Anda di halaman 1dari 9

sejarah

Keraton Pontianak Keraton Pontianak yang megah dengan struktur bangunan dari kayu yang
kokoh, didirikan oleh Sultan Syarief Abdurrachman Alqadrie pada tahun 1771. Keraton ini
memberikan daya tarik khusus bagi para pengunjung dengan banyaknya artefak atau benda-
benda bersejarah seperti beragam perhiasan yang digunakan secara turun-temurun sejak
zaman dahulu. Disampaing itu, koleksi Tahta, meriam, benda-benda kuno, barang pecah-
belah, dan foto keluarga, yang telah mulai pudar, menggambarkan kehidupan masa lampau.

Blogger: keraton pontianak - Buat Entri

Terdapat mimbar yang terbuat dari kayu, serta ada pula cermin antik dari Perancis yang
berada di aula utama yang oleh masyarakat setempat sering disebut “Kaca Seribu”. Sultan
juga meninggalkan harta-harta pusaka dan benda-benda warisan lainnya kepada anggota
keluarga yang masih ada, untuk dipelihara dan dirawat. Keraton Kadariah yang berada
didaerah kampung Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur ini, dapat dicapai dalam waktu
kurang lebih 15 menit dari pusat Kota Pontianak.

keadaan keraton pontianak saat ini

Gambaran kondisi Keraton Kadriyah Pontianak setelah diungkapkan Sultan Pontianak,


Baginda Sultan Syarif Abu Bakar bin Syarif Mahmud Alkadrie, ternyata memancing
sejumlah keprihatinan lainnya. Bahkan Wali Kota Pontianak Buchary A Rahman diminta
menanggapi persoalan bangunan bersejarah tersebut, dengan mengalokasikan kucuran dana
untuk merehabnya.

Heriyanto, mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Provinsi Kalbar
memandang, telah sewajarnya Pemerintah Kota Pontianak memberikan perhatian serius
terhadap kondisi keraton yang saatnya untuk dibenahi. Dia meminta Wali Kota Buchary A
Rahman mencurahkan perhatiannya serta peduli terhadap salah satu situs bersejarah
peninggalan Kesultanan Pontianak di masa lalu. "Terus terang, perhatian Pak Wali terhadap
keberadaan keraton sangat kecil, padahal ini kan nilai sejarah," tandas dia kepada Pontianak
Post.

Keberadaan Kadriyah tak bisa dilepaskan dari berdirinya Kota Pontianak yang diawali
dengan dikukuhkannya Kesultanan Pontianak pada 1771 M. Berdiri tegaknya bangunan
istana yang kian hari kian dimakan usia, menimbulkan ketakutan beberapa kalangan bahwa
bangunan yang didirikan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie tersebut tak kuat menopang
dirinya. Apalagi sebagaimana pernah diungkapkan Sultan Syarif Abu Bakar kepada
Pontianak Post beberapa waktu lalu, 70 persen pondasi bawah keraton tak dapat
dipertahankan lagi. Sementara atap keraton yang mencirikan bangunan di masa lalu
diungkapkan dia telah mengalami kebocoran di beberapa sisi. Ketakutan tersebut tentu saja
beralasan, dengan memandang beberapa bangunan keraton yang tersebar di beberapa daerah
di Kalbar kini telah menyisakan puing akibat tak terjangkau perawatan. Sebut saja bangunan
Istana Kerajaan Kubu, Istana Kerajaan Sekadau, Istana Surya Negara Kerajaan Sanggau,
Istana Kerajaan Sukadana, serta Istana Kerajaan Simpang. "Ini kan merupakan aset nasional,
merupakan peninggalan sejarah yang memberikan potret Kota Pontianak di masa lalu,"
ungkap dia.

Heriyanto berharap dibawah kepemimpinan wali kota yang kini dipimpin Budak Pontianak,
mestinya tak melupakan asal-usul berdirinya kota yang kini berusia 235 tahun ini. Di masa
lalu, dia mengungkapkan, ketika Kota Pontianak dipimpin orang-orang dari luar, perhatian
masih tercurahkan. "Jangan sampai bangunan keraton dibiarkan begitu saja," tandas dia
sembari meminta agar DPRD Kota Pontianak berperanan dengan memperjuangkan bangunan
keraton. (ote)

< Gambaran kondisi Keraton Kadriyah Pontianak setelah diungkapkan Sultan Pontianak,
Baginda Sultan Syarif Abu Bakar bin Syarif Mahmud Alkadrie, ternyata memancing
sejumlah keprihatinan lainnya. Bahkan Wali Kota Pontianak Buchary A Rahman diminta
menanggapi persoalan bangunan bersejarah tersebut, dengan mengalokasikan kucuran dana
untuk merehabnya.

Heriyanto, mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Provinsi Kalbar
memandang, telah sewajarnya Pemerintah Kota Pontianak memberikan perhatian serius
terhadap kondisi keraton yang saatnya untuk dibenahi. Dia meminta Wali Kota Buchary A
Rahman mencurahkan perhatiannya serta peduli terhadap salah satu situs bersejarah
peninggalan Kesultanan Pontianak di masa lalu. "Terus terang, perhatian Pak Wali terhadap
keberadaan keraton sangat kecil, padahal ini kan nilai sejarah," tandas dia kepada Pontianak
Post.

Keberadaan Kadriyah tak bisa dilepaskan dari berdirinya Kota Pontianak yang diawali
dengan dikukuhkannya Kesultanan Pontianak pada 1771 M. Berdiri tegaknya bangunan
istana yang kian hari kian dimakan usia, menimbulkan ketakutan beberapa kalangan bahwa
bangunan yang didirikan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie tersebut tak kuat menopang
dirinya. Apalagi sebagaimana pernah diungkapkan Sultan Syarif Abu Bakar kepada
Pontianak Post beberapa waktu lalu, 70 persen pondasi bawah keraton tak dapat
dipertahankan lagi. Sementara atap keraton yang mencirikan bangunan di masa lalu
diungkapkan dia telah mengalami kebocoran di beberapa sisi. Ketakutan tersebut tentu saja
beralasan, dengan memandang beberapa bangunan keraton yang tersebar di beberapa daerah
di Kalbar kini telah menyisakan puing akibat tak terjangkau perawatan. Sebut saja bangunan
Istana Kerajaan Kubu, Istana Kerajaan Sekadau, Istana Surya Negara Kerajaan Sanggau,
Istana Kerajaan Sukadana, serta Istana Kerajaan Simpang. "Ini kan merupakan aset nasional,
merupakan peninggalan sejarah yang memberikan potret Kota Pontianak di masa lalu,"
ungkap dia.

Heriyanto berharap dibawah kepemimpinan wali kota yang kini dipimpin Budak Pontianak,
mestinya tak melupakan asal-usul berdirinya kota yang kini berusia 235 tahun ini. Di masa
lalu, dia mengungkapkan, ketika Kota Pontianak dipimpin orang-orang dari luar, perhatian
masih tercurahkan. "Jangan sampai bangunan keraton dibiarkan begitu saja," tandas dia
sembari meminta agar DPRD Kota Pontianak berperanan dengan memperjuangkan bangunan
keraton. (ote)
wawancara denganketurunan raja

Posted on 11.10 by keraton

Wawancara ini kulakukan kepada salah seorang keturunan keraton kadriah. Ini adalah tugas
wawancaraku yang pertama kali. Saat itu aku masih duduk di kelas 1 SMA. Namun karena
masih amatiran berkali-kali aku datang ke keraton tersebut. Hari pertama karena ternyata
kamera yang kupakai untuk mengambil gambar di sana tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Dan hari kedua karena kaset yang kami pakai pada saat merekam pembicaraan saat
itu tiba-tiba saja rusak. Namun akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
1. Kapankah Keraton ini berdiri ?
Keraton Kadriah ini berdiri pada tahun 1781 dan pendirinya ialah Sultan Sy. Abdurrahman Al
Kadri
2. Sudah berapa tahunkah Keraton ini berdiri ?
Umur keraton ini sekitar 223 tahun
3. Apakah masih ada keturunan Sultan Sy. Abdurrahman Alkadri ?
Ada, namanya Ratu Perbu Wijaya yang masih hidup, beliau adalah putri Sultan Sy.
Abdurrahman yang masih hidup berumur sekitar 100 tahun
4. Siapa sajakah turun temurun para Sultan kerajaan Pontianak ?
Turun temurun para Sultan kerajaan Pontianak ialah :
? Sultan Sy. Abdurrahman Alkadri memerintah pada tahun 1771 – 1808, setelah itu
digantikan
? Sultan Sy. Kasim Alkadri memerintah pada tahun 1808 – 1819, dan dilanjutkan kembali
oleh
? Sultan Sy. Osman Alkadri memerintah pada tahun 1819 – 1855
? Sultan Sy. Hamid I Alkadri memerintah pada tahun 1855 – 1872
? Sultan Sy. Yusuf Alkadri memerintah pada tahun 1872 – 1895, dan digantikan lagi oleh
? Sultan Sy. Muhammad Alkadri memerintah pada tahun 1895 – 1944, kemudian tak ada lagi
keturunannya kecuali adiknya sendiri.
Jadi, untuk mengisi kekosongan pemerintahan maka dinobatkanlah Sy. Thaha Alkadri
sebagai Sultan ke – 7, dan dilanjutkan kembali oleh Sultan Sy. Hamid II Alkadri. Memerintah
pada tahun 1945 hingga 1978 dan Sultan Sy. Hamid II ini juga sebagai pencipta lambang
burung garuda yang dipakai sebagai alat pemersatu bangsa di Indonesia, beliau meninggal
pada tanggal 30 Maret 1978.
5. Apa saja benda-benda peninggalan yang ada di Keraton ini ?
Di Keraton ini ada banyak sekali peninggalannya seperti kursi singgasana, tempayan, keris
pusaka, tombak penobatan, pedang, cermin seribu, baju kesultanan dan Al-qur’an yang ditulis
sendiri oleh Sultan Sy. Abdurrahman dan masih banyak lagi peninggalan lainnya.
6. Berapakah umur dari Al-Qur’an yang ditulis tangan oleh Sultan sendiri ?
Umur Al-Qur’an yang ditulis sendiri oleh Sultan sudah berumur 2 abad.
7. Mengapa disebut kaca seribu ? dan apakah kaca seribu ini diberi atau dibeli ?
Disebut kaca seribu karena, pantulannya bisa memantulkan bayangan kita hingga ribuan kali.
Kaca seribu ini diberi oleh orang prancis pada tahun 1823.
8. Apakah ada adat istiadat di Keraton ini yang masih dijalankan ?
Ada, seperti acara perkawinan, gunting rambut bayi, tepong tawar, dan lain-lain.
9. Apakah orang yang bukan orang keraton diperkenankan melakukan perkawinan di
keraton ?
Tidak boleh.
10. Dimana letak meriam yang menentukan letak istana Keraton ini ?
Berada tepat di depan Keraton ini dan juga disebut sebagai meriam stimbol, disebut meriam
stimbol karena meriam inilah yang menentukan letak istana keraton ini.
11. Apa yang dimaksud dengan acara tepong tawar ?
Tepung tawar ialah acara pembersihan keris pusaka oleh para ahli waris kesultanan Pontianak
di Keraton Kadriah.
12. Sultan keberapa sajakah yang ada di Pontianak ini ?
Yang ada di Pontianak ini ialah Sultan ke-6 dan ke-7.
13. Mengapa keraton ini selalu dilambangkan lancang kuning ?
Dilambangkan lancang kuning karena lancang kuning adalah alat transportasi laut tradisional
kesultanan Pontianak dan sekaligus menjadi lambang keraton ini.
14. Apakah guna lonceng yang ada di depan ?
Lonceng itu berguna bila ada keadaan darurat maka akan dibunyikan

cerita singkat

Di tepi sungai Kapuas kecil dan Sungai Landak berdiri megah Keraton Kadriah. Sebuah
istana yang berukuran 30 x 50 meter dan mempunyai 3 tingkat, merupakan istana yang
terbesar di Kalimantan Barat. Tidak jauh dari Keraton Kadriah ini menyerupai bangunan
Meru di Bali, berdiri menghadap kiblat mesjid Jami’ Sultan Pontianak, bersatu dengan
sejarah panjang leluhur Kesultanan Pontianak yang berasal dari kota Trim Hadral maut
negara Arab.
Sultan Abdurrahman memerintah hingga tahun 1808. setelah itu Sultan Sy. Kasim Alkadri
bin Sy. Abdurrahman Alkadri naik tahta dan memerintah hingga 1819.
Tanggal 14 bulan Rajab 1185 H, bertepatan dengan tanggal 23 Oktober 1781 dibangunlah
tiang pertama kerajaan Pontianak. Pada tahun 1944 Sultan Sy. Muhammad Alkadri ditawa
Jepang beliau wafat dalam tawanan Jepang. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan pada
waktu itu maka dinobatkan Sy. Thaha Alkadri bin Sy. Oesman Alkadri menjadi Sultan pada
tahun 1945.
Dengan masuknya tentara sekutu setelah mengalahkan Jepang, maka dinobatklanlah Sultan
Sy. Hamid II Kadri menjadi Sultan Pontianak, dan pada tahun 1950 maka kerajaan Pontianak
dihapuskan dan dilebur menjadi Propinsi Kalimantan Barat. Adapun peninggalan-
peninggalan dari keraton ini ialah meriam, kursi singgasana, tongkat penobatan, pakaian raja,
Alqur’an yang ditulis tangan oleh Sultan Sy. Abdurrahman Alkadri sendiri, pedang, keris
serta berbagai benda pusaka lainnya.
Sedangkan putri dari Sultan Sy. Abdurrahman Alkadri yang masih hidup hingga sekarang ini
ialah Ratu Perbu Wijaya yang berumur sekitar 100 tahun. Adat istiadatnya pun hingga
sekarang ini masih dijalanakan seperti acara perkawinan, gunting rambut bayi, tepong tawar
dan lain-lain. Tapi yang boleh menjalankannya dikeraton hanyalah keturunannya selain itu
tidak boleh.
Demikianlah cerita singkat tentang Keraton Kadriah semoga bermanfaat bagi kita semua,
wassalamu’alaikum wr. wb.

lokasi

Salah satu peninggalan bersejarah di kota Pontianak adalah Keraton Kadriyah.


Lokasinya tepat di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Bangunannya terbuat dari Kayu Belian (kayu besi) yang tetap kokoh, walau umurnya udah
300 tahun lebih.

Untuk mencapai kesana bisa di tempuh dengan perahu dari Aloon2, yang langsung menuju ke
keraton dan beberapa tempat lainnya di pinggir kapuas.

Atau dengan kendaraan darat, dari pusat kota, menyebrangi jembatan Kapuas, beberapa puluh
meter, belok kiri, masuk jalan kecil. Didepan Jalan ada Gapura Selamat datang di Keraton
Kadriyah. Kalau bulan2 November dan Desember seperti sekarang ini, Jalan menuju Istana
sering terendam banjir, jadi jangan menggunakan mobil jenis sedan/ rendah.

Dalam kesempatan kesana minggu lalu, ada yg sedikit menggembirakan, Kondisi Keraton
sudah mulai di tata, sehingga kesan kumuh sedikit berkurang.

Keraton Kesultanan Kadariyah Pontianak


Berkunjung ke Istana Kadariyah pada sebelah petang. Istana ini merupakan peninggalan
kesultanan Pontianak yang didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman pada 14 Rejab 1185 H
bersamaan 23 Oktober 1771M dan terletak 4 km dari pusat kota dan terletak di Kampong
Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur. Istana ini masih menyimpan berbagai macam
benda peninggalan seperti Singahsana, Kaca Pecah Seribu, Al-Quran tulisan tangan dan
salasilah keturunan Sultan Pontianak dari sultan pertama, Sultan Sharif Abddurahman
Alkadrie hingga kepada sultan kelapan, Sultan Syarif Hamid Alkadrie yang memerintah pada
tahun 1945.

Pada bagian depan, tengah,  dan kiri depan istana pengunjug dapat melihat meriam kuno
buatan Perancis dan Portugis. Dari sini, pegunjung juga dapat melihat anjungan, sebuah
ruangan yang menjorok ke depan yang dulunya digunakan Sultan sebagai tempat
peristirahatan atau untuk sekedar menikmati keindahan pemandangan Sungai Kapuas dan
Sungai Landak.

Masih di ruangan ini, pengunjung juga dapat melihat  genta,  sebuah alat yang dulunya
dipakai untuk penanda adanya marabahaya. Pada aula utama keraton ini juga terdapat cermin
antik dari Perancis yang oleh masyarakat setempat disebut “kaca seribu”.Keraton Kadriah
juga masih memiliki koleksi benda- benda bersejarah yang cukup lengkap seperti beragam
perhiasan yang digunakan secara turun temurun, benda-benda kuno, barang pecah belah, foto
keluarga Sultan dan arca- arca.

Kata Pontianak sendiri berasal dari nama hantu wanita dalam bahasa Melayu, yang di Jawa
dikenal dengan Kuntilanak. Konon ketika tengah menyusuri sungai kapuas untuk membuka
kerajaan baru, di suatu tempat yang kini bernama Batulayang, rombongan kapal kakap Syarif
Abdurrahman Alkadrie diganggu hantu-hantu wanita tersebut. Sultan pun menghentikan
rombongan dan memutuskan untuk bermalam di tempat itu.

Terlepas dari bagaimanapun kondisi fisik peninggalan bersejarah tersebut saat ini, berdiri
kembalinya kesultanan Kadriah menyemburatkan harapan baru hati umat Islam Pontianak.
Gerbong peradaban yang didirikan Syarif Abdurrahman itu akan kembali berderak,
menyongsong terbitnya fajar baru kejayaan Islam, yang berbasis visi awal kesultanan
Kadriah, yakni “tahta untuk dakwah.”
Keraton Kadariyah Pontianak

Keraton Kadariyah merupakan cikal-bakal lahirnya Kota Pontianak. Keberadaan Istana


Kadriah tidak lepas dari sosok Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri (1738-1808 M), yang di
masa mudanya telah mengunjungi berbagai daerah di Nusantara dan melakukan kontak
dagang dengan saudagar dari berbagai negara.

Ketika ayahnya Habib Husein Alkadri, yang pernah menjadi hakim agama Kerajaan Matan
dan ulama terkemuka Kerajaan Mempawah, wafat pada tahun 1770 M, Syarif Abdurrahman
bersama keluarganya memutuskan mencari daerah pemukiman baru. Batu Layang merupakan
salah satu daerah yang mereka singgahi. Di sini, rombongan tersebut bertemu dengan para
perompak, dan berhasil mengalahkan mereka. Kemudian, rombongan Syarif Abdurrahman
melanjutkan pelayaran mencari daerah yang lebih baik. Pada tanggal 23 Oktober 1771 M (24
Rajab 1181 H), mereka tiba di daerah dekat pertemuan tiga sungai, yaitu Sungai Landak,
Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas. Kemudian, mereka memutuskan untuk menetap di
daerah tersebut.

Secara historis, Istana Kadriah mulai dibangun pada tahun 1771 M dan baru selesai pada
tahun 1778 M. Tak beberapa lama kemudian, Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri pun
dinobatkan sebagai sultan pertama Kesultanan Pontianak. Dalam perkembanganya, istana ini
terus mengalami proses renovasi dan rekonstruksi hingga menjadi bentuknya seperti yang
sekarang ini. Sultan Syarif Muhammad Alkadri, sultan ke-6 Kesultanan Pontianak, tercatat
sebagai sultan yang merenovasi Istana Kadriah secara besar-besaran.

Saat ini tampuk kepemimpinan Kesultanan Pontianak dipegang oleh Sultan Sayyid Syarif
Abubakar Alkadri, sultan ke-9, yang bergelar Pangeran Mas Perdana Agung.

Keanggunan istana seluas 60 x 25 meter yang terbuat dari kayu belian pilihan ini sudah
terlihat dari bagian depannya. Pengunjung akan terkesan dengan halamannya yang luas dan
bersih, serta rumputnya yang tertata rapi dan terawat dengan baik. Di sisi kanan, tengah, dan
kiri depan istana, pengunjung dapat melihat 13 meriam kuno buatan Portugis dan Perancis.

Dari halaman depan, pengunjung juga dapat melihat anjungan, yaitu ruangan yang menjorok
ke depan yang dahulunya digunakan sultan sebagai tempat istirahat atau menikmati
keindahan panorama Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di sana, juga terdapat sebuah genta
yang dulunya berfungsi sebagai alat penanda marabahaya. Di samping kanan anjungan,
terdapat sebuah tangga yang menghubungkan teras istana dengan anjungan.

Di atas pintu utama istana, terdapat hiasan mahkota serta tiga ornamen bulan dan bintang
sebagai tanda bahwa Kesultanan Pontianak merupakan Kesultanan Islam. Balairungnya, atau
sering juga disebut dengan balai pertemuan, didominasi oleh warna kuning yang dalam
tradisi Melayu melambangkan kewibawaan dan ketinggian budi pekerti. Di ruang yang
biasanya dijadikan tempat melakukan upacara keagamaan dan menerima tamu ini,
pengunjung dapat melihat foto-foto Sultan Pontianak, lambang kesultanan, lampu hias, kipas
angin, serta singgasana sultan dan permaisuri.

Di sebelah kanan dan kiri ruang utama terdapat 6 kamar berukuran 4 x 3,5 meter dimana
salah satunya merupakan kamar tidur sultan. Sedangkan kamar-kamar lainnya dahulunya
dijadikan sebagai ruang makan dan kamar mandi.

Di belakang ruang istana terdapat sebuah ruangan yang cukup besar. Di ruangan ini
pengunjung dapat melihat benda-benda warisan Kesultanan Pontianak, seperti senjata,
pakaian sultan dan permaisurinya, foto-foto keluarga sultan, dan arca-arca.

Kira-kira 200 meter di sebelah barat dari Istana Kadriah terdapat masjid kerajaan yang
bernama Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Sultan
Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri, sultan pertama Kesultanan Pontianak.

Istana Kadriah terletak di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak
Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.

Istana Kadriah berada di dekat pusat Kota Pontianak. Lokasi istana dapat dijangkau melalui
jalur sungai dan jalur darat. Pengunjung yang memilih jalur sungai dapat mengaksesnya
dengan menggunakan sampan atau speed boat dari Pelabuhan Senghie, sedangkan
pengunjung yang menggunakan jalur darat dapat naik kendaraaan bermotor atau roda empat

Anda mungkin juga menyukai