Anda di halaman 1dari 9

Menerangkan Pro dan Kontra Ibu

Kota Negara (IKN)


Nama Kelompok :

• Verian Muhammad R
• M. Risnaldi
• Aulia Firda
• Putri Hidayat
• Trisnawati Maulida
• Nur Alliyah Annas T
• Kinanti Bunga
Gagasan IKN
Ide pemindahan IKN pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 17 Juli 1957. Soekarno
memilih Palangkaraya sebagai IKN dengan alasan Palangkaraya berada di tengah kepulauan Indonesia
dan wilayahnya luas. Soekarno juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia mampu
membangun IKN yang modern. Ide Soekarno tersebut tidak pernah terwujud. Sebaliknya, Presiden
Soekarno menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22
Juni 1964.
Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, ada juga wacana pemindahan IKN ke Jonggol. Pada era
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan
dan banjir yang melanda Jakarta. Terdapat tiga opsi yang muncul pada saat itu yaitu tetap
mempertahankan Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan,
Jakarta tetap menjadi IKN tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain, dan membangun IKN
baru
Pemindahan IKN, baru serius digarap oleh Presiden Joko Widodo. Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi
memutuskan untuk memindahkan IKN keluar pulau Jawa dan dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024.
Anggaran IKN
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro mengatakan, proyek
pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) membutuhkan
anggaran Rp 466 triliun.
Menurutnya, skema pembiayaan IKN tidak akan seluruhnya bergantung kepada
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Bagian terbesarnya justru dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (Public-
Private Partnership) dan kontribusi atau investasi swasta," ujar Juri dikutip dari
siaran pers
"Perkiraan kasarnya, dari total dana
sebesar Rp 466 triliun yang
dibutuhkan, (pembiayaan dari) APBN
hanya sekitar Rp 89,4 triliun. Lalu
KPBU dan swasta Rp 253,4 triliun,
sementara BUMN serta BUMD Rp
123,2 triliun," lanjutnya.
Alasan
kondisi objektif Jakarta yang tidak cocok lagi sebagai IKN. Hal ini bisa dilihat dari
“beban” yang harus ditanggung Jakarta antara lain
1) kepadatan penduduk 16.704 jiwa/km² sementara kepadatan penduduk Indonesia
hanya 141 jiwa/km².
2) Kemacetan Jakarta yang merupakan kota termacet nomor 10 di dunia tahun
2019 walau menurun menjadi nomor 31 dari 416 kota besar di 57 negara tahun
2020
3) permasalahan lingkungan dan geologi yang telah akut antara lain banjir yang
setiap tahun melanda Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan
sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
pro
pemindahan ibu kota negara dinilai mampu untuk mewujudkan pemerataan
ekonomi, terutama masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa. Pemindahan ibukota
ke Kalimantan juga diharapkan mampu untuk membuka peluang niaga dan lapangan
kerja baru. Mantan Menteri PPN/Bappenas 2014-2015, Andrinof Chaniago
mengatakan bahwa Nusantara mampu mengatasi ketimpangan sumber daya manusia
antara Jawa dengan luar Jawa. “Karena memang magnet Pulau Jawa itu luar biasa.
Bagi yang mampu, akhirnya pergi ke Jawa,” tutur Chaniago.
Alasan lain menyebutkan, Kalimantan relatif lebih aman dibandingkan dengan Jawa
yang rentan terkena gempa bumi dan bencana gunung berapi. Selain itu, populasi
Pulau Jawa yang kian lama semakin padat, mengharuskan adanya program
transmigrasi yang dapat didukung dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara
kontra
Alasan pertama yaitu permasalahan lingkungan,. “Perpindahan ibu kota negara ke
Kalimantan akan beresiko merusak lingkungan hidup, rusaknya kehidupan fauna dan flora.
Hal ini sebagai dampak pembangunan kota, perumahan penduduk, pertokoan, pasar. Hutan
Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia bisa jadi kedepannya hanya tinggal
kenangan karena ulah manusia.” Intinya, pembangunan IKN dikhawatirkan akan merusak
ekosistem hutan yang ada di Kalimantan, serta menganggu kehidupan flora dan fauna
endemik Kalimantan.
Alasan lain juga menentang perpindahan ibukota negara dengan alasan ekonomi. Beberapa
pakar ekonomi setuju bahwa langkah pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibukota
negara di tengah pandemi Covid-19 merupakan langkah yang terburu-buru serta beresiko.
Walau memang payung hukumnya sudah jelas, pembangunan Nusantara dikhawatirkan akan
mangkrak dikarenakan faktor ekonomi maupun politik yang tidak stabil
Kesimpulan
Pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan pasti membawa pro
dan kontra. Namun sebagai negara demokrasi, ketika Negara telah
memutuskan memindahkan IKN dengan proses demokrasi melalui
UU, seharusnya seluruh komponen bangsa mendukungnya. Bangsa
Indonesia perlu meminimalisasi ekses pemindahan IKN. Tidak ada
satu keputusan apapun yang memuaskan seluruh rakyat, namun
keputusan yang memberikan manfaat lebih besar kepada bangsa
Indonesia harus didukung sebagai wujud kecintaan dan bakti untuk
NKRI.
Sekian Presentasi Dari Kelompok
Kami

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai