Anda di halaman 1dari 7

Wawancara – Nasional Edisi 52-III

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D.

Menerjemahkan Visi Jokowi Lewat Pembangunan

Keberadaan sebuah negara dapat dilihat dari maju atau mundurnya perkembangan di dalam negara itu
sendiri dari berbagai aspek. Tak hanya berbicara mengenai ekonomi atau infrastruktur semata, tetapi
juga menyoal kehidupan birokrasi di dalamnya, sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, dan
masih banyak faktor krusial lainnya. Semuanya terbungkus rapi dalam sebuah program besar bernama
pembangunan.

Maka, sebagai sebuah lembaga yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
perencanaan pembangunan nasional untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional bertanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan perencanaan
pembangunan, dan juga pengendaliannya.

Ditemui di Gedung Kementerian PPN/Bappenas pada 30 Juli 2019 yang lalu, di samping menanggapi
polemik soal perlu tidaknya GBHN dihidupkan kembali, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang
Brodjonegoro menceritakan hal-hal terkait perencanaan pembangunan yang ia dan tim telah lakukan
sejak Juli 2016.

Dalam pemerintahan Jokowi periode 2014-2019 yang akan segera berakhir dalam hitungan bulan,
Bambang menilai capaian-capaian terkait pembangunan cenderung positif. Apalagi, di era ini pula
akhirnya sebuah wacana yang telah ada sejak puluhan tahun silam mulai direalisasikan. Wacana
pemindahan ibu kota. Meskipun demikian, ia juga tak memungkiri masih ada pula hal-hal yang masih
perlu disoroti dalam mewujudkan pembangunan yang lebih baik. Hal-hal yang menurutnya seharusnya
sudah selesai sejak bertahun-tahun silam.

Berikut penjelasan lengkapnya.

.....

Menurut pemerintah, perlukah GBHN dihidupkan kembali?


Pertama, saya tidak mau berpolemik soal GBHN ya karena itu ranahnya legislasi, karena GBHN itu kan
ada status hukumnya TAP MPR, sedangkan dalam sistem demokrasi pasca 1998 kan sudah tidak ada lagi
yang namanya TAP MPR dan fungsi MPR pun berubah. Jadi sebenarnya GBHN itu bisa.. Tetap
dibutuhkan, haluan negara tetap dibutuhkan, tapi itu sebenarnya bisa diakomodir melalui undang-
undang karena tidak mungkin masuk ke dalam Undang-Undang Dasar. Antara Undang-Undang Dasar
dan undang-undang tak lagi ada TAP MPR. Jadi mau tidak mau syarat satu-satunya adalah undang-
undang. Dan kita sudah punya undang-undang yang mungkin orang tak banyak tahu, mengenai rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP). Dan undang-undang bagaimanapun mengikat, siapapun
pemerintahannya. Jadi ketika nanti kita menyusun UU RPJP, sekarang kan sudah ada RPJP 2005-2025.
Nanti kalau kita mau menyusun yang ke depan, 2025-2045, untuk memastikan haluan negara itu
terakomodir, ya itu bisa menjadi bagian penting dari Undang-Undang RPJP itu sendiri. Jadi, isi dari
rencana pembangunan jangka panjang itu tidak semata-mata teknokratis, tapi ada politisnya. Nah,
politisnya itulah namanya haluan negara, untuk memastikan bahwa dalam periode dua puluh tahun
tersebut, siapapun pemerintahannya, itu kan berarti ada lima pemerintahan, itu akan selalu konsisten
dengan RPJP tersebut yang di dalamnya sudah ada haluan negara. Itu yang menurut kami, dengan
kondisi yang ada, itu yang mungkin paling ideal.

Walaupun periodisasi presiden itu maksimal dua kali ya pak?

Ya. Tapi justru itu, kan ada undang-undang tadi saya katakan, itu dua puluh tahun berlakunya. Undang-
Undang RPJP itu 2025-2045 yang berikutnya. Yang sekarang ini 2005-2025. Nah, kalau kita benar-benar
ingin memasukkan haluan negara, masukkanlah itu sebagai muatan politis di dalam Undang-Undang
RPJP tersebut, sehingga kan tadi saya sudah katakan, pemerintahan manapun, selama empat
pemerintahan, dua puluh tahun itu empat pemerintahan, itu akan selalu ikut, akan selalu konsisten
dengan RPJP.

Logikanya setiap pemerintahan kan harus patuh sama undang-undang. Terserah undang-undang itu
dibuat kapan, selama undang-undang itu berlaku ya pemerintah harus patuh. Yang paling penting
adalah MPR-nya itu harus selalu mengingatkan pemerintah, tolong patuh kepada RPJP ini, karena dalam
RPJP ini sudah ada haluan negara. Karena kalau MPR-nya masih bercerita ada TAP MPR, ya saya bukan
ahli hukum. Siaya nggak tahu komplikasinya seperti apa nanti.

Soal pemindahan ibu kota, bagaimana perkembangan terbarunya?

Update terakhir, ya, yang pasti tahun ini Presiden akan mengumumkan lokasinya. Kami sedang
memfinalisasi kajian mengenai kandidat-kandidat lokasi tersebutm dari semua aspek yang dibutuhkan,
dari aspek fisik, sosial, ekonomi, maupun lingkungan hidup.

Jadi belum bisa dipastikan?

Ya itu kan bukan wewenang saya. Itu akan menjadi wewenangnya Presiden untuk menentukan dan
mengumumkan.

Peran Bappenas?
Ya itu tadi, menyiapkan kajian tadi. Kan Presiden dalam memutuskan perlu dapat input yang lengkap.
Nah, tujuan kami menyiapkan input yang lengkap tadi.

Jadi belum mengarah ke satu tempat ya pak?

Ya kita berikan pandangan terhadap semua lokasi. Tugas kita ya itu.

Secara umum, kriteria ibu kota itu seperti apa?

Ya, kriterianya, tentunya harus, artinya suatu wilayah yang punya luas lahan yang sangat besar, sehingga
kotanya itu bisa berkembang di kemudian hari. Dibangun dari nol, karena kita memang inginnya
membangun kota yang ideal, bukan lagi hanya sekadar memperbesar kota yang sudah ada. Dan
kemudian juga kita memperhitungkan lokasi, yaitu sebaiknya di daerah yang paling minim risiko
bencananya. Dan juga secara geografis Indonesia itu kan sangat lebar ya. Dari barat sampai ke timur.
Jadi kita cari kota yang paling menggambarkan sentralnya Indonesia. Itu lebih ke tengah. Kira-kira sih
garis besarnya seperti itu, di samping kita ingin lokasinya juga nanti untuk pembangunannya tidak terlalu
mahal. Jadi di sekitarnya sudah ada infrastruktur penunjang yang relatif siap.

Apa yang akan nanti dibangun di sana?

Di situ nanti hanya akan ada pusat pemerintahan. Jadi, yang perlu saya sampaikan, pemindahan ibu kota
itu adalah yang dipindahkan hanya pusat pemerintahan. Bukan memindahkan Jakarta ke tempat lain.
Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis, kota jasa, kota keuangan, dan akan tetap menjadi kota terbesar
di Indonesia. Jadi ibu kota yang didesain ini hanya pusat pemerintahan yang didesain paling banyak 1,5
juta penduduk. Itupun dalam waktu 10-15 tahun.

Ada beberapa anggota DPRD terpilih menolak pemindahan ibukota ke Kalimantan. Tanggapan bapak?

Ya kan ada mekanismenya ya. Orang berhak menerima atau menolak. Masa kita harus tanya satu-satu.
Nanti kan ada mekanisme lewat DPR juga untuk undang-undangnya.

Periode pemerintahan ini akan segera berakhir. Capaian Bappenas dalam periode ini?

Ya capaiannya kalau boleh saya katakan ya kita tidak ada sesuatu yang sifatnya langsung. Kita sifatnya
merencanakan dan coba mengembangkan perencanaan. Tapi paling tidak, berbagai indikator
pembangunan sudah ada dalam track yang benar. Kemiskinan kita sudah adi bawah 10% dan terus
menurun, kemudian angka pengangguran demikian juga. Pencipta lapangan kerja makin banyak,
pengangguran juga cenderung menurun, menuju 5%. Kemudian angka ketimpangan yang tadinya
sempat tinggi, di atas 0,4 sekarang di angka 0,38, jadi sudah di arah yang benar dan terus menurun juga.
Jadi paling tidak rencana yang kita buat sudah membuat beberapa indikator pembangunan itu menuju
arah yang benar.

Kalau pertumbuhan ekonomi memang masih di seputaran 5,2 tapi kami melihat potensi dalam periode
sekarang memang cuma 5,3. Jadi artinya capaian sekarang pun tidak jauh berbeda dengan optimal
growth yang bisa terjadi pada periode sekarang.
Porsi perencanaan itu berapa persen pak?

Ya nggak bisa dibilang pakai persen. Itu kan tahapan. Sebelum sampai pada eksekusi kan kita harus ada
perencanaan dulu, penganggaran, baru eksekusi, kemudian kami masuk lagi di dalam pengendalian.
Perencanaan itu makanya kita siapkan jangka panjang 20 tahun, menengah 5 tahun, maupun yang
tahunan.

Visi terbaru pak Jokowi?

Ya sebenarnya visi yang diampaikan beliau itu tidak jauh berbeda dengan yang kami jabarkan dalam
RPJMN yang teknokratis, yang belum dimasuki atau belum dicampur dengan visi Presiden. Jadi sebagian
besar prioritas beliau itu sudah tergambarkan dalam RPJMN yang kita susun. Ya misalkan prioritas pada
SDM, melanjutkan mengelola infrastruktur, mendorong investasi terutama di sektor manufaktur dan
pariwisata, maupun reformasi birokrasi, itu memang sudah menjadi prioritas. Karena kita melihat lima
tahun ke depan indonesia harus berubah, dari negara yang hanya bergantung pada sumber daya alam,
negara yang bergantung pada konsumsi masyaratakat, atau negara yang bergantung pada mekanisme
birokrasi yang ada, menjadi negara yang lebih progresif, lebih fokus pada investasi, sektor pengolahan
jasa modern maupun birokrasi yang juga lebih progresif.

Soal pendatangan rektor asing, apakah itu pengaruhnya signifikan untuk perbaikan SDM?

Itu menurut saya hanya, saya membacanya sebagai sentilan. Sentilan bahwa harusnya siapapun yang
ingin menjadi rektor, atau menjadi dirut BUMN harusnya punya kelas internasional. Jadi meskipun ia
orang Indonesia, yang dituntut sekarang bukan sekadar BUMN yang cuma raja di domestik, tapi BUMN
yang bisa go global. Sama, universitas juga. Apalagi saya kan saya tahu persis ranking universitas kita
secara global itu masih sangat menyedihkan. Yang tertinggi, UI saja itu nyaris 300 ranking-nya. 292
paling terakhir. Jadi sangat jauh dari ide kita ingin bersaing secara global Indonesianya. Dan itu harus
datang dari pendidikan tingginya, harus datang dari korporasinya. Jadi, kenapa Presiden ngomong gitu?
Presiden ingin kita semua sadar bahwa persaingan ke depan itu bukan lagi persaingan antar kita. Tapi
persaingan kita menghadapi orang luar. Nah, karenanya, siapapun yang rektor siapapun yang dirut
BUMN itu harus punya kelas yang internasional. Jadi kalau ini perlu rektor asing, perlu dirut BUMN asing,
artinya itu wake up call, bahwa yang ada sekarang artinya belum pada level itu. jadi harus berani
upgrade dan harus berani punya terobosan, tidak hanya sekadar senang menjadi dirut kemudian hanya
mempertahankan kekuasaan dengan cuma sekadar menyenang-nyenangkan orang. Padahal, di luar,
intinya persaingan sudah sedemikian berat.

Kalau dari kajian Bappenas sendiri, apa yang menyebabkan SDM kita masih seperti itu?

Ya karena memang dari dasarnya, baik dari pendidikan dasar maupun ... dasar kita masih ketinggalan.
Masih banyak isu-isu yang seharusnya sudah tidak ada lagi di negara seperti Indonesia tetapi masih ada,
misalkan stunting kita, gangguan pertumbuhan kita masih 30%. Ya kalau mau negara maju nggak bisa
stunting-nya sampai setinggi itu, harus dikurangi. Timgkat kematian ibu waktu melahirkan, kemudian
pendidikan juga, kualitas pendidikan kita masih kalah sama negara tetangga, misalkan. Ya hal-hal seperti
itulah yang seharusnya sudah kita bereskan sebelum kita berpikir hal-hal yang global.
(Soal Baznas, pertanyaannya nggak jelas kedengaran)

Ya kita intinya dalam membangun itu semuanya tidak harus semuanya bertumpu pada pajak negara.
Anggaran. Tapi harus bisa menggali potensi dari sumber lain. Nah, swasta bisa kita libatkan melalui
kerjasama pemerintah dengan swasta, misalkan, untuk proyek infrastruktur. Tapi saya juga melihat
sekarang makin banyak peluang masyarakat bsa ikut terlibat, salah satunya lewat dana sosial
keagamaan, seperti zakat. Zakat itu kan memang diwajibkan, untuk apa sih? Untuk membantu orang
yang tidak beruntung. Memang ada yang beranggapan zakat itu hanya untuk orang miskin yang kita
tahu. Cuma kita kadang-kadang tidak tahu apakah yang kita bantu benar-benar yang paling
membutuhkan atau tidak. Jadi dengan model melalui Baznas, kita harapkan nanti programnya Baznas itu
langsung terkoordinir dengan kegiatan pemerintah secara umum sehingga upaya pengurangan
kemiskinan menjadi lebih cepat. Jadi intinya saling membantu, bukan saling bersaing atau bukan sibuk
dengan dirinya sendiri.

Makanya, kami dengan Baznas itu punya hubungan yang sangat baik, karena tujuan kita sama,
menguragi kemiskinan, dengan yang satu melalui jalur APBN, yang satu melalui jalur sosial keagamaan.

Baznas kan juga butuh back-up dari pemerintah. Misalnya wacana soal pewajiban zakat ASN, sejauh
mana itu pak?

Ya itu kan Kementerian Agama ya, bukan kita yang mengurusi. Tapi, di Bappenas saya sudah
memberikan opsi. Menurut saya paling bagus caranya adalah memberikan opsi. Berikan opsi
kemudahan kalau ASN mau memberikan zakat langsung dengan potong gaji. Itu permasalahan opsi saja.
kalau diharuskan mungkinj ada ASN yang merasa lebih senang memberikan zakat dengan cara dia
sendiri. Bukan dengan melalui Baznas tapi melalui lembaga amil zakat yang lain. Dia punya hak juga
sebagai pembayar zakat. Jadi menurut saya yang terbaik adalah berikan opsi, berikan kemudahan
sehingga seorang ASN itu bisa membayar zakat dengan cara ke Baznas langsung atau ya dengan cara dia
sendiri.

Harapan Baznas itu sendiri ada semacam aturan bukan sekadar himbauan.

Ya sebenarnya kan bisa dibuat aturan tapi sifatnya adalah memberikan opsi. Kalau memaksakan,
dikhawatirkan orang yang biasa berzakat untuk lembaga amil zakat nanti merasa kenapa saya harus
lewat Baznas. Bagaimanapun Baznas tetap penting karena juga didukung oleh pemerintah. Tapi pada
saat yang lain, lembaga amil zakat yang lain juga sudah punya hubungan yang baik dengan para pemberi
zakat. Tapi yang paling penting dengan Baznas adalah jangan terlalu terfokus bagaimana menarik
zakatnya tapi kerjasama dalam programnya supaya saling melengkapi. Saling melengkapi sehingga
upaya bersama mengurai kemiskinan menjadi lebih mudah.

Terkait pembangunan nasional. Setiap daerah kan memiliki otonominya sendiri, bahkan ada beberapa
daerah yang memiliki otonomi khusus. Bagaimana menyiasati itu?

Ya, otonomi memang jadi haknya daerah. Memang sistem politik pemerintahan kita. Tetapi dalam
perencanaan, baik dalam UU Perencanaan Nasional maupun dalam UU Pemerintahan Daerah, ada
kalusul yang menyatakan bahwa perencanaan daerah itu harus sinkron lah paling tidak dengan rencana
nasional. Jadi, setiap kali mereka membuatrencana lima tahunan atau setahunan, itu selalu ada forum
konsultasi antara pusat dengan daerah. Kita tidak akan memaksakan daerah harus melakukan ini-itu,
tapi kita hanya memastikan, oke saya ngerti itu prioritas kamu, nah bagaimana caranya agar prioritas
kamu in line dengan prioritas nasional. Jadi intinya tetap dalam koordinasi tanpa harus memaksakan.

Lalu adakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses eksekusinya?

Ya kalau di level perencanaan sih nggak terlalu banyak hambatan, karena perencanaan sifatnya belum
sampai eksekusi. Nah, sekarang kita punya pendekatan money follows program supaya daerah juga
melakukan hal yang sama, sehingga mereka bisa membuat perencanaan yang benar-benar terpadu dari
hulu sampai hilir. Jadi kalau misalkan dia membangun pelabuhan, jangan sampai pelabuhan jadi,
jalannya belum siap, sehingga pelabuhannya tidak bisa berfungsi. Kan seharusnya pembangunan yang
benar, kalau tujuannya adalah buat pelabuhan, sudah ditargetkan tahun sekian beroperasi, ketika
beroperasi, listriknya, jalannya kan sudah disiapkan juga. Itulah perencanaan. Jadi kita lebih
mengarahkan supaya daerah juga membuat perencanaan yang terintegerasi dan pendekatannya tadi,
money follows program.

Gagasan pemindahan ibukota sudah diwacanakan sejak zaman Orde Lama, tetapi baru sekarang
benar-benar akan direalisasikan. Mengapa?

Ya karena tadi, dulu ka akhirnya cuma berhenti di wacana. Pak Presiden ini ingin sesuatu yang berbeda.
Beliau tak ingin hanya berhenti di wacana tapi dilanjutkan dengan eksekusi.

Apakah ada urgensinya sehingga menjadi lebih mendesak?

Kalau saya melihat ada. Beban pulau Jawa itu sudah terlalu luar biasa. Ketimpangan Jawa dengan luar
Jawa itu sudah berpotensi menciptakan ketidakadilan bagi luar Jawa. Itu satu sisi bagi orang luar Jawa.
Bagi orang Jawa sendiri, sepertinya enak kalau semuanya ada di Jawa. Tapi pulau Jawa itu pulau yang
relatif kecil, punya beban luar biasa, daerahnya juga rawan bencana. Jadi sebnarnya terlalu berisiko
sekali pulau Jawa itu terlalu banyak dibebani.

Bagaimana Bappenas menerjermahkan lima visi Presiden Jokowi?

Itu tadi sudah saya jelaskan, itu sudah tergambar dalam rencana pembangunan teknokratik kami.
Semuanya sudah tergambar. Presiden perlu mengungkapkan itu supaya semua pihak tahu bahwa itu
yang menjadi prioritas Presiden. Kami menurunkannya dalam bentuk yang nantinya lebih operasional.

Anda mungkin juga menyukai