Anda di halaman 1dari 17

LBM 3

PENURUNAN KESADARAN MENDADAK DISERTAI KAKU KUDUK

STEP 1

LESI HIPERDENS INTRASULCI


Gambaran yang menampakkan densitas yang tinggi ( putih )
Lesi yang terjadi akibat perdarahan pada intracranial yang tampak pada CT scan
Intrasulci  didalam sulcusnya

LESI HIPODENS
Gambaran yang menampakkan densitas rendah ( hitam )
Terjadi pada infark

STEP 2

1. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran ?


2. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala hebat sebelum pingsan ?
3. Mengapa ditemukan adanya kekakuan di eher ?
4. Mengapa TD tinggi tapi vital sign lainnya normal ?
5. Mengapa tdak ditemukan adanya defisit neurologis fokal ?
6. Mengapa pasien terus mengigau dan beberapa kali muntah ?
7. Apa interpretasi pada CT scan tampak lesi hiperdens intrasulci dan lesi hipodens ?
8. DD ? beserta faktor resikonya ..
9. Pemeriksaan fisik dan penunjang dari penyakit di skenario ?
10. Komplikasi ?
11. Apa Penatalaksanaan sesuai dengan gejala klinis yang dialami pasien?
12. Apakah penyakit dia atas butuh pembedahan? Jika iya, apa?

STEP 3

1. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran ?


Karena di skenario di dapatkan lesi hipodens dan hiperdens peningkatan TIK
kemungkinan terjadi gangguan pusat kesadaran  penurunan kesadaran
Otak tidak mendapat nutrisi yang cukup oleh karena perdarahan

Penurunan kesadaran  terjadi ketika neurotransmitter meningkat ( glutamat ) 


penurunan kadar GABAmenginhibisi pada pre sinaps supaya tidak ada kerusakan pada sel
saraf tersebut
Bedanya penurunan kesadaran dan pingsan ?
Pathway kesadaran
ARAS  ascending reticular activating system
Organ yang berhubungan dengan ARAS ? bagaimana hubungan ARAS dengan organ organ
tersebut ? bagaimana jarasnya ? siapa yang menghantarkan jarasnya?
2. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala hebat sebelum pingsan ?
Di otak jika ada lebih peradangan akan lebih banyak leukosit yang datang  bisa
mengaktifasi mediator inflamasi  nyeri
Nyeri kepala :
Kerusakan jaringan  mediator inflamasi  ke daerah peka nyeri yang banyak noxious sel
 serabut saraf tipe c  saraf perifer 
- Korteks somatosensorik
- Formatio reticularis
- Thalamus
- Lobus limbik

Apakah ada faktor lain yang mempengaruhi kesadaran selain kerusakan jaringan?(
dihubungkan dengan no.1 )

Meduula spinalis medulla oblongata lobus limbic  Thalamus  formatio reticularis


 korteks serebri

Pathway nya yang benar mana? Kalo rusak di organ mana,manfestnya gimana?

AUTOREGULASI DAN METABOLISME


Pada kondisi istirahat, dialirkan sekitar 750cc darah permenit (15-20% cardiac
output). Parameter penting dalam memperhitungkan aliran darah otak yang
dinamakan tekanan perfusi cerebral (CPP), yang idealnya menggambarkan
perbedaan mean tekanan arterial (MAP) dikurangi tekanan intra kranial (ICP).
Diperkirakan bahwa pada CPP antara 50 dan 130 mmHg hanya terdapat sedikit, bila
ada, variasi dalam CBF total. Sirkulasi carotis (anterior) memperoleh mayoritas
aliran darah dalam kecepatan yang lebih tinggi (335 cc/menit melalui setiap carotis)
sedangkan sirkulasi posterior (vertebrobasiler), memperoleh 75 cc/menit. Lebih
jauh lagi, juga terdapat perbedaan antara substansia grisea yang merupakan
jaringan dengan aliran cepat (64 cc/ 100 g/ menit) dengan substansia alba yang
merupakan jaringan dengan aliran pelan (15-20 cc/ 100 g/ menit). Aliran darah juga
terkait dengan aktivitas elektroserebral.

Karena mekanisme otak dalam meregulasi aliran darahnya masih tidak jelas, maka
terdapat beberapa teori yang diajukan.

Teori Miogenik

Teori ini menyatakan bahwa pembuluh darah dapat mengenali aliran dan
menyesuaikan diri terhadapya. Menurut Baliss dalam 1902, apabila tekanan dalam
pembuluh darah meningkat, maka pembuluh darah tersebut akan berkontraksi
untuk meningkatkan tahanannya sehingga mengurangi aliran darah.

Teori Neurogenik

Edvinsson dkk menjelaskan berbagai bahwa terdapat berbagai saraf pada


pembuluh darah piamater, yang menjelaskan mengenai regulasi sentral. Kerusakan
autoregulasi yang masif, sebagaimana yang ditemui pada cedera SSP seperti pada
trauma atau perdarahan subarachnoid, juga menunjukkan mekanisme sentral. Hal
ini lebih jauh didukung oleh data yang menunjukkan bahwa beberapa
neuropeptida juga berperan pada kondisi ini. Faktor lokal ini menggantikan hal
yang sebelumnya dikenal dengan respon miogenik pembuluh serebral terhadap
perubahan CBF.

Teori Metabolik dan Metabolisme Otak

Banyak studi yang menunjukkan peningkatan aliran darah ke area tertentu


dari otak sehubungan dengan peningkatan aktivitas dari area tersebut. Neuron
sangatr tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal hanya mampu
menggunakan energi dari metabolisme aerobik dari glukosa.keton akan
dimetabolisme dalam bentuk terbatas pada kondisi kelaparan sedangkan lipid tidak
dapat digunakan. Simpanan glikogen dalam otak normal tidak ada, sehingga
jaringan saraf tergantung pada aliran kontinyu dari pembuluh darah otak.
Metabolisme anaerob menghasilkan peningkatan cepat jumlah laktat yang
menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan ion H+ lokal. Parameter yang
digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik dinamakan CMRO2, atau
metabolisme lokal otak dari O2. Diasumsikan bahwa penggunaan O2 merefleksikan
metabolisme glukosa lokal dan hal ini dikonfirmasi dengan penggunaan scanning
positron emission tomography (PET). Efek dari variasi kondisi metabolik yang
normal dan yang berubah yang mempengaruhi CMRO2 dan dapat diukur, dapat
membantu memecahkan masalah seputar peran dari mekanisme sentral dan
umpan balik neurogenik dalam mengontrol CBF, sehingga bermanfaat untuk
panduan terapi di masa yang akan datang.

Faktor Lokal yang Mempengaruhi Autoregulasi


Kondisi lokal lain tampaknya juga berperan dalam autoregulasi. Faktor ini
meliputi pO2, pCO2, konsentrasi H+ dan pH lokal serta suhu. Efek individual dari
faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan segera, namun interaksi diantara
faktor-faktor tersebut masih tetap kompleks.
Oksigen
Oksigen tidak akan mempengaruhi CBF hingga pO2 turun sampai dibawah 50
mmHg dimana CBF akan meningkat dengan cepat. Ketika pO2 sebesar 30 mmHg,
CBF menjadi dua kali lipatnya. Hal ini kemungkinan bervariasi sesuai hematokrit.
Peningkatan pO2 menginduksi sedikit penurunan CBF, ketika subyek normal
bernafas dengan oksigen 100 % maka CBF berkurang 10 hingga 13%. Oksigen
hiperbarik diberikan pada 2 atm akan menurunkan CBF sebesar 22 % tanpa
merubah konsumsi oksigen otak. Penurunan ini tetap terjadi bahkan bila terjadi
hiperkapnea. Terdapat sejumlah bukti bahwa pasien NS mengalami perbaikan
outcome jika pO2 dipertahankan sedikitnya 80 mmHg.

Karbondioksida
Konsentrasi ion H+ dan pCO2 mempengaruhi CBF. Telah diketahui bahwa
dengan konsentrasi pCO2 antara 20 – 60 mmHg, hubungan antara pCO2 dan CBF
terlihat dengan peningkatan CBF 2 – 3 % setiap peningkatan pCO2 sebesar 1
mmHg. Penyebabnya masih belum jelas dan mungkin terkait dengan perubahan pH
sistemik dan atau tekanan darah sistemik.

Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah terapi yang penting pada pasien dengan peningkatan
TIK, terutama dengan sindroma herniasi akut. Prinsip klinis doktrin Monroe-Kelly
dimana dalam rongga intrakranial yang tetap maka volume muatannya juga tetap.
Volume ini, totalnya mencapai 1600 cc, normalnya terdiri dari jaringan otak (84%),
darah (4%) dan cairan sererospinal (12%). Diamati oleh Cushing bahwa bila
ditambahkan suatu komponen (lesi massa dengan sebab apapun, baik hematoma,
tumor ataupun swelling) maka volumenya akan terlampaui sehingga menghasilkan
respon fisiologis (refleks Cushing). Mekanisme kompensasi awal meliputi
penurunan jumlah darah dan cairan serebrospinal. Penurunan jumlah darah
melalui penurunan CBF akan membantu menghambat hipertensi intrakranial.
Hiperventilasi, dengan pCO2 yang menurun, akan bermanfaat. Sayangnya, saat SSP
cepat menyesuaikan diri terhada perubahan ini, sukar untuk mengetahui berapa
lama reaksi ini bertahan. Bahkan tampaknya pembuluh darah serebral juga
menyesuaikan diri dalam 24 -36 jam. Hiperventilasi yang berkepanjangan memiliki
efek yang buruk dengan menyebabkan iskemia. Peneliti yang lain memperoleh data
dari manipulasi pCO2 secara langsung terhadap perubahan MAP dimana CBF akan
bervariasi secara langsung dengan MAP pada area yang rusak dan tidak
dipengaruhi oleh pCO2.
Banyak ilmuwan yang berkonsentrasi dalam meneliti fenomena ”steal and
countersteal” yang secara teoritis mungkin terjadi. Peneliti-peneliti tersebut
mengajukan teori bahwa jika suatu bagian dari sirkulasi otak kehilangan
kemampuan autoregulasinya, dan jika aliran yang melalui bagian tersebut
berhubungan secara langsung dengan MABP, maka ketika

Kalsium
Saat ini peran ion Ca++ pada metabolisme dan aliran darah otak sedang
diteliti secara intensif. Bukti-bukti yang mendukung mengenai peran aktif Ca++
dalam CBF mencakup peran Ca++ pada kontraksi otot dan peningkatan penggunaan
Ca++ channel blocker dalam pengelolaan hipertensi dan penyakit arteri koroner.
Lebih jauh lagi, influks dari Ca++ dianggap sebagai .. Konsentrasi ion Ca++
ekstraseluler adalah sekitar 4-5 mEq/L dan konsentrasi Ca++ intraseluler adalah 10-
7 mEq/L.

PENGUKURAN ALIRAN DARAH OTAK


Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana menetukan aliran darah
sesungguhnya ke suatu bagian tertentu dari otak. Adolfo Fick menyatakan bahwa
jumlahh substansi yang diserap oleh suatu organ tertentu berhubungan dengan
perbedaan konsentrasi dari substansi tersebut dan aliran darah ( yang membawa
substansi tersebut) antara arteri dan vena. Penggunaan Nitrous Oksida, suatu
substansi yang tidak diserap maupun disekresi oleh otak, dan dengan menerapkan
teori dari Fick, Kety dan Schmidt menerbitkan
http://id.scribd.com/doc/117389379/Sirkulasi-Dan-Metabolisme-Otak

Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100
mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara
kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan
sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik
lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan
sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan
pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua
jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih
berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang
berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih
rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan
intrakranial . Masih bisa dikompensasi arteri cerebral hipertensi :
Sistolik 200 mmHg
Diastol 110-120 mmHg

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100gram/otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-
1400gram (±2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah
aliran darah otak orang dewasa adalah ±800ml/menit atau 20% dari seluruh curah
jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak
untuk memetabolisme oksigen ±3,5ml/100gr/otak/menit. Bila aliran darah otak turun
menjadi 20-25ml/100gr/otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan
ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.

Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidasinya akan
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90% glukosa
mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap, hanya 10% yang diubah menjadi
asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh
metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenosin Trifosfat (ATP)/mol
glukosa, sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol ATP/mol glukosa.
Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan untuk
keperluan:
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan pelepasan
neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar sel serta
membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi
permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami trauma, kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium intraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neuronal
yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium
intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.

Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui aktivasi
reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan melalui sifat
farmakologi dan elektrofisiologinya: α-amino-3-hidroksi-5-metil-4-isosaksol-propionic
acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi reseptor-reseptor
tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi neuronal dan depolarisasi. Glutamat yang
menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan Nitric Oxide Syntase (NOS).
Sedangkan glutamat yang mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi
superoksida.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak.
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.
Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak

Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami kekurangan


nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat yang diperdarahi
pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai dengan infark.

Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari “ischemic core”
(inti iskemik) dan “penumbra” (terletak disekeliling ischemic core). Pada daerah
ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energi yang
merusak dinding sel beserta isinya sehingga sel akan mengalami lisis (sitolisis).
Sedangkan di daerah sekelilingnya, dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-selnya
belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa
ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai daerah “penumbra iskemik”. Bila
proses tersebut berlangsung terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan
integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui
proses apoptosis, yaitu disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan
kerusakan dinding sel, dikenal sebagai kematian sel terprogram.
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode
yang dikenal sebagai “window therapy” (jendela terapi), yaitu 6 jam setelah awitan. Bila
ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan
sehingga infark tidak bertambah luas.

Secara makroskopik, daerah penumbra iskemik yang pucat akan dikelilingi oleh daerah
yang hiperemis dibagian luarnya, yaitu daerah “luxury perfusion”, sebagai kompensasi
mekanisme sistem kolateral untuk mengatasi keadaan iskemik.

Perubahan fisiologis yang terjadi pada stroke iskemik tergantung dari seberapa besar
berkurangnya aliran darah otak (ADO):
1. ADO berkurang hingga 20-30% (<50-55ml/100gr/otak/menit). Otak akan
menghambat sintesa protein.
2. ADO berkurang hingga 50% (35ml/100gr/otak/menit). Otak masih mampu
beradaptasi dengan mengaktivasi glikolisis anaerob serta peningkatan konsentrasi laktat
yang selanjutnya akan berkembang menjadi asidosis laktat dan edema sitotoksik.
3. ADO hanya 30% dari nilai normal (20ml/100gr/otak/menit). Produksi ATP akan
berkurang, terjadi defisit energi dan gangguan transport aktif ion dan ketidakstabilan
membran sel serta neurotransmiter eksitatorik. Pada keadaan ini sel-sel otak tidak dapat
berfungsi secara normal karena otak dalam keadaan iskemik akibat kekurangan oksigen,
sehingga akan terjadi penekanan aktifitas neuronal tanpa perubahan struktural sel.
4. ADO hanya 20% dari nilai normal (10-15ml/100gr/otak/menit). Pada keadaan ini sel-
sel saraf otak akan kehilangan gradien ion, selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari
membran.
Pada 3 jam permulaan iskemik akan terjadi kenaikan kadar air dan natrium di substansi
kelabu. Setelah 12-48 jam terjadi kenaikan kadar air dan natrium yang progresif pada
substansi putih, sehingga memperberat edema otak dan meningkatkan tekanan intra
kranial.

Ambang kegagalan fungsi sel saraf ialah bila aliran darah otak menurun sampai kurang
dari 10ml/100gr/otak/menit. Pada tingkat ini terjadi kerusakan yang bersifat menetap
dalam waktu 6-8 menit, sehingga akan mengakibatkan kematian sel otak. Daerah ini
dikenal sebagai ischemic core.
Perubahan Kimiawi Sel Otak
1. Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel. Bila aliran
darah dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan kematian sel. Otak
hanya dapat bertahan tanpa penambahan ATP baru selama beberapa menit saja.
2. Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr/otak/menit akan
mengakibatkan kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme oksidatif
terganggu. Keadaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil
metabolisme anaerob, sehingga akan mempercepat proses kerusakan otak.
3. Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena kurang
tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion. Gagalnya pompa ion
akan menyebabkan depolarisasi anoksik disertai penimbunan glutamat dan aspartat.
Akibat dari depolarisasi anoksik ini adalah keluarnya kalium disertai masuknya natrium
dan kalsium. Masuknya natrium dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga
menimbulkan edema dan kerusakan sel.
Integritas struktur endotelium pembuluh darah otak tidak terlalu tergantung pada
metabolisme. Endotelium tersebut bertahan dalam keadaan hipoksia dan iskemia lebih
lama daripada sel-sel jaringan otak. Neuron tidak dapat hidup bila ia kekurangan
oksigen selama 6-8 menit. Sel glia dapat bertahan sedikit lebih lama. Sebaliknya
endotelium darah otak dapat bertahan jauh lebih lama daripada sel-sel glia.

Desintegrasi sel-sel endotelium pembuluh darah otak dimulai setelah terjadi nekrosis
neuron dan glia. Selama masa iskemik otak berlangsung neuron serta sel glia
berdegenerasi. Sehubungan dengan itu pH otak menurun, adenosin dan mungkin
prostaglandin diproduksi. Oleh sebab itu pembuluh darah otak berdilatasi dan
autoregulasinya lenyap. Keadaan ini menimbulkan edema yang mencapai puncaknya
dalam 1 sampai 3 hari. Karena keadaan tersebut sawar darah otak tidak berfungsi lagi.

3. Mengapa ditemukan adanya kekakuan di leher ?


Hipotesis :
Adanya perdarahan di subarachnoid
Bisa juga karena adanya meningitis

Apakah Saraf yang ada dimeningens dimedulla spinalis dan di otak ditu berbeda ?

4. Mengapa TD tinggi tapi vital sign lainnya normal ?


Apakah gangguan kardiovaskuler dapat menyebabkan gangguan pada sistem lain?
Tekanan darah adalah hasil perkalian antara curah jantung dikali dengan tahanan perifer
Apakah ada pengaruh antara tekanan darah tinggi dengan perdarahan subaracnoid?
Apakah ada perbedaan strukur antara arteri di otak dengan di tempat lain?

Aneurisma aorta adalah aneurisme yang melibatkan aorta dimana terjadi dilatasi abnormal
dari arteri berupa pelebaran pembuluh darah. Faktor penyebab utamanya ialah kelainan
dinding pembuluh akibat arteriosklerosis dan/atau hipertensi. Penyebab lain adalah sifilis,
mikosis dan trauma. Aneurisma juga dapat timbul pasca stenosis dan secara kongenital.
Aneurisma sering terjadi pada arteri dibasis otak, (circuss willis) dan diaorta. Beberapa
tempat yang paling sering terjadi aneurisma antara lain: aorta (abdominalaneurysm dan
thoracic aneurysm), otak (cerebral aneurysm), tungkai bawah (aneurysm arteri popliteal).
B. Etiologi
- Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada
pembuluh darah manapun diseluruh tubuh. Akan jadi fatal kalau dinding pembuluh darah
yang lemah itu terdapat di otak.
- Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai pembuluh
darah.
- Terjadi peradangan pada aorta
- Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan
Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan kelainan
pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata.
- Risiko ini menjadi semakin tinggi pada penderita tekanan darah tinggi, orang dengan
tingkat stres tinggi maupun perokok.
C. Patofisiologi
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen dan matriks
ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut
bisa diakibatkna oleh inflamasi (arterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah
yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matrik tersebut
akan menghancurkan elastin dan kolagen sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain
matriks metalloproteinase factor yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen
activator dan serin elastase.
Semua jenis aneurisma pasti meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kelemahan kogenital, taruma atau proses penyakit. Apabila timbul
aneurisma, maka akan selalu cenderung bertambah besar ukurannya. Faktor resiko meliputi
prediposisi genetik, merokok, dan hipertensi. Lebih dari separuh penderita mengalami
hipertensi.
Terkadang pada aorta yang mengalami penyakit aterosklerosis, dapat terjadi robekan pada
intima, atau media mengalami degenerasi, akibanya terjadi diseksi. Aneurisma diseksi sering
dihubungkan dengan hiperteni yang tidak terkontrol. Aneurisma diseksi disebabkan oleh
ruptur lapisan intima mengakbitkan darah mengalami diseksi di lapisan media. Ruptur dapat
terjadi melalui adventisia atau di dalam lumen melalui lapisan intima, sehingga
memungkinkan darah masuk kembali ke jalur utamanya, mengakibatkan diseksi kronis atau
diseksi tersebut dapat menyebabkan oklusi cabang-cabang aorta. Kematian biasanya
disebabkan oleh hematoma yang ruptur ke luar.

Ada juga hubungannya dengan umur  penurunan elastisitas pembuluh darah

Hipertensi
Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi.
Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah
meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter
lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena
pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk
mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan
darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan
mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah
sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi
hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak13.

a. Yang tidak dapat diubah :


i. Usia
ii. Jenis kelamin pria
iii. Ras
iv. Riwayat keluarga
v. Riwayat TIA atau stroke
vi. PJK
vii. Fibrilasi atrium
viii. Heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria
b. Yang dapat diubah :
i. Hipertensi
ii. DM
iii. Merokok
iv. Penyalahgunaan alcohol dan obat
v. Kontrasepsi oral
vi. Hematokrit meningkat
vii. Bruit karotis asimtomatis
viii. Hiperurisemia
ix. Dislipidemia
Sumber : ( Arif Masjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. FKUI. 2000 )

5. Mengapa tdak ditemukan adanya defisit neurologis fokal ?

6. Mengapa pasien terus mengigau dan beberapa kali muntah ?


7. Apa interpretasi pada CT scan tampak lesi hiperdens intrasulci dan lesi hipodens ?
8. DD ? beserta faktor resikonya ..
9. Pemeriksaan fisik dan penunjang dari penyakit di skenario ?

Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke


Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke meliputi:
• Hitung darah tepi lengkap: diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia atau
trombositosis atau infeksi sebagai faktor risiko stroke.
• Waktu protrombin, waktu protrombin parsial: ditujukan kepada penderita dengan
antibodi antifosfolipid (waktu protrombin parsial memanjang).
• Analisa urin: hematuria terjadi pada endokarditis bakterialis subakut (SBE) dengan
stroke iskemik oleh karena emboli.
• Kecepatan sedimentasi (LED): peningkatan LED menunjukkan kemungkinan adanya
vaskulitis, hiperviskositas atau (SBE) sebagai penyebab stroke.
• Kimia darah: peningkatan kadar glukosa, kolesterol atau trigliserida dalam darah.
• Foto rontgen dada: pelebaran ukuran jantung sebagai suatu sumber emboli pada
suatu stroke atau akibat hipertensi lama; dapat menemukan suatu keganasan yang tidak
diduga sebelumnya.
• Elektrokardiogram: dapat menunjukkan adanya aritmia jantung, infark miokard baru,
atau pelebaran atrium kiri.
• Tomografi terkomputasi (CT-Scan).
Tomografi terkomputasi (CT scan) bermanfaat dalam membedakan stroke perdarahan
(intraserebral atau subarakhnoid) dengan stroke tanpa perdarahan/iskemik (trombosis
atau emboli). Adanya darah pada perdarahan baru mengakibatkan terjadinya suatu
daerah dengan peningkatan densitas; sebaliknya suatu infark mengakibatkan suatu
daerah dengan penurunan densitas. Sebagai tambahan, CT-scan dapat membantu
menentukan lokasi dan ukuran abnormalitas, seperti daerah vaskularisasi, superfisial
atau dalam, kecil atau luas.
1. CT-scan benar-benar positif pada perdarahan intraserebral (dengan peningkatan
densitas) dan sering menunjukkan darah antar-hemisfer atau perdarahan dalam
parenkhim otak pada perdarahan subarakhnoidea. Perubahan-perubahan ini terlihat
pada jam pertama setelah timbulnya gejala stroke. Dengan CT yang lebih maju lagi,
beberapa penderita dengan diagnosis klinis trombosis dapat ditemukan adanya
perdarahan intraparenkhimal.
2. CT-scan positif pada sebagian besar kasus infark serebri (penurunan densitas), tetapi
peruhahan-perubahan ini hanya dapat terlihat pada 24 – 48 jam setelah timbulnya
gejala stroke. Dengan penyengatan terhadap kontras, infark dapat menyerupai suatu
tumor tetapi penyengatan terhadap kontras pada infark serebri pada umumnya tidak
berkaitan dengan efek massa yang nyata seperti yang terjadi pada tumor. Pada
beberapa kejadian. mungkin efek massa terdapat bersama dengan infark, sehingga
menimbulkan pertanyaan apakah bukan suatu tumor; dalam hal demikian maka dengan
MRI, CT-scan secara serial dan observasi klinis dapat memperjelas diagnosis.
3. Suatu infark herdarah sering terjadi sekunder terhadap emboli yang besar. Dalam hal
ini terjadi peningkatan densitas pada CT-scan. Pemberian antikoagulan harus ditunda
bila terjadi perdarahan yang berkaitan dengan infark embolik.
4. Perdarahan pada batang otak mungkin dapat terlihat pada CT- scan, akan tetapi infark
batang otak biasanya tidak.
5. CT-scan mengidentifikasi pergeseran massa intrakranial yang memerlukan tindakan
medis dan operatif secara agresif untuk mengontrol edema serebri yang terjadi.
6. Suatu hematoma subdural dapat dikenal pada pemeriksaan CT-scan dengan adanya
pergeseran massa intrakranial, menghilangnya sebagian ventrikel lateralis atau sulkus-
sulkus, dan perubahan densitas (tergantung pada usia lesi) pada perrnukaan otak.
7. Tumor otak dapat diidentifikasi pada pemeriksaan CT-scan dengan adanya pola
densitas yang khas, penyengatan terhadap kontras, dan efek massa. Pada persentase
yang kecil tumor otak secara klinis menyerupai stroke.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI memainkan peranan penting dalam diagnosis suatu stroke karena:
1. MRI kadang dapat menunjukkan adanya iskemia serebri pada stadium awal, sebelum
dapat terlihat pada CT-scan dan sering bila pemeriksaan CT-scan tetap negatif.
2. MRI sering dapat menunjukkan adanya infark pada batang otak, serebelum, atau
lobus temporalis yang tidak terlihat pada CT-scan.
3. Kemampuan MRI dalam mencari trombosis vena sebagai penyebab infark lebih baik
dibanding CT-scan.
4. MRI lebih sensitif dalam mencari infark kecil (lakuner). CT-scan tetap lebih baik
dihanding MRI pada fase akut stroke bila sasaran utama mencari perdarahan dan
terdapat masalah dalam hal kerjasama dengan penderita.
5. Penyengatan kontras pada MRI kemungkinan berguna dalam menentukan umur suatu
infark dan mencari adanya tumor atau AVM sebagai penyebab stroke.
Catatan : SPECT (Single photon emission computed tomography) dapat melokalisir
iskemia dalam beberapa jam setelah serangan stroke.
Arteriografi
Arteriografi, baik yang dikerjakan secara konvensional maupun dengan teknik digital,
ditujukan untuk (a) mengidentifikasi suatu lesi yang dapat dikoreksi dengan operasi
seperti aneurisma intrakranial dan AVM, stenosis arteria karotis, dan plak arteria karotis
yang mengalami ulserasi, (b) membantu memastikan diagnosis, dan (c) memastikan
diagnosis sebelum dikerjakan pemberian antikoagulansia. Dalam perencanaan suatu
arteriografi, penting untuk ditentukan secara klinis sistem yang terlibat dalam stroke
tersebut, sistem karotis atau sistem vertebrobasiler. Bila memungkinkan, angiografi
dikerjakan dengan teknik kateterisasi oleh ahli radiologi yang berpengalaman.
Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) dapat membantu menentukan lokalisasi gangguan fungsi
kortikal, dan kadang-kadang pada lesi talamus. EEG dapat abnormal pada jam-jam
pertama setelah serangan stroke meskipun CT-scan masih normal. EEG biasanya akan
normal pada stroke pada daerah sirkulasi posterior atau stroke lakunar dan abnormal
pada stroke daerah sirkulasi anterior atau emboli.
EEG biasanya abnormal pada stroke pembuluh darah besar atau emboli.
EEG merupakan hal yang penting untuk dikerjakan bila dicurigai adanya aktivitas
epileptik. Kelemahan setelah suatu stroke kemungkinan merupakan bagian dari pasca
serangan epilesi (Paralisis Todd).

Pungsi Lumbal
Bila cairan serebrospinalis (CSS) mengandung darah (eritrosit) 1.000) dan tekanannya
meningkat (200 mmH2O), pungsi lumbal mendukung adanya suatu perdarahan. Perlu
diingat bahwa tekanan CSS normal dan tidak ditemukan sel dalam CSS dapat terjadi
pada 10% perdarahan intraserebral. Semua perdarahan subarakhnoid menunjukkan
perdarahan yang nyata pada CSS, biasanya mengandung eritrosit 25.000.
Pungsi lumbal dengan kandungan eritrosit 50 – 500 dalam CSS mengarahkan kecurigaan
pada emboli serebri, dan tampak CSS jernih pada sebagian besar emboli.
Pada trombosis serebri dan stroke lakunar tidak ditemukan sel dalam CSS. Kadang-
kadang terlihat adanya lekosit dalam CSS setelah serangan trombosis atau perdarahan.
Eritrosit dalam jumlah besar (10.000 – 20.000) kadang terlihat pada infark berdarah
setelah suatu serangan emboli serebri. Setelah perkembangan lanjut dengan adanya CT,
pungsi lumbal jarang dikerjakan lagi dalam upaya evaluasi penderita stroke Pungsi
lumbal dikerjakan bila :
• Kecurigaan adanya infeksi susunan saraf pusat.
• Kemungkinan ditegakkannya diagnosis perdarahan sub-arakhnoid. CT-scan dapat
menghasilkan negatif palsu pada 5 – 10% penderita perdarahan subarakhnoid,
• Kemungkinan ditegakkannya diagnosis perdarahan intra-serebral, tetapi tidak
memungkinkan dilakukan pemeriksaan CT-scan, dan tidak ditemukan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
• Sebelum dimulai ‘pemberian antikoagulansia, guna mengesampingkan adanya
perdarahan bila tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan CT-scan.
• Kecurigaan adanya arteritis.
• Diagnosis penderita yang tidak jelas.
Pustaka
Neurologi Oleh Buku Saku

10. Komplikasi ?
11. Apa Penatalaksanaan sesuai dengan gejala klinis yang dialami pasien?
Penatalaksanaan terapi stroke iskemik akut:
 rTPA (recombinant Tissue Plasminogen Activator)
hanya boleh untuk stroke iskemik < 3 jam dan CT Scan normal
ex : streptokinase i.v
 Jika pasien menderita aritmia jantung
berikan juga digoksin + verapamil + amiodaron i.v
 TD yang tinggi tidak boleh diturunkan secara mendadak (20% dari TD
sebelumnya)
ex : labetolol, Kaptopril, Nifedipin, dan Na. nitroprusid i.v
farmasiuad09.com/2011/12/stroke-cvd.ppt
12. Apakah penyakit dia atas butuh pembedahan? Jika iya, apa?

Anda mungkin juga menyukai