Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SOSIOLOGI PERKOTAAN

Dosen Pengampu:

Disusun oleh:

 Devi Aini Wahyuni A (1198030058)


 Dirman Muharom S (1198030066)
 Firyal Amalia (1198030082)
 Habib Anazzer R (1198030091)

PROGRAM SARJANA S1 PRODI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang seperti saat ini.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah studi Sosiologi
Perkotaan serta teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan
kritik pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
BAB I

PENDAHULUAN

“Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang
peradaban. Kota dapat dikatakan sebagai tempat yang padat dan dihuni oleh orang-orang
yang heterogen (beragam)”.

A. Latar Belakang
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian ini
lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupan serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat perdesaan. Perhatian masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-
aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan, tetapi lebih luas lagi.
Munculnya peradaban sebuah kota serta perkembangan pemukiman dalam
bentuk kota diketahui muncul pada masa Neolitikum yang berlangsung sekitar 5.500-
7.500 tahun lalu. Sebelum masa tersebut, pemukiman manusia bersifat sementara
karena harus mengikuti gerak hewan buruan, serta alasan menhindari musim yang
keras (Eko A. Meinarno, 2011: 220). Bentuk huniannya biasanya rumah diatas pohon
atau di dalam gua.
Manusia ada upaya untuk melakukan pembudidayaan tetumbuhan dan
domestikasi hewan, pemukiman yang bersifat permanen mulai muncul. Hal tersebut
didukung oleh fakta dengan ditemukannya area pertanian awal di Timur Tengah,
Cina, Amerika Selatan, dan Asia Barat Daya dengan usia yang sama dengan masa
Neolitikum (Eko A. Meinarno, 2011: 220).
Daerah-daerah pertanian seperti diatas membuka peluang untuk proses saling
bertukar hasil produksi di suatu tempat yang akan menjadi kota. Di sini, pranata
(institutions) pasar secara berangsur-angsur berkembang dan dimanfaatkan sebagai
sarana untuk melakukan pertukaran dan transaksi.
Tempat yang strategis mensyaratkan sarana transportasi untuk pegangkutan
yang berupa jalan darat ataupun sungai. Si sekitar lokasi transaksi secara berangsur-
angsur tumbuh pemukiman penduduk yang permanen dan berfungsi untuk
menyimpan. Terbentuknya pemukiman masyarakat dengan jumlah penduduk yang
besar, padat, dan beragam merupakan ciri peradaban manusia yang maju.
Dengan demikian, kota pada akhirnya suatu ciptaan peradaban umat manusia
yang lahir dari perdesaan. Perdesaan merupakan cikal bakal lahirnya sebuah
perkotaan. Kota adalah pemukiman baru warga desa yang tinggal di perkotaan karena
orang-orang kota pada mulanya adalah orang-orang desa. Orang-orang desa lebih
bersifat sama (homogen), setelah pindah ke tempat lain (kota) bersifat campuran
(heterogen) sebab orang yang banyak pindah ke kota tidak berasal dari satu desa,
tetapi dari banyak desa yang ingin bermukim.

B. Rumusan Masalah
Sebagai makhluk sosial, serta kami mahasiswa yang memasuki jurusan
Sosiologi, mempelajari Sosiologi Perkotaan untuk mengetahui apa saja yang harus
dimengerti dari Sosiologi Perkotaan. Termasuk objek sosiologi itu sendiri, yaitu
masyarakat, bagaimana masyarakarat dan karakterisitik dari sosiologi perkotaan ini.
Begitu pun hal-hal yang menyangkut dengan sosiologi perkotaan ini

C. Tujuan Masalah
Tentu, tujuan kami adalah untuk menambah ilmu dan mengetahui lebih dalam
lagi tentang sosiologi perkotaan ini. Selain itu, kami juga ingin mengetahui
bagaimana individual dari masyarakat perkotaan serta karakteristik masyarakat
perkotaan. Lalu kami pun ingin mengetahui apa saja ciri-ciri dari sosiologi perkotaan
ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kota
Kota berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “kotta” yang dalam ungkapan lain
disebut sebagai kita atau kuta. Berdasarkan kamus Bahasa Sanserkera Indonesia dan
Sanserkerta Inggris, kota berarti kubu atau perbentengan (stronghold) (Eko A.
Meinarno, 2011: 221). Ada banyak definisi yang berkaitan dengan kota. Definisi kota
yang komplit (refresentatif) dijelaskan oleh Wirth (Safari Imam, 1993: 19), yaitu
sebuah pemukiman yang penduduknya relatif besar, padat, permanen, dan dihuni oleh
orang yang heterogen. Pengertian ini menunjukan bahwa kota memiliki jumlah
penduduk yang sangat besar dan padat. Kawasan perkotaan berdasarkan jumlah
penduduknya diklasifikasikan menjadi :
1. Kawasan perkotaan kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 10.000 hingga 100.000 jiwa;
2. Kawasan perkotaan sedang, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani sebesar 100.001 hingga 500.000 jiwa;
3. Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani lebih besar dari 500.000 jiwa;
4. Kawasan perkotan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk
yang dilayani lebih dari 1.000.000 jiwa.
Dilihat dari segi fisik, kota didefinisikan sebagai pemukiman yang mempunyai
bangunan-bangunan perumahan yang berjarak relatif padat dan yang mempuntai
sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas yang relatif memadai untuk memenuhi
kebutuhan penduduknya.
Berdasarkan segi jumlah penduduk, kota didefinisikan sebagai kesepakatan
mengenai jumlah minimum populasi yang dapat digunakan untuk mengualifikasikan
pemukiman sebagai suatu kota.
Berdasarkan sudut demografis, kota dirumuskan sebagai pengelompokan
orang atau penduduk dalam ukuran jumlah tertentu, dan wilayah tertentu. Sebagai
suatu prosedur yang umum, kota (urban) adalah tempat pemukiman yang mempunyai
jumlah penduduk besar.
B. Sejarah dan Perkembangan Kota
Setiap kota mengalami sejarah pertumbuhan dan perkembangan sehingga
menjadi kota besar. Proses pembentukan kota tidak lepas dari segala aktivitas
manusia. Banyak kota di dunia berawal dari desa. Desa adalah pemukiman yang
penghuninya terikat dalam kehidupan dan bergantung pada wilayah di sekelilingnya.
Dalam perjalanan waktu, karena keadaan topografis dan lokasinya, desa berkembang
menjadi kota (pemekaran kota). Kemudian sejarah terbentuknya kota yang ada di
suatu negara umumnya bervariasi, tetapi memiliki inti yang sama. Terbentuknya kota
juga bisa dikatakan sebagai awal sebuah tempat pertemuan antar penduduk desa
dengan penduduk di sekitar desa, baik untuk transaksi keperluan hidup, tempat
perkumpulan barang maupun tukar menukar barang. Lama-kelamaan ada yang
bermukim di sekitar tempat itu kemudian menjadi semakin besar. Berdatangan pula
penduduk dari daerah sekitar ke ke tempat itu serta ke daerah lainnya, kemudian
membentuk sebuah kota atau menjadi kota besar.
Menurut Gideon Sjoberg dalam S. Meno dan Mustamin Alwi (1992:18) ada
tiga tingkatan pergerakan manusia hingga menjadi masyarakat kota, yaitu :
 Preurban feudak society, yaitu masyarakat feodal sebelum adanya atau menjadi kota-
kota;
 Preindustrial feudal society, yaitu masyarakat feodal sebelum adanya industri;
 Moderen industrial feurial society, yaitu masyarakat feodal dengan industri maju.

Dilihat dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan kota terdiri atas
tiga tahap, yaitu :

 Fase teknik, yang bertumpu pada eksploitasi sumber daya tenaga air dan angin oleh
manusia (kincir-kincir yang digerakkan oleh air dan angin);
 Fase paleo teknik, yaitu tahap pengembangan uap sebagai sumber tenaga dengan batu
bara sebagai bahan bakarnya;
 Fase neoteknik, di mana sumber tenaganya adalah listrik dan bahan bakarnya adalah
bensin. Saat ini dikembangkan tenaga matahari dan nuklir.
Kota-kota di Indonesia ternyata memiliki sejarah dan perkembangannya
tersendiri. Menurut Koentaraningrat dalam S. Meno dan Mustamin Alwi (1992: 21)
menjelaskan bahwa kota-kota di Indonesia bermula dari adanya kota-kota istana,
kemudian kota pusat keagamaan, dan terakhir kota pelabuhan. Kemudian muncul pula
istilah kota administrasi.
C. Fungsi Kota
Kota dapat memberikan pelayanan penting bagi mereka yang ada di dalam
kota ataupun yang tinggal disekeliling kota, atau mereka yang melakukan perjalanan
serta berdiam sementara di kota tersebut. kegiatan fisik dalam kota memerlukan
perhatian dan perancangan sesuai fungsi masing-masing. Untuk melakukan fungsi
tersebut, kota perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti
kawasan industri, pemukiman, perdagangan, pemerintahan, sarana kebudayaan,
kesehatan, rekreasi dan lainnya.

Fungsi-fungsi kota yaitu:

 Pusat berbagai kegiatan untuk daerah sekitarnya, kota-kota model ini menjadi ruang
produktif yang luas.
 Pusat penyedia transportasi merupakan break-of-bulk, merupakan pelayanan
sepanjang rute transportasi mencapai daerah-daerah tertentu.
 Titik konsentrasi pelayanan khusus, sebagai tempat perdagangan, perindustrian,
rekreasi, dan tempat menjamu tamu dari kota lain.

D. Struktur Perkembangan Kota


Struktur adalah susunan sesuatu (fisik atau nonfisik) yang bersatu secara
teratur atau tatanan yang menunjukkan keterkaitan antarbagian dan memperlihatkan
sifat (Kamus Tata Ruang, 1998: 103). Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian
yang menyusun suatu kota yang menunjukkan keterkaitan antarbagian.
Menurut Bourne (1982), kota dapat diketahui lebih lanjut dari struktur tata
ruangannya. Struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen berikut.
1. Bentuk kota,
2. Interaksi dalam kota,
3. Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota.
Herbert dalam Hadi Yunus (20002: 76) mengemukakan tiga model klasik
berkaitan dengan struktur kota yang dibedakan menjadi teori zona konsentris, teori
sektoral dan konsep multiple-nuclei.
1. Teori Zona Konsentris
Teori zona konsentris dikemukakan oleh E.W Burgess yang menggambarkan struktur
kota sebagai pola lima zona lingkaran konsentris. Menurut model ini, dinamika
perkembangan kota akan terjadi dengan meluasnya zona pada setiap lingkaran.
2. Teori Sektoral
Teori sektoral dirumuskan oleh Hommer Hoyt yang mengemukakan bahwa
perkembangan suatu kawasan tidak akan selalu membentuk lingkaran konsentris,
tetapi terdistribusi sesuai dengan perbedaan potensi pengembangannya. Secara
konsep, model teori sektor yang dikembangkan oleh Hoyt dalam beberapa hal masih
menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya.
3. Teori Pusat Berganda (Mutiple-nuclei)
Teori ini dirumuskan oleh C. Harris dan E. Ullman yang dikenal dengan teori
“multiple nuclei”. Pola ini pada dasarnya merupakan modifikasi dan kombinasi dari
dua pendekatan sebelumnya, yaitu bahwa kota tidak selalu terbentuk dari satu pusat,
tetapi dari beberapa pusat lainnya dalam satu kawasan. Lokasi zona-zona keruangan
yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta
membentuk persebaran zona-zona ruang yang teratur, tetapi berasosiasi dengan
sejumlah faktor.

E. Kota Sebagai Masyarakat Modern


Masyarakat perkotaan sering diidentikkan dengan masyarakat modern (maju)
dan dipertentangkan dengan masyarakat pedesaan yang akrab dengan sebutan
masyarakat tradisional terutama dilihat dari aspek kulturnya. Masyarakat modern
adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya
yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat
modern tinggal di daerah perkotaan sehingga disebut masyarakat kota.

Daldjoeni (1997: 51-57) mengatakan kaitannya dengan kehidupan masyarakat


kota, lebih melihat kota pada dua sisi, yaitu aspek fisik (pengkotaan fisik) dan aspek
mental (pengkotaan mental).

1. Aspek Kota Fisik


a. Heterogenitas sosial,
b. Hubungan sekunder,
c. Kontrol (pengawasan sekunder),
d. Toleransi sosial,
e. Mobilitas sosial,
f. Ikatan sukarela (voluntary association),
g. Individualisasi,
h. Segregasi keruangan (spatial segregation).
2. Aspek Kota Mental
Pada aspek mental ini, Daldjoeni lebih melihat pada aspek kejiwaan (mental)
masyarakat kota. Adapun kejiwan masyarakat kota dapat diperinci atas beberapa
gejala berikut.
a. Atomisasi dan pembentukkan massa,
b. Kepekaan terhadap rangsangan dan sikap masa bodoh,
c. Egalisasi dan sensasi,
d. Industri kesenangan dan pengisian waktu luang.
3. Tindakan-tindakan Sosial
Adapun dalam masyarakat modern, tindakantindakan sosial akan lebih banyak
bersifat pilihan. Oleh karena itu, salah satu ciri yang terpenting dari masyarakat
modern adalah kemampuan dan hak masyarakat untuk mengembangkan pilihan dan
mengambil tindakan berdasarkan pilihannya sendiri. Misalnya, dalam masyarakat
tradisional atau pramodern, seorang anggota keluarga mengikuti jejak pekerjaan
orangtuanya.
4. Orientasi terhadap Perubahan
Masyarakat modern adalah masyarakat yang senantiasa berubah cepat, bahkan
perubahan itu melembaga. Seperti sering dikatakan “orang modern”: satu-satunya
yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.
Perubahan ini merupakan ciri tetapi sekaligus masalah yang senantiasa dihadapi
masyarakat modern, karena frekuensinya yang makin cepat, sehingga acapkali tidak
bisa diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Perubahan itu sendiri didorong dan
dipercepat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sepertinya roda
percepatannya bergerak dengan intensitas yang makin tinggi.
5. Berkembanganya Organisasi dan Diferensiasi
Diferensiasi dalam organisasi dan pekerjaan kalau pun ada sedikit sekali dan masih
bersifat umum.Dalam masyarakat modern, organisasi berkembang, cakupannya makin
luas dan makin rumit. Berkembangnya spesialisasi atau diferensiasi baik
dalamkelembagaan maupun pekerjaan juga didorong oleh berkembangnya ilmu
pengetahuan danteknologi yang menyebabkan tidak bisa seseorang atau lembaga
menguasai atau menangani semua hal atau terlalu banyak hal. Oleh karena itu ada
yang mengatakan bahwa “orang modern” adalah “orang organisasi” (organization
man).
Suatu masyarakat modern, dalam pengertian yang dewasa ini banyak dianut harus
tercermin dalam berbagai aspek berikut.
a. Sistem Ekonomi,
b. Sistem Politik,
c. Sistem Sosial,
d. Struktur Sosial.

F. Karakteristrik Masyarakat Kota


Ada dua hal yang berkaitan dengan ciri atau karakteristik dari masyarakat kota
atau modern. Ada ciri yang berskala kelompok atau masyarakat dan ada ciri berskala
individu. Ciri yang berskala masyarakat, yaitu sebuah masyarakat disebut telah
modern (maju).
Secara fisik, masyarakat di perkotaan kehidupannya ditandai dengan adanya
gedung-gedung yang menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan, pabrik, kemacetan,
kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya.
Adapun secara sosial, kehidupannya cenderung heterogen, individual, persaingan
yang tinggi yang sering menimbulkan pertentangan atau konflik.

G. Komunitas Perkotaan
Para sarjana sosiologi memberikan definisi tentang kota secara berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandang masing-masing.
(1) Max Weber
Suatu tempat disebut kota apabila penduduk atau masyarakatnya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
(2) Wright
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, serta dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Akibatnya hubungan sosial
menjadi longga, acuh dan tidak bersifat pribadi.
(3) Haris dan Ulman
Kota merupakan pusat pemukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Kota-kota
sekaligus merupakan paradoks. Pertumbuhannya cepat dan luasnya kota-kota
menunjukkan keunggulan dalam mengeksploitasi bumi. Dipihak lain, berakibat
munculnya lingkungan miskin bagi manusia.

Berdasarkan pengertian tersebut, tampak beberapa ospek yang merupakan ciri


kehidupan dalam komunitas perkotaan.

(1) Suatu tempat disebut kota apabila penduduk atau masyarakatnya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
(2) Masyarakat perkotaan bertempat tinggal di tempat-tempat yang strategis untuk dua
kebutuhan penting, yaitu perekonomian dan pemerintahan. Tempat-tempat yang
demikian memberi jaminan terhadap kelancaran transportasi, komunikasi dan
informasi. Misalnya, di sepanjang jalannya, di daerah pantai dan di sekitar sungai
besar.
(3) Struktur hidup perkotaan yang mencakup keanekaragaman penduduk, ras, etnis dan
kebudayaan.
(4) Kota merupakan kumpulan kelompok sekunder, seperti asosiasi pendidikan, partai
politik, pemerintahan, perekonomian.
(5) Pergaulan hidup penduduk kota bersifat individualism, setiap orang tidak bergantung
kepada orang lain. Akibatnya antar-individu tidak saling mengenal, hubungan pribadi
berubah menjadi hubungan kontrak, komunikasi dilakukan melalui media komunikasi
massa, seperti koran, majalah, radio, televise, telpon dan sebagainya.
(6) Terdapat pemukiman yang terbagi dalam beberapa lokasi atau blok sesuai dengan
jenis pekerjaan orang yang menempatinya, seperti, daerah pertokoan, daerah
kemiliteran, daerah kumuh (slum).
(7) Kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat tampak secara jelas yang tercermin
dalam sarana atau prasarana kehidupan penduduk.
(8) Pola berpilar bersifat rasional dan cenderung disesuaikan dengan situasi yang
berkembang dimasyarakat.
(9) Memiliki jiwa urbanisme, sikap dan perilaku masyarakat kota selalu berubah
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kategori Perkotaan, yaitu suatu wilayah yang diperkirakan penduduknya
menjalankan adat istiadat yang ada kurang dari 20%.
Kenyataannya menunjukkan bahwa di desa pun kita dapatkan sifat-sifat
masyarakat kota, seperti impersonal, pamrih, individualistik, dan sebagainya.
Sementara itu, di daerah perkotaan pun masih ditemukan karakteristik masyarakat
pedesaan, seperti hubungan kekeluargaan yang akrab dan tanpa pamrih.
Kota didefinisikan bahwa sebagia besar penduduknya bekerja di bidang off
farm (di luar sektor pertanian), atau dengan kata lain sumber kehidupan
masyarakat kota adalah dari kegiatan atau pekerjaan di luar sektor pertanian.
Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan adalah salah satu contoh dari
kehidupan kelompok yag bersifat gemeinschaft untuk pedesaan dan gesellschaft
untuk masyarakat perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Sosiologi Perkotaan: Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya, Dr. Adon
Nasrullah Jamaludin,M.Ag
Buku Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat
Buku Sosiologi 2

Anda mungkin juga menyukai