Anda di halaman 1dari 103

Nursing Science

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan


PEB
samoke2012

2 years ago
Advertisements

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian preeklamsia berat menempati urutan kedua dari kematian ibu dan perinatal di
Indonesia (Mayunani, 2016, p. 313). Preeklamsia berat jarang dilakukan persalinan
pervaginam karena dapat membahayakan ibu dan bayinya serta berisiko terjadi injuri.
Biasanya ibu hamil yang mengalami tekanan darah yang tinggi berakhir dengan persalinan
Sectio Caesarea, sehingga pada post Sectio Caesarea klien akan mengalami gangguan rasa
nyaman nyeri dari efek pembedahan (Solehati & Kokasih, 2015, p. 80).

Menurut World Health Organization komplikasi kehamilan dan persalinan di Dunia pada
tahun 2015 adalah 303.000 jiwa, salah satunya yang berkomplikasi pre-eklamsia/eklamsia
dengan sectio caesarea (Syifa,dkk, 2017, p. 2). Di Indonesia tahun 2013 sekitar 215 orang
yang mengalami pre-eklamsia berat dengan sectio caesarea dan 247 orang tahun 2014,
tahun 2015 sebanyak 271 orang (Manalu, 2015, p. 1). Di Jawa Timur tahun 2013 sebanyak
166 orang, tahun 2014 sebanyak 164 orang, kemudian meningkat pada tahun 2015 sekitar
165 orang, sedangkan di Kota Banyuwangi yang mengalami pre-eklamsia dengan sectio
caesarea tahun 2013 sebanyak 33 orang, tahun 2014 sebanyak 25 orang, tahun 2015
sebanyak 91 orang, tahun 2016 sebanyak 41 orang (Dinkes Prov. Jatim, 2016, pp. 27).
Sedangkan di RSUD Genteng tahun 2018 bulan Januari- Juni sebanyak 32 orang.

Setiap keadaan menginginkan kelahiran normal, namun tidak akan mungkin terjadi apabila
terdapat indikasi dalam kehamilannya. Diantaranya preeklamsia berat, hal jika tidak segera
diatasi dalam penanganan yang tepat dapat terjadi cedera pada ibu dan juga bayi. Sehingga
ibu hamil dengan PEB ataupun eklamsia dapat melakukan persalinan sectio caesarea yang
tujuannya untuk menyelamatkan bagi ibu, anak atau mungkin keduanya (Oxorn & william,
2010, p. 634). Dampak yang dirasakan oleh klien paska sectio Caesarea yaitu rasa nyeri
hebat akibat dari tindakan pembedahan (Triyana, 2013, p. 207). Rasa ketidaknyamanan
dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan saraf sensorik atau juga diawali rangsangan
aktivitas sel T ke korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri (Nurhayati,dkk, 2015, p.
53).

Penatalaksanaan pengobatan dalam bentuk farmakologi pada paska sectio caesarea yang
dapat digunakan seperti obat-obatan analgesik seperti tramadol, asam mefenamat (Solehati
& Kokasih, 2015, p. 89). sedangkan menurut (Hartati dan Maryunani, 2015, p. 42) dengan
cara relaksasi seperti nafas sebanyak 3 kali dan juga menggunakan posisi ibu yang nyaman,
tidak ada gerakan fisik atau dengan rileks. Bisa juga menggunakan distraksi dengan cara
pengalihan dari fokus perhatian nyeri ke tempat yang menyenangkan contohnya seperti
melihat TV, melihat pandangan yang menyenangkan. Serta bisa juga memberikan
aromaterapi dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri pada luka operasi (Solehati &
Kokasih, 2015, p. 184).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami post sectio caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman
nyeri di RSUD Genteng.

1.2 Batasan Masalah


Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami post sectio caesarea dengan indikasi PEB
H-0 ini dibatasi dengan adanya luka post sectio caesarea di perut maupun luka di kandung
kemih, serta perdarahan berhubungan dengan gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD
Genteng.

1.3 Rumusan Masalah


“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng?”

1.4 Tujuan Masalah


1.4.1 Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami post sectio caesarea dengan
indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami post sectio


caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.
2. Menetapkan Diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami post sectio caesarea
dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.
4. Melaksanakan Tindakan Keperawatan pada klien yang mengalami post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.
5. Melakukan Evaluasi Keperawatan pada klien yang mengalami post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri di RSUD Genteng.

1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah literatur dan wawasan tentang asuhan
keperawatan klien yang mengalami post sectio caesarea indikasi preeklamsia berat hari ke-
0 dengan gangguan rasa nyaman nyeri.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Bidan dan Perawat

Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan atau bahan kajian dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien yang mengalami post sectio caesarea terutama dengan
indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri dalam menyusun rencana tindakan untuk
mengajarkan klien teknik relaksasi, distraksi dan juga menggunakan aromaterapi pada klien
untuk respon nyeri dalam kualitas.

2. Manfaat Bagi Rumah Sakit

Dapat meningkatkan kualitas pelayanan terutama pada asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami post sectio caesarea terutama dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman
nyeri yang berdampak pada kepuasan pelayanan.

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dari hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dalam hal memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien yang mengalami
Post Sectio Caesarea dengan Indikasi PEB H-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri dan sebagai
referensi dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian.
4. Manfaat Bagi Klien/ Responden

Klien dapat memahami teknik relaksasi, distraksi serta menggunakan aromaterapi dan
diharapkan dapat menerapkan teknik tersebut ketika mengalami nyeri sesuai dengan
prosedur sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

5. Manfaat Bagi Mahasiswa

Diharapkan dari Karya Tulis Ilmiah ini dapat meningkatkan pengetahuan terutama untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien yang mengalami Post Sectio Caesarea dengan
Indikasi PEB H-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI


2.1.1 Pre-eklamsia Berat

1. Definisi

Pre-eklamsia adalah suatu hipertensi atau tekanan darah tinggi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria (Walyani, 2015, p. 43).

Pre-eklamsia Berat adalah tekanan darah yang tinggi (hipertensi) 160/110 mmHg atau lebih
dan disertai proteinuria +3, edema di kehamilan 20 minggu atau lebih (Maryunani, 2016, p.
172).

Jadi menurut pengertian diatas PEB merupakan tekanan darah tinggi yaitu 160/110 mmHg
atau lebih, dan disertai dengan adanya protein di kandungan urin ibu bahkan terjadi edema
di kehamilan >20 minggu.

2. Etiologi
Timbulnya pre-eklamsia pada ibu hamil >20 minggu tidak diketahui secara pasti
penyebabnya, namun secara umum disebabkan vasospasme arteriola dan juga ada faktor
lain yang dapat mempengaruhi timbulnya pre-eklamsia diantaranya; hidramnio,
primigravida, multigravida, kehamilan ganda, mola hidatidosa, malnutrisi berat, dan bisa
dari faktor usia ibu yang kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia
(Maryunani, 2016, p. 172).

3. Klasifikasi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 186) klasifikasi pre-eklampsia dibagi menjadi dua
bagian yaitu:

1. Pre-eklampsi ringan

 Terdapat tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pengukuran dua kali
pemeriksaan dalam jarak periksa 1 jam atau dapat sebaliknya 6 jam
 Terdapat edema yang umum yang biasa terjadi pada muka, jari tangan, kaki, atau
kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu
 Proteinuria +1 sampai +2

1. Pre-eklamsia berat

 Terdapat tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih


 Terdapat proteinuria lebih dari +3 hingga +5
 Terjadi oliguria dengan jumlah urine <400cc/24jam
 Adanya gangguan cerebral, gangguan penglihatan, nyeri kepala, dan rasa nyei pada
epigastreum.
 Terdapat edema paru disertai dengan sianosis
 Enzim hati yang meningkat dan terjadi ikterus
 Terjadi perdarahan pada mata khususnya pada retina
 Penurunan trombosit hingga kurang 100.000/mm.

4. Manifestasi Klinis

Menurut pendapat (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 187) tanda dan gejala pre-eklamsia berat
adalah sebagai berikut:

 Nyeri kepala pada bagian depan dan belakang kepala dengan diikuti tekanan darah
yang tinggi dan juga sakit kepala terus – menerus
 Pandangan kabur dan kebutaan sementara
 Ibu gelisah, bila mendengar suara berisik
 Nyeri perut pada ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah
 Gangguan pernafasan dan terjadi cyanosis
 Penurunan kesadaran penurunan fungsi ginjal

Sedangkan menurut (Maryunani, 2016, p. 319) cara menentukan edema yaitu sebagai
berikut:

 Kriteria menentukan adanya edema adalah nilai positif jika terjadi edema di daerah
tibia, lumbosakral, wajah dan tangan.
 Bila sulit menentukan tingkat edema, maka metode dibawah ini dapat digunakan
adalah sebagai berikut:
 + = Sedikit edema pada daerah kaki pretibia
 ++ = Edema ditentukan pada ekstremitas bawah
 +++ =Edema pada muka, tangan, abdomen bagian bawah
 ++++ =Anasarka disertai asites.

5. Patofisiologi

Penyebab pre-eklamsia pada usia kehamilan >20 minggu belum diketahui secara pasti,
namun secara umum dapat penyebabnya adalah vasospasme arteriola kemudian terjadi
peningkat TD > 160/110 mmHg, proteinuria kwalitatif +3 dalam 24 jam, oliguria, nyeri
pada ulu hati, sakit kepala disertai pandangan kabur sehingga terjadi pre-eklamsia berat dan
persalinan berakhir dengan seksio caesarea (Maryunani, 2016, p. 172). Pembedahan dinding
abdomen akan menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan yang meliputi pembuluh
darah, dan saraf. Sehingga akan merangsang pengeluaran zat histamine, prostaglandin, dan
menimbulkan rasa nyeri (Solehati & Kokasih, 2015, p. 93). Kemudian dari luka operasi,
kuman bisa saja masuk dicelah perlukaan sehingga dapat mengakibatkan risko infeksi, dan
juga gangguan integritas kulit (Solehati & Kokasih,
2015, p. 93).

Dalam proses operasi akan dilakukan tindakan anestesi, sehingga dapat menimbulkan
kelemahan fisik, pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan mandiri sehingga
terjadi gangguan mobilitas fisik (Solehati & Kokasih, 2015, p. 93). Pada post anestesi
didapatkan penurunan bising usus dan melemahnya otot-otot eliminasi, sehingga
menimbulkan kesulitan buang air besar dan terjadi konstipasi (Asih & Risneni, 2016, p. 71).
Kemudian di post partum nifas terjadi penurunan progesteron yang menjadi kontraksi uterus
sehingga menyebabkan risiko perdarahan (Solehati & Kokasih, 2015, p. 93).

6.
Meningkat TD > 160/110 mmHg
Proteinuria 5 gram/ 24 jam

Oliguria, nyeri epigastrium, sakit kepala,


pandangan kabur

Vasospasme arteriola

 pathway


Gambar 2.1 Pathway post Sectio Caesarea indikasi PEB berdasarkan (Nurarif & Kusuma,
2016, p. 218) dan (Solehati & Kokasih, 2015, p. 93).

7. Komplikasi

Menurut (Mitayani, 2013, pp. 16-17) komplikasi yang dapat terjadi pada klien PEB sebagai
berikut:

1. Pada ibu

 Eklamsia
 Solusio plasenta
 Perdarahan sukapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah (DIC)
 Sindrom HELLP ( hemolisis, elevated, liver, enzim, dan low platelet count)
 Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian

1. Pada janin

 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus


 Prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.

8. Penatalaksanaan
Pada pasien preeklamsia berat penatalaksanaan yang tepat diberikan adalah semacam obat
sedatif dengan tujuan mencegah adanya kejang. sesudah 12 sampai 24 jam sudah teratasi,
maka tindakan selanjutnya adalah menghentikan kehamilan. juga
diberikan larutan MgSO4 20% dengan dosis 4gr secara i.v (intravena) loading dose dalam
4-5 menit dan memasukkan perlahan-lahan.
selanjutnya di berikan MgSO4 40% sebanyak 12gr dalam 500 cc RL drip dengan 17 tetes
/menit. dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Pada
pre-eklampsia dapat diberikan juga klorpromazim dengan dosis 50 mg secara i.m
ataupun diazepam 20 mg i.m (Nurarif & Kusuma, 2016, p. (Nurarif & Kusuma, 2016, p.
188).

2.1.2 Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio caesarea adalah operasi mengeluarkan bayi dengan pembedahan di perut dan rahim
pada wanita hamil (Triyana, 2013, p. 204).

Sectio Caesarea adalah persalinan yang menggunakan pembedahan untuk mengeluarkan


anak lewat insisi dinding abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010, p. 634).

Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan sectio caesarea adalah persalinan buatan
yang sengaja dilakukan pembedahan pada perut ibu (laparatomi) dan rahim (histeretomi)
untuk mengeluarkan bayi.

2. Indikasi Operasi Sectio Caesarea

Menurut (Solehati & Kokasih, 2015, pp. 79-85) terdapat indikasi yang menyebabkan sectio
caesarea yaitu:

1. Faktor dari Ibu

 Dari distosia

Keadaan persalinan lama dengan adanya kesulitan dari persalinan dan disebabkan karena
kelelahan saat mengedan.
 CPD

Ketidakseimbangan antara kepala janin dengan pelvis ibu, terhadap keadaan panggul
abnormal sehingga rawan untuk dilakukan persalinan normal.

 Dari preeklamsia berat

Keadaan ibu hamil dengan PEB tidak memungkinkan untuk melakukan persalinan secara
normal karena dapat mengakibatkan injuri terhadap bayi dan juga ibunya. Secara umum,
dengan PEB ibu hamil mengharuskan persalinan secara sectio caesarea.

 Faktor seksio ulang

Biasanya dengan ibu yang mempunyai riwayat persalinan seksio caesarea, maka dapat
dipastikan persalinan berikutnya diharus melalui persalinan sectio caesarea karena dapat
terjadi robekan di rahim.

 Dari plasenta previa

Plasenta terletak di segmen uterus, hal ini dapat menutupi sebagian atau bisa seluruh
pembukaan jalan lahir.

 Dan juga dari solusio plasenta

Terjadinya pelepasan sebagian pada plasenta sebelum janin lahir. Sehingga ketika plasenta
terpisah mengalami pendarahan pada ibu, yang mengakibatkan kematian terhadap janin.

1. Sedangkan faktor dari janin

 Bisa dari gawat janin

Dengan gawat janin dapat melihat perhitungan dari denyut jantung dan juga mekonium
yang terdapat pada cairan amnion.

 Terjadi letak janin

Dengan letak sungsang, lintang, dan presentasi ganda mudah terjadinya penyulit di
persalinan.

 Pada kehamilan kembar

Kehamilan ganda berisiko tinggi, terhadap ibu dan juga bayinya.

 Serta berat badan bayi berlebih


Berat badan bayi melebihi 4 kg dapat dikatakan bayi besar. Dan mengakibatkan bayi sulit
untuk keluar dari persalinan secara pervaginam.

3. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea

Jenis-jenis operasi sectio caesarea menurut (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 215) sebagai
berikut:

1. Sectio caesarea abdomen

Sectio caesarea transperitonealis

1. Sectio caesareavaginalis

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:

 Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig


 Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
 Sayatan huruf T (T-incision)

1. Sectio caesareaklasik (corporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm. tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun
pada kasus seperti opersi berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat
dipertimbangkan.

1. Sectio caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low
cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.

4. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada persalinan sectio caesarea menurut (Mitayani, 2013, p. 112)
sebagai berikut:

1. Bagi ibu
2. Infeksi puerperalis

Ringan : peningkatan suhu selama beberapa hari dalam nifas

Berat : peritonitis sepsis

1. Perdarahan
2. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih dan juga emboli paru.
3. Bagi bayi
4. Terjadi kematian perinatal pasca sectio caesarea.

2.1.3 Nifas

1. Definisi Masa Nifas

Masa nifas adalah masa dimana organ reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil dengan
membutuhkan waktu kurang lebih 6 minggu (Asih & Risneni, 2016, p. 179).

Masa nifas (purperium) yang dimaksud adalah plasenta lahir sampai berakhir kemudian alat
kandungan kembali seperti keadaan semula (Sulistyawati, 2009, p. 5).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nifas merupakan keluarnya darah dari
rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan dengan waktu kurang lebih 6
minggu.

2. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


3. Perubahan sistem reproduksi

Menurut (Asih & Risneni, 2016, pp. 66-67) organ dalam sistem reproduksi yang
mengalami perubahan seperti:

 Uterus

Fundus uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama bersalin. Penyusutan antara 1-1,5 cm atau
sekitar 1 jari per hari. Dalam 10- 12 hari uterus tidak teraba lagi diabdomen karena sudah
masuk di bawah simfisis.

 Afterpains

Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umunya tetap kencang dan
keras.

 Lochea
 Lochea rubra (Cruenta)

Terjadi pada hari ke 1-2 post partum, berwarna merah dengan mengandung darah dari luka
pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.

 Lochea sanguilenta

Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari ke tiga sampai ke tujuh paska persalinan.

 Lochea serosa

Keluar pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan dengan mengandung lebih banyak serum,
dan lebih sedikit darah terhadap leukosit dan laserasi plasenta.

 Lochea alba

Sejak 2-6 minggu setelah persalinan, warnanya putih kekuning-kuningan mengandung


leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.

 Tempat plasenta

Saat plasenta keluar normalnya uterus berkontraksi dan relaksasi sehingga volume / ruang
tempat plasenta berkurang atau berubah cepat dalam 1 hari setelah persalinan berkerut
sampai diameter 7,5 cm.

 Perineum, vagina, vulva dan anus

Pada awal nifas, Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Pada anus umumnya terlihat
hemoroid dengan ukuran mengecil beberapa minggu postpartum.

1. Perubahan sistem pencernaan

Konstipasi dapat terjadi pada awal puerperium akibat dari kurangnya makanan dan
pengendalian terhadap BAB. BAB secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini biasa disebabkan karena tonus otot usus
menurun (Sulistyawati, 2009, p. 78).

1. Perubahan sistem perkemihan

Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari pertama puerperium. Diuresis yang banyak
setelah persalinan sampai 5 hari pospartum. Dinding saluran kencing memperlihatkan
oedema dan hyperanemia. Kadang-kadang oedema dari trigonum menimbulkan ostruksi
dari uretra sehingga terjadi retensio urin. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam
waktu 2 minggu (Asih & Risneni, 2016, p. 72).

1. Perubahan sistem muskuloskletal


Pada sistem muskuloskletal yang terjadi mencakup hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi serta perubahan pada pusat berat ibu karena pembesaran uterus.
Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita
melahirkan (Asih & Risneni, 2016, p. 72).

1. Perubahan sistem endokrin

 Oksitosin

Dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan kontraksi otot uterus sehingga dapat membantu
proses involusi uterus.

 Prolaktin

Prolaktin mengalami penurunan yang dikeluarkan dengan glandula tipituitary anterior yang
bereaksi terhadap alveoli dari payudara sehingga menstimulasi produksi ASI.

 HCG, HPL, Estrogen dan Progesteron

Pada plasenta terlepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat hormon HCG, HPL, Estrogen
dan progesteron terjadi penurunan dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.

 Pemulihan ovulasi dan menstruasi

Pada masa pemulihan ibu khusunya dapat menyusui, namun, ovulasi tidak menentu
terjadinya sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi juga pada usia 28 minggu pada ibu dengan
menyusui minimal 6 bulan. Pada ibu yang tidak menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya
mulai antara 7- 10 minggu (Asih & Risneni, 2016, p. 73).

1. Perubahan tanda-tanda vital

 Temperatur

Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat celcius akibat efek dehidrasi
persalinan. Setelah 24 jam wanita tidak harus demam (Asih & Risneni, 2016, p. 74).

 Denyut nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit. Denyut nadi sehabis
melahirkan biasanyua akan lebih cepat (Sulistyawati, 2009, p. 81).

 Pernafasan

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi (Sulistyawati, 2009,
p. 81).
 Tekanan darah

Sedikit berubah atau menetap (Asih & Risneni, 2016, p. 74).

1. Perubahan sistem kardiovaskuler

Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen, plasminogen, dan faktor
pembekuan menurun cukup cepat. Akan tetapi darah lebih mampu untuk melakukan
koagulasi dengan peningkatan viskositas, dan ini berakibat meningkatkan risiko
thrombosis (Asih & Risneni, 2016, p. 74).

1. Perubahan sistem hematologi

Lekositosis terjadi peningkatan, sel darah putih dapat berjumlah 15.000 selama persalinan,
namun tetap meningkat pada beberapa hari pertama post partum. Yang dibuktikan dengan
jumlah sel darah putih meningkat sampai 25.000-30.000, pada keadaan patologi jika ibu
mengalami partus lama, Hb, Ht dan eritrosit jumlahnya dapat berubah dalam awal
nifas (Asih & Risneni, 2016, p. 75).

1. Perubahan berat badan

Ibu nifas kehilangan 5 sampai 6 kg pada waktu melahirkan, dan 3 sampai 5 kg selama
minggu pertama masa nifas. Dapat terjadi kehilangan cairan melalui keringat dan terjadi
peningkatan jumlah urine yang menyebabkan penurunan berat badan mencapai 2,5 kg
selama masa paska partum (Asih & Risneni, 2016, p. 75).

1. Perubahan kulit

Pada kehamilan terjadi pigmentasi kulit di beberapa tempat karena proses hormonal.
Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi, hiperpigmentasi kulit di payudara,
hiperpigmentasi kulit di dinding perut. Kemudian setelah persalinan, hormonal berkurang
sehingga hiperpigmentasi pun menghilang (Asih & Risneni, 2016, pp. 66-76).

3. Kebutuhan Dasar Ibu Pada Masa Nifas

Menurut pendapat (Sulistyawati, 2009, p. 96) kebutuhan dasar pada ibu masa nifas yaitu:

1. Kebutuhan Gizi ibu menyusui

Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan sebesar 800 kkal karena
digunakan untuk memproduksi ASI dan aktivitas terhadap ibu.

Anjuran pemenuhan gizi ibu menyusui, antara lain:

 Anjurkan untuk mengonsumsi tambahan seperti kalori tiap hari sebanyak 500 kalori
 Makan dengan diet yang berimbang, cukup protein, mineral, dan vitamin
 Minum minimal 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui
 Anjurkan ibu menggunakan atau meminum tablet zat besi selama masa nifas
 Anjurkan meminum kapsul vitamin A agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI

1. Ambulasi dini

Ambulasi dini yaitu membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
untuk berjalan.

Keuntungan dari ambulasi dini, antara lain:

 Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat


 Terjadi perbaikan Faal usus dan kandung kemih
 Memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya agar mandiri
 Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebi ekonomis).

1. Eliminasi

6 jam pertama post partum, pasien dapat buang air kecil. Apabila urine tertahan dalam
kandung kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya
infeksi. Hal ini karena pasien menahan air kencing, takut akan merasakan sakit pada luka
kalan lahir.

Dalam 24 jam pertama, pasien harus dapat buang air besar karena semakin lama feses
tertahan dalam usus maka akan semakin lancar. Feses yang tertahan di usus terserap oleh
usus. Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat dan
banyak minum air putih.

1. Kebersihan diri

Ibu mengalami keletihan dan kondisi psikisnya belum stabil, sehingga pada ibu post partum
belum cukup kooperatif untuk membersihkan dirinya.

Langkah terhadap perawatan kebersihan diri terhadap ibu post partum, yaitu dengan:

 Menjaga kebersihan di seluruh tubuh dengan tujuan untuk mencegah adanya infeksi
dan alergi kulit terhadap

 Kemudian membersihkan daerah genitalnya dengan sabun dan Ibu dapat mengerti
dalam membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian
membersihkan daerah anus.
 Setelah dibersihkan melakukan penggantian pembalut setiap kali darah penuh, dengan
minimal 2 kali sehari
 Mencari tempat cuci tangan, sabun dan air setiap kali ia selesai membersihkan daerah
kemaluannya.
 Apabila mempunyai luka episiotomy, segera menghindari dengan menyentuh daerah
luka.

1. Istirahat

Ibu post partum dengan tujuan beristirahat karena untuk memulihkan kembali keadaan
fisiknya. Keluarga agar disarankan dalam memberikan kesempatan kepada ibu untuk
beristirahat yang cukup sebagai persiapan energgi dalam pemberian ASI

1. Seksual

Pada seksual aman bagi ibu post partum, karena begitu darah merah berhenti, ibu dapat
memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri (Sulistyawati, 2009,
pp. 96-103).

2.2 Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri


2.2.1 Definisi

Gangguan rasa nyaman dapat diartikan sebagai perasaan yang kurang


senang, lega dan sempurna terhadap dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan serta sosial (PPNI, 2016, p. 166). Sedangkan nyeri diartikan
sebagai kondisi lebih dari sekedar sensasi tunggal dengan disebabkan oleh
stimulus tertentu. Nyeri dapat bersifat subyektif dan bersifat individual.
Stimulus dapat terbagi fisik atau mental, sedangkan kerusakan terjadi pada
jaringan aktual atau bahkan pada fungsi ego seorang individu (Haswita &
Sulistyowati, 2017: 181).

2.2.2 Jenis Nyeri

1. Nyeri Akut

Nyeri akut akan dapat menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih
pada area yang rusak. Fungsi dari nyeri akut adalah memberikan peringatan akan cedera
atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya
nyeri karena terkilir, nyeri pada patah tulang, atau pembedahan abdomen.

2. Nyeri Kronis

Nyeri kronis dapat menjadi penyebab utama ketidakmapuan fisik dan psikologi sehingga
akan timbul masalah seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmapuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi sosial dari keluarga atau
teman-teman. Nyeri kronik dapat berkembang lebih lambat sehingga terjadi dalam waktu
yang lebih lama dan pasien sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan (Heriana,
2014, pp. 37-38).

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kebudayaan
4. Makna nyeri
5. Perhatian
6. Ansietas
7. Keletihan
8. Pengalaman sebelumnya
9. Gaya koping
10. Dukungan keluarga dan sosial
11. Faktor lingkungan (Heriana, 2014, pp. 38-39)

2.2.4 Pengukuran Intensitas Nyeri

1. Skala nyeri menurut Hayward

Dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan dari 0-10 yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.

1. 0 = tidak nyeri
2. 1-3 = nyeri ringan
3. 4-6 = nyeri sedang
4. 7-9 = nyeri berat terkontrol
5. 10 = nyeri berat tidak terkontrol

Gambar 2.2 skala nyeri menurut Hayward berdasarkan (Haswita & Sulistyowati, 2017, pp.
186).

2. Skala nyeri menurut Mc Gill

Dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan dari 0-5 yang
menurutnya paling mengambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan. Berikut
bilangan tersebut:

1. 0 = Tidak nyeri
2. 1 = Nyeri ringan
3. 2 = Nyeri sedang
4. 3 = Nyeri berat atau parah
5. 4 = Nyeri sangat hebat
6. 5 = Nyeri hebat
7. Skala wajah atau wong-baker FACES rating scale

Dilakukan dengan cara memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut
menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyebutkan intensitas
nyerinya dengan skala angka misalnya anak-anak dan lansia

Gambar 2.3 skala nyeri menurut wong-baker FACES berdasarkan (Haswita & Sulistyowati,
2017, pp. 186).

2.2.5 Respon Individual Terhadap Nyeri

1. Tahap aktivitas

Menerima rangsangan nyeri sampai tubuh bereaksi terhadap nyeri yang meliputi:

1. Respon simpatoadrenal

Respons yang tidak sengaja seringkali juga dinamakan respons autonom juga bersifat
protektif, mencakup; peningkatan pengeluaran keringat, TD naik, RR naik, takipnea,
dilatasi pupil, ketegangan otot, mual dan muntah, pucat.

1. Respon muskular

Respons yang sengaja merupakan reaksi otot yang mencetuskan usaha untuk
menghilangkan rangsangan rasa sakit, juga bersifat protektif, sebagai contoh; menngeliat
kesakitan, mengusap daerah yang sakit, imobilitas, buru-buru menarik tangan dari sebuah
benda yang panas, mengambil posisi tertentu seperti menarik lutut sampai menekan perut
bilamana rasa sakit di perut tidak tertahankan.

1. Respon emosional

Respon emosional terhadap rasa sakit mempunyai ambang yang luas dan berbeda-beda dari
orang ke orang, antara lain bergejolak, mudah tersinggung, perubahan tingkah laku,
berteriak, menangis, diam, dan kewaspadaan meningkat.

2. Tahap pemantulan

Pada tahap ini nyeri terlihat hebat tetapi sangat singkat, karena sistem saraf parasimpatis
mengambil alih tugas, sehingga dapat terjadi respon yang berlawanan dengan tahap
aktivasi.

3. Tahap adaptasi

Saat nyeri berlansung lama, tubuh mencoba untuk beradaptasi melalui peran endorfin.
Reaksi adaptasi melalui peran endorfin. Reaksi adaptasi tubuh ini terhadap nyeri dapat
berlansung beberapa jam / beberapa hari. Jika nyeri berlangsung dengan lama akan
menurunkan sekresi norepinefrin kemudian individu merasa tidak berdaya dan tidak
berharga serta lesu (Heriana, 2014, pp. 42-43).

2.2.6 Cara mengatasi nyeri

Cara relaksasi posisi ibu tetap berbaring, tidak ada gerakan fisik, mata terpejam dengan
mengedurkan seluruh tubuh lemaskan sambil menarik nafas dalam dari hidung dan
keluarkan pelan-pelan dari mulut seperti meniup balon dan lakukan selama 5- 10 menit.
Bisa juga menggunakan distraksi dengan cara pengalihan dari fokus perhatian nyeri ke
tempat yang menyenangkan (Hartati & Maryunani, 2015, p. 42). Kemudian terdapat terapi
holistik yang berfungsi sebagai mengatasi nyeri seperti menggunakan sentuhan terapeutik,
akupresur dan relaksasi. Teknik relaksasi terhadap klien dapat memberikan kontrol diri
ketika terjadi rasa nyeri yang sangat hebat. Relaksasi ini dapat dipergunakan pada saat
seseorang sehat ataupun sakit (Nurhayati, dkk, 2015, p. 58).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian

1. Identitas

Terjadi pada usia ibu kurang 18 tahun tahun atau lebih dari 35 tahun (Maryunani, 2016, p.
172).

2. Status kesehatan saat ini


1. Alasan Periksa/ MRS

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, adanya gangguan serebral, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, dan nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, terdapat edema
pada ekstremitas, proteinuria lebih dari 3 gr (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 186)

1. Keluhan utama

Nyeri pada luka bekas operasi Sectio Caesarea di daerah perut (Solehati & Kokasih, 2015,
p. 94).

3. Riwayat obstetrik
1. Riwayat menstruasi

Menarche, siklus, teratur tidak, lama, warna, bau, banyak, flour albus, dismenorhe, HPHT
(hari pertama haid terakhir) untuk menghitung usia kehamilan ibu, TP (taksiran
persalinan) (Pudiastuti, 2012, p. 178).

1. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu


Riwayat kehamilan terjadi hipertensi, dan berisiko dilakukan persalinan pervaginam,
sehingga harus berakhir dengan persalinan sectio caesarea, jika tetap melakukan persalinan
pervaginam dapat juga mengalami abortus (Solehati & Kokasih, 2015, p. 80).

1. Genogram

Keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, maka akan mengalami
resiko tinggi terjadinya preeklamsia (Pudiastuti, 2012, p. 178).

1. Riwayat kehamilan sekarang

Biasanya Pre-eklamsia berat terjadi pada kehamilan >20 minggu (Maryunani, 2016, p. 151)

1. Riwayat persalinan sekarang

Pada umumnya, ibu hamil yang menderita PEB berakhir dengan persalinan sectio caesarea
(Solehati & Kokasih, 2015, p. 80).

4. Riwayat keluarga berencana

Pemakaian kontrasepsi pada sebelum kehamilan berpengaruh signifikan terhadap kejadian


preeklamsia (Setiawan, Rizky, 2016, p. 109)

5. Riwayat kesehatan

Pada riwayat kesehatan terdapat riwayat yang pernah dialami oleh ibu yang mencakup; ibu
pernah menderita penyakit hipertensi sebelum hamil, mempunyai riwayat preeklamsia pada
kehamilan terdahulu, mudah terjadi pada ibu dengan obesitas, pernah menderita penyakit
ginjal kronis (Maryunani, 2016, p. 318). Selain riwayat tersebut terdapat riwayat penyakit
keluarga yaitu ada yang mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga atau
penyakit keturunan (Sukarni & Sudarti, 2014, p. 36).

6. Masalah psikososial

Masalah psikososial sering muncul akibat nyeri yang dialami oleh klien paska operasi sectio
caesarea yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis pasien dalam jangka waktu yang
lama, sehingga mengakibatkan ketakutan, menggangu proses pengenalan ibu dan bayi, dan
menyebabkan ibu merasa tertekan, hal ini akan mengakibatkan produksi ASI menurun atau
ASI tidak keluar (Solehati & Kokasih, 2015, pp. 94-95).

2.3.2 Kebutuhan Dasar

1. Pola nutrisi dan metabolisme

Menurut (Maryunani, 2016, p. 327) setelah paska operasi 6 jam puasa dan paska operasi
pasien akan merasakan mual dan muntah selama 12 jam.
2. Pola eliminasi
3. Buang Air Kecil

Adanya ketidak mampuan kandung kemih untuk mengosongkan urin, adanya keinginan
buang air kecil yang harus segera dikeluarkan, adanya perasaan nyeri saat berkemih
diare (Solehati & Kokasih, 2015, pp. 109-110).

1. Buang Air Besar

Buang air besar menjadi tidak lancar karena adanya konstipasi (Asih & Risneni, 2016, p.
71).

3. Pola kebersihan diri

Karena kondisi psikis yang belum stabil, biasanya ibu post partum masih belum cukup
kooperatif untuk membersihkan dirinya (Sulistyawati, 2009, p. 102).

4. Pola istirahat tidur

Adanya nyeri pada luka post op dan pusing masih dirasakan, hal ini yang menyebabkan ibu
sulit tidur (Solehati & Kokasih, 2015, p. 93).

5. Pola aktivitas dan latihan

Biasanya ibu tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa karena masih terbaring lemah,
biasanya paska persalinan ibu diajarkan mobilisasi miring kanan dan kiri, serta sulit untuk
berkonsentrasi karena adanya rasa nyeri(Solikhah, 2011, p. 100).

6. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Menggambarkan kebiasaan seperti merokok, minuman keras, dan ketergantungan obat.


Jelas hal ini akan berpengaruh terhadap ibu dan bayinya (Sukarni & Sudarti, 2014, p. 37).

2.3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Pada ibu post sectio caesarea biasanya composmentis setelah efek anestesi (Sulistyawati,
2009, p. 81).

 Tekanan darah

Tekanan darah tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah meningkat pada saat post partum dan ini
menandakan adanya pre eklamsia (Sulistyawati, 2009, p. 81).
 Pernafasan

Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa 16-24 kali per menit. Pernafasan lambat
pada post partum karena terjadi pemulihan.Pernafasan ini berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Kemudian pada suhu, pernafasan pada masa postpartum menjadi
lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Heryani, 2012, p. 43).

 Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Paska melahirkan, denyut nadi
dapat menjadi bradikardia maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per
menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum (Heryani, 2012, p.
42).

 Suhu

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,5- 38 ͦ
C) (Sulistyawati, 2009, p. 81).

 Kepala dan rambut

Bersih, tidak ada pembengkakan, persebaran rambut rata, rambut tampak berantakan, terjadi
pusing akibat tekanan darah yang tinggi (Hartati & Maryunani, 2015, p. 85).

 Mata

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, respon cahaya pupil isokor +/+ dengan diameter 2
mm, ekspresi wajah tampak meringis dengan mengetahui skala nyeri dan gelisah akibat
luka operasi (Hartati & Maryunani, 2015, p. 85).

 Hidung

Tidak ada sekret tidak ada polip, tidak mengalami sinusitis, dan tidak ada nyeri tekan
(Hartati & Maryunani, 2015, p. 85).

 Mulut dan tenggorokan

Mulut mukosa bibir terasa kering, tidak terdapat stomatitis pada lidah dan geraham befungsi
dengan baik, tidak terdapat caries (Hartati & Maryunani, 2015, p. 85).

 Telinga

Tidak mengalami penurunan pendengaran, bersih dan tidak ada serumen (Hartati &
Maryunani, 2015, p. 85).

 Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kaku kuduk
(Hartati & Maryunani, 2015, p. 85)

 Dada dan Payudara


1. Paru-paru

Pergerakan dada teratur, tidak ada kelainan, vocal fremitus kanan/ kiri sama, terdengar
suara sonor dan tidak ada wheezing ataupun rochi.

1. Payudara

Colostrum keluar, ASI keluar, mamae membesar, aerola berwarna kehitaman, papila
menonjol tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan (Pudiastuti, 2012, p. 181). Payudara
membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan prolaktin
pada hari I-III (Sulistyawati, 2009, p. 80).

 Sirkulasi jantung

Ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di ICS 5-6 midclavicula sinistra, pada saat
diperkusi terlihat suara pekak, suara jantung terdengar bunyi jantung S1- S2 tunggal
(Hartati & Maryunani, 2015, p. 85)..

 Abdomen

Biasanya terdapat striae pada dinding abdomen, adanya luka jahitan operasi, tidak ada
oedem, adanya nyeri tekan pada luka insisi post op sectio caesarea, peristaltik usus
menurun, (Solehati & Kokasih, 2015, p. 96). Pada fundus uteri sepusa dalam hari pertama
bersalin, penyusutan antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari perhari. Waktu involusi bayi lahir
TFU setinggi pusat, berat uterus 1000 gram, diameter uterus 12,5 cm dan saat dipalpasi
keras (Asih & Risneni, 2016, p. 67).

 Genetalia

Adanya pengeluaran lochea rubra pada hari pertama sampai hari kedua post partum,
warnanya merah mengandung darah dari luka pada plasenta, serabut dari decidua dan
chorion serta berbau amis atau anyir, pada perineum dan anus tidak oedem dan juga tidak
ada luka jahitan (Asih & Risneni, 2016, pp. 68-69).

 Ekstremitas (muskuloskletal)
1. Pada ekstremitas atas tidak ada oedem ataupun varises, biasanya terpasang infus
line.
2. Pada ekstremitas bawah tidak ada oedem, persendian ekstremitas bawah lemah,
refleks lemah, pergerakan terbatas, tonus otot

5555 5555
4444 4444
(Asih & Risneni, 2016, p. 72).

 Kulit/ Integumen

Terdapat luka operasi, warna kulit pucat, turgor kulit ≤2 detik, CRT ≤2 detik, akral
hangat (Asih & Risneni, 2016, p. 72).

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan urinalis

Protein meningkat Proteinuria 5 gram/ 24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada
pemeriksaan (Nurarif & Kusuma, 2016, p. 216) .

2. Hemoglobin/ hematokrit

Menunjukkan penurunan Hb/ Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (Maryunani &
Yulianingsih, 2009, p. 109).

2.3.5 Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan farmakologi pada paska sectio caesarea indikasi PEB:


 Pengobatan medicinal
 Infus RL
 Pemberian MgSO4

Cara pemberian MgSO4:

1. Intravena kontinue (infusion pump)

Dosis awal :

4 gr dilarutkan ke dalam 100 cc RL.

Dosis pemeliharaan: 10 gr dalam 500 cc RL, 20-30 tetes/ menit.

1. Pemberian melalui intramuskular secara berkala.

Dosis awal: 4 gr MgSO4 i.m dengan kecepatan 1 gr/ menit.


Dosis pemeliharaan: 4 gr MgSO4 i.m setiap 4 jam (Pudiastuti, 2012, p. 167).

Syarat-syarat pemberian:

1. Tersedia antidotum : Kalsium glukonat 1 gr


2. Refleks patela (+)
3. Respirasi minimal 16x /menit
4. Produksi urine minimal 30 ml/ jam(Maryunani, 2016, p. 172).

MgSO4 dihentikan bila:

1. Ada tanda-tanda intoksitasi


2. Setelah 24 jam pasca salin
3. 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah(Pudiastuti, 2012, p. 168).
4. Antihipertensi diberikan bila :

 Tekanan darah sistolik >160 MmHg, diastolik >110 MmHg


 Nifedipin 5 mg sublingual, jika tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg
sublingual.
 Metildopa 500 mg/hari per oral (Myrtha, 2015, p. 265).
 Kaji ulang prinsip perawatan paska bedah
 Klien perlu observasi hingga klien mampu mempertahankan patensi jalan nafas dan
stabilisas kardiovaskuler serta mampu berkomunikasi
 Setelah pulih dari anestesi, tanda-tanda vital klien, perlu diobservasi tiap setengah jam
pada dua jam pertama
 Klien diperbolehkan minum setelah 6 jam paska operasi dan makan setelah mual
hilang, dengan ketentuan bahwa klien benar-benar pulih dari anestesi dan diit dengan
cara bertahap (minum bebas, makanan lunak dan bisa dilanjutkan dengan makan
biasa).
 Perban luka diganti setelah 24 jam pertama, sekaligus dinilai keadaan luka operasi
(Maryunani, 2016, p. 333).
 Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam, Ampicilin 2 gram IV setiap 6 jam dan Gentamicin 5 mg/ Kg BB setiap
24 jam dan Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam.
 Berikan analgesik jika perlu (Hartati & Maryunani, 2015, p. 43).
 Postpartum boleh diberikan uterotonik dan perinfus. Nilai kembali tekanan darah dan
nadi, observasi perdarahan dalam 2 jam pertama setelah partus, transfusi jika
diperlukan (Mayunani, 2016, p. 334).
 Penatalaksanaan non farmakologi pada sectio caesarea

Penatalaksanaan non farmakologi dengan cara relaksasi posisi ibu tetap berbaring, tidak ada
gerakan fisik, mata terpejam dengan mengedurkan seluruh tubuh lemaskan sambil menarik
nafas dalam dari hidung dan keluarkan pelan-pelan dari mulut seperti meniup balon dan
lakukan selama 5- 10 menit. Bisa juga menggunakan distraksi dengan cara pengalihan dari
fokus perhatian nyeri ke tempat yang menyenangkan (Hartati, 2015, p. 42). Serta jika perlu
berikan aromaterapi sehingga dapat meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan mengurangi
rasa nyeri (Solehati & Kokasih, 2015, p. 184).

2.3.6 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan)

Definisi : perasaan sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab:

 Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)


 Agen pencedera kimiawi (mis, luka bakar, bahan kimia iritan)
 Agen pencedera fisik (mis, amputasi, terbakar, tepotong, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan.

Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif
 Mengeluh nyeri
 Objektif
 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis, waspada posisi menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

 Objektif
 Tekanan darah meningkat
 Pola nafas berubah
 Nasfu makan berubah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait

 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma(PPNI, 2016, p. 172).

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan

Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

Penyebab

1. Perubahan metabolisme
2. Penurunan kekuatan otot
3. Gangguan neuromuskular
4. Nyeri
5. Kekakuaan sendi
6. Penurunan masa otot
7. Efek agen farmakologis
8. Gangguan musculoskeletal

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif

1. Kekuatan otot menurun


2. Rentang gerak menurun

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Nyeri saat bergerak


2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa emas saat bergerak

Objektif

1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Kondisi klinis terkait


1. Cedera medula spinalis
2. Trauma (PPNI, 2017: 140).
3. Risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan

Definisi : Berisiko mengalami kehilangan darah baik inernal (terjadi di dalam tubuh)
maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).

1. Faktor Risiko :

 Aneurisme
 Gangguan gastrointestinal (mis. Ulkus lambung, polip, varises)
 Gangguan fungsi hati (mis. Sirosis hepatitis)
 Komplikasi kehamilan (mis. Ketuban pecah sebelum waktunya, plasenta
previa/abrupsio, kehamilan kembar).
 Komplikasi pasca partum (mis. Atoni uterus, retensi plasenta).
 Gangguan koagulasi (mis. Trombositopenia).
 Efek agen farmakologis
 Tindakan pembedahan
 Trauma
 Kurang terpapar informasi tentang pencegahan pendarahan
 Proses keganasan.

Kondisi klinis terkait

 Tindakan pembedahan
 Trauma
 Trombositopenia (PPNI, 2016, p. 42).

4. Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen

Definisi: penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas
serta feses kering dan banyak.

Penyebab:

1. Penurunan gastrointestinal
2. Kelemahan otot abdomen

Gejala dan tanda mayor

Subjektif:

 Defekasi kurang dari 2 kali seminggu


 Pengeluaran feses lama dan sulit

Objektif:
 Feses keras
 Peristaltik usus menurun.

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

 Mengejan saat defekasi

Objektif

 Distensi abdomen
 Kelemahan umum
 Teraba massa pada rektal

Kondisi klinis terkait

 Hemoroid
 Kehamilan (PPNI, 2016, pp. 113-114).

5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit bekas operasi

Definisi : kerusakan kulit ( dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia,otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).

Penyebab :

1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi ( kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan atau kelebihan volume cairan
4. Efek terapi radiasi
5. Neuropati perifer
6. Perubahan hormonal

Gejala dan Tanda Mayor :

Objektif

1. Kerusakan jaringan dan/ atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor :

Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi Klinis Terkait :

1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis, AIDS)(PPNI, 2016, p. 282).
6. Risiko infeksi b.d tindakan invasif

Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

Faktor Risiko :

 Penyakit kronis (mis, diabetes melitus)


 Efek prosedur invasif
 Malnutrisi
 Paningkatan paparan organisme patogen lingkungan
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh prime:
 Gangguan peristaltik
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Penuruan kerja siliaris
 Merokok
 Status cairan tubuh
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat.

Kondisi klinis Terkait:

 Tindakan invasif
 Gangguan fungsi hati (PPNI, 2016, p. 304).

2.3.7 Intervensi Keperawatan

 Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan)

 Kriteria Hasil:
 Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala (0-2)
 Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara
tepat
 Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, atau
tekanan darah
 Dapat mengenali faktor penyebab nyeri dengan menunjukkan dapat berdaptasi dengan
nyeri
 Melaporkan pola tidur yang baik
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
 Aktivitas Keperawatan:

Pengkajian :

 Pantau tanda-tanda vital


 Kaji skala nyeri pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai
10 (0= tidak ada nyeri atau tidak nyamanan,10= nyeri hebat)
 Manajemen nyeri (NIC):
o Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensip meliputi lokasi, karakteristik

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :

 Berikan pengetahuan penyebab nyeri.

Aktivitas kolaboratif:

 Kolaborasikan dengan dokter tentang pemberian analgesik

Aktivitas lain:

 Lakukan perubahan posisi, relaksasi, ganti linen tempat tidur bila diperlukan.
 Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan pengalihan (Wilkinson, 2016, p. 533).

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan

 Kriteria hasil :
 Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan.
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri
 Menyangga berat badan
 Berjalan tanpa bantuan
 Berpindah dari dan ke bed atau kursi roda

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

Aktivitas keperawatan tingkat 1

 Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berjalan (seperti: dari tempat tidur ke kursi)

Aktivitas keperawatan tingkat 2

 Kaji kebutuhan belajar pasien


 Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
 Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika diperlukan

Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4

 Berikan motivasi kepada pasien untuk mempertahankan atau mengembalikan mobilitas


sendi dan otot
 Dukung pasien atau keluarga keterbatasan dengan realistis(Wilkinson, 2016, p. 476).

3. Risiko Perdarahan b.d tindakan pembedahan

1. Kriteria Hasil:

 Mengalami perdarahan minimal atau tidak ada perdarahan yang tampak (mis, jahitan
tidak lebih dari satu balutan setiap 4 jam)
 Mempunyai tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal.
1. Aktivitas keperawatan

Pengkajian

 Amati insisi dan luka untuk perdarahan yang tampak


 Amati proses penyembuhan luka
 Amati balutan untuk perdarahan yang tampak
 Pantau tanda-tanda vital, terutama tekanan darah, dan nadi
 Periksa kadar hemoglobin dan kematokrit

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


 Beritahu tanda perdarahan dan saran untuk memberi tahu perawat ketika terjadi
perdarahan

Aktivitas kolaboratif

 Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat uterutonika

Aktivitas lain

 Observasi kontraksi uterus


 Observasi TFU
 Observasi lochea (Wilkinson, 2016: 41).

4. Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen

1. Kriteria Hasil:

 Menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek


samping obat.
 Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan.
 Memperlihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit baik, asupan cairan baik).

1. Aktivitas keperawatan

Pengkajian:

Kaji dan dokumentasikan:

 Warna dan konsistensi


 Frekuensi, warna dan konsistensi feses
 Keluarnya flatus
 Ada atau tidak ada bising usus dan distensi abdomen pada keempat kuadran abdomen

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

 Tekankan pentingnya menghindari mengejan selama defekasi untuk mencegah


perubahan pada tanda vital, atau perdarahan

Aktivitas kolaborasi

 Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet

Aktivitas lain
 Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi pasien
 Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi.(Wilkinson,
2016, pp. 96-98).
 Gangguan kerusakan integritas kulit d kerusakan kulit bekas operasi

1. Kriteria Hasil:

 Pasien atau keluarga menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka yang
optimal
 Drainase purulen (atau lainnya) atau bau luka
 Tidak terdapat nekrosis dan perluasan luka ke jaringan dibawah kulit, serta
pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
 Eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

1. Aktivitas keperawatan

Pengkajian

 Penurunan area insisi (NIC): inspeksi luka pada setiap mengganti balutan
 Kaji luka terhadap karakteristik berikut: lokasi, luas dan kedalaman, adanya karakter
eksudat (termasuk kekentalan, warna dan bau), ada atau tidaknya atau epitelialisasi,
ada atau tidaknya jaringan nekrotik, ada atau tidaknya tanda – tanda

infeksi luka setempat, ada atau tidaknya perluasan luka ke jaringan dibawah kulit dan
pembentukan saluran sinus.

Penyuluhan untuk pasien/ keluarga

Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi, cara
mempertahankan luka insisi tetap kering saat mandi, dan mengurangi penekanan pada insisi
tersebut

Aktivitas kolaboratif

 Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan
vitamin

Aktivitas lain

 Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin yang dapat meliputi tindakan
berikut: ubah dan atur posisi pasien secara sering, pertahankan jaringan sekitar
terbebas dari drainase dan kelembapan yang berlebihan, lindungi pasien dari
konstaminasi feses atau urine
 Bersihkan dan balut area insisi pembedahan menggunakan prinsip steril atau tindakan
asepsis medis berikut, jika perlu: gunakan sarung tangan sekali pakai (steril, jika
perlu), bersihkan area insisi dari area “bersih ke kotor” menggunakan satu kasa atau
satu sisi kasa pada setiap usapan, bersihlan area sekitar jahitan atau steples,
menggunakan lidi kapas steril, bersihkan ujung drainase, bergerak dengan gerakan
berputar dan pusat ke luar, gunakan

preparat antiseptik, sesuai program (Wilkinson, 2016, p. 706).

6. Risiko infeksi b.d tindakan invasif


7. Kriteria Hasil

 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi


 Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
 Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
 Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pemantauan.

1. Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

 Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, drainase,
penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan
malaise.
 Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
 Pantau hasil laboratorium

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga :

 Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar


 Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien

Aktivitas Kolaboratif :

 Pengendalian Infeksi (NIC): berikan terapi antibiotik, bila diperlukan

Aktivitas Lain :

 Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan (Wilkinson, 2016, pp. 426-427).

2.3.8 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana keperawatan,


tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi, pelaksanaan
perawatan/ implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya
dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi (Mitayani, 2013, p. 116).

2.3.9 Evaluasi

Evaluasi keperawatan menggunakan teknik S.O.A.P pada klien dengan post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri, bila menemukan masalah
baru menggunakan S.O.A.P.I.E.R evaluasi meliputi evaluasi / catatan perkembangan yang
dialami oleh klien setelah diberikan implementasi keperawatan (Mitayani, 2013, p. 116).

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan yaitu studi kasus. Studi kasus adalah salah satu
pendekatan kualitatif yang mempelajari fenomena khusus yang terjadi saat ini dalam suatu
sistem yang terbatasi oleh waktu dan tempat. Karakteristik studi kasus yang baik dan resmi
atau studi kasus mewajibkan peneliti memperoleh pemahaman yang utuh dan terintegrasi
mengenai berbagai fakta dan dimensi dari kasus-kasus khusus yang ditelitinya (Afiyanti &
Rachmawati, 2014, p. 88).

Studi kasus dalam penelitian ini adalah masalah asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami post sectio caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa nyaman nyeri.

3.2 Batasan Istilah


Pre-eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Pada ibu hamil yang menderita PEB berakhir dengan persalinan Sectio
Caesarea (Solehati & Kokasih, 2015, p. 80). Sectio Cesarea yaitu suatu cara melahirkan
dengan membuat sayatan di dinding uterus melalui dinding depan perut (Nuratif &
Kusuma, 2016, p. 215). Dimana klien yang dicari adalah klien dengan post sectio
caesarea dengan indikasi PEB H-0 yang terdapat luka bekas jahitan pada post operasi,
sehingga dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman nyeri dari efek pembedahan (Solehati
& Kokasih, 2015, p. 80).

3.3 Partisipan
Informasi atau partisipan dalam penelitian adalah orang atau penyakit yang benar-benar
tahu dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian. Jadi
peneliti dapat menggunakan metode kualitatif, karena penelitian saling berhubungan dengan
faktor kontekstual, hal ini responden jaringan sebanyak mungkin informasi dari berbagai
sumber. Penentuan sampel atau informasi (partisipan) dalam penelitian kualitatif berfungsi
untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Munif, 2010, hal. 77). Partisipan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.3.1 Pasien

Pasien dapat di peroleh data tentang data subjektif meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat sebelumnya, obat-obatan yang digunakan, alergi obat sedangkan untuk
data objektif dari pemeriksaan fisik.

3.3.2 Keluarga

Data yang diperoleh dari keluarga meliputi genogram, riwayat penyakit keluarga dari
riwayat lingkungan.

3.3.3 Petugas Kesehatan

1. Bidan

Data yang di peroleh Bidan meliputi tentang keadaan dan kondisi klien selama dirumah
sakit atau kondisi saat pertama klien datang.

2. Dokter

Pada dokter di dapatkan data meliputi terapi medis yang diberikan pada klien, kronologi
atau patofisiologi penyakit yang diderita klien dan perkembangan kondisi klien selama
dirumah sakit.

3. Petugas Laboratorium atau Radiologi

Hasil data yang di temukan dari petugas laboratorium atau radiologi meliputi hasil
pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium.

4. Ahli Gizi

Dari ahli gizi dapat diperoleh data tentang diet yang harus diberikan pada klien post sectio
caesarea dan makanan yang tidak boleh dimakan oleh klien.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian : Lokasi dalam pengamilan kasus di RSUD Genteng.
2. Waktu Penelitian : Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal yang ditentukan.

3.5 Pengumpulan Data


3.5.1 Observasi

Kegiatan observasi meliputi memerhatikan dengan saksama, termasuk mendengarkan,


mencatat, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek pada fenomena yang sedang
diamati (Afiyanti & Rachmawati, 2014, p. 121).

3.5.2 Wawancara

Peneliti dalam mendapatkan data melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan
responden. Alat yang dipakai pada wawancara ini adalah kuisioner (Munif, 2010, hal. 90).

3.5.3 Studi Dokumentasi

Dokumentasi dapat memberi informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh langsung
melalui observasi langsung atau wawancara. Sumber dokumen bisa dari yang informal
sampai formal. Seperti jadwal, laporan dan catatan kasus, standar asuhan sebagai sumber
(Afiyanti & Rachmawati, 2014, p. 133).

3.6 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dalam penelitian, hanya ditekankan pada uji validasi dan reabilitas
(Afiyanti & Rachmawati, 2014, p. 169). Uji keabsahan data dilakukan dengan:

3.6.1 Memperpanjang Waktu Pengamatan

Perpanjangan pengamatan ini dapat mengamati secara langsung bahkan terus menerus
bagaimana proses sosial dan pembentukan perilaku yang dialami para partisipannya,
memperoleh pemahaman yang adekuat untuk dapat menuliskan dan mendeskripsikan hasil
temuannya dari perspektif para partisipannya dengan sebaik-baiknya untuk mempererat
hubungan saling percaya dengan para partisipannya sehingga menghasilkan data (Afiyanti
& Rachmawati, 2014, p. 175).
3.6.2 Triangulasi

Triangulasi adalah suatu pendekatan analisa data yang mensintesa dari berbagai sumber.
Triangulasi dalam pengujian kredebilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi metode dan triangulasi waktu (Bachri, 2010, pp. 55-56).

1. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan men-cek ulang derajat kepercayaan suatu


informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda (Bachri, 2010, p. 56).

2. Triangulasi metode

Triangulasi metode adalah usaha cara mengecek keabsahan data atau men-cek keansahan
temuan penelitian. Dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama (Bachri, 2010, p. 57).

3. Triangulasi waktu

Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan perubahan suatu
proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Sehingga observasi peneliti perlu mengadakan pengamatan tidak hanya satu kali
pengamatan saja (Bachri, 2010, p. 56).

3.7 Analisa Data


Analisa data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi,
penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan
ilmiah (Suyoto & Sodik, 2015, p. 90). Proses analisis data kualitatif dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan
yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar
foto dan sebagainya (Suyoto & Sodik, 2015, p. 100).

3.7.1 Mereduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Reduksi data
bisa dilakukan dengan jalan melakukan abstrakasi. Abstraksi merupakan usaha membuat
rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap
berada dalam data penelitian. Dengan kata lain proses reduksi data ini dilakukan oleh
peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk menghasilkan catatan-catatan
inti dari data yang diperoleh dari hasil penggalian data (Suyoto & Sodik, 2015, p. 100).

3.7.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan. Penyajian data dilakukan untuk dapat melihat gambaran keseluruhan
atau bagian-bagian tertentu dari gambaran keseluruhan. Pada tahap ini peneliti berupaya
mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali
dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan (Suyoto & Sodik, 2015, p. 101).

3.7.3 Kesimpulan

Kesimpulan atau verifikasi adalah tahap akhir dalam proses analisa data. Pada bagian ini
peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan,
persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan bisa dilakukan dengan jalan
membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang
terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut (Suyoto & Sodik, 2015,
p. 101).

3.8 Etika Penelitian


Merupakan serangkaian peraturan untuk penelitian pada manusia terutama pada kode etik
penelitian, dengan demikian dibagi menjadi sebagai berikut:

3.8.1 Informed Consent (persetujuan)

Merupakan persetujuan dari pasien atau persetujuan atau keluarganya terhadap tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah mendapat penjelasan
yang adekuat dari dokter (Nasrullah, 2014, p. 39).

 Anoniminity (tanpa nama)

Anonymity atau tanpa nama merupakan menjamin seluruh informasi yang diberikan oleh
subjek tidak dilaporkan dengan cara apapun untuk mengidentifikasi subjek dan tidak
mungkin diakses oleh orang lain selain tim penelitian (Sumijatun, 2012, p. 192).

3.8.2 Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentility atau kerahasiaan merupakan informasi tentang klien harus dijaga privasi lain.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan
lain harus dihindari (Dalami, 2010, p. 11).

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Gambar Lokasi Pengambilan Data

Lokasi penelitian Asuhan Keperawatan Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Indikasi
PEB H-0 dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri tepatnya di Ruang Bersalin RSUD
Genteng. Jumlah tempat tidur di Ruang bersalin sebanyak 21 Bed. Jumlah tenaga bidan
sebanyak 19 orang, dengan jumlah D III Kebidanan 19 orang. Ruang bersalin terdapat 10,
ruangan yang pertama ruangan eklamsia terdapat 3 bed A1-A3 dilengkapi dengan kamar
mandi 1 dengan keadaan bersih, yang kedua ruangan VK terdiri dari 3 bed A1-A3
dilengkapi dengan kamar mandi 1 dengan keadaan bersih, ketiga ruangan kelas 1 terdapat 3
bed A1-A3 dilengkapi dengan kamar mandi 1 dengan keadaan bersih, ruangan kelas
2 terdapat 2 bed A1-A2 dilengkapi dengan kamar mandi 1 dengan keadaan bersih, ruang
kelas 3 terdapat 4 bed A1-A4 dilengkapi dengan kamar mandi 1 dengan keadaan bersih,
ruang kelas 3 post SC terdapat 4 bed A1-A4 dilengkapi dengan kamar mandi 1 dengan
keadaan bersih, ruang isolasi terdapat 2 bed A1-A2 dilengkapi dengan kamar mandi 1
dengan keadaan bersih. Jadi total keseluruhan dari bed yang tersedia di Ruang Bersalin
berjumlah 21 bed. BOR: 46%. Pada klien berada di ruang kelas 2 bed A2.
Keterangan :

1. Ruang Eklamsia
2. Ruang VK
3. Ruang kelas 3
4. Ruang dapur
5. Ruang kelas 3 Post SC
6. Ruang Bidan
7. Ruang kelas 1
8. Ruang Dokter
9. Ruang isolasi
10. Ruang kelas 2
11. Ruang IMD dan perawatan payudara

Gambar 4.1 Denah Lokasi Ruang bersalin di RSUD Genteng

4.1.2 Pengkajian

Pengkajian tanggal 27 juni 2018 jam 06.00 WIB. Pengambilan data dilakukan melalui
wawancara ke keluarga, observasi dan pemeriksaan fisik serta dari catatan keperawatan
maupun catatan medis.
1. Identitas Klien

Tabel 4.1 Identitas Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan Indikasi PEB Hari
Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Identitas Klien Klien Penanggung jawab


Ny. I
Nama
23 Tahun
Umur
Wanita
Jenis Kelamin Tn. A
26 Tahun
WNI
Suku Bangsa
Laki-Laki
Islam
Agama
WNI
Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
Islam
S1 Pertanian
Pendidikan
Wiraswasta
Kawin
Status Pernikahan
SMK
Sempu Gendoh
Alamat
Kawin
26-06-2018
Tanggal MRS
Sempu Gendoh
20.05 Wib
Jam Masuk
P1 001 Post SC Hari
Diagnosa
Ke-0 Indikasi PEB

2. Status Kesehatan Saat Ini


3. Alasan Periksa/ MRS

Tabel 4.2 Status Kesehatan Saat Ini Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng. Tanggal 27-06-
2018.

Status kesehatan Klien


Pasien datang via IGD tanggal 26-06-2018
Alasan Periksa / jam 19.00 Wib rujukan dari bidan praktek
MRS mandiri dengan kehamilan 9 bulan yang
mengeluhkan sakit kepala dengan tekanan
darah 160/110mmHg, penglihatan kabur,
kaki terasa bengkak, protein urine kwalitatif
+3. Sempat 3 hari sebelum dibawa ke RS
pasien mengalami mual muntah sebanyak
2x, merasa kenceng-kenceng dan gerakan
janin aktif kemudian dipindah di ruangan
bersalin jam 20.05 wib, dari ruangan, pasien
dianjurkan untuk SC pada tgl 27-06-2018
jam 01.05 wib.

Pasien selesai operasi jam 01.35 wib, pada


jam 06.00 wib pasien dinyatakan hilang dari
anestesi dan pasien mengatakan nyeri pada
bagian luka bekas operasi

Keluhan Utama

3. Riwayat Obstetri
4. Riwayat Menstruasi

Tabel 4.3 Riwayat Menstruasi Klien yang mengalami Post Sectio Caesarea dengan Indikasi
PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Riwayat Obstetri Klien


Riwayat Menstruasi:
Menarche 12 tahun

Banyaknya ±20 cc

HPHT 25/09/2017

HPL 02/07/2018

Siklus Teratur (28- 35 hari)

Lamanya 7 hari
Keluhan Tidak ada keluhan

1. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu

Tabel 4.4 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu klien Post Sectio Caesarea
Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.
Tanggal 27-06-2018.

Riwayat kehamilan,
Klien
persalinan dan nifas
Tahun 2018
Umur kehamilan 39- 40 minggu

Jenis persalinan Sectio Caesarea

Penolong persalinan Dokter

Penyulit persalinan PEB

Perdarahan nifas ± 50 cc

Jenis kelamin anak Laki-laki

BB anak 3200 gr

PB 52 cm
1. Genogram

Keterangan :
: perempuan
: garis keturunan

: laki-laki
: garis perkawinan

: pasien
: meninggal

Gambar 4.2 Genogram Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan Indikasi PEB
Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng. Tanggal 27-06-2018.

1. Riwayat Kehamilan Sekarang

Tabel 4.5 Riwayat Kehamilan Sekarang, Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea
Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.
Tanggal 27-06-2018.

Status kesehatan Klien


Diagnosa P1 001 Post SC hari ke-0 indikasi PEB
Imunisasi Pada trimester I TT 5 sudah dilakukan (TT
lengkap)

ANC:
Kunjungan 3x
– Trimester I
Mual muntah, susah tidur, dan nafsu makan
Keluhan selama hamil: menurun

Terapi yang
digunakan:
Fe 1x 1 (pil)
KIE:

– Trimester II
Makan sedikit tapi sering.
Keluhan selama hamil:
Kunjungan 3 x
Terapi yang
digunakan:
KIE:

Tidak ada keluhan

Fe 1x 1 (pil)

Tetap menjaga pola makan yang teratur dan


bergizi

Sambungan…

Tabel 4.5 lanjutan

Kunjungan 3 x

Pinggang terasa sakit, kaki bengkak, kenceng-


kenceng.
– Trimester III
Keluhan selama hamil:

Aspilet 1 x ½
Terapi yang Istirahat yang cukup
digunakan:

KIE:

Sebelumnya pasien sudah kontrol ke bidan


Riwayat saat hamil pada tanggal 23/06/2018 dan disarankan untuk
trimester ke-III: dirujuk di RS, karena adanya tekanan darah
yang tinggi yaitu 160/100 mmHg, tetapi
pasien tidak mau berangkat. Pada tanggal
26/06/2018 pasien masuk RS dengan diagnosa
G1 P00 UK 39-40 minggu + PEB karena
mengeluh sakit kepala, pandangan kabur, kaki
bengkak, muntah 2x, protein urine +3,
kenceng-kenceng dan dari RS pasien
dianjurkan untuk rawat inap.

1. Riwayat Persalinan Sekarang


Tabel 4.6 Riwayat Persalinan Sekarang Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea
Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Riwayat persalinan
Klien
sekarang
Tanggal 27/06/2018 jam 01.05 wib
dilakukan jenis persalinan buatan
yaitu Sectio Caesarea dengan diagnosa G1
P00 PEB dan selesai pada jam 01.35 wib
menggunakan anestesi SAB.
Bayi lahir tanggal 27/06/2018 jam 01.15
wib dengan jenis kelamin laki-laki, apgar
score 5-6 (Asfiksia Sedang), dan terdapat
Tipe persalinan anus.

Bayi baru lahir dengan berat badan 3200


gr, panjang badan 52 cm, lingkar kepala 35
cm, lingkar dada 33 cm, suhu 36,5 ͦC, nadi
142x /menit, RR 40x /menit.

Plasenta lahir manual lengkap. dan


perdarahan ± 200 cc, urine ± 100 cc.

4. Riwayat Keluarga Berencana

Tabel 4.7 Riwayat Keluarga Berencana Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea
Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Riwayat keluarga berencana Klien


Melaksanakan KB Belum pernah
Bila ya jenis kontrasepsi yang
digunakan

Mulai kapan menggunakan
kontrasepsi
Masalah yang terjadi –

 Riwayat kesehatan

Tabel 4.8 Riwayat Kesehatan Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Riwayat kesehatan Klien


Klien tidak pernah mengalami
Penyakit yang pernah dialami penyakit yang hipertensi sebelumnya
Ibu
Jika sakit biasa klien hanya membeli
Pengobatan yang didapat obat di apotik

Ibu klien menderita hipertensi dan


pernah mengalami preeklamsia
Riwayat penyakit keluarga
sebelumnya

6. Riwayat Psikososial

Tabel 4.9 Riwayat Psikososial Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Riwayat Psikososial Klien


Persepsi ibu setelah bersalin:
Klien mengatakan nyeri pada luka
bekas operasi tetapi senang dengan
kelahiran anak pertamanya

Apakah keadaan ini


menimbulkan perubahan iya
terhadap kehidupan sehari-
hari?

Harapan yang Ibu inginkan


setelah bersalin:
Bayi mampu melekat pada payudara
ibu, ASI menetes, bayi menghisap
tidak terus menerus, bayi tidak
menangis saat disusui, bayi tidak
menolak untuk menghisap, bayi tidak
rewel
Ibu tinggal dengan siapa?
Dengan suami dan juga anaknya
Sikap anggota keluarga
terhadap keadaan saat ini?

Baik dan bahagia

7. Kebutuhan Dasar

Tabel 4.10 Kebutuhan Dasar Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Pola kebutuhan Klien


dasar Sebelum Sesudah
1) Pola
nutrisi & Selama hamil klien makan Puasa dan muntah
metabolisme 3x sehari dengan
mengkonsumsi sayur-
sayuran, lauk pauk, namun
terkadang klien sering
mengkonsumsi makanan
yang asin-asin, dan makanan
yang berlemak. Makanan
yang siap saji seperti mie
instan serta minum air
putih 6- 7 gelas sehari.

2) Pola
eliminasi BAK sebanyak 3-5x sehari,
berwarna kuning pekat, bau
a. Buang Air amoniak, tidak ada keluhan
Kecil

Ibu memakai selang


Selama hamil BAB 2x kateter, urine berwarna
sehari berwarna kuning kuning pekat, volume
lembek dan tidak ada 1550 cc 5 jam paska
b. Buang Air keluhan
operasi
Besar
Ibu belum BAB karena
takut ada luka jahitan

Klien mandi 2-3x sehari,


gosok gigi 2x sehari, ganti
3) Pola pakaian 2x sehari selesai
kebersihan diri mandi, untuk kebersihan
vulva ibu mencuci
kemaluannya setiap selesai Ibu belum bisa menjaga
BAB dan BAK dengan cara kebersihan dirinya
membasuhnya dari arah sendiri karena masih
depan ke belakang untuk lemah setelah operasi,
mencegah infeksi yang ibu dibantu oleh
disebabkan oleh kuman dan petugas kesehatan
bakteri. menyeka tubuhnya dan
vulva hygiene

Selama hamil klien tidur


siang ± 1 jam sehari (pukul
14.00- 15.00 wib), tidur
malam ± 6 jam sehari (pukul
22.00- 04.00 wib)

Klien merasa terganggu


4) Pola
dengan tidurnya karena
istirahat tidur
masih merasakan nyeri
luka jahitan bekas
operasi dan sakit kepala
serta pusing

Sambungan …

Lanjutan tabel 4.10

Selama hamil ibu Ibu tidak melakukan


5) Pola aktivitas
mengerjakan pekerjaan aktivitas apa-apa karena
dan latihan
rumah yang tidak terlalu masih terbaring lemah,
Sebelum masuk berat seperti memasak, ibu belajar miring kanan
RS: menyapu, dan mencuci dan kiri dan sulit untuk
pakaian berkonsentrasi

Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak


merokok, minuman keras merokok, minuman
dan ketergantungan obat, keras dan
namun suami klien ketergantungan obat
6) Pola perokok pasif
kebiasaan yang
mempengaruhi:

8. Pemeriksaan fisik

Tabel 4.11 Pemeriksaan Fisik Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Head To toe Klien


Keadaan umum Lemah, kesadaran apatis, GCS E3-V4-M6
Tekanan darah 144/78 mmHg

Respirasi 20x /menit

Nadi 100x /menit

Suhu 36 ͦC

MAP 96

SPO2 97

Tinggi badan 150 cm

Berat badan 65 kg

Kepala dan rambut Pasien mengatakan pusing seperti berputar-


putar, rambut berantakan, persebaran rambut
rata, bersih tidak ada pembengkakan
Simetris, konjungtiva anemis, respon cahaya
pupil isokor +/+ dengan diameter 2 mm, skera
Mata tidak ikterik dan sering berair, ekspresi wajah
tampak meringis dan gelisah dengan skala nyeri
8

Tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak


mengalami sinusitis, dan tidak ada nyeri tekan

Hidung
Mulut mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis
pada dan geraham berfungsi dengan baik, tidak
ada karises
Mulut dan
tenggorokan Tidak mengalami penurunan pendengaran,
telinga bersih, dan tidak ada serumen

I:Tidak mengalami pembesaran kelenjar tiroid


Telinga
P:Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kaku
kuduk

Leher:

Sambungan…

Lanjutan Tabel 4.11

Dada
Paru-paru I:Pergerakan dada teratur

P:Vocal fremitus kanan / kiri sama

P:Sonor

A:Tidak ada suara nafas tambahan ronchi/


wheezing

Payudara
I:Simetris, mamae membesar, papila menonjol,
aerola berwarna kehitaman, ASI tidak keluar,
colostrum keluar sedikit

P:Tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan

Sirkulasi Jantung I:Ictus cordis tidak tampak

P:Ictus cordis teraba di ICS 5- 6 midclavicula


sinistra

P:Pekak

A:S1 dan S2 tunggal (lup-dup)

Abdomen
I:Adanya luka jahitan operasi berbentuk
horizontal, sepanjang ± 13 cm dibagian perut
bawah yaitu di atas simpisis pubis, luka tertutup
dengan kasa steril, tidak ada perdarahan atau
rembesan pada area luka, tidak ada oedem, bentuk
perut cembung, terdapat striae

A:Bising usus 8x /menit

P:Adanya nyeri tekan pada luka post op, TFU


setinggi pusat dan kontraksi uterus teraba keras

P:Suara tympani

I:Keluar lochea rubra, keluar perdarahan pervagina


± 50 cc, banyaknya ganti pembalut 2x, bau amis,
DC: 1550 cc selama 5 jam paska operasi, berwarna
kuning pekat, keadaan vulva bersih
Genetalia

Tidak ada oedem dan tidak ada luka jahitan


Tidak ada oedem pada ekstremitas atas, tidak ada
varises, terpasang infus line pada tangan kanan
Perineum dan
anus

Ekstremitas Tidak ada oedem, persendian ekstremitas bawah


lemah, kesulitan menggerakkan kaki, refleks
Atas lemah pada ekstremitas bawah,

5555 5555
4444 4444

Bawah
I:Warna kulit pucat

P:Turgor kulit ≤ 2 detik, CRT < 2 detik, akral


dingin.

Integument

9. Pemeriksaan penunjang

Tabel 4.12 Pemeriksaan Penunjang Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea
Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Pemeriksaan Klien Normal


URINALISA Tanggal 26/06/2018
Makroskopis Kuning jernih

Ph 7,0 4,5- 8,0

Berat jenis 1010 1000- 1030

Protein Positif +3 Negatif


Reduksi Negatif Negatif

Katen Positif Negatif

SGOT 16 <31U/l

SGPT 10 <34 U/l

Urea 28 17- 43 mg/dl

Creatinin 0.8 0,6- 1,1 mg/ dl

Tanggal 27/06/2018

HGB 9,4 gr/ dL 11,5- 16,5 gr/ dL

RBC 4,23 (10^ 6/ UL) 4-5

HCT 30,7% 37-45

MCV 72,6 (fL) 82- 92

MCH 22,2 (Pg) 27- 31

MCHC 30,6 (g/ dL) 32- 37

RDW- SD 46,6 (fL) 35- 47

RDW- CV 18,6+ (%) 11,5- 14,5

WBC 13,74 (10^ 3/ UL) 4,3- 10,8

EO% 0,1% 1,0 – 3,0

BASO% 0,3% 0- 2

NEUT% 89,7% 50- 70

LYMPH% 3,9% 18- 42

MONO% 6,0 % 2– 11

EO# 0,01 (10^ 3/ uL)

BASO# 0,04 (10^ 3/ uL)


NEUT# 12,32+ (10^ 3/ uL)

LYMPH# 0,54- (10^ 3/ uL)

MONO# 0,83+ (10^ 3/ uL)

DARAH
LENGKAP:

Hemoglobin
9,4 gr/ dL 11- 16
Leukosit
13.700 4000-10000
Hematokrit
31% 37- 54 %
Trombosit
277.000 150000- 400000

10. Terapi medis

Tabel 4.13 Terapi Medis Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Tanggal 27/ 06/ 2018


RL+ Drip Oxytocin 2 ampul 17 tpm
D 5% + Drip MgSO4 40% s/d 24 jam 17 tpm

Injeksi bolus IV line:


– Ketorolax 3x 30 mg

– Tramadol 3x 50 mg

– Kalnex 100 mg/ ml


 Analisa Data

Tabel 4.14 Analisa Data Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Data Etiologi Masalah


DS: Perubahan perfusi otak Ketidakefektifan
pasien mengatakan pusing menurun perfusi jaringan
berputar suplai O2 menurun serebral
DO:
kelemahan
1. GCS E3-V4-M6
ketidakefektifan perfusi
2. Muntah 1x jaringan serebral
3. Pergerakan terbatas

4. Respon cahaya pupil


+/+, isokor 2/2 mm

5. MAP 96, SPO2 97

6. O2 nasal kanul 3 lpm

7. TD: 144/ 78 mmHg

8. S: 36 C, akral dingin
Post partum nifas
9. N: 100x /menit Penurunan progesteron
dan esterogen
DS: Kontraksi uterus
Pengeluaran lochea Risiko perdarahan
Klien mengatakan
badannya terasa lemas

DO: Risiko perdarahan

1. TFU teraba keras dan


setinggi pusat

2. Keluar lochea rubra,


berbau amis, dan keluar
sebanyak ± 50 cc

3. Hb 9,4 gr/ dL
Post partum nifas
4. Ht 31% Penurunan progesteron
dan esterogen
5. Urine keluar 1550 cc Pengeluaran lochea
dalam 5 jam paska
persalinan danberwarna
pekat
Hb menurun
Gangguan
mobilitas fisik
DS:
O2 menurun
Klien mengatakan nyeri
saat bergerak

DO: Kelemahan

1 Tampak lemah
2 Pergerakan terbatas, Gangguan mobilitas
klien terbaring ditempat fisik
tidur

3 Kesulitan miring
kanan kiri

4 Aktivitas dibantu oleh


keluarga

5 Tonus otot

5555 5555
4444 4444
Sambungan

Tabel 4.14 lanjutan

DS: Gangguan rasa


Klien mengatakan nyeri Sectio Cesarea nyaman nyeri
pada luka bekas operasi luka post op
DO:

1 Terlihat wajah jaringan terputus


meringis

2 Gelisah
merangsang area
3 Skala nyeri 8, sulit sensorik
tidur gangguan rasa nyaman
nyeri
4 Pasien masih puasa

5 Tidak konsentrasi

6 Keringat dingin

7 TD: 144/ 78 mmHg


Persalinan sectio
8 S: 36 C, N: 100x caesarea
/menit, RR 20 x/menit Luka post operasi
Media inflamasi oleh
patogen
Daya tahan tubuh
DS:- menurun Risiko Infeksi
Risiko Infeksi
DO:
1. Terdapat luka bekas
operasi berbentuk
horizontal ± 13 cm, luka Peningkatan hormon
tertutup kasa kering dan prolaktin dan oksitosin
steril serta hepafik Mekanisme produksi in
adekuat
2. Leukosit 13.700

3. Hb 9,4 gr/dL
ketidakadekuatan
4. S: 36 C, N: 100x refleks menghisap bayi
/menit, RR 20 x/menit Ketidakefektifan
pemberian ASI

DS:

Klien mengatakan anak


masih sulit menetek

DO: Ketidakefektifan
pemberian ASI
1 Bayi tidak mampu
melekat pada payudara ibu

2 ASI tidak menetes

3 Bayi menghisap tidak


terus menerus

4 Bayi menangis saat


disusui

5 Bayi menolak untuk


menghisap

6 Bayi rewel dan


menangis terus
 Daftar Prioritas Masalah Keperawatan

Tabel 4.15 Daftar Prioritas Masalah Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio
Caesarea Dengan Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD
Genteng.

Tanggal
No DIAGNOSA KEPERAWATAN
muncul
1. 27/06/2018
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d
suplai O2 menurun yang ditandai dengan klien
mengatakan pusing seperti berputar, GCS E3-V4-
M6, muntah 1x, pergerakan terbatas, respon
cahaya pupil +/+, isokor 2/2 mm, MAP 96, SPO2
97, O2 nasal kanul 3 lpm, TD: 144/ 78 mmHg, S:
36 C, akral dingin, N: 100x /menit

Risiko perdarahan b/d tindakan pembedahan yang


ditandai dengan klien mengatakan badannya terasa
lemas, TFU teraba keras dan setinggi pusat, keluar
lochea rubra, berbau amis, dan keluar sebanyak ±
2. 27/06/2018 50 cc, Hb 9,4 gr/ dL, Ht 31%, Urine keluar 1550
cc dalam 5 jam paska persalinan, berwarna pekat

Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan yang


ditandai dengan klien mengatakan nyeri saat
bergerak, klien tampak lemah, pergerakan terbatas,
klien terbaring ditempat tidur, kesulitan miring
kanan kiri, aktivitas dibantu oleh keluarga, tonus
otot

5555 5555
4444 4444
3. 27/06/2018

Gangguan rasa nyaman nyeri b/d tindakan


pembedahan yang ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, terlihat
wajah meringis, gelisah, sulit tidur, tidak
konsentrasi, skala nyeri 8, klien masih puasa,
keringat dingin/ diaforesis, TD: 144/ 78 mmHg, S:
36 C, N: 100x /menit, RR 20 x/menit.
Risiko infeksi b/d luka post op terdapat luka bekas
operasi berbentuk horizontal ± 13 cm, luka tertutup
4. 27/06/2018 kasa kering dan steril serta hepafik, leukosit
13.700, Hb 9,4 g/dL, N: 100x/menit, RR:
20x/menit, S:36ͦC

Ketidakefektifan pemberian ASI b/d


ketidakadekuatan refleks menghisap bayi yang
ditandai dengan klien mengatakan anak masih sulit
menetek, keadaan umum lemah, ASI tidak keluar,
colustrum keluar sedikit, posisi menyusui masih
salah, bayi menangis di payudara ibu, isapan bayi
lemah

5. 27/06/2018

6. 27/06/2018

 Intervensi

Tabel 4.16 Intervensi Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan Indikasi
PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.
Dx Keperawatan Intervensi
(tujuan & kriteria (NIC) Rasional
hasil)
DX 1 Pengkajian 1. Membantu
Ketidakefektifan 1. Kaji tekanan darah mengetahui
perfusi jaringan dan pernafasan klien perkembangan klien
serebral

2. Mengetahui
GCS yang dialami
Setelah dilakukan klien
tindakan asuhan 2. Pantau tingkat
keperawatan 3x 24 kesadaran klien
jam diharapkan
masalah
ketidakefektifan
perfusi jaringan Aktivitas kolaboratif 1. Melancarkan
serebral dapat teratasi aliran O2 ke otak
1. Mengatur posisi
dengan kriteria hasil:
head up sudut 30 derajat 2. Mengatasi
1. Tidak mengalami perfusi serebral tidak
2. Kolaborasi efektif
sakit kepala dengan
pemberian terapi obat anti
dan tanda-tanda vital
dalam batas normal hipertensi

2. Terbebas dari
kejang
Aktivitas lain 1. Menambah
3. Mempunyai pupil 1. kebutuhan oksigen
Berikan O2 sesuai
yang sama besar dan kebutuhan
reaktif dengan reflek
cahaya +/+, isokor
3/3 mm

DX 2

Risiko perdarahan

Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan 3x 24
jam diharapkan
masalah risiko
peradarahan dapat
teratasi dengan
kriteria hasil:

1. Mengalami Pengkajian 1. Mengetahui


perdarahan minimal luka, mengobservasi
atau tidak perdarahan 1. Amati insisi dan adanya perdarahan
yang tampak luka untuk perdarahan
yang tampak 2. proses
penyembuhan masing-
2. Amati proses masing tergantung dari
penyembuhan luka lukanya

3. Mengetahui
balutan terdapat
perdarahan yang
cukup banyak atau
sedikit yang dapat
mengakibatkan resiko
3. Amati balutan untuk
infeki
perdarahan yang tampak

Sambungan…

Tabel 4.16 lanjutan

2. Mempunyai 4. Pantau tanda-tanda vital, 4. Membantu


tekanan darah, nadi terutama tekanan darah, dan nadi mengetahui
dan pernafasan dalam 5. Periksa kadar hemoglobin dan perkembangan klien
batas normal kematokrit 5. Mengetahui Hb
dan Ht meningkat atau
Penyuluhan menurun

1. Beritahu tanda perdarahan dan


saran untuk memberi tahu perawat
ketika terjadi perdarahan 1. Mengetahui
tindakan keperawatan
Aktivitas kolaboratif selanjutnya

1. Kolaborasikan dengan dokter


pemberian obat uterutonika

Aktivitas lain
1. Menghentikan
1. Observasi kontraksi uterus terjadinya perdarahan
2. Observasi TFU

1. Mengetahui
lemah atau kuat

2. Untuk tinggi
fundus uteri teraba
lunak atau keras, lunak
menandakan adanya
perdarahan
3. Observasi lochea
3. Mengetahui
warna lochea dan
keluarnya lochea

Pengkajian

Aktivitas keperawatan tingkat 1

1. Ajarkan dan bantu pasien


dalam proses berjalan (seperti: dari 1. Untuk
tempat tidur ke kursi) mempertahankan atau
meningkatkan
kekuatan dan
Aktivitas keperawatan tingkat 2 ketahanan otot

1. Kaji kebutuhan belajar pasien

DX 3

Gangguan mobilitas 1. Untuk mencegah


fisik terjadinya jatuh pada
klien dan membantu
jika diperlukan
2. Instruksikan pasien untuk
Setelah dilakukan menyangga berat badannya 2. Mencegah
tindakan asuhan resiko jatuh
keperawatan 3x 24
jam diharapkan
masalah gangguan
mobilitas fisik dapat
teratasi dengan
kriteria hasil:

1. Meminta
bantuan untuk
aktivitas mobilisasi,
jika diperlukan.

Sambungan…

Tabel 4.16 lanjutan

2. Melakukan 3. Awasi seluruh


aktivitas kehidupan upaya mobilitas dan 3. melatih klien
sehari-hari secara menjadi mandiri
bantu pasien jika
mandiri miring kanan diperlukan
kiri, duduk dan
berjalan
3. Menyangga Aktivitas keperawatan
berat badan tingkat 3 dan 4

4. Berjalan tanpa 1. Berikan motivasi


bantuan kepada pasien untuk 1. Meningkatkan
mempertahankan atau kemauan dan
5. Berpindah dari mengembalikan mobilitas mempertahankan atau
dan ke kursi atau sendi dan otot mengembalikan
kursi roda mobilitas sendi dan
otot
2. Dukung pasien atau 2. membantu klien
keluarga dalam agar dapat aktivitas
keterbatasan dengan seperti biasa
realistis

DX 4 Pengkajian :
Gangguan rasa 1. Pantau tanda-tanda
nyaman nyeri vital 1. Mengetahui
perkembangan klien

Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan 3x 24
jam diharapkan
masalah dapat 2. Kaji skala nyeri 2. Mengetahui
beradaptasi pada pasien untuk menilai tingkat keparahan nyeri
nyeri dengan kriteria
nyeri atau
hasil: ketidaknyamanan pada
skala 0 sampai 10 (0=
1. Memperlihatkan tidak ada nyeri atau tidak
teknik relaksasi nyamanan,10= nyeri
secara individual hebat)
yang efektif

2. Mempertahankan
tingkat nyeri pada 3. Lakukan pengkajian
skala (0-2) nyeri yang komprehensip
meliputi lokasi,
3. Menggunakan karakteristik 3. Untuk mengetahui
tindakan meredakan
tindakan keperawatan
nyeri dengan
selanjutnya
analgesik dan non
analgesik secara Penyuluhan :
tepat
1. Berikan pengetahuan
4. Tidak mengalami tentang penyebab nyeri
gangguan dalam 1. Meningkatkan
frekuensi pengetahuan kepada
pernapasan, klien dan juga keluarga
frekuensi jantung, klien
atau tekanan darah
Aktivitas kolaboratif:

1.Kolaborasikan dengan
dokter tentang pemberian 1. Analgesik akan
analgesik mengurangi nyeri anda
Mencegah nyeri
bertambah

Sambungan….

Tabel 4.16 lanjutan

5. Dapat mengenali
Aktivitas lain:
factor penyebab 1. Untuk
1. Lakukan
dengan menunjukkan memberikan posisi yang
perubahan posisi,
dapat beradaptasi nyaman pada klien
relaksasi, ganti linen
dengan nyeri
6. Melaporkan pola tempat tidur bila
tidur yang baik diperlukan
2. Dengan cara
7. Melaporkan 2. Bantu pasien pengalihan baik
kesejahteraan fisik untuk lebih berfokus digunakan agar tidak
dan psikologis pada aktivitas, bukan terfokus dengan nyeri
pada nyeri dan rasa
tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan
DX 5

Risiko infeksi
Pengkajian

1 Pantau tanda dan


Setelah dilakukan gejala infeksi (misalnya, 1 Jika didapatkan
tindakan asuhan suhu tubuh, denyut tanda gejala infeksi,
keperawatan 3x 24 jantung, drainase, segera dilakukan
jam diharapkan penampilan luka, penanganan
masalah risiko sekresi, penampilan
infeksi dapat teratasi urine, suhu kulit, lesi
dengan kriteria hasil: kulit, keletihan, dan
malaise.
1 Terbebas dari
tanda dan gejala 2 Kaji faktor yang
infeksi dapat meningkatkan
kerentanan terhadap
2 Memperlihatkan infeksi
higiene personal
yang adekuat 3 Pantau hasil 2 Mengetahui faktor
laboratorium penyebab infeksi
3 Menggambarkan
faktor yang
menunjang penularan
infeksi Penyuluhan untuk
Pasien/Keluarga :
4 Melaporkan tanda 3 Perubahan tanda-
dan gejala infeksi 1 Ajarkan pasien tanda vital dapat
serta mengikuti teknik mencuci tangan menjadi gejala infeksi
prosedur skrining dan yang benar
pemantauan.

1 Mencegah
2 Ajarkan kepada timbulnya
pengunjung untuk mikroorganisme
mencuci tangan sewaktu patogen
masuk dan
meninggalkan ruang 2 Mencegah
pasien timbulnya
mikroorganisme
Aktivitas Kolaboratif : patogen terhadap
pengunjung ke pasien,
1 Pengendalian Infeksi pasien ke pengunjung
(NIC): berikan terapi
antibiotik, bila
diperlukan

1 Dapat mematikan
patogen penyebab
infeksi

Sambungan…

Tabel 4.16 lanjutan

Aktivitas Lain :
1. Batasi jumlah 1. Mengurangi faktor
pengunjung infeksi ke pasien
ataupun ke pengunjung

Pengkajian
DX 6 1. Meningkatkan
1. Kaji pengetahuan
pengetahuan kepada
Ketidakefektifan dan pengalaman ibu
klien dan juga keluarga
pemberian ASI dalam pemberian ASI
klien

2. Mengetaui
2. Kaji kemampuan refleks mengisap kuat
Setelah dilakukan atau lemah
tindakan asuhan bayi mengisap secara
keperawatan 3x 24 efektif
jam diharapkan
masalah 3. Mempermudah
ketidakefektifan bayi untuk mengisap
3. Pantau
pemberian ASI dapat ASI
keterampilan ibu dalam
teratasi dengan menempelkan bayi ke
kriteria hasil: putting
1. Mempertahan-
kan keefektifan
pemberian ASI Penyuluhan

2. Percaya diri 1 Anjurkan untuk 1. Mencegah


terkait pemberian menggunakan kedua adanya pembengkakan
ASI payudaranya setiap kali
menyusui
3. Mengenali
isyarat lapar dari bayi Aktivitas lain

4. Mengindikasi- 1. Lakukan perawatan


kan kepuasan payudara
terhadap proses 1. Dilakukan
pemberian ASI apabila jika ASI tidak
keluar
5. Mengenali 2. Anjurkan kepada
tanda-tanda ibu untuk memompa ASI 2. Meningkatkan
penurunan suplai ASI produksi ASI

 Implementasi

Tabel 4.17 Implementasi Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan
Indikasi PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSUD Genteng.

Hari Rabu Hari Kamis Hari Jum’at


Diagnosa
Jam (27 Juni 2018) Jam (28 Juni 2018) Jam (29 Juni 2018)
keperawatan

10.58 Memberikan O2 11.05 Mengatur posisi 08.30 Melaksanakan


advis dokter
R/: O2 nasal head up sudut 30 R/ methyldopa
kanul 3 lpm, R/: SPO2 98,
Ketidakefekti- 250 mg, diminum
pasien merasa penglihatan tidak
fan perfusi secara oral dan
nyaman kabur, MAP 98
jaringan sesudah makan
serebral b/d
11.00
suplai O2
menurun Mengatur posisi 11.10 Memberikan O2 Mengobservasi
head up sudut 30 TTV
R/: O2 nasal kanul
12.00
R/: SPO2 96, 3 lpm, pasien R/: TD 120/ 80
MAP 94 merasa nyaman mmHg, nadi 80x
/menit, RR 18x
13.00 /menit, 36,5 C,
akral hangat
Melaksanakan 11.15 *Mengganti cairan Respon cahaya
advis dokter infus pupil +/+ dengan
diameter 3 mm
R/: inj. Ketorolax R/: D5% drip
30 mg ketorolax 1 amp,
17 tpm
Inj. Tramadol 50 Memantau tingkat
mg kesadaran klien
15.00
Inj. Kalnex 100 Melaksanakan R/: GCS E4-V5-
mg/ml advis dokter 12.10 M6

13.10 Obat telah masuk R/: methyldopa


lewat bolus IV 250 mg per oral
dan tidak ada diminum sesudah
alergi makan
15.10

Memantau tingkat Memantau tingkat


16.00
kesadaran klien kesadaran klien

R/: GCS E3-V4- R/: GCS E3-V5-


M6 M6

*Memberikan
cairan infus 24
jam

R/: D5% drip SM


40 % 17 tpm,
klien tidak kejang

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

Risiko 08.00 Memantau kadar 08.00 Memantau kadar 07.00 Mengamati insisi
hemoglobin dan hemoglobin dan
perdarahan dan luka untuk
kematokrit kematokrit
b/d tindakan perdarahan yang
R/: 9,4 gr / dL R/: 10.5 gr / dL
pembedahan tampak
R/: luka terbalut
dengan kasa, dan
11.00 *Mengganti 15.00 Melaksanakan advis tidak ada
cairan infus dokter perdarahan yang
tampak pada area
R/: cairan RL+ R/ luka post op
Oxytocin 2 amp methylergometrine
17 tpm 0,125 mg, diminum
secara oral dan
sesudah makan Mengobservasi
16.20 08.00 kontraksi uterus
Memberikan
penjelasan 15.05 R/: kontraksi uterus
kepada klien dan Mengamati insisi kuat
keluarga untuk dan luka untuk
melaporkan jika perdarahan yang
ada tanda-tanda tampak
perdarahan Mengobservasi
08.10
R/: luka terbalut TFU
R/: klien dan dengan kasa, dan
keluarga tidak ada R/: TFU 3 jari
mengerti dan perdarahan yang dibawah pusat dan
kooperatif tampak pada area teraba keras
16.25 16.20 luka post op.

08.20
Mengamati Mengobsevasi
insisi dan luka Mengobservasi lochea
untuk kontraksi uterus
perdarahan yang 16.25 R/: keluar berwarna
tampak R/: kontraksi uterus coklat, keluar 10
kuat cc, urine 600 cc
R/: luka terbalut berwarna jernih
dengan kasa, selama 8 jam dan
dan tidak ada kateter dilepas
perdarahan yang Mengobservasi TFU
tampak pada
area luka post 16.30 R/: TFU 2 jari 08.30
op. dibawah pusat dan Melaksanakan
16.28 teraba keras advis dokter

R/
Mengobservasi methylergometrine
TFU dan Mengobsevasi 0,125 mg, diminum
kontraksi uterus lochea secara oral dan
sesudah makan
R/: TFU setinggi R/: keluar lochea
pusat dan teraba rubra berwarna
keras, kontraksi merah, keluar ±40
uterus kuat cc, urine 1200 cc
dibuang berwarna
pekat selama
16 jam

Sambungan…

Tabel 4.17 lanjutan

16.35 16.45 09.00


Mengobsevasi Mengamati proses Mengamati proses
lochea penyembuhan luka penyembuhan luka
R/: keluar lochea R/: di daerah luka R/: di daerah luka
rubra berwarna bekas operasi bekas operasi
merah, keluar didapatkan tidak didapatkan tidak
±50 cc, urine 500 gatal dan memerah gatal dan memerah
cc dibuang
selama 6 jam

21.00
Melaksanakan
advis dokter

R/: inj.
Ketorolax 30 mg

Inj. Tramadol 50
mg

Inj. Kalnex 100


mg/ml
Menginstruksikan Memberikan
Gangguan 10.20 Obat telah 14.50 pasien untuk 08.30 motivasi pasien
masuk lewat menyangga berat untuk
mobilitas bolus IV dan badannya mempertahankan
fisik b/d tidak ada alergi atau
kelemahan
R/: klien tidak kuat mengembalikan
menyangga mobilitas sendi
badannya saat dan otot
*Mengkaji
duduk
pengetahuan R/: pasien
klien dalam semangat, dan
mobilisasi 15.10 melakukan
miring kanan *Mengajarkan aktivitas masih
kiri, mobilisasi miring dengan hati-hati
kanan kiri
R/: klien dan
11.45 keluarga tidak R/: klien dapat
mengetahui miring kanan kiri *Melibatkan
bahwa miring tanpa bantuan 09.00 keluarga dalam
kanan kiri, keluarga membantu klien
duduk itu 15.15 dalam mobilisasi
penting bagi
masa pemulihan R/: keluarga
Memberikan bersedia
motivasi pasien membantu klien
untuk
*Memberikan mempertahankan
HE kepada atau mengembalikan
keluarga dan mobilitas sendi dan
klien tentang jika otot
klien sudah bisa
flatus R/: pasien kurang
diperbolehkan semangat dalam
minum dan latihan duduk
makan

R/: klien flatus


sebanyak 2 kali

Sambungan…..

Tabel 4.17 lanjutan

14.30 Menginstruksikan 15.20 Mengajarkan dan 09.10


pasien untuk dukung klien dan Menginstruksikan
menyangga berat latihan duduk pasien untuk
badannya R/: pasien bersedia menyangga berat
R/: klien lemah badannya
R/: klien kuat
menyangga
15.25 *Melibatkan
badannya saat
*Mengajarkan klien keluarga dalam duduk
14.31 mobilisasi pada 10
membantu klien
jam post operasi dalam mobilisasi 10.05
sectio caesarea
dengan miring kanan R/: keluarga Mengajarkan klien
bersedia membantu berjalan
R/:klien tidak bisa klien
miring kanan
kiri,bisa R/: klien dapat
menggerakkan berjalan
menggeser, dan 15.40 Mengawasi seluruh 11.00
menekuk kaki upaya mobilisasi

R/: pasien bisa Mengawasi seluruh


duduk dengan upaya mobilisasi
*Mengajarkan dan bantuan keluarga,
menjelaskan klien bisa miring kanan R/: pasien bisa
tentang mobilisasi kiri, dan duduk dengan
16.00 dini dengan menggeser serta mandiri, bisa miring
menggeser, menekuk menekuk kaki kanan kiri, dan
kaki dan menjelaskan tanpa bantuan menggeser serta
kepada klien dan menekuk kaki dan
keluarga juga berjalan
16.00
R/: klien dan *Membantu
keluarga menyeka klien 13.00
mendengarkan, Mengkaji kebutuhan
memperhatikan R/: klien bersedia belajar pasien
penjelasan dari diseka
perawat dan klien 17.00 R/: klien berjalan,
tampak lemah duduk bisa dengan
mandiri
Mengajarkan dan
bantu pasien dalam
proses berjalan
(misalnya: dari
tempat tidur ke
kursi)

R/: klien tidak


mau, karena pusing
dan mau muntah

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

16.15 Melibatkan 18.00 Mengkaji


kebutuhan belajar
keluarga dalam
pasien
membantu klien R/: klien bisa
dalam mobilisasi miring kanan kiri
R/: keluarga tetapi saat duduk
bersedia masih dengan
membantu klien bantuan keluarga

16.20 Kaji kebutuhan


belajar pasien

R/: klien masih


tidak mau belajar
miring kanan kiri
karena saat dibuat
bergerak terasa
sulit dan terasa
nyeri pada area
luka operasi

*Membantu
16.30 menyiapkan air
hangat dan
menyeka klien

R/: klien bersedia


diseka

Gangguan rasa 08.00 08.00 Memantau TTV 07.00 Memantau TTV


nyaman nyeri *Melakukan
b/d tindakan BHSP R/: TD 130/ 78 R/: TD 130/ 78
pembedahan mmHg, nadi 80x mmHg, nadi
R/: klien mampu /menit, RR 18x 80x /menit, RR
menyebut nama, /menit, respon 18x /menit,
dan kooperatif cahaya pupil +/+, respon cahaya
dalam tindakan isokor 3/3 mm pupil +/+,
keperawatan isokor 3/3 mm

09.30 Mengkaji skala 07.10 Mengkaji skala


nyeri
nyeri
R/: skala nyeri 3, R/: skala nyeri
terlihat wajah 3, terlihat wajah
datar datar

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

08.05 Mengatur posisi


Makukan yang benar dan
pengkajian nyeri Melakukan perubahan
07.15 nyaman
R/:terdapat luka posisi, relaksasi, ganti
R/: posisi klien
jahitan operasi linen tempat tidur bila
berbaring ditempat
berbentuk 09.45 diperlukan
tidur
horizontal, ± 13 cm R/: posisi klien
dibagian perut berbaring ditempat
bawah yaitu di atas tidur, mengikuti nafas
simpisis pubis, dalam 3x Melaksanakan
nyeri seperti advis dokter
tertusuk jarum 08.30
R/ asam mefenamat
Membantu untuk 500 mg, diminum
fokus pada aktivitas, secara oral dan
08.10 Memberikan bukan pada nyeri sesudah makan
pengetahuan
R/: setiap kali
tentang penyebab 10.00 keluarga berkunjung,
nyeri pada klien
klien bercakap-cakap Memberikan
dan keluarga
dengan keluarga
08.45 pengetahuan
R/: klien mengerti tentang penyebab
dan mencoba nyeri pada klien
beradaptasi dengan dan keluarga
Melaksanakan advis
nyeri luka operasi dokter R/: klien dapat
beradaptasi dengan
R/: inj. Ketorolax 30
nyeri luka operasi
mg
08.15 Memantau TTV
11.00 Inj. Tramadol 50 mg
R/: TD 144/90
mmHg, Nadi 98 x Membantu untuk
Inj. Kalnex 100
/menit, suhu 36 C, 09.00 fokus pada
mg/ml
RR 18x /menit, aktivitas, bukan
respon cahaya pada nyeri
pupil +/+, isokor Obat telah masuk R/: klien
2/2 mm lewat bolus IV, tidak mengatakan nyeri
ada alergi berkurang saat bisa
beraktivitas
08.20
Mengkaji skala
nyeri

R/: skala nyeri 8,


terlihat wajah
meringis

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

08.25 Melakukan
perubahan posisi,
relaksasi, ganti
linen tempat tidur
bila diperlukan
R/: posisi klien
berbaring ditempat
tidur, mengikuti
nafas dalam 3x

10.55 Membantu untuk


fokus pada
aktivitas, bukan
pada nyeri

R/: klien terbaring


lemah

07.00 07.00 *Memberikan HE 07.00 *Memberikan HE


tentang diit tinggi tentang diit tinggi
Risiko Memantau hasil protein yang dapat protein yang dapat
infeksi laboratorium mempengaruhi mempengaruhi
proses penyembuhan proses
R/: leukosit luka penyembuhan luka
mengalami
peningkatan R/: klien dan R/: klien dan
07.05 13.700 keluarga keluarga
mendengarkan dan mendengarkan dan
mengerti mengerti

Memantau tanda
dan gejala infeksi
10.00 Mengajarkan pasien Memantau tanda
R/: luka horizontal teknik mencuci dan gejala infeksi
13 cm tertutup 07.15
tangan yang benar
kasa kering, tidak R/: luka horizontal
ada cairan yang R/: pasien lemah dan 13 cm tertutup kasa
keluar dari luka terbaring di tempat kering, tidak ada
tidur cairan yang keluar
07.25 11.00 dari luka
Mengajarkan kepada
Mengamati pengunjung untuk
penampilan mencuci tangan
hygiene personal sewaktu masuk dan
untuk meninggalkan ruang
perlindungan pasien
terhadap infeksi
R/: pengunjung
R/: tampak kooperatif dalam
pengeluaran mencuci tangan
lochea rubra di sebelum kontak
underped dan dengan pasien dan
darah terkena tangan bersih
selimut pasien

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

08.00 Membatasi 11.05 Membatasi 10.00 Mengamati


jumlah jumlah penampilan
pengunjung pengunjung hygiene
R/: keluarga R/: keluarga personal untuk
kooperatif dan kooperatif dan perlindungan
tidak banyak tidak banyak yang terhadap infeksi
yang jenguk 15.00 jenguk R/: tidak tampak
pengeluaran
lochea
sanguilenta di
Memantau tanda underped
dan gejala infeksi

R/: luka tertutup


kasa kering, tidak
ada cairan yang
keluar dari luka
16.00

Mengamati
penampilan
hygiene personal
untuk
perlindungan
terhadap infeksi

R/: keluarga
pasien dapat
mengganti selimut
yang terkena
Ketidakefek-tifan 10.00 16.40 darah 11.03 Mengkaji
pemberian ASI pengetahuan
b/d Mengkaji dan pengalaman
ketidakadekuatan pengetahuan ibu dalam
refleks dan pengalaman Mengkaji
pemberian ASI
menghisap bayi ibu dalam pengetahuan dan
pemberian ASI pengalaman ibu R/: klien
dalam pemberian percaya diri
R/:ibu tidak ASI dalam menyusui
mengerti dan klien dapat
pemberian ASI R/: klien percaya
mengerti disaat
yang benar, diri dalam
bayinya lapar
karena pertama menyusui dan
kali mempunyai 16.45 klien dapat
anak, kurang mengerti disaat
percaya diri bayinya lapar
dalam menyusui
dan klien dapat
mengerti disaat
Memantau
bayinya lapar
keterampilan ibu
dalam
menempelkan
bayi ke puting
R/: bayi mencari
puting ibu tetapi
bayi tidak mau
menetek

Sambungan….

Tabel 4.17 lanjutan

Mengkaji 11.05 Mengkaji


kemampuan bayi kemampuan bayi
Mengkaji
mengisap secara mengisap secara
kemampuan bayi
efektif efektif
mengisap secara
10.30 R/: bayi menangis, R/: bayi tidak
efektif
menangis, rewel
R/: bayi menangis, 16.50 rewel dan isapannya
lemah dan isapannya
rewel dan isapannya
lemah
lemah

Mengajarkan ibu
menggunakan cara Melakukan
Memantau
menyedot ASI perawatan
10.45 keterampilan ibu 12.00 payudara dan
dalam dengan alat seperti
mengekop
menempelkan bayi 16.55 spuit
ke puting R/: ASI keluar
R/: ASI keluar sedikit
sedikit 10 cc
R/: bayi mencari
puting ibu tetapi
bayi tidak mau Melakukan
menetek perawatan payudara

R/: ASI keluar sedikit


Menganjurkan 18.00
untuk menggunakan
10.50 kedua payudaranya
Menganjurkan untuk
setiap kali menyusui menggunakan kedua
payudaranya setiap
R/: ibu menyusui
bayinya dengan 19.00 kali menyusui
kedua payudaranya R/: ibu menyusui
dan merasa kurang bayinya dengan
puas karena ASI kedua payudaranya
tidak keluar kurang puas karena
ASI keluar sedikit
 Evaluasi

Tabel 4.18 Evaluasi Pada Klien Yang Mengalami Post Sectio Caesarea Dengan Indikasi
PEB Hari Ke-0 Gangguan Rasa Nyaman nyeri Di RSUD Genteng.

Hari Rabu Hari Kamis Hari Jum’at


Diagnosa
Jam (27 Juni 2018) Jam (28 Juni 2018) Jam (29 Juni 2018)
keperawatan
S: klien S: klien S: klien
mengatakan mengatakan pusing mengatakan sudah
pusing berkurang saat tidak pusing saat
berkurang saat dibuat duduk duduk dan
dibuat tidur O: beraktivitas
O: O:
Ketidakefek- – Masih
tifan perfusi – Klien pusing atau sakit – Tidak pusing
jaringan tidak sakit kepala TD 128/ 80 atau sakit kepala,
serebral kepala atau
21.00 21.00 mmHg, Nadi 80x/ 13.00 GCS E4-V5-M6
berhubungan pusing, TD 129/ menit, RR 20x kesadaran
dengan 83 mmHg, Nadi /menit, akral composmentis, TD
suplai O2 98x / menit, hangat, GCS E3- 120/ 80 mmHg,
menurun suhu 36 C, akral V5-M6 kesadaran Nadi 82x/ menit,
dingin, RR 20x/ composmentis, RR 18x /menit,
menit, MAP 96, MAP 98 SPO2 100, akral hangat
SPO2 97, GCS
E3-V4-M6 – Klien – Klien terbebas
kesadaran apatis terbebas dari kejang dari kejang
– Klien – Pupil isokor – Pupil isokor +/+,
terbebas dari +/+, 3/3 mm 3/3 mm
kejang
A: masalah teratasi A: masalah teratasi
– Pupil sebagian
isokor +/+, 3/3 P: intervensi
mm P: lanjutkan dihentikan, pasien
intervensi (no. pulang
A: masalah 1,2,4)
teratasi sebagian KIE:

P: intervensi – diit rendah


dilanjutkan (no. garam
1,2,3,4,5)
– isirahat yang
cukup dan
mengontrol
tekanan darah
secara rutin

Terapi:
methyldopa 250
mg 3x 1 sehari

Diminum secara
oral dan sesudah
makan, kemudian
dilanjut kontrol
tanggal 3/7/2018
pada hari ke-7 di
poli hamil dan
dirawat luka

Sambungan….

Tabel 4.18 lanjutan

Risiko 21.00 S: klien 21.00 S: klien 13.00 S: klien mengatakan


perdarahan mengatakan mengatakan badannya sudah
b/d tindakan badannya terasa badannya terasa lebih baik dari
pembedahan lemas lemas sebelumnya
O: O: O:

– Mengalami – Mengalami – Tidak ada


perdarahan perdarahan perdarahan yang
minimal yaitu minimal yaitu tampak, keluar
keluar lochea rubra keluar lochea rubra lochea sanguilenta
keluar ± 30 cc, keluar ± 20 cc, keluar 10 cc, urine
urine 1700 cc urine 1600 cc 900 cc berwarna
berwarna kuning berwarna kuning kuning jernih
jernih selama 24 jernih selama 24 dibuang selama 6
jam, TFU setinggi jam, TFU 2 jari jam dan dilepas
pusat, teraba keras dibawah pusat dan kateter dan TFU 3
teraba keras jari dibawah pusat
– K/u cukup, dan teraba keras
TD 129/ 83 – TD 128/ 80
mmHg, Nadi 98x/ mmHg, Nadi 80x/ – K/u baik, TD 120/
menit, RR 20x/ menit, RR 20x 90 mmHg, Nadi 82x
menit /menit / menit RR 18x
/menit
A: masalah teratasi A: masalah teratasi
sebagian sebagian A: masalah teratasi

P: intervensi P: lanjutkan P: intervensi


dilanjutkan (no. intervensi (no. dihentikan pasien
1,2,3,4,5,7,8,9) 1,2,3,4,7,8,9) pulang

KIE: Menjaga
kebutuhan istirahat
yang cukup

Terapi:

methylergometrine
0,125 mg 3x 1
diminum secara oral
dan sesudah makan,
kemudian dilanjut
kontrol tanggal
3/7/2018 pada hari
ke-7 di poli hamil
dan dirawat luka

Sambungan….
Tabel 4.18 lanjutan

S: klien
S: klien mengatakan sudah
S: klien
Gangguan mengatakan sudah bisa beraktivitas
mengatakan nyeri 21.00 bisa miring kanan 13.00 tanpa bantuan
mobilitas saat bergerak
fisik b/d kiri O:
21.00 O: O:
kelemahan
klien bisa miring – klien bisa
klien bisa miring miring kanan kiri
kanan kiri, kanan kiri, tanpa bantuan,
menggerakkan menggeser,
menggeser, dan dapat menggeser,
menekuk kaki, bisa menekuk kaki,
menekuk kaki menggerakkan duduk dengan
dengan meminta Kaki dengan tidak mandiri
bantuan keluarga meminta bantuan,
– aktivitas dibantu tetapi jika duduk – melakukan
dengan bantuan aktivitas mandiri
seluruhnya
keluarga
– tidak kuat dalam – Dapat
– aktivitas masih menyangga berat
menyangga
dibantu badannya saat
badannya saat
miring kanan kiri duduk dan berjalan
– kuat dalam
– tidak bisa menyangga – Berjalan tanpa
badannya saat bantuan
berjalan, pasien
miring kanan kiri
tirah baring
– Klien dapat
– tidak bisa berpindah dari bed
– klien tidak mau
berjalan, pasien ke kursi roda
berpindah dari bed
tirah baring
ke kursi roda
– tonus otot
karena pusing dan – klien tidak mau
mual berpindah dari bed 5555 5555
ke kursi roda
– tonus otot 5555 5555
karena nyeri saat
A: masalah teratasi
dibuat bergerak
5555 5555
4444 4444 P: intervensi
– tonus otot
dihentikan, pasien
A: masalah teratasi
pulang
sebagian 5555 5555
4444 4444 KIE:
P: intervensi A: masalah teratasi – Jangan
dilanjutkan (no. sebagian bekerja yang
1,2,3,4,5,6) terlalu berat
P: lanjutkan
intervensi (no.
1,2,3,4,5)

Sambungan….

Tabel 4.18 lanjutan

S: klien S: klien mengatakan S: klien mengatakan


mengatakan nyeri nyeri pada perut bagian nyeri berkurang pada
luka bekas operasi bawah berkurang perut bekas operasi
berkurang O: O:
O:
– Posisi klien – Posisi klien
– Posisi klien berbaring ditempat duduk, jika nyeri pasien
berbaring ditempat tidur, dapat mengikuti nafas dalam 3x
tidur, mengikuti nafas dalam 3x
nafas dalam 3x – skala nyeri 2
– skala nyeri 3
– skala nyeri 4 – Menggunakan
– Menggunakan tindakan meredakan
Gangguan – Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik
rasa nyaman tindakan nyeri dengan analgesik asam mefenamat 500
nyeri b/d meredakan nyeri Inj. Tramadol 50 mg mg
tindakan dengan analgesik lewat bolus IV line
pembedahan Inj. Tramadol 50 – Klien dapat
mg lewat bolus IV – K/u cukup, TD beradaptasi dengan
line 130/ 78 mmHg, Nadi nyeri luka operasi
80x / menit
– K/u cukup, TD – K/u baik, TD 120/
129/ 83 mmHg, – Klien masih 90 mmHg, Nadi 82x /
Nadi 96x / menit tidak bisa beradaptasi menit
dengan nyeri luka
– Klien tidak bisa operasi – Klien dapat
beradaptasi dengan mengatur pola tidurnya
nyeri luka operasi – pola tidur
cukup baik – Terlihat wajah
– Klien bisa tidur senang, dan senyum
meski terkadang – Terlihat wajah karena sudah
mudah terbangun datar diperbolehkan pulang
– Ekspresi wajah A: masalah teratasi A : masalah tercapai
tampak sebagian
menyeringai P : intervensi
P: lanjutkan intervensi dihentikan pasien
A: Masalah teratasi (no. 1,2,4,5,6,7) pulang
sebagian
KIE:
P:Intervensi
dilanjutkan (no. – Harus diit tinggi
1,2,5,6,7) protein sehingga dapat
mempercepat
penyembuhan luka
operasi

Sambungan…….

Tabel 4.18 lanjutan

– Makan telur
rebus minimal 6
butir, yang 4
dimakan putihnya
saja, yang 2
dimakan sama
kuningnya
Terapi: asam
mefenamat 500 mg
3x 1 sehari diminum
secara per oral dan
sesudah makan.

Kemudian dilanjut
kontrol tanggal
3/7/2018 pada hari
ke-7 di poli hamil
dan dirawat luka

Risiko 21.00 S: – 21.00 13.00


S: –
infeksi S: –
b/d luka O: O:
post op O:
– Tidak ada – Terdapat luka
tanda-tanda infeksi – Terdapat luka
operasi, tidak ada
operasi, tidak ada
– TD 129/ 83 perdarahan pada perdarahan pada
mmHg, Nadi 98x/ luka, tidak bau luka, tidak bau
menit, RR 20x/
menit – Tidak ada – TD 120/ 90
tanda-tanda infeksi mmHg, Nadi 82x /
– Leukosit menit RR 18x
13.700 – TD 128/ 80 /menit
mmHg, Nadi 80x/
– Anderpad menit, RR 20x – Pasien mampu
tidak diganti /menit mencuci tangan
dengan benar
A: Risiko infeksi – Anderpad
teratasi sebagian diganti A: Risiko infeksi
teratasi sebagian
P: intervensi – Keluarga
dilanjutkan (no. 1, mampu mencuci P: intervensi
2, 4, 5, 7) tangan dengan dihentikan pasien
benar pulang

A: Risiko infeksi KIE:


teratasi sebagian
– Menjaga
P: intervensi kebutuhan istirahat
dilanjutkan (no. 1, yang cukup
2)
Dilanjut kontrol
tanggal 3/7/2018
pada hari ke-7 di
poli hamil dan
dirawat luka

Tabel 4.18 lanjutan

Ketidakefek-tifan 21.00 S: Klien 21.00 21.00


S: Klien S: Klien mengatakan
pemberian ASI mengatakan mengatakan anak anak masih sulit
b/d anak masih masih sulit menetek
ketidakadekuatan sulit menetek menetek O:
refleks O: O:
menghisap bayi – bayi mencari
– bayi – bayi puting ibu dan bayi
mencari puting mencari puting mau menetek
ibu tetapi bayi ibu dan bayi
tidak mau tidak mau – klien percaya
menetek menetek diri dalam menyusui

– ibu – klien – klien dapat


mengerti percaya diri mengerti disaat
pemberian ASI dalam menyusui bayinya lapar
yang benar,
karena baru – klien – ibu menyusui
pertama kali dapat mengerti bayinya dengan
mempunyai disaat bayinya kedua payudaranya
anak serta lapar dan merasa kurang
kurang percaya puas karena ASI-nya
diri dalam – ibu keluar sedikit
menyusui menyusui
bayinya dengan – Ibu dapat
– klien dapat kedua menyusui dan
mengerti disaat payudaranya bayinya tidak
bayinya lapar kurang puas menangis atau rewel
karena ASI
– ibu keluar sedikit A: masalah teratasi
menyusui sebagian
bayinya dengan – Bayi
kedua menangis, rewel, P: intervensi
payudaranya ASI keluar dipertahankan (no.
dan merasa sedikit, refleks 3,4,5,6)
kurang puas isapan bayi pasien pulang
karena ASI lemah, colustrum
tidak keluar keluar sedikit KIE:

– Bayi A: masalah – Diit dengan


menangis, teratasi sebagian makanan yang
rewel, ASI bergizi agar dapat
keluar sedikit, P: lanjutkan memproduksi ASI
refleks isapan intervensi (no. lancar
bayi lemah, 1,2,5)
– Lakukan
colustrum
perawatan payudara
keluar sedikit
– Mengkompres
A: masalah
payudara dengan air
teratasi
hangat
sebagian
– Jika ASI tidak
P: intervensi
keluar lakukan
dilanjutkan (no.
pengekopan pada
1,2,3,5,6)
payudara
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengkajian

1. Identitas

Saat pengkajian pada asuhan keperawatan Preeklamsia Berat terdapat kesenjangan antara
fakta dengan teori, faktanya pada pengkajian identitas pada klien didapatkan terjadi pada
usia 23 tahun.

Menurut (Cunningham, 2014.h.731) umur merupakan salah satu faktor yang menentukan
status kesehatan ibu hamil. Akan tetapi pada kasus preklampsia, umur tidak menjadi satu-
satunya faktor resiko kemunculan preeklampsia melainkan ada faktor lain seperti
primigravida, lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat. Sedangkan menurut
(Baratawidjaya & Rengganis, 2010, p. 232) usia 20-35 tahun dalam rentang usia sehat dapat
terjadi preeklamsia, karena kehamilan pertama pada ibu hamil atau disebut dengan
primigravida, hal ini terjadi pada proses kehamilan dan persalinan yang memicu resiko
autoimun adalah faktor psikologis yang cenderung kurang stabil dan faktor gaya hidup yang
tidak sehat.

Menurut peneliti, di usia 23 tahun bisa terjadi preeklamsia berat, hal ini pada primigavida
atau ibu yang pertama kali hamil terjadi karena faktor psikologis yang cenderung kurang
stabil sehingga meningkatkan kejadian preeklamsia dan juga bisa dari faktor gaya hidup
yang tidak sehat.

2. Riwayat Keluarga Berencana

Terjadi kesenjangan pada keluarga berencana dimana pada pasien belum pernah KB.

Menurut (Cunningham, 2014.h.731) perempuan memiliki hormon estrogen yang


mempunyai fungsi mencegah kekentalan darah serta menjaga dinding pembuluh darah
supaya tetap baik. Apabila ada ketidakseimbangan pada hormon estrogen dan progesteron
dalam tubuh, maka akan dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah dan kondisi pembuluh
darah. Selain itu didalam tubuh menghasilkan hormon kortisol dan adrenalin dimana pada
keduanya meningkatkan kerja terus menerus sehingga jantung akan mengalami gangguan
yang memicu terjadinya peningkatan tekanan darah.

Menurut peneliti, klien sebelumnya tidak pernah melakukan KB, hal ini juga mempengaruhi
terhadap kehamilan pertamanya. Meskipun ibu tidak menggunakan KB, ibu bisa mengalami
tekanan darah yang meningkat karena adanya ketidakseimbangan pada hormon estrogen
dan progesteron dalam tubuh. Serta dari hormon kortisol dan adrenalin sendiri juga bisa
memicu terjadinya peningkatan tekanan darah.
3. Riwayat kesehatan

Terjadi kesenjangan pada riwayat kesehatan pada pasien ditemukan bahwa klien tidak
pernah mengalami penyakit hipertensi sebelumnya namun pada ibu klien terdapat riwayat
hipertensi dan juga pernah mengalami preeklamsia.

Menurut (Perry & Potter dalam Hardianto 2011) penyebab hipertensi pada ibu hamil tidak
berbeda dengan penyebab kondisi normal yaitu dipicu peningkatan tekanan aliran darah
yang dipompa oleh jantung sehingga menyebabkan kerusakan dinding arteri di pembuluh
darah. Secara umum hipertensi pada usia muda disebabkan karena pola hidup dan pola
makan yang tidak sehat yang kerap dilakukan oleh ibu hamil seperti stress berkepanjangan,
kurangnya olahraga ditambah dengan mengonsumsi garam berlebihan, menu makanan yang
siap saji dan mengandung lemak jenuh. Dari stress berkepanjangan berefek pada kehamilan
pertama, secara fisiologis seperti perubahan suasana hati akibat adanya perubahan hormon,
kelelahan, sakit punggung, kekhawatiran yang muncul terhadap kehamilan dan persalinan
sehingga mengakibatkan tekanan darah klien menjadi tinggi. Sedangkan menurut
(Maryunani, 2016, p. 318) preeklamsia dapat terjadi karena ada yang mempunyai riwayat
preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga atau penyakit keturunan (Sukarni & Sudarti,
2014, p. 36).

Menurut peneliti, hipertensi dapat terjadi pada ibu hamil karena sewaktu ibu hamil tidak
memperhatikan kesehatannya terutama pada gaya hidup yang kurang sehat, atau pola makan
yang tidak sehat. sehingga pada usia muda dapat terjadi hipertensi dan juga preeklampsia
pada kehamilan pertamanya. Kemudian bisa juga dilihat dari riwayat keluarga ada yang
mengalami preeklamsia yaitu ibunya klien sendiri, hal ini dipengaruhi adanya perubahan
gen yang merupakan kondisi turun temurun dalam keluarga.

4. Pola eliminasi urin

Terjadi kesenjangan pada pola eliminasi (buang air kecil) pada pasien ditemukan bahwa
klien memakai selang kateter, urine berwarna pekat dengan volume 1550 cc dalam 5 jam
paska persalinan.

Menurut (Solehati & Kokasih, 2015, pp. 109-110) pola eliminasi buang air kecil
didapatkan adanya ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan urin, adanya
keinginan buang air kecil yang harus segera dikeluarkan, serta adanya perasaan nyeri saat
berkemih. Kateter adalah sebuah alat berbentuk pipa yang dimasukkan ke dalam kandung
kemih dengan tujuan dilakukan pemasangan kateter yaitu membantu memenuhi kebutuhan
klien untuk mengosongkan kandung kemih, terutama pada pasien akan operasi. Membantu
melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung kemih secara normal, menjaga
agar kandung kemih tidak boleh tegang sehingga menekan unsur lain (Manuaba, 2010, p.
32).

Menurut peneliti, di pasang selang kateter karena pasien baru selesai operasi sectio caesarea
dan pemasangan kateter bertujuan untuk membantu pasien mengosongkan kandung kemih,
apabila kandung kemih tidak kosong akan menekan organ lain kemudian membantu pasien
memulihkan pengendalian kandung kemih secara normal, dan bertujuan untuk mengetahui
keluarnya urine sesuai dengan input atau intake cairan.

5. Keadaan umum

Terjadi kesenjangan pada keadaan umum dimana pada pasien ditemukan pada klien tingkat
kesadaran apatis, GCS E3-V4-M6.

Menurut (Sulistyawati, 2009, p. 81) pada ibu post sectio caesarea biasanya tingkat
kesadaran composmentis setelah efek anestesi. Namun menurut pendapat (Manuaba, 2010,
p. 24) lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi
sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang
sehingga penderita tetap dalam keadaan kesadaran apatis, selama serangan tekanan darah
meningkat yang menyebabkan pusing terus menerus sehingga terjadi penurunan suplai O2
menurun dan nadi cepat.

Menurut peneliti keadaan umum terlihat apatis dengan GCS E3-V4-M6, hal ini terjadi
karena serangan baru yang berulang dan mengakibatkan suplai O2 menurun, dimana pada
pasien terlihat keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan disekitarnya. Dengan
pasien dapat memberi respon yang adekuat bila diberikan stimulus, klien hanya dapat
membuka mata saat dipanggil namanya, kemudian saat diajak bicara klien terlihat bingung,
dan klien mampu mengikuti perintah sederhana seperti menunjukkan jumlah jari-jari dari
angka yang disebut oleh peneliti.

6. Suhu

Terjadi kesenjangan pada suhu dimana pada pasien ditemukan 36 ͦ C.

Menurut (Sulistyawati, 2009, p. 81) ditemukan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu
badan akan naik sedikit (37,5- 38 ͦ C) karena adanya peningkatan basal metabolisme rate
yang digunakan dalam proses involusi. Sedangkan menurut (Solehati & Kokasih, 2015, pp.
112) suhu tubuh di antara 36-38 ͦ C merupakan perubahan fisiologis yang normal untuk ibu
post partum sampai hari ketiga.

Menurut peneliti, suhu klien sudah normal dalam 24 jam paska persalinan, klien tidak
mengalami kenaikan pada suhu yang dijelaskan menurut teori.

7. Pemeriksaan fisik pada payudara

Terjadi kesenjangan pada pemeriksaan fisik payudara dimana pada pasien ditemukan ASI
tidak keluar, colostrum keluar sedikit.

Menurut (Anggraini, 2010, p. 2) faktor kelahiran bisa menyebabkan ASI tidak kunjung
keluar karena ibu stres atau mengalami persalinan traumatik karena proses persalinan yang
sangat lama atau dilakukan dengan operasi caesarea, penggunaan cairan intravena atau
cairan infus yang banyak selama proses persalinan dapat menyebabkan payudara bengkak
dan ketersediaan ASI tertunda sampai payudara kembali normal, obat penghilang rasa sakit,
dan bentuk puting payudara yang tidak biasa, seperti puting payudara datar atau masuk ke
dalam.

Menurut peneliti, pasien mengalami trauma dalam persalinan caesarea, pasien


menggunakan obat penghilang rasa sakit, dan menggunakan cairan intravena atau cairan
infus sehingga dapat menghambat keluarnya ASI, akibatnya pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan bayinya, karena ASI tidak keluar. ASI yang lancar juga dipengaruhi
oleh isapan bayi. Semakin sering bayi mengisap payudara ibu untuk mendapatkan ASI,
semakin lancar juga ASI yang keluar. Namun, jika ASI yang keluar sedikit sejak awal
kemudian ibu jarang memberikan ASI-nya pada bayi, lama-kelamaan produksi ASI pun
berhenti dan ASI tidak keluar.

8. Penatalaksanaan

Terjadi kesenjangan pada penatalaksanaan dimana pada pasien diberikan infus D5% drip
MgSO4 40% selama 24 jam paska persalinan dan dilakukan perawatan luka setelah hari ke-
7 post operasi di ruang poli hamil dan mengobservasi luka.

Menurut (Pudiastuti, 2012, p. 167) pemberian infus diberikan RL dengan drip MgSO4 40%
dan pemberian infus D5% drip MgSO4 40% 17 tetes/ menit berfungsi untuk mencegah
terjadinya kejang. Perawatan luka dilakukan setelah hari ke-7 post operasi karena tidak ada
perdarahan yang tampak atau rembesan pada luka. Sedangkan perban luka diganti setelah
24 jam pertama, sekaligus dinilai keadaan luka operasi, hal ini terjadi perdarahan sampai
darahnya menembus diatas kasa, kemudian luka perlu ditutup dengan kasa steril, sehingga
sisa darah dapat diserap oleh kasa. Dengan menutup luka dapat mencegah terjadinya
kontaminasi. Sehingga pada saat mengganti kasa yang lama perlu diperhatikan tehnik
aseptik supaya tidak terjadi infeksi (Maryunani, 2016, p. 333).

Menurut peneliti, pemberian infus D5% drip MgSO4 40% dengan tetesan 17 tpm dalam 24
jam paska persalinan, fungsinya sama saja untuk mencegah terjadinya kejang dan jika
perawatan luka dilakukan pada hari ke- 7, dikarenakan sehabis operasi, luka yang timbul
langsung ditutup dengan kasa steril selagi dikamar bedah dan biasanya tidak perlu diganti
sampai diangkat jahitannya, kecuali bila terjadi perdarahan sampai darahnya menembus
diatas kasa, barulah diganti dengan kasa steril kembali.

4.2.2 Diagnosa keperawatan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada klien diagnosa keperawatan yang muncul
antara lain: ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, risiko perdarahan, ketidakefektifan
pemberian ASI, gangguan mobilitas fisik, gangguan rasa nyaman nyeri, risiko infeksi.
Sedangkan menurut (Nuratif & Kusuma, 2016, p. 218) dan (Solehati & kokasih, 2015, p.
93), klien dengan post sectio caesarea indikasi PEB bisa muncul gangguan rasa nyaman
nyeri, risiko perdarahan, gangguan mobilitas fisik, konstipasi, gangguan integritas kulit,
risiko infeksi.
Pada studi kasus ini muncul diagnosa tambahan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral dan juga ketidakefektifan pemberian ASI pada klien post SC.

1. Pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Terjadi diagnosa tambahan dikarenakan klien mengalami sakit kepala masih tetap
bertambah, keadaan lemah, GCS E3-V4-M6, muntah 1x, pergerakan terbatas, respon
cahaya pupil +/+ dengan diameter 2 mm, MAP 96, SPO2 97, O2 nasal kanul 3 lpm, TD:
144/ 78 mmHg, S: 36 C, akral dingin, N: 100x /menit.

Menurut teori (Wilkinson, 2015, p. 806) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah
penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada
tingkat kapiler. Tanda- tanda peningkatan TIK yaitu sakit kepala, mual dan
muntah, penglihatan ganda, tekanan darah meningkat, merasa bingung, linglung, gelisah
atau timbul perubahan perilaku (Sukarni & Sudarti, 2014, p. 36).

Menurut peneliti, klien terjadi tanda-tanda peningkatan TIK dengan klien mengalami pusing
terus menerus, muntah, GCS E3-V4-M6, respon cahaya pupil +/+, isokor dengan diameter 2
mm dan juga pergerakan terbatas karena terdapat luka bekas operasi. Hal ini menyebabkan
suplai O2 menurun sehingga terpasang monitor, O2 nasal kanul 3 lpm dan mengobservasi
klien setiap 30 menit sekali.

2. Terdapat diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI

Terjadi diagnosa tambahan dikarenakan klien mengeluhkan anak sulit menetek, keadaan
umum lemah, ASI tidak keluar, colostrum keluar sedikit, bayi menangis di payudara ibu,
isapan bayi lemah.

Menurut teori (Wilkinson, 2015, p. 806) ketidakefektifan pemberian ASI adalah


ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi, atau anak dalam proses pemberian ASI. Sedangkan
menurut (Anggraini, 2010, p. 2) penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada hari-hari
pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin
dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI.

Menurut peneliti, bayi sulit menetek karena ASI klien tidak mau keluar sehingga bayi
menangis terus menerus, begitu juga dengan refleks isapan bayipun lemah, hal ini jika ASI
klien tidak keluar maka dilakukan dengan cara perawatan payudara dan memompanya
untuk mendapatkan ASI. Karena dengan isapan bayi dapat merangsang hormon oksitosin,
sehingga ASI dapat keluar.

Pada studi kasus ini diagnosa yang tidak muncul yaitu konstipasi dan gangguan integritas
kulit pada post SC hari ke-0.

1. Konstipasi

Diagnosa konstipasi tidak muncul dikarenakan klien takut BAB dan terdapat luka post
sectio caesarea di bagian perut bawah simpisis pubis.
Menurut teori (Wilkinson, 2015, p. 806) berdasarkan tinjauan pustaka adalah penurunan
defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan
banyak yang dibuktikan dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu. Sedangkan menurut
(Solehati & kokasih, 2015, p. 104) pada pasien post seksio sesarea secara khas terjadi
kelemahan pada abdomen sehingga menyebabkan motilitas cerna mengalami penurunan
yang di sebabkan beberapa hal yaitu efek obat anestesi, menurunnya hormon progesteron
dan kurangnya mobilisasi dini.

Jadi menurut peneliti, dikatakan konstipasi jika klien tidak bisa BAB > 3 hari dan feses
keras yang menyebabkan kelemahan otot abdomen. Serta terjadi fisiologis pada klien post
SC hari ke-0 karena klien tidak mengonsumsi makanan apapun atau klien puasa, sehingga
tidak ada yang diolah di sistem pencernaan yang menyebabkan feses keras.

2. Pada diagnosa kerusakan integritas kulit

Diagnosa kerusakan integritas kulit tidak muncul, karena pada faktanya, klien mengalami
pembedahan yang bersifat buatan atau tidak alami dengan melakukan sayatan disepanjang
perut.

Menurut teori (Wilkinson, 2015, p. 806) berdasarkan tinjauan pustaka kerusakan integritas
kulit adalah perubahan epidermis dan dermis atau jaringan (membran mukosa, kornea,
fasia,otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen). Pada intervensi tidak
ada tindakan mandiri keperawatan untuk menangani jenis kerusakan pada sectio caesarea.
Sedangkan pada Sectio caesarea yaitu operasi melahirkan bayi dengan sayatan sepanjang
perut dan rahim wanita hamil, sehingga kondisi seperti ini dapat sembuh dengan
sendirinya (Triyana, 2013, p. 204).

Menurut peneliti, diagnosa ini tidak terdapat pada klien post SC, sebab tidak ada tindakan
mandiri keperawatan untuk menangani jenis kerusakan ini dan biasanya kondisi ini sembuh
sendiri.

4.2.3 Intervensi

Berdasarkan intervensi dari tahap perencanaan pembuatan intervensi asuhan keperawatan


pada klien yang mengalami post sectio caesarea hari ke-0 di ruang bersalin RSUD Genteng
telah disusun berdasarkan masalah keperawatan yang muncul.

4.2.4 Implementasi
Berdasarkan implementasi pada klien, tindakan keperawatan yang dilakukan sudah sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya

Namun pada diagnosa gangguan mobilitas fisik pelaksanaan tindakan sudah sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun sebelumnya karena disesuaikan dengan kondisi klien. Pada
implementasi yang diberikan ada beberapa tambahan tindakan seperti membantu
menyiapkan air hangat dan menyeka klien, mengajarkan klien mobilisasi pada 10 jam post
operasi sectio caesarea dengan miring kanan kiri, mengajarkan dan menjelaskan klien
tentang mobilisasi dini dengan menggeser, menekuk kaki dan menjelaskan kepada klien dan
keluarga, memberikan HE kepada keluarga dan klien tentang jika klien sudah bisa flatus
diperbolehkan minum dan makan, serta mengkaji pengetahuan klien dalam mobilisasi
miring kanan kiri.

Menurut (Solehati & kokasih, 2015, p. 106) memandikan pasien merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang tidak mampu mandi secara mandiri atau
memerlukan bantuan orang lain. Menurut (Hartati & Maryunani, 2015, p. 110) mobilisasi
ibu setelah sectio caesarea merupakan suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang
dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan caesarea.

Menurut peneliti membantu menyiapkan air hangat dan menyeka klien, karena klien masih
belum bisa berjalan kekamar mandi, maka klien perlu diseka dan mengajarkan mobilisasi
pada klien dengan tujuan dapat memperlancar sirkulasi aliran darah. Namun jika tidak
dilatih dengan mobilisasi, efek samping terhadap luka tersebut terlihat kaku dan aliran darah
tidak berjalan dengan lancar.

4.2.5 Evaluasi

Berdasarkan hasil dari tabel evaluasi pada klien dengan diagnosa gangguan
rasa nyaman nyeri teratasi dalam batas waktu 3 hari, menunjukkan
perkembangan membaik, pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri, dan
mengatakan nyeri berkurang sehingga diperbolehkan pulang.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada BAB ini diuraikan tentang kesimpulan dari hasil studi kasus dan saran yang dapat
diberikan penulis tentang karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien
yang Mengalami Post Sectio Caesarea dengan Indikasi PEB H-0 Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri di Ruang Bersalin RSUD Genteng tahun 2018”.
 Kesimpulan

Asuhan Keperawatan Klien yang Mengalami Post Sectio Caesarea dengan Indikasi PEB H-
0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri di Ruang Bersalin RSUD Genteng tahun 2018

5.1.1. Pengkajian

Hasil pengkajian pada klien ditemukan keluhan yaitu nyeri luka pada luka
bekas operasi

5.1.2. Diagnosa

Asuhan keperawatan pada klien di dapatkan diagnosa yaitu: risiko


perdarahan, gangguan mobilitas fisik, gangguan rasa nyaman nyeri, dan
risiko infeksi. Terdapat diagnosa tambahan yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral dan ketidakefektifan pemberian ASI. Sedangkan pada
studi kasus ini diagnosa yang tidak muncul yaitu konstipasi dan gangguan
integritas kulit.

5.1.3. Intervensi

Tahap perencanaan studi kasus asuhan keperawatan pada klien Post Sectio
Caesarea dengan Indikasi PEB H-0 dilakukan tindakan keperawatan untuk
mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri dengan mempertahankan posisi
yang nyaman, menggunakan relaksasi nafas dalam dan distraksi sebagai
cara pengalihan nyeri dengan tidak terfokus oleh nyerinya dan dari
kunjungan keluarga, motivasi yang diberikan keluarga terhadap klien bisa
membuat nyerinya berkurang, selain itu dilakukan tindakan untuk
memberikan obat analgesik untuk meredakan nyeri.

5.1.4. Implementasi

Pada proses implementasi asuhan keperawatan dalam mengatasi gangguan


rasa nyaman nyeri dilakukan tindakan memposisikan pasien yang nyaman,
menggunakan relaksasi nafas dalam dan distraksi sebagai cara pengalihan
nyeri dengan tidak terfokus oleh nyerinya dan dari kunjungan keluarga,
motivasi yang diberikan keluarga terhadap klien bisa membuat nyerinya
berkurang dan pemberian obat analgesik selama 3 x 24 jam. Pada klien
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi pada perawatan hari ke-3.

5.1.5. Evaluasi

Pada tahap evaluasi dilakukan selama 3 hari dengan menggunakan SOAP


dan ditemukan kesenjangan antara fakta dan teori. Pada klien tujuan
tercapai sebagian, resiko tidak menjadi aktual dan intevensi dihentikan
dilanjut kontrol ke poli hamil untuk dirawat luka tanggal 3-07-2018.

5.2. Saran

Setelah menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan


Keperawatan Klien yang Mengalami Post Sectio Caesarea dengan Indikasi
PEB H-0 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri di Ruang Bersalin RSUD Genteng
tahun 2018” penulis ingin menyampaikan beberapa saran berikut:

5.2.1. Bagi Responden

Penulis himbau untuk memberikan pengetahuan tentang penyebab nyeri


pada klien dan keluarga agar dapat beradaptasi dengan nyeri luka operasi
dan latihan mobilisasi dini untuk tidak takut pada luka jahitannya, karena
mobilisasi akan mempercepat proses penyembuhan luka dengan
meningkatkan asupan nutrisi yang banyak mengandung protein serta diit
rendah garam.

5.2.2. Bagi Institusi

Diharapakan menambah referensi / buku keperawatan maternitas yang


lebih lengkap, dengan judul Asuhan Keperawatan Maternitas dan jika perlu
menambah fasilitas bagi mahasiswa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah
khususnya dalam penyediaan foto copy dan print, agar mahasiswa tidak
telat saat konsul ke pembimbing.

5.2.3. Bagi Profesi

Diharapkan dengan adanya studi kasus ini, sebagai tenaga kesehatan


profesional perawat diharapkan terus mengembangkan keahliannya untuk
terus meningkatkan mutu pelayanan dalam asuhan keperawatan klien yang
mengalami post sectio caesarea dengan indikasi PEB H-0 gangguan rasa
nyaman nyeri.

5.2.4. Bagi Rumah Sakit

Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit sudah memenuhi syarat dalam pemberian
asuhan keperawatan, baik tenaga medis maupun tenaga keperawatan. Namun, alangkah
lebih baik jika petugas kesehatan khususnya di ruang bersalin dapat menerapkan kiat yang
dapat mencegah dan mengurangi ansietas pada pasien sehingga pasien bisa melakukan
aktivitas tanpa adanya kecemasan akibat dari reaksi hospitalisasi.
Advertisements

Share this:

Related

 ASUHAN KEPERAWATAN IBU YANG MENGALAMI POST SC INDIKASI


PEB DENGAN NYERI AKUT HARI KE-0 DI RUANG DAHLIA RSD dr
SOEBANDI JEMBER DITA PURI RAHAYU 14.401.16.015
 June 19, 2019
 In "PROPOSAL LTA 2019"

 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


DENGAN HIPOTERMIA DI RUANG PERINATOLOGI RSD dr. SOEBANDI
JEMBER NURUL MA’RIFATUL MABRUROH 14.401.16.071
 June 19, 2019
 In "PROPOSAL LTA 2019"

 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV/AIDS


 September 19, 2018
 In "Keperawatan Medikal Bedah"

Categories: Keperawatan Maternitas

Leave a Comment

Nursing Science
Back to top
Advertisements

Anda mungkin juga menyukai