Anda di halaman 1dari 6

Seorang penderita laki-laki, umur 78 tahun datang ke RSUP Prof Dr R. D.

Kandou Manado
tanggal 10 Agustus 2009 dengan keluhan utama sesak napas. Dari anamnesis ditemukan
sesak napas mulai dirasakan penderita sejak ± 2 minggu SMRS. Sesak semakin berat jika
beraktifitas, seperti mandi atau berjalan. Penderita juga sering terbangun malam hari karena
sesak. Penderita merasa lebih nyaman jika tidur menggunakan 2-3 bantal. Penderita beberapa
kali mengalami nyeri dada sebelah kiri yang dirasakan menjalar sampai ke belakang dan
kedua tangan terasa kram. Batuk juga dialami penderita sejak 2 minggu SMRS, lendir
berwarna putih, darah tidak ada. Panas tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Nyeri kepala
dirasakan seperti ditusuk-tusuk sejak 2 minggu yang lalu. Kedua kaki bengkak sejak ± 1
bulan y.l. Riwayat Hipertensi (+) sejak ± 10 tahun yang lalu dan Stroke ± 2 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, dan kencing manis disangkal penderita. Pada riwayat
keluarga, hanya penderita yang sakit seperti ini.

Dari pemeriksaan fisik pada penderita didapatkan keadaan umum penderita sedang,
kesadaran compos mentis, dengan tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi
100x/m,ireguler, Respirasi 28x/m, Suhu badan 36,20C. Kulit berwarna sawo matang, lapisan
lemak kesan cukup. Edema tidak ada. Turgor kembali dengan cepat. Tidak ada effloresensi,
jaringan parut ataupun pigmentasi.

Bentuk kepala mesocephal, rambut warna hitam dan sukar dicabut, ubun-ubun besar tertutup,
tidak ada edema pada wajah (moon face). Mata tidak ditemukan eksoftalmus, tekanan bola
mata normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks kornea normal, pupil
bulat isokor, refleks cahaya positif, lensa mata jernih. Daun telinga normal, terdapat liang
telinga, membran timpani utuh dan tidak ditemukan sekret dari telinga. Tidak ditemukan
kelainan septum dan lubang hidung, konka tidak hiperemis dan tidak terdapat sekret dari
hidung. Bibir tidak sianosis, gigi-geligi tidak ditemukan caries, selaput lendir basah, Lidah
tidak ditemukan tanda beslag, gusi tidak ada perdarahan. Tonsil berukuran normal T1-T1 tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis.
Pada leher ditemukan trakea letak tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid, tekanan vena jugular dalam batas normal 5 ± 3 cm.

Dada berbentuk normal, pada inspeksi dada simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada.
Pada inspeksi paru ditemukan gerakan napas simetris kiri dengan kanan. Palpasi ditemukan
stem fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi didapatkan sonor pada dada kiri dan kanan,
pada auskultasi terdengar suara pernapasan vesikuler, terdapat ronkhi minimal di daerah basal
paru-paru kanan dan kiri, namun tidak ditemukan wheezing. Detak jantung 120 x/menit,
iregular, iktus kordis tidak tampak, iktus kordis tidak teraba, batas jantung kiri di linea
midclavicularis kiri ICS VI, batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV, bunyi
jantung I dan II normal, tidak ditemukan bising jantung, M1>M2, T1>T2, A1P2.

Pada inspeksi abdomen terlihat datar, pada palpasi dinding abdomen teraba lemas, hepar dan
lien tidak teraba, tidak ada ballotement. Pada perkusi didapatkan bunyi tympani. Pada
auskultasi bising usus normal.
Penderita berjenis kelamin laki-laki, normal. Bagian akral anggota gerak hangat,
terdapat edema pada kaki kiri dan kanan, tidak ditemukan jari-jari tabuh, tidak ditemukan
sianosis. Tidak ditemukan deformitas, tonus dan kekuatan normal. Refleks fisiologis positif
normal, refleks patologis tidak ada.

Hasil pemeriksaan laboratorium saat penderita masuk rumah sakit hemoglobin 12,5
g/dl, eritrosit 4,56 .106/mm3, leukosit 4.800/mm3, trombosit 121.000/mm3, MCV 87 µm3 ,
MCHC 31,3g/dl, GDS 91, Ureum 56, Creatinin 2,1, Na 138 mmol, K 4,8 mmol, Cl 110
mmol.

Hasil EKG pada pasien ini didapatkan Irama Ireguler, HR 120x/m, gelombang P jumlahnya
tidak dapat diidentifikasi, interval P-R tidak dapat dihitung, kompleks QRS normal. Kesan:
AF Rapid Respons. Serta hasil x-foto thorax CTR > 50%, kesan: cardiomegaly.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, penderita


didiagnosa sebagai CHF Fc III ec HHD, HPT stg I, AF Rapid Respon. Dan diterapi dengan
bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m, pemasangan Veinflon, Furosemid injeksi intravena sekali
sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang
hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg
tablet sekali sehari. Dan direncanakan untuk pemeriksaan asam urat, profil lipid, SGOT,
SGPT, dan urinalisis.

Pengamatan Lanjut:

Hari Perawatan I (11 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak masih ada. Keadaan umum penderita sedang, kesadaran
komposmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 81x/m, ireguler, Respirasi 24x/m, Suhu
badan 36,10C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi +/+ minimal di basal paru dan pada ekstremitas
terdapat edema di kedua kaki. Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m, Veinflon,
Furosemid injeksi intravena sekali sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi
hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg
tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari.

Hari Perawatan II (12 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak berkurang. Keadaan umum penderita sedang, kesadaran
komposmentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 80x/m, regular, Respirasi 24x/m, Suhu
badan 360C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi +/+ minimal di basal paru dan pada ekstremitas
terdapat edema di kedua kaki. Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m, Veinflon,
Furosemid injeksi intravena sekali sehari, Bisoprolol tablet 5 mg setengah tablet tiap pagi hari
dihentikan, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25
mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari.

Hasil lab yang masuk hari ini: Hasil Lab: As.urat : 10,5, SGOT : 25,
SGPT: 14, Choles. Total : 125, HDL: 36, LDL: 71, Trigliserid: 91, Urinalisis: Epitel : 3-4,
Eritrosit: 1-2, Leuko: 6-8.

Hari Perawatan III (13 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak sudah tidak ada. Keadaan umum penderita cukup, kesadaran
komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/m, regular, Respirasi 20x/m, Suhu
badan 36,20C. Pada pemeriksaan fisik ronkhi –/– di basal paru dan pada ekstremitas terdapat
edema di kedua kaki.

Diterapi dengan bed rest posisi ½ duduk, O2 3L/m dicabut, Veinflon, Furosemid injeksi
intravena dua ampul dipagi hari dan dua ampul siang hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari,
ISDN 5 mg tablet 3 kali sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet
sekali sehari. Ditambah Warfarin (simark) 2mg tablet sekali sehari, Allopurinol 100mg tablet
tiap pagi hari, Spironolakton 25mg tiap pagi hari.

Hari Perawatan IV (14 Agustus 2009)

Keluhan penderita berupa sesak sudah tidak ada. Keadaan umum penderita cukup, kesadaran
komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/m, regular, Respirasi 20x/m, Suhu
badan 36,20C. Pada ekstremitas terdapat edema di kedua kaki.

Penderita direncanakan rawat jalan dan kontrol di poli jantung. Sehingga terapi yang
diberikan yaitu Veinflon dicabut, Furosemid injeksi intravena diganti dengan furosemid
40mg dua tablet di pagi hari, Aspilet tablet 80mg tiap siang hari, ISDN 5 mg tablet 3 kali
sehari, Captopril 25 mg tablet 3 kali sehari, Digoksin 0,25mg tablet sekali sehari, Warfarin
(simark) 2mg tablet sekali sehari, Allopurinol 100mg tablet tiap pagi hari, Spironolakton
25mg tiap pagi hari.

PEMBAHASAN

Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah dalam
jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Gejala dari gagal jantung
kongestif gejala yang timbul dapat berupa dispnea, akibat penimbuan cairan dalam alveoli
yang mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
yang minimal atau sedang; Paroksismal nokturnal dispnea yaitu adanya sesak pada malam
hari; Ortopnea yaitu adanya kesulitan bernapas saat berbaring; batuk, biasanya berupa batuk
kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai
banyak darah; mudah lelah, akibat terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi penurunan
pasokan oksigen ke sel serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Kegelisahan
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya sesak nafas yang dirasakan sejak 2
minggu yang lalu, namun menghebat dalam 12 jam terakhir SMRS. Sejak 2 minggu terakhir
pasien sering terbangun malam hari karena sesak, keadaan ini menunjukan adanya
paroksismal nocturnal dispnea. Penderita lebih merasa nyaman dengan menggunakan 2-3
bantal menunjukan adanya ortopnea. Selain itu sejak ± 1 bulan kedua kaki penderita bengkak.
Batuk juga dialami penderita sejak 2 minggu yang lalu, lendir (+) warna putih.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan gagal jantung kongesti dapat ditemukan adanya
distensi vena leher, rhonki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peningkatan
tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, edema ekstremitas, hepatomegali, efusi pleura,
penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia (>120/m).

Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan tekanan vena jugularis
yang meningkat yaitu 5 + 3 cmH2O, pada auskultasi paru didapatkan adanya rhonki di basal
paru kanan dan kiri. Pada perkusi jantung didapatkan batas kanan pada ICS V linea
parasternal dekstra dan batas kiri pada ICS VI linea mid clavikularis sinistra, sedangkan pada
auskultasi jantung tidak di dapatkan adanya bising.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu :
pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) yang memberikan gambaran adanya hipertropi atrial
atau ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial dan X-foto
thoraks yang dapat menunjukkan adanya pembesaran jantung,baik yang mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Sedangkan
pada kasus kami gambaran EKG menunjukkan AF rapidrespon (HR :120 x/m), dan X- foto
thoraks memberikan kesan adanya pembesaran jantung.

Diagnosis dari kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif yang terdiri dari kriteria mayor : 1) Paroksismal nocturnal dispnea. 2) Distensi vena
leher. 3) Rhonki paru. 4) Kardiomegali. 5) Edema paru akut 6) Gallop S3. 7) Peningkatan
tekanan vena jugularis. 8) Refluks hepatojugular; dan kriteria minor :1) Edema ekstremitas.
2) Batuk malam hari. 3) Dyspneu d’effort. 4) Hepatomegali. 5) Efusi pleura. 6) Penurunan
kapasitas vital 1/3 dari normal. 7) Takikardi (>120x/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor atau 2
kriteria major.

Berikut ini adalah klasifikasi fungsional gagal jantung kongestif berdasarkan New York
Association (NYHA) : I) bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan. II) Bila
pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
III) bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. IV) bila pasien
sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.

Pada kasus ini dipenuhi 4 kriteria major yaitu berupa paroksismal nokturnal dispnea, rhonki
paru, kardiomegali, peninggian tekanan vena jugularis dan adanya gejala dan tanda edema
paru akut, serta dipenuhi 3 kriteria minor yaitu berupa batuk malam hari, dispnea d’effort,dan
edema ekstremitas. Berdasarkan klasifikasi NYHA, penderita digolongkan CHF fungsional
III, karena penderita tidak dapat melakukan aktivitas apapun tanpa keluhan.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan
pada penderita.

Pada Framingham Study mengungkapkan, 90 persen gagal jantung kongestif (CHF)


disebabkan penyakit jantung koroner dan hipertensi.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung
pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok
juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung.
Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga
dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian, dimana hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard.

Fibrilasi Atrium seringkali timbul bersamaan dengan gagal jantung dan mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung maupun
penyakit sistemik non kardiak seperti hipertensi. Manifestasi klinik FA dapat simtomatik
dapat pula asimtomatik. Gejala FA sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama
ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar,
sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop.UI Diagnosis ditegakkan
dengan EKG.

Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh adanya regurgitasi mitral dan stenosis aorta.
Dimana regusgitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload).
Pada kasus kami, penderita mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun, tidak terkontrol,
dan pernah mengalami stroke ± 2 thn y.l. Dari anamnesis penderita juga pernah beberapa kali
mengalami nyeri dada saat aktivitas, namun nyeri hilang jika penderita beristirahat. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/90 mmHg, nadi 100x/m, ireguler, respirasi 28x/m.
Hasil pemeriksaan EKG pada pasien ini menunjukkan adanya AF rapidrespon (HR :
120x/m).

Dengan demikian dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung dengan pemeriksaan
penunjang maka penderita pada kasus kami didiagnosa dengan Gagal jantung kongesti
fungsional III, Fibrilasi atrial, hipertensi derajat I, Susp. Pneumonia.

Prinsip penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah meningkatkan oksigenasi dengan


pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas,
mengurangi beban awal dengan pembatasan cairan, pemberian diuretik dan vasodilator,
mengurangi beban akhir dengan pemberian ACE antagonis dan prasosin, serta memperbaiki
kontraktilitas dengan pemberian inotropik. Pada kasus kami, terapi yang diberikan yaitu Bed
Rest Posisi ½ duduk, O2 3L/m, Veinflon, Furosemid 1-0-0 iv, Bisoprolol 5 mg ½-0-0, Aspilet
80mg 0-1-0, ISDN 3×5 mg, Captopril 3×25 mg, Digoksin 1×0,25mg.

Meskipun banyak peningkatan dalam evaluasi dan penanganan dari gagal jantung, gejala-
gejala dari gagal jantung masih memberikan prognosis yang buruk. Namun pada pasien ini
prognosisnya cukup baik karena karena kondisi penderita mengalami perbaikan dalam
perawatan.

Anda mungkin juga menyukai