAN


HISTORIOGRAFI SEJARAH PERKOTAAN (artikel 2)
Perhatian pada penulisan sejarah Indonesia sekian lama lebih tertarik dalam penulisan
sejarah politik, sejarah tokoh-tokoh besar,atau juga warisan sejarah kerajaan masa
lampau. Namun dalam dekade terakhir ini, perhatian akan penelitian dan penulisan sejarah
kota mengalami peningkatan dan perhatian yang sangat berarti. Dalam historiografi sejarah
perkotaan, meski tidak seramai beberapa waktu belakangan ini, namun telah ada tulisan-
tulisan ‘perintis’ yang membahas tentang kota dalam perspektif sejarah. Kemudian tulisan
oleh ilmuan Indonesia seperti oleh Selo Soemardjan tentang kota Yogyakarta ,
Abdurrahman Surjomihardjo tentang Jakarta dan Yogyakarta . Serta termasuk Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional yang menerbitkan serimonografi tentang
kota-kota di Indonesia.

Kota Prasejarah
Pemukiman-pemukiman awal yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah komunitas
tertentu telah menjadi perhatian tersendiri bagi beberapa sejarawan, namun lebih khusus para
arkeolog untuk mengungkapkan kota-kota prasejarah tersebut. Diyakini bahwa dalam masa
permulaansejarah pemukiman di Indonesia, telah terbentuk semacam kota-kota awal tempat
berkumpul dan beraktifitas bagi para penduduknya. Pada kota-kota prasejarah umumnya
ditemukan situs pemukiman berkelompok dan belum ada penyebaran infrastruktur secara
lebih luas. Kota prasejarah dalam pengertian luas merupakan perwujudan kota-kota besar awal
dunia, kita bisa menyebut kota Mesopotamia, Baghdad, Yunani, Romawi, termasuk penemuan kota
prasejarah terbaru yakni di Provadia-Solnitsata yang berlokasi di dekat resor Varna di tepi Laut
Hitam, atau kebesaran kota Prasejarah Mohenjo Daro dan Harappa di lembah sungai Indus yang
memiliki penataan kota yang hebat. Beberapa diantaranya yang bisa disebut seperti Kota Demak
yang telah memperlihatkan elemen-elemen kota; pintu gerbang pabean, jaringan jalan, benteng,
alun-alun, taman kerajaan, pemukiman, makam kerajaan, dan sebagainya.

Kota Tradisional
Begitu banyak kota-kota di Indonesia hingga hari ini yang merupakan warisan kota
tradisional. Banyak diantara kota tersebut yang dibangun dengan pertimbangan magis-
religius atau makro-kosmos dan kepercayaan setempat.Ada kota tradisional yang dibangun
berdasar garis imajiner kepercayaan tra-disional, ada yang berdasar mata angin atau atas
dasar yang lain. Bahkan kota-kota di Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Surakarta menun-
jukkan pola yang sama di masa lampau. Pembagian pemukiman sudah sangat jelas nampak
dalam kota-kota tra-disional, demikian juga pemolaan secara kultural, misalnya tampak
dalam pembagian dua pemukiman Hindu dan Budha di zaman Majapahit. Dalam kota tra-
disional terdapat simbol-simbol dari kekuasaan raja, diwujudkan dalam bangunan fisik,
upacara-upacara, dan hak-hak istimewa lainnya.
Kota Kolonial

Anda mungkin juga menyukai